Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 APPENDISITIS
2.1.1 Definisi Appendisitis
Appendisitis adalah peradangan apendiks vermiformis yang menyebar ke bagian
lainnya. Meskipun kemajuan diagnostik dan terapeutik dalam pengobatan, apendisitis tetap
darurat klinis dan merupakan salah satu penyebab yang lebih umum dari nyeri akut
abdomen.1
Apendisitis dengan onset akut yang memerlukan intervensi bedah; biasanya
ditandai dengan nyeri di abdomen kuadran kanan bawah dengan nyeri tekan lokal dan
nyeri alih, spasme otot yang ada di atasnya, dan hiperestesia kulit; demam disertai
leukositosis polimorfonuklear ditimbulkan oleh infeksi lokal. Nyeri kolik periumbilikal
bisa saja timbul, disebabkan oleh obstruksi apendiks oleh fekalit; gejala dan tanda dapat
bervariasi sesuai letak apendiks, atau ada/tidaknya pita perlengketan, atau puntiran.1,2
2.1.2 Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfoid, fekalit, tumor apendiks, dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.1
Fecalit terbentuk ketika garam kalsium dan feses menjadi berlapis sekitar nidus
apendix vermiformis. Hiperplasia limfoid dikaitkan dengan berbagai gangguan inflamasi
dan infeksi termasuk Crohn desease, gastroenteritis, dan amebiasis.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan-makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon. Semua ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut.1

2
2.1.3 Patofisiologi.3

Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh


lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya
akan mengurai diri secara lambat.1,2

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

2.1.4 Manifestasi Klinis1,3

 Tanda awal :
Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksia

3
 Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal
di titik McBurney :
 nyeri tekan
 nyeri lepas
 defans muskular
 Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung :
 nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
 nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
 nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti napas dalam, berjalan,
batuk dan mengedan
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik
apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan akan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke
kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

4
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh
sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan
karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala
dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke
kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan
dindingnya.1,4

2.1.5 Pemeriksaan Fisik.1,3,4


o Inspeksi :
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi dan
penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikular.2-
4

o Palpasi :
 Pemeriksaan nyeri tekan lepas
Nyeri tekan lepas positif menunjukkan adanya inflamasi peritoneum.3-4

 Rovsing sign
Rovsing sign positif menunjukkan pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah. 3-4

5
 Pemeriksaan colok dubur
Pada pemeriksaan ini nyeri di daerah infeksi pada jam 9-12bila dicapai
dengan jari tengah, misalnya pada apendisitis pelvica. 3-4
 Tes Psoas
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas mayor,
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. 3-4

 Tes Obturator
Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang
kontak dengan m.obturator internus. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri. 3-4

o Perkusi : nyeri ketok perut kuadran kanan bawah


o Auskultasi :Peristalsis usus sering normal namun peristalsis dapat hilang karena
ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.4

6
Skor Alvarado

Keterangan :
o Skor 1 – 4 : tidak dipertimbangkan mengalami apendisitis akut
o Skor 5 – 6 : dipertimbangkan kemungkinan diagnosis apendisitis akut tetapi
tidak memerlukan tindakan operasi segera atau dinilai ulang
o Skor 7 – 8 : dipertimbangkan kemungkinan mengalami apendisitis akut
o Skor 9 – 10 : mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan tindakan bedah

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

o Ultrasonografi : bisa meningkatkan akurasi diagnosis mencapai 94%


o Darahrutin: leukositosis (10.000 – 18.0000 / 15.000 – 20.000 sel/mL
2.1.7 Penatalaksanaan4
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya
pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendesitis tanpa komplikasi biasanya tidak
perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendesitis gangrenosa atau apendisitis perforata.
Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi.
Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada
penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat
keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan
dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau

7
2.2. GASTRITIS

2.2.1 Definisi Gastritis.5,6

Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung.
Secara histopologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah
tersebut. Gastritis adalah salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik
penyakit dalam pada umumnya.
Disebut gastritis Kronis apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina
propria dan daerah intra epitelial. Menurut data WHO, kanker lambung merupakan jenis
kanker penyebab kematian terbanyak kedua setelah kanker paru yaitu mencapai lebih dari
1 juta kematian pertahun. Selain itu, gastritis juga merupakan penyakit yang sangat
mengganggu aktivitas dan bila tidak ditangani dengan baik dapat juga berakibat fatal.
2.2.2 Klasifikasi.7,8
Distribusi anatomis pada gastritis kronik dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Gastritis Kronis Tipe A
Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh
adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik,dan
berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam
dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi
produksi faktor intrinsik.Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien karena tidak
tersedianya faktor intrinsik untuk mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum.
Anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12 karena
kekurangan faktor intrinsik akibat gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung
menyerang sel parietal pada korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor
intrinsik dan asam
Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik pada mukosa
sekitar sel parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya.Netrofil jarang dijumpai
dan tidak didapati Helicobacter pylori.Mukosa fundus dan korpus menipis dan kelenjar-
kelenjar dikelilingi oleh sel mukus yang mendominasi.Mukosa sering memperlihatkan
metaplasia intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan sel paneth. Pada stadium
akhir, mukosa menjadi atrofi dan sel parietal menghilang (gastritis kronis tipe A).
b. Gastritis Kronis Tipe B
Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya
mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis
kronis tipe A. Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang berusia

8
tua.Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan
anemia pernisiosa.Kadar gastrin yang rendah sering terjadi.Penyebab utama gastritis kronis
tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori.Faktor etiologi gastritis kronis lainnya
adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis dengan
kofaktor Helicobacter pylori.
Adapun pembagian gastritis seperti terdapat pada tabel :

No Perbedaan Gastritis akut Gastritis kronis


1 Etiologi Obat golongan NSAID Penyebab tidak jelas
seperti aspirin, bahan Refluks empedu ke
kimia, alkohol, rokok, lambung
kafein. Stress faal : uremia Infeksi H.pylori
Infeksi H.Pylori
2 Manifestasi klinis Anoreksia (hilangnya Anoreksia
selera makan) Defisiensi zat besi
Sendawa, mual muntah, (karena disebabkan
perdarahan, hematemesis, perdarahan kronis)
nyeri epigastrium Anemia persiosa
(karena tidak adanya
faktor intrinsik di chief
cell untuk
mengabsorbsi vitamin
B 12 dalam ileum
sehingga eritrosit
dapat membesar)

2.2.3 Etiologi Gastritis.6

Terjadinya gastritis disebabkan karena produksi asam lambung yang berlebih.


Asam lambung yang semula membantu lambung malah merugikan lambung. Dalam
keadaaan normal lambung akan memproduksi asam sesuai dengan jumlah makanan yang
masuk. Tetapi bila pola makan kita tidak teratur, lambung sulit beradaptasi dan lama
kelamaan mengakibatkan produksi asam lambung yang berlebih
Penyebab asam lambung tinggi adalah aktivitas padat sehingga telat makan, stress
yang tinggi, yang berimbas pada produksi asam lambung berlebih, makanan dan minuman
yang memicu tingginya sekresi asam lambung, seperti makanan dan minuman dengan rasa

9
asam, pedas, kecut, berkafein tinggi, mengandung vitamin C dosis tinggi, termasuk buah-
buahan.
Faktor Pemicu kekambuhan Gastritits.6
a. Faktor makan (pola makan)
b. Faktor obat-obatan
c. Faktor psikologis
c. Infeksi bakteri
Patofisologi.4,6

 Obat-obatan (aspirin dan NAD) menghambat sintesis prostaglandin pada


mukosa mukosa lebih peka terhadap asam lebih mudah erosi
 Alkohol menyebabkan gastritis akut terjadi setelah meminumnya
 H.Pylori melekat pada aepitel lambung menghancurkan bagian mukosa
lambung dan meninggalkan daerah epitel yang gundul
 Gastritis tipe A (autoimun) adanya antibodi terhadap sel epitel menurunkan
sekresi asam dan meningkatkan sekresi gastrin.
 Lambung tempat penyimpanan makanan pada saluran pencernaan
 Makanan yang masuk ke saluran pencernaan mengandung zat iritan (alkohol,
nikotin, asam, pedas) menyebabkan stressor fisis
 Stressor psikologis menstimulasi saraf simpatis dan saraf parasimpatis
 Kedu penyebab stressormenyebabkan peningkatan enzim lambung (HCI dan
Gastrin) terjadi akumulasi dan konsentrasi asam pada lambung meningkat
iritasi mukosa lambungterjadi lisisgastritis

Patofisiologi gastritis akut

 Bakteri endotoksin/ H.Pylori, obat NSAID, alkohol, kafein, aspirinmenyebabkan


membran mukosa menjadi edema dan hiperemik terjadi erosi superfisial
sekresi getah lambung dengan sedikit asam dan banyak mukus disekresi
superfisial perdarahan dimanifestasikan hematemesis

Patofisiologi gastritis kronis

 H. Pylori + faktor predisposisi  atrofi progresif epitel kelenjarkehilangan sel


parietal dan chief cell menurunkan produksi HCI, pepsin, dan faktor intrinsik
dinding gaster menipis mukosa mulutr mempunyai permukaan yang rata
gastritis atopi kronik

10
2.2.4 Gejala Klinis4,6,7

Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah
merupakan salah satu keluhan yang sering muncul.Ditemukan pula perdarahan saluran
cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia
pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat
penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu
Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi,
ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi
muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi
jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi jika sudah mencapai usus besar, pasien
biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun
selama 2 sampai 3 hari .

2.2.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang.6,7,8

Untuk menegakkan diagnosa gastritis, dilakukan dengan berbagai macam tes,


diantaranya :
1. Tes Darah
Tes darah untuk melihat adanya antibodi terhadap serangan Helicobacter pylori. Hasil
test yang positif menunjukkan bahwa seseorang pernah mengalami kontak dengan
bakteri Helicobacter pylori dalam hidupnya, tetapi keadaan tersebut bukan berarti
seseorang telah terinfeksi Helicobacter pylori. Tes darah juga dapat digunakan untuk
mengecek terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan oleh perdarahan karena
gastritis (Anonim, 2010).
2. Breath Test
Test ini menggunakan tinja sebagai sampel dan ditujukan untuk mengetahui apakah
ada infeksi Helicobacter pylori dalam tubuh seseorang.
3. Stool Test
Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pylori dalam sampel tinja
seseorang. Hasil test yang positif menunjukkan orang tersebut terinfeksi Helicobacter
pylori. Biasanya dokter juga menguji adanya darah dalam tinja yang menandakan adanya
perdarahan dalam lambung karena gastritis.
4. Rontgen
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang dapat dilihat
dengan sinar X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum

11
dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas
ketika di rontgen.
5. Endoskopi
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang mungkin
tidak dapat dilihat dengan sinar X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah
selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus,
lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan
(anestesi), sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman
menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter
akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan
dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai
30 menit.Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus
menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam.Hampir
tidak ada resiko akibat tes ini.Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman
pada tenggorokan akibat menelan endoskop.

2.2.6 Penatalaksanaan4,6,8

Penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut adalah dengan menghilangkan


etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk
mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 inhibition pompa proton,
antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa sukralfat dan
prostaglandin.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si
pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa
mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi,
embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi.Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya
atas dasar abolut.
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai.Bila
terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter
Pylory.Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat
yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari.Bila terjadi anemia defisiensi besi
(yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia
pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai.

12
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan
istirahat,mengurangi dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan
antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien
dengan gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12.

Terapi eradikasi yang direkomendasikan untuk infeksi H.Pylori


medikasi dosis Lama pengobatan
Amoxicillin 50 mg/kg/hari ÷ bid 14 hari
Clarithromycin 15 mg/kg/hari ÷ bid 14 hari
Proton pump inhibitor 1 mg/kg/hari ÷ bid 1 bulan
Amoxicillin 50 mg/kg/hari ÷ bid 14 hari
Metronidazole 20 mg/kg/hari ÷ bid 14 hari
Proton pump inhibitor 1 mg/kg/hari ÷ bid 1 bulan
Clarithromycin 15 mg/kg/hari ÷ bid 14 hari
Metronidazole 20 mg/kg/hari ÷ bid 14 hari
Proton pump inhibitor 1 mg/kg/hari ÷ bid 1 bulan

Terapi antisekresi untuk anak


Medikasi Dosis anak Sediaan
Antagonis reseptor H2
Cimetidine 20-40 mg/kg/hari Syrup : 300 mg/ml
2-4 kali pemberian/hari Tablet : 200,300,400,800
Ranitidine 4-10 mg/kg/hari Syrup:75 mg/5ml
2 atau 3 x pemberian/ hari Tablet: 75,150,300 mg
Femotidine 1-2 mg/kg/hari Syrup 40 mg/5 ml
2 x pemberian/hari Tablet:20,40 mg
Nizatidine 10 mg/kg/hari
2 x pemberian/hari
Proton pump inhibitor
Omeprazole 1,0-3,3 mg/kb/hari Kapsul : 10,20,40 mg
<20 kg : 10 mg/hari
>20 kg : 20 mg/hari
Digunakan untuk umur >2
tahun

13
Lansoprazole 0,8-4 mg/kb/hari Kapsul : 15,30 mg
<30 kg : 15 mg/hari Powder packet : 15,30 mg
>30 kg : 30 mg/hari Solu-tab : 15-30 mg
Digunakan untuk umur >1
tahun
Rabeprazole Dosis dewasa : 20 mg/hari Tablet : 20 mg
Pantoprazole Dosis dewasa : 40 mg/hari Tablet : 40 mg
Agen Citoprotektif
Sucralfate 40-80 mg/kg/hari Suspensi : 1000 mg/5ml
Tablet : 1000 mg

14
BAB III

STATUS PASIEN DAN FOLLOW UP

I. Identitas pasien

Identitas Penderita

No rekam medik : 121447

Nama penderita : an.Mawar

Jenis kelamin : Perempuan


Berat badan : 18 kg
Umur : 8,5 tahun
Anak ke :2
Nama ayah : Yuherdi
Pekerjaan : wiraswasta
Nama ibu :-
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Pulau sera
Agama : Islam
Tanggal masuk : 11-09-2015

II. Anamnesis
Alloanamnesis dengan : ibu pasien
Tanggal/jam : 12-09-2015 pukul 15.00
Keluhan utama : nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang anak datang dengan keluhan nyeri perut di daerah ulu hati dan
sekitarnya sejak +/- 5 hari yang lalu, disertai mual dan muntah sejak 5 hari yang
lalu, akibatnya nafsu makan menurun. BAK lancar, tidak BAB sejak 3 hari
yang lalu. Nyeri tekan di sekitar umbilikus (+), batuk pilek (-), demam (-),
pusing (-), kembung (-), berobat (+).

15
Riwayat penyakit dahulu
tidak pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. Sebelum
mengeluhkan nyeri perut di daerah ulu hati, sehari sebelumnya pasien
mengeluhkan gatal-gatal seluruh tubuh setelah digigit serangga, dan di beri obat
dari puskesmas. Sehari setelah menerima obat, pasien mengeluhkan nyeri ulu
hati, dan datang berobat lagi sehari setelahnya ke bidan, karena keluhan tidak
menghilang, pasien datang berobat lagi ke tempat yang berbeda, namun keluhan
tidak menghilang. Pada tanggal 11-09-2015 pasien datang ke IGD RSUD
Bangkinang.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti ini

Riwayat Konsumsi Obat


Telah berobat ke 3 tempat yang berbeda (nama obat tidak diketahui)

Riwayat alergi
Tidak ada alergi makanan dan obat

Status Gizi
Berat badan : 18 kg
Umur : 8,5 tahun
Gizi baik 85% (CDC)
Riwayat orang tua
Pekerjaan ayah penjual pakan, dan ibu seorang ibu rumah tangga
Riwayat pekerjaan, kebiasaan dan sosial ekonomi
-Pasien berstatus sebagai siswi di sekolah dasar
-suka makan makanan pedas
-tinggal di daerah padat penduduk
Riwayat kelahiran
Pasien anak kedua dari 2 bersaudara, lahir secara normal dengan BBL 2700 gr,
dan lahir langsung menangis

16
Riwayat imunisasi
Hepatitis B : √
DPT : √
Polio : √
BCG : √
Campak : √
III. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit
Kesadaran : komposmentis

Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 90/60
Frekuensi nadi : 100x/ menit
Frekuensi nafas : 24x/ menit
Suhu : 37,1 C
Status generalisata
Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : hitam
Mata : konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- , mata cekung -/-
Hidung : simetris, sekret hidung (-)
Telinga : simetris
Mulut : mukosa basah, tidak hiperemis, tonsil T1-T1

Thorax
Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus simetris
Perkusi :sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikular +/+ , wheezing -/-, rhonki -/-, bunyi
jantung normal, teratur
Abdomen
Inspeksi : perut cembung
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan sekitar umbilikus
(+) Laseque test (+)

17
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+), 2x/30 detik
Ekstremitas : CRT <2 detik, akral hangat
IV. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin :
Hb : 11,8 gr/dl
Hematokrit : 32,7 %
Leukosit : 20,5 x 103mm3
Trombosit : 358 x 103mm3
V. Diagnosis Kerja
susp. Appendisitis + gastritis
VI. Penatalaksanaan

Infus : IVFD 55 tpm mikro

 Medikamentosa : etiologi : Inj. Ceftriaxon 500 mg/12 jam


: simptomatis : Inj. Ranitidin 3x1 ampul
: Topikal hidrokortison
 Dietetik :Dalam 1 porsi makan mengandung 1800 kkal + 18 protein

18
FOLLOW UP
Hari/ Subjek Objek Assesment Perawatan
tanggal
11/09/ Nyeri ulu hati 5 hari TD : 90/60, susp.Appendisiti -IVFD dextrose
15 yang lalu, mual (-), RR : 24x/menit, s + gastritis 55 tpm mikro
muntah (-), nafsu makan Nadi : -antasid
menurun tidak BAB 3 100x/menit -injeksi
hari yang lalu, nyeri T : 37,1 C ceftriaxon 500
tekan umbilikus (+), Mata CA-/- mg/12 jam
demam (-), pusing (-), SI -/-, -injeksi
gatal (+), batuk pilek (-), Suara nafas ranitidin 3x1
kembung (-), berobat vesikular +/+, ampul
(+) Abdomen -antihistamin
cembung, -topikal
BU(+), nyeri hidrokortison
tekan
epigastrium,
nyeri tekan
umbilikus, psoas
test (+)
12/09/ Nyeri ulu hati 5 hari TD : 90/60, susp.Appendisiti -IVFD dextrose
15 yang lalu, mual (-), RR : 24x/menit, s + gastritis 55 tpm mikro
muntah (-), nafsu makan Nadi : 80x/menit -antasid
(+) tidak BAB 4 hari T : 36,1 C -injeksi
yang lalu, nyeri tekan Mata CA-/- ceftriaxon 500
umbilikus (+), demam (- SI -/-, mg/12 jam
), pusing (-), gatal Suara nafas -injeksi
seluruh tubuh vesikular +/+, ranitidin 3x1
berkurang, batuk pilek Abdomen ampul
(-), kembung (-), cembung, -antihistamin
berobat (+) BU(+), nyeri -topikal
tekan hidrokortison
epigastrium,

19
nyeri tekan
umbilikus,
Nyeri ulu hati 5 hari TD : 90/60, susp.Appendisiti -IVFD dextrose
13/09/ yang lalu, mual (-), RR : 24x/menit, s + gastritis 55 tpm mikro
15 muntah (-), nafsu makan Nadi : 88x/menit -antasid
(+) tidak BAB (+), nyeri T : 36,7 C -injeksi
tekan umbilikus (+), Mata CA-/- ceftriaxon 500
demam (-), pusing (-), SI -/-, mg/12 jam
gatal seluruh tubuh Suara nafas -injeksi
sudah berkurang, batuk vesikular +/+, ranitidin 3x1
pilek (-), kembung (-). Abdomen ampul
cembung, -antihistamin
BU(+), nyeri -topikal
tekan hidrokortison
epigastrium,
nyeri tekan
umbilikus (-),
14/09/ Nyeri ulu hati (-), mual TD : 100/80, Pasien sembuh Pasien
15 (-), muntah (-), nafsu RR : 24x/menit, dipulangkan
makan (+),tidak BAB Nadi :
(+),nyeri tekan 104x/menit
umbilikus (-), demam (- T : 36,7 C
), pusing (-), gatal (-), Mata CA-/-
batuk pilek (-), SI -/-,
kembung (-). Suara nafas
vesikular +/+,
Abdomen
cembung,
BU(+), nyeri
tekan
epigastrium (-),
nyeri tekan
umbilikus(-),

20
BAB IV
ANALISA KASUS
Ditemukan seorang anak perempuan berusia 8,5 tahun dengan diagnosis
appendisitis dan gastritis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan nyeri perut,
terutama di bagian kanan bawah, disertai nyeri epigastrium sejak 5 hari yang lalu,disertai
mual muntah sejak 5 hari yang lalu, akibatnya nafsu makan menurun, dan tidak BAB sejak
3 hari yang lalu. Hal ini mengacu pada tanda awal dari appendisitis, yaitu nyeri mulai di
epigastrium atau regio umbilikus desertai mual muntah dan anoreksia.

Pada pemeriksaan fisik, kesadaran komposmentis, anak tampak sakit, tekanan


darah : 90/60, nadi : 100x/menit, frekuensi nafas : 24x/menit, suhu :37,1 , ditemukan nyeri
tekan di sekitar umbilikus, regio kanan bawah dan regio epigastrium. Tes Laseq
menunjukkan hasil positif pada pasien, psoas test positif. Hal ini sesuai dengan teori pada
appendisitis, yaitu terdapat nyeri pindah ke kanan bawah pada titik McBurney, tanda
rovsing, psoas test, bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas mayor, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri.

Pemeriksaan darah rutin, Hb : 11,8 gr/dl, Hematokrit : 32,7 %, leukosit : 20,5 x


103mm3. Hal ini terjadi peningkata leukosit yang mengindikasikan sedang terjadi infeksi
pada pasien, yaitu infeksi pada appendiks pasien.

Kesimpulan pada pasien mengalami appendisitis akut dengan skor alvarado 7. Skor
7 – 8 : dipertimbangkan kemungkinan mengalami apendisitis akut.

21
BAB V
KESIMPULAN
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien, didukung dengan pemeriksaan
penunjang, bahwa pasien anak (mawar) didiagnosa dengan appendisitis dengan skor
alvarado 7, yang artinya pada pasien ini dipertimbangkan mengalami appendisitis akut.
Diagnosa awal yang mengatakan bahwa anak tersebut mengalami gastritis disingkirkan,
karena gejala awal dari appendisitis mirip dengan gejala gastritis, sehingga appendisitis
sering didiagnosa banding dengan gastritis.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC;2011. hal
755-64.
2. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review: Acute appendicitis. BMJ. 2007. 333:540-34.
3. Grace, borley,at a GLANCE ILMU BEDAH.edisi ketiga, Jakarta: penerbit
erlangga. 2006
4. Kartono D. Apendisitis Akuta. Dalam Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta: Binarupa Aksara. h. 115-117
5. Pattison CP, Combs MJ, Marshall BJ. Helicobacter pylori and peptic ulcer disease:
evolution torevolution. Am J Roentgenol 1997; 168: 1415-20.
6. Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbitan
FKUI
3
7. Staat MA, Moran DK, McQuillan GM, Kaslow RA. A population-based serologic
survey ofHelicobacter pylori infection in children and adolescents in the United
States. J Infect Dis 1996; 174: 1120-3.
6
8. Prince, Sylvia A., Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

23
LAMPIRAN

Pemeriksaan fisik dengan pasien Mawar

Pemeriksaan fisik dengan pasien Mawar

24
SKEMA

25

Anda mungkin juga menyukai