Anda di halaman 1dari 12

A.

EMBRIOGENESIS
1. Wajah
Pada akhir minggu keempat, muncul prominensia fasialis (tonjolan wajah) yang
terdiri dari mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan dibentuk terutama oleh pasangan
pertama arkus faring. Di sebelah lateral dari stomodeum dapat dibedakan prominensia
maksilaris, dan prominensia mandibularis dapat ditemukan di sebelah kaudal dari struktur ini
(lihat Gambar 16.21). Prominensia frontarlis yang dibentuk oleh proliferasi mesenkim yang
terletak ventral dari vesikel otak, membentuk batas atas stomodeum. Di kedua sisi
prominensia frontonasalis, muncul penebalan local ectoderm permukaan, plakoda nasalis
(olfaktoria), di bawah pengaruh induktif bagian ventral otak depan (Gambar 16.21).
Selama minggu kelim, plakoda naalis ( lempeng hidung) tersebut mengalami
invaginasi untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Dalam prosesnya terbentuk
suatu hubungan jaringan yang mengelilingi masing-masing lekukan dan membentuk
prominensia nasalis. Tonjolan di batas luar lekukan adalah prominensia nasalis lateralis ;
lekukan di batas dalam adalah prominensia nasalis mediana ( lihat Gambar 16.22).
Selama dua minggu berikutnya, prominensia maksilaris terus bertambah besar. Secara
bersamaan, tonjolan ini tumbuh kea rah medial, menekan prominensia nasalis mediana kea
rah garis tengah. Selanjutnya, celah antara prominensia nasalis mediana dan prominensia
maksilaris lenyap, dan keduanya menyatu ( lihat Gambar 16.23). karena itu bibir atas
dibentuk oleh dua prominensia nasalis mediana dan dua prominensia maksilaris. Prominensia
nasalis lateralis tidak ikut serta membentuk bibir atas. Bibir bawah dan rahang dibentuk oleh
prominensia mandibularis yang menyatu di garis tengah.
Pada awalnya, prominensia nasalis lateralis dan prominensia maksilaris dipisahkan
oleh suatu alur dalam, alur nasolacrimal ( Gambar 16.22 dan 16.23). Ektoderm di dasar alur
ini membentuk suatu korda epitel padat yang melepaskan diri dari ektoderm di atasnya.
Setelah kanalisasi, korda membentuk duktus nasolakrimalis ; ujung atasnya melebar untuk
membentuk sakus lakrimalis. Setelah korda terlepas, prominensia nasalis lateralis dan
prominensia maksilaris bergabung satu sama lain. Duktus nasolakrimalis kemudian berjalan
dari sudut medial matake meatus inferior rongga hidung, dan prominensia maksilaris
membesar untuk membentuk pipi dan maksila.

Hidung dibentuk oleh lima prominensia fasialis ( Gambar 16.23) : prominensia


frontalis membentuk jembatan hidung; prominensia nasalis mediana yang menyatu
membentuk lengkung dan ujung hidung; dan prominensia nasalislateralis menghasilkan
cuping hidung ( alae).
2. Segmen Intermaksilla
Akibat pertumbuhan prominensia maksilaris ke medial, kedua prominensia nasalis
mediana menyatu tidak saja di permukaan tetapi jua di bagian yang lebih dalam. Struktur
yang terbentuk oleh kedua tonjolan yang menyatu tersebut adalah segmen intermaksila.
Struktur ini terdiri dari (a) komponen bibir yang membentuk filtrum bibir atas ; (b)
komponen rahang atas yang membawah empat gigi seri ; dan (c) komponen langit-langit
yang membentuk palatum primer yang berbentuk segitiga (lihat Gambar 16.24). segmen
intermaksila bersambungan dengan bagian rostral septum nasale yang dibentuk oleh
prominensia frontalis.
3. Palatum Sekunder
Meskipun palatum primer berasal dari segmen intermaksila (Gambar 16.24), bagian
utama palatum definitif dibentuk oleh dua pertumbuhan berbentuk bila dari prominensia
maksilaris. Pertumbuhan keluar ini, palatine shelves (bilah-bilah palatum), muncul pada
minggu keenam perkembangan dan mengarah oblik ke bawah di kedua sisi lidah ( lihat
Gambar 16.25). Namun, pada minggu ketujuh, bilah-bilah palatum bergerak ke atas untuk
memperoleh posisi horizontal di atas lidah dan menyatu, membentuk palatum sekunder
(lihat Gambar 16.26 dan 16.27)
Disebelah anterior, bilah-bilah palatum menyatuh dengan palatum primer yang
berbentuk segitiga, dan foramen insisivum adalah tanda utama di garis tengah antara palatum
primer dan sekunder (Gambar 16.27 B). Pada saat yang bersamaan dengan menyatunya
kedua bilah-bilah palatum, septum nasale tumbuh ke bawah dan bergabung dengan bagian
sefalik palatum yang baru terbentuk (Gambar 16.27).
4. Rongga Hidung
Selama minggu keenam, fovea nasalis menjadi semakin dalam, sebagian karena
pertumbuhan prominensia nasalis sekitar dan sebagian karena penetrasi ke mesenkim
dibawahnya (lihat Gambar 16.23A). Mula-mula membrana oronasalis memisahkan kedua

lekukan dari rongga mulut primitif melalui foramen yang baru terbentuk, koana primitive
(Gambar 16.32C).
Kedua koana ini terletak di kedua sisi garis tengah dan tepat di belakang palatum
primer. Kemudian dengan terbentuknya palatum sekunder dan perkembangan lebih lanjut
rongga hidung primitive (Gambar 16.32D), terbentuk koana definitif di taut antara rongga
hidung dan faring.
Sinus udara paranasal berkembang sebagai diverticulum dinding hidung lateral dan
meluas ke dalam maksila, os etmoidale, os frontale, dan os sfenoidale. Sinus-sinus ini
mencapai ukurannya yang maksimal selama pubertas dan ikut membentuk wajah yang
definitif.
Sadler.T.W. Kepala dan Leher Dalam: Langman Embriologi Kedokteran Ed-10. Sadler.T.W
,Leland.J, Sadler-Redmond.S.L, Burgoon.J, dkk. 2006. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hal.320-330
B. ANATOMI HIDUNG
Hidung dari luar berbentuk seperti pyramid dengan bagian-bagiannya berupa pangkal
hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip), ala nasi, kolumela
dan lubang hidung (nares anterior). Bagian hidung terdiri dari bagian luar dan bagian
dalam.
Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri atas ostium nasalis, prosesus
frontalis ostium maksila dan prosesus nasalis ostium frontal. Sedangkan tulang rawan
terdiri atas sepasang kartilago nalasis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis
lateralis inferior dan terakhir tepi anterior kartilago septum.
Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan hingga ke belakang yang dipisahkan
oleh septum nasi dibagian tengah yang membagi antara kavum nasi kanan dan kiri.
Dengan pintu masuk yang dibagi atas dua bagian yaitu nares anterior dan nares posterior
(koana) yang menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring.
Bagian kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares
anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.

Mangunkusumo Endang, Wardani S Retno. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi Keenam, Jakarta FKUI, 2007
Suplai darah hidung sebelah dalam berasal dari sistem arteri karotis eksterna dan
interna. Pembuluh darah yang paling sering menimbulkan epistaksis (area kiesselbach) di
septum nasi anterior merupakan cabang terminal arteri ethmoidalis anterior dan
superior, cabang septalis arteri sphenopalatina,cabang-cabang dari arteri nasopalatina,
dan cabang terminal a.labialis superior. Dinding lateral hidung mendapat suplai darah
dari arteriae ethmoidiales dan cabang nasal lateral r. Sphenopalatinus a.maxilaris
internae. Drainase vena hidung bagian dalam-seperti hidung bagian luar-dapat
mengalirkan darah ke sistem facial, oftalmik dan sistem pterigoid.
Persarafan hidung bagian luar berasal dari cabang-cabang terminal N. Trigeminus
(N.V), yakni N.infratrochlearis (V1) N. Nasalis eksternus (cabang ethmoidalis anterior
V1), N. Infraorbitalis (V2). Aliran getah bening dari nasus eksterna melalu pembuluh
getah bening yang mengikuti jalannya V. Facialis anterior ke limfonoduli submaksila.
Kemudian mengadakan anastomosis dengan pembuluh-pembuluh getah bening dari
rongga hidung.
Lucente,E frank.et.all .2011. Ilmu THT Esensial Edisi V. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Hidung bagian dalam membentang dari os.internum di sebelah anterior higga koana
di posterior yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi merupakan
struktur tulang di garis tengah, secara anatomi membagi organ menjadi dua hidung.
Selanjutnya, pada dinding lateral hidung terdapat pula konka denganrongga udara yang
tak teratur diantaranya : meatus superior, media, dan inferior. Duktus nasolkarimalis
bermuara pada meatus inferior di bagian anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media
merupakan muara sinus frontalis, ethmoidalis anterior, dansinus maksillaris. Sel-sel sinus
ethmoidalis posterior bermuara pada meatus superior, sedangkan sinus sphenoidalis
bermuara pada resessus sphenoethmoidalis.

Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum disebelah anterior, lamina
perpendikularis tulang ethmoidalis disebalah atas, vomer dan rostrum sfenoid di posterior
dan suatu krista disebelah bawah, terdiri atas krista maksial dan palatine.
Higher,Boies Adams. et.all.1997. Buku Ajar Penyakit THT Edisi VI. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior
dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan
konkha inferior.Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian
yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan
yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka
inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid,
sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.
Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya
celah antara konkha media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha
media disebut meatus superior .
Anatomi dan fisiologi hidung dan sinus paranasalis dalam penyakit telinga, hidung
dan tenggorok, kepala dan leher jilid 2. Bina rupa aksara Jakarta 1-25
Higher,Boies Adams. et.all.1997. Buku Ajar Penyakit THT Edisi VI. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Meatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat di bawah konka inferior. Dekat
tulang anteriornya terdapat ostium (muara) duktus nasolakrimalis. Muara ini seringkali
dilindungi oleh lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner (plika lakrimalis Hasner).
Meatus nasi media terletak di antara konka inferior dan konka media. Ostium sinus adalah
merupakan lubang penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai ventilasi
dan sinus paranasal sebagian besar terletak di meatus media.
Sinus frontal bermuara di bagian anterior, sedangkan muara dari sinus maksila
terdapat kira-kira di bagian tengah, tempat muara dari sinus etmoid anterior. Strukturstruktur yang ada di dalam matus nasi media disebut kompleks ostiomeatal. Meatus nasi

superior terletak di antara konka media dan konka superior dan merupakan meatus yang
terkecil. Di sinilah bermuara sinus etmoid posterior.
Konka nasi inferior merupakan konka yang terbesar di antara ketiga konka nasi.
Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak pleksus vena, dan membentuk
jaringan kavernosus. Rangka tulangnya melekat pada tulang palatine, etmoid, maksila, dan
lakrimal.
Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka inferior. Terletak di antara konka
inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi konka
nasi inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang di
dalam konka media terdapat sel sehingga konka mejadi besar dan menutup meatus nasi
media yang disebut konka bulosa.
Konka nasi superior merupakan konka yang paling kecil. Mukosa yang melapisinya
jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya. Rangka tulangnya juga merupakan bagian dari
tulang etmoid.
Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang merupakan konka nasi yang
keempat. Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan sebenarnya merupakan bagian dari
konka superior yang membelah menjadi dua bagian.

Gambar 3. Dinding Lateral Kavum Nasi


Herawati, Sri dan Rukmini, Sri. 2004. Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok untuk
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Cet. 1. Jakarta: EGC
C. FISIOLOGI HIDUNG

Fisiologi Penghidu
Proses penghidu berlangsung melalui rambut-rambut sensori N I, yang menembus

lamina cribrosa. Sekalipun dapat terjadi beberapa gangguan penghidu, penyebab anosmia
tersering (tidak ada sensasi menghidu) adalah hanya obtruksi hidung, sederhana seperti yang
terjadi pada influenza atau poliposis hidung yang menghalangi aliran udara untuk mencapai
daerah penghidu.
Lucente,E frank.et.all .2011. Ilmu THT Esensial Edisi V. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Fisiologi Pernapasan
Saat udara mengalir melalui hidung, terdapat tiga fungsi berbeda yang dikerjakan oleh

rongga hidung :
(1) Udara dihangatkan oleh permukaan konka dan septum yang luas, dengan total area
kira-kira 160 cm2 ;
(2) Udara dilembabkan sampai hampir lembab sempurna bahkan sebelum udara
meninggalkan hidung; dan
(3) Udara disaring sebagian. Semua fungsi ini bersama-sama disebut fungsi pelembab
udara dari saluran nafas bagian atas.biasanya,suhu udara inspirasi meningkat sampai 1
F melebihi suhu tubuh dan dengan kejenuhan uap air 2 sampai 3 persen sebelumudara
mencapai trakea. Bila orang bernapas langsung ke trakea (seperti pada trakeostomi),
pendinginan dan terutama efek pengeringan di bagian bawah paru dapat menimbulkan
kerusakan dan infeksi paru yang serius.
Bulu-bulu pada pintu masuk lubang hidung penting untuk menyaring partikelpartikel besar. Walaupun demikian, jauh lebih penting untuk mengeluarkan partikel melalui
presipitasi turbulen. Artinya, udara yang mengalir melalui saluran hidung membentuk
banyak dinding penghalang : konka (disebut juga turbinates sebab konka menimbulkan
turbulensi udara ), septum,dan dinding faring. Tiap kali udara membentur penghalang ini,
udara harus mengubah arah alirannya. Partikel-partikel yang tersuspensi dalam udara,

mempunyai momentum dan massa yang jauh lebih besar daripada udara, sehingga tidak
dapat mengubah arah perjalanannya secepat udara. Oleh karena itu,partikel-partikel
tersebut terus maju ke depan, membentur permukaan penghalang-penghalang ini,
dankemudian dijerat oleh mukus pelapis dandiangkut oleh siliake faring untuk ditelan.

Gambar 1 : Sistem Saluran Pernafasan

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran
pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau
pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas,
oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan
dengan darah didalam kapiler pulmunaris.
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah
oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan
dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah
meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya

95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme
menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui
pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Hall E Jhon, Guyton C Athur. Buku Ajar fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta.EGC.2007. Hal 503-06.
D. DEFINISI
Atresia koana merupakan suatu kelainan perkembangan kegagalan hubungan
antara kavum nasi bagian posterior dengan nasofaring.
Penatalaksanaan atresia koana bilateral congenital Majalah Kedokteran Andalas Vol.24.
No.2. Juli-Desember 2000
Atresia koana adalah suatu kelainan congenital yang ditandai dengan kegagalan
perkembangan rongga hidung untuk berkomunikasi atau berhubungan dengan nasofaring
dengan perubahan fisiologi dan anatomi yang signifikan dari kompleks dentofacial.
Choanal Athresia-A Cryptic Congenital Anomaly. B, Blasberg., S, Stool., S, Oka. 2000
Dept. of oral medicine University of Pennsylvania school of dental medicine.
Philadelgphia.2000
Atresia koana lebih sering dikaitkan dengan kelainan CHARGE (C=Coloboma,
H=Heart Disease, A= atresia choanae, R= retarded growth and development, G= genital
hipoplasia, E=ear deformities or deafness). Sindrom CHARGE adalah gangguan yang
berhubungan dengan beberapa cacat bawaan. CHD7 telah diidentifikasi sebagai gen
penyebab utama untuk kondisi ini.
CHARGE Syndrome and Chromosome 22q11.2 Deletion Syndrome: A Comparison of
Immunologic and NonImmunologic Phenotypic Features J, Soma., MM. Donna., B,
Sheri. 2011. NIH Public Access Author Manuscript Pediatrics. Author manuscript;
available in PMC 2014 July 15.
E. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan bayi baru lahir bernapas melalui hidung, lesi obstruktif atau benda
asing pada hidung dapat mematikan. Bila terdapat kelainan seperti itu, bayi akan menjadi
sianotik dan mengalami kesulitan bernapas lewat mulut
Rudolph.A, Hoffman J, Rudolph.C Buku Ajar Pediatric Rudolph Volume 1
Edisi-20.2006. Jakarta. EGC
Obstruksi tidak menimbulkan gejala-gejala yang sama pada setiap bayi. Bila
hanya satu sisi yang terkena, bayi biasanya tidak mempunyai gejala-gejala yang berat
pada saat lahir dan bisa tidak memperlihatkan gejala untuk masa yang lama, seringkali

sampai infeksi pernapasan yang pertama. Atresia koana unilateral jarang menyebabkan
gawat napas dan di deteksi pada umur lanjut ketika mengevaluasi anak dengan cairan
hidung unilateral terus menerus.
Rudolph.A, Hoffman J, Rudolph.C Buku Ajar Pediatric Rudolph Volume 2
Edisi-20.2006. Jakarta. EGC
Hampir 50% bayi yang terkena mempunyai anomaly kongenital lain (sindro
CHARGE-koloboma), penyakit jantung (Heart disease), atresia koana. Retardasi
pertumbuhan dan perkembangan dan/ anomali SSS, anomali genital dan/ atau
hipogonadisme, dan anomal telinga (ear anomalies) dan/atau ketulian.
Bayi dengan atresi koana bilateral yang mempunyai kesukaran dengan pernapasan
mulut akan berupaya untuk berinspirasi, bibirnya sering mengisap, dan akan timbul
sianosis. Kemudian, anak yang mengalami distress akan menangis (hanya melegakan
sianosis) dan menjadi lebih tenang, hanya dengan mengulangi siklus tersebut setelah Ia
menutup mulutnya. Mereka yang mampu bernapas dengan mulut akan segera mengalami
kesukaran bila mengisap dan menelan serta menjadi sianosis jika mereka berusaha untuk
menyusu. Pernapasan mulut yang terus menerus dan sianosis bila mulut ditutup (yang
menjadi lega bila bayi menangis), merupakan manifestasi tambahan
Arnold.J.A. Saluran Pernapasan Dalam : Nelson ILmu Kesehatan Anak volume 2.
Nelson.W.A, Behrman.R.E, Kliegman. R, Arvin.A.M. 2000. Jakarta. EGC
Levin. M.J, Hay.W, Abzug. M.J, Deterding. R, Sondhaimer. J Current Diagnosis and
Treatment Pediatric 21st Edition Lange.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

alloanamnesis,

gambaran

klinis

dan

pemeriksaan penunjang. Dari alloanamnesis di ketahui penderita kesulitan bernafas dan


terlihat tersendat-sendat tidak teratur. Bayi akan terlihat biru sewaktu bibir tertutup dan
akan merah kembali bila mulut terbuka atau sedang menangis.
Penatalaksanaan atresia koana bilateral congenital Majalah Kedokteran Andalas Vol.24.
No.2. Juli-Desember 2000
Diagnosis pasti ditegakkan dengan gagalnya kateter hidung atau bahan kontras
radiografi melewati hidung ke dalam laring. Namun, CT- Scan merupakan tekhnik
pencitraan pilihan.
Rudolph.A, Hoffman J, Rudolph.C Buku Ajar Pediatric Rudolph Volume 2
Edisi-20.2006. Jakarta. EGC

Pada inspeksi didapati pasien cenderung mengambil nafas dari mulut akibat adanya
obstruksi pada hidung. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior cenderung dalam batas normal,
namun kadang dijumpai adanya secret yang keluar dan bertahan. Riwayat keluar cairan dari
hidung serta aliran udara dari hidung yang kurang atau tidak ada sama sekali. Pada
pemeriksaan posterior dengan menggunakan kaca laring didapati adanya aliran udara yang
keluar dari mulut, namun belum dapat secara pasti menegakkan suatu atresia ataupun
stenosis.
Computed tomography (CT), terutama potongan aksial, adalah prosedur radiografi
pilihan karena bisa menunjukkan sifat (tulang atau membran), posisi, dan ketebalandari
obstruksi,

yang

membantu

ahli

bedah

dalam

merancang

rencana

untuk

perbaikan, dan kelainan lain, seperti dermoid, encephalocele, glioma, anterior tengkorak
dasar cacat dapat disingkirkan. Pada CT-Scan

menunjukkanadanya

pelebaran septum

posterior dan penebalan tulang dari dinding lateral.


Choanal Atresia Paraya Assanasen MD, Choakchai Metheetrairut MD.2009.
Department of Otorhinolaryngology, Faculty of Medicine Siriraj Hospital, Mahidol
University, Bangkok, Thailand
G. PENATALAKSANAAN
Prioritas utama pada bayi baru lahir

adalah menjaga pernafasan melalui

mulutdengan memasukkan saluran udara plastic ke dalam mulut bayi. Alternatif


lainadalah merekatkan putting karet botol bayi (puting Mc Govern) yang dapat dilakukan
sampai 1 tahun untuk mendapatkanlapangan operasi yang lebih luas (2 kaliwaktu lahir).
Trakeostomi biasanya tidakdilakukan kalau Mc Govern bisa dipasang.
Atresia koana dapat di koreksi dengan tindakan bedah baik secara transnasal atau
transpalatal.

Transnasal

lebih

sederhanadan

mudah

dilakukan,

tidak

menggangguperkembangan palatum durum, operasi sebentar, lebih sedikit perdarahan


sertadapat dikerjakan pada bayi yang sangat muda usianya tetapi lebih sering
menyebabkan restenosis. Banyak ahliberusaha mencegah stenosis kembalidengan
pemasangan stent sampai terjadi
epitelisasi sempurna (2 5 bulan). Dapatdigunakan pipa berbentuk huruf U yang
dipasang di depan kollumella dan di beri lubang di bagian depan untuk pernafasan.
Sedangkan transpalatal memberikan visualisasi

yang

lebih

baik denganinsidens

restenosis yang lebih rendah. Ada beberapa cara insisi palatum pada metodeini tetapi
yang paling sederhana adalah insisi midline.
Pada tipe membran, atresia dapat di tembus melalui hidung dan di ikuti
denganpemasangan stent selama 6 minggu. Padaoklusi tulang perlu dilakukan perforasi
dan pemecahan dinding pemisah dengan bor,pahat dan kuret serta seluruh tulang yang
menutupi harus di angkat. Pada atresia koana unilateral, tindakan

bedah dilakukan

setelah pasien dewasa. Metode transnasal biasanya memberikanhasil yang baik sehingga
pendekatan transpalatal jarang digunakan. Pada atresia koana bilateral biasanya
operasimenggunakan mikroskop atau alat endoskopi, dengan selalu berpedoman
padadasar

hidung.

Kesalahan

kearah

superiordapat

mengakibatkan

terkenanya

intrakranial (basis sfenoid) dan dapat timbulkomplikasi yang serius.


Penatalaksanaan atresia koana bilateral congenital Majalah Kedokteran Andalas Vol.24.
No.2. Juli-Desember 2000
Arnold.J.A. Saluran Pernapasan Dalam : Nelson ILmu Kesehatan Anak volume 2.
Nelson.W.A, Behrman.R.E, Kliegman. R, Arvin.A.M. 2000. Jakarta. EGC
H. PROGNOSIS
Prognosis pasien atresia koana bilateral ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :
Banyaknya kelainan yang menyertai, Jenis operasi yang dilakukan, dan komplikasi yang
terjadi selama dan pasca operasi.
Penatalaksanaan atresia koana bilateral congenital Majalah Kedokteran Andalas Vol.24.
No.2. Juli-Desember 2000

Anda mungkin juga menyukai