Anda di halaman 1dari 13

Jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia, procurement, sourcing dan purchasing sepintas

memiliki arti yang sama, yaitu pengadaan dan/atau pembelian. Penggunaan istilah-istilah ini di
dunia bisnis bisa jadi bertukaran. Padahal menurut konsepnya, mereka sama sekali berbeda
meskipun pada kenyataannya sedikit banyak bersinggungan. Oleh karena itu, artikel ini akan
membahas mengenai perbedaan di antara ketiganya, baik dari sisi definisi maupun cakupan
kegiatannya.

Secara umum, ketiganya memiliki definisi yang sama, yaitu proses untuk mendapatkan barang dan
jasa yang dibutuhkan organisasi dalam menjalankan proses bisnisnya. Di dalam dunia industri dan
bisnis, tugas pokok dan fungsi procurement berkaitan dengan proses pemilihan dan
seleksi supplier, menetapkan term pembayaran, dan negosiasi kontrak. Sehingga menjadi sangat
jelas bahwa procurement digunakan sebagai istilah yang lebih umum dan luas serta membawahi
beberapa fungsi pengadaan yang berbeda-beda, seperti sourcing (baik
praktik offshore maupun nearshore) dan purchasing (lokal dan internasional). Di dalam proses
pemilihan dan seleksi supplier, procurement menghasilkan output berupa supply dan supplier
base yang nantinya akan digunakan pada kegiatan purchasing dan sourcing dalam menjalankan
fungsinya. Dengan kalimat yang sederhana, supply base adalah shortlist supplier yang telah
memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku yang ditetapkan oleh organisasi untuk menyediakan
barang dan jasa tertentu. Shortlist ini biasanya berupa pengkategorian supplier ke dalam beberapa
jenis kerjasama, seperti partnership supplier, preferred supplier, approved and confirmed
supplier dan one-off supplier, yang nantinya digunakan sebagai bahan untuk pengambilan
keputusan untuk kegiatan purchasing dan sourcing. Sedangkan supplier base, diartikan
sebagai daftar rincian supplier aktif yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan
organisasi.

Sourcing dan purchasing sangat berkaitan dan berperan penting di dalam sebuah divisi
procurement, sehingga layak untuk dibedakan definisinya. Sourcing adalah penyediaan barang
dan jasa yang secara langsung berkaitan dengan operasi utama perusahaan dalam periode waktu
yang ditentukan – biasanya dalam kerjasama jangka menengah ke panjang. Sebagai contoh
kegiatan sourcing yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan adalah, penyediaan
material untuk kegiatan produksi secara berkelanjutan dan pengadaan jasa manajemen gudang
distribusi pada perusahaan retail. Di sisi lain, definisi purchasing cenderung ke arah supporting
activities yang mendukung kinerja dan performa internal organisasi dimana pembelian biasanya
dilakukan tidak secara berkelanjutan. Namun terkadang, purchasing juga dapat dilakukan untuk
penyediaan barang dan jasa yang berkaitan dengan produk akhir, untuk memenuhi kebutuhan
jangka pendek – one-off exercise.

Keputusan untuk melakukan sourcing dan purchasing atas suatu barang atau jasa, merupakan
keputusan setelah pihak manajemen mendefinisikan proses bisnis di dalam konteks
keputusan make-or-buy secara finansial – yaitu dengan menghitung initial dan maintenance
cost untuk memproduksi barang/jasa secara mandiri dibandingkan dengan manfaat finansial yang
diperoleh dari sourcing seperti diskon harga akibat economies of scale dan akses ke pasar yang
lebih luas, taktis – jenis dan sifat barang yang akan disediakan, kapasitas in-house dibanding
dengan cost perspective, dan strategis – kontribusi sourcing-purchasing ke competitive
advantage organisasi.
Karena sourcing berkaitan langsung dengan output produk, visibility level yang relatif tinggi atas
proses bisnis supplier sangat penting. Artinya, proses pemilihan dan seleksi supplier pada tahap
procurement memiliki peran yang signifikan, yaitu mendefinisikan syarat dan ketentuan supplier
dalam bentuk scorecard dan indikator-indikator tertentu.

Contohnya seperti, supplier apa yang mereka gunakan (supplier’s supplier), bahan apa yang
digunakan untuk memproduksi produk mereka, praktik sourcing dan purchasing apa yang mereka
lakukan, dan proses teknologi seperti apa yang mereka terapkan yang mendukung
praktik sustainability-nya organisasi pembeli. Hal ini menjadi penting, karena konsumen sebagai
pengguna terakhir di dalam supply chain dan sebagai pengendali demand atas produk, semakin
meningkat level ke-kritis-annya. Demand dari produk menjadi sangat dipengaruhi oleh bagaimana
konsumen bereaksi atas proses bisnis yang sehat yang dilakukan oleh organisasi. Kasus-
kasus sourcing yang relatif besar dan kompleks, seperti horse meat scandal, susu ber-melamin,
dan praktik perbudakan modern, secara umum disebabkan oleh supply chain visibility level yang
rendah yang risiko keterjadiannya diperbesar oleh praktik global sourcing.

Sebagai kesimpulan, procurement, sourcing dan purchasing adalah istilah yang berbeda namun
berkaitan antara satu dengan lainnya. Procurement dalam hal ini bertindak sebagai payung dari
kedua fungsi sourcing dan purchasing. Sourcing menitikberatkan pada penyediaan barang dan
jasa seperti direct material dan direct labor, yang secara langsung berhubungan dengan operasi
utama perusahaan, yang dilaksanakan dalam jangka waktu menengah atau panjang.
Sedangkan purchasing adalah praktik penyediaan barang dan jasa yang fokus pada kegiatan
pendukung operasi organisasi, meskipun pada saat-saat tertentu purchasing dapat bertindak
sebagai sourcingdalam penyediaan barang atau jasa dengan sistem pembelian putus dalam
memenuhi kebutuhan dan keputusan jangka pendek. Keputusan untuk
menentukan sourcing atau purchasing dalam memproduksi barang dan jasa, merupakan
keputusan jangka panjang organisasi yang melibatkan top dan middle management dengan
mempertimbangkan dimensi finansial, taktis, dan strategis-nya kegiatan pengadaan tersebut
terhadap proses bisnis organisasi secara keseluruhan.

Strategic sourcing dapat didefinisikan sebagai suatu inisiatif yang direncanakan untuk
mengoptimalkan pembelanjaan dengan memilih pemasok yang dapat menciptakan peningkatan
pengetahuan dan nilai lebih dalam hubungan pelanggan-pemasok. Secara teoritis kegiatan ini
mudah, namun dalam prakteknya seringkali timbul permasalahan dalam proses pelaksanaannya,
mulai dari perencanaan yang tidak terintegrasi, perubahan harga dan pasokan tersedia, seleksi
supplier yang mengunadang potensi fraud, miskomunikasi dengan supplier dan lainnya.

Masalah sourcing management merupkan masalah yang sangat penting bagi kehidupan sebuah
perusahaan. Industri manufaktur rata2 menghabiskan lebih dari 65% cost of good manufactured
nya untuk biaya materi. Peningkatan efisiensi dan efektifitas di sector material akan meningkatkan
competitive advantage perusahaan di era globalisasi yang semakin dekat. Di era globalisasi ini
masalah quality, cost dan delivery dari material yang digunakan akan terasa semakin penting.
Strategic sourcing tidak hanya dilakukan untuk pengadaan barang dan jasa untuk keperluan
operasional tapi juga diimplementasikan untuk pengadaan barang capital.

Dalam rutinitas perusahaan, kita mengenal kegiatan sourcing untuk mengatur pasokan
bahan baku maupun jasa yang digunakan untuk kelancaran proses bisnis. Akan tetapi, kita
secara tidak sadar lengah dalam mengetahui bahwa sourcing merupakan langkah terpenting
yang harus dianalisa apakah sudah sesuai atau tidak dengan visi jangka panjang perusahaan
Anda. Pertanyaan paling mendasar adalah metode sourcing apa yang paling tepat
digunakan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penting bagi kita untuk memahami apa sebenarnya
metode sourcing yang diterapkan dalam dunia bisnis. Banyak metode sourcing yang telah
dianalisa oleh berbagai ahli, salah satunya seperti yang kami kutip dari Supplychainquarterly
tentang cara memetakan strategi sourcing yang efektif, ternyata metode sourcing sendiri
dikategorikan menjadi beberapa metode sebagai berikut.
1. Metode Penyedia Dasar (basic provider model)
Ini merupakan metode berdasarkan transaksi ekonomi semata. Dalam
artian buyer (perusahaan kita) menentukan pembelian dari supplier (penyedia barang/jasa)
yang dapat menawarkan harga terendah dengan opsi barang/jasa yang tersebar banyak di
pasaran. Buyer biasanya dengan mudah dapat mengganti suppliertergantung negosiasi
yang ditawarkan dan hal ini tidak berdampak apapun bagi perusahaan selaku buyer.
2. Metode Penyedia Disetujui (approved-provider model)
Metode ini juga didasarkan atas asas transaksi ekonomi dimana supplier dipilih berdasarkan
ketentuan kualifikasi yang telah ditentukan seperti kualitas barang dan testimonial
terkait supplier. Biasanya perusahaan buyer memiliki beberapa pilihan supplier dari berbagai
jenis kategori kebutuhan dimana unit bisnis dapat memilih sesuai dengan kriteria masing-
masing. Metode ini memungkinkan supplier yang tidak memenuhi kriteria dapat digantikan
dengan supplier lain.
3. Metode Penyedia Favorit (preferred-provider model)
Metode ini mengutamakan kerjasama jangka panjang dengan supplier yang diinginkan,
berbeda dengan dua metode terdahulu yang hanya berdasarkan kepentingan transaksi
sementara saja. Hal ini biasanya dilakukan untuk efisiensi dan mempercepat rutinitas
pembelian di suatu perusahaan. Supplier yang terpilih dapat memasok barang/jasa sesuai
kontrak dalam jangka waktu bertahun-tahun.
4. Metode Acuan Performa (performance-based model)
Metode ini mirip dengan metode penyedia favorit sebelumnya, yakni berbasis kontrak
kerjasama jangka panjang, hanya saja ada indikator performa yang harus dicapai
oleh supplier. Metode ini cocok untuk kerjasama yang mengharapkan adanya tujuan
bersama yang dapat dicapai dalam jangka waktu tertentu biasanya melalui kontrak formal
yang dinamakan service-level agreements (SLAs). Pencapaian supplier akan digunakan
sebagai indikator untuk memperpanjang kerjasama sourcing di periode berikutnya.
5. Metode Kolaborasi Bisnis (vested business model)
Metode ini dianjurkan bagi perusahaan yang ingin melakukan kolaborasi yang
menguntungkan pihak buyer maupun supplier. Sehingga produk/jasa yang dihasilkan dapat
menjadi acuan keberhasilan secara bersama. Contoh paling kongkret terkait metode ini
adalah bundling antara perangkat telepon dengan kartu simcard dimana biasanya terjadi
kolaborasi bisnis antara perusahaan produsen perangkat telepon (bertindak sebagai buyer)
dan perusahaan penyedia simcard (bertindak sebagai supplier) dan peranan dapat dibalik
bergantung pada siapa yang memulai pendekatan terlebih dahulu.
6. Metode Layanan Terbagi (shared-services model)
Suatu perusahaan yang sudah sedemikian besarnya dapat mencoba metode ini dimana
perusahaan sengaja menciptakan sub divisi ataupun anak perusahaan yang melayani
kebutuhan internal perusahaan dan membebankan biaya secara professional setiap kali
suatu kebutuhan terpenuhi. Metode ini memungkinkan perusahaan Anda memutar
pengeluaran untuk balik lagi ke kantong perusahaan Anda dan produk/jasa dapat terkontrol.
7. Metode Kerjasama Ekuitas (equity partnerships)
Apabila perusahaan tidak memiliki kemampuan internal untuk menciptakan supplier internal
ataupun tidak berkeinginan outsource dapat mencoba metode ini. Kerjasama ekuitas
mengharuskan adanya keterikatan hukum secara sah antar pihak seperti
akuisisi supplier ataupun pembentukan joint venture baru dengan patungan modal.

Setelah kita memahami tujuh metode tersebut, saatnya untuk menjawab pertanyaan di awal,
“metode apa yang paling cocok bagi perusahaan kita saat ini?” Bizzy.co.id sebagai pelopor
e-procurement di Indonesia akan berbagi beberapa teknik untuk mengetahui metode yang
pas.

 Coba Beberapa Metode di Awal

Hal terpenting untuk diingat adalah tidak ada satupun metode yang dianggap terbaik ataupun
terburuk. Strategi mendasar adalah dengan selalu bereksperimen dengan lebih dari satu
metode di awal sehingga dapat disimpulkan cara kerja sourcing yang paling pas.

 Tentukan Kategori Barang/Jasa dan Jenis Sourcing Yang Dibutuhkan

Anda harus jeli dalam menganalisa apa saja kategori dan detil sourcing yang dibutuhkan,
misalnya untuk sourcing peralatan kantor bisa saja mengharuskan Anda untuk mencari
beberapa supplier yang berbeda-beda. Salah satu contoh nyata seperti
platform Bizzy.co.id yang menyediakan semua peralatan barang dan jasa dapat ditemukan
dengan mudah di satu platform.

 Kalkulasi Alur Keuangan Yang Paling Pas


Anda harus mengetahui bagaimana keuangan di perusahaan bergerak, pastikan
menggunakan metode yang cocok agar tidak terjadi kredit macet. Dua metode pertama
sangat sering dipergunakan untuk mencegah terjadinya penumpukan hutang bisnis bagi
sebagian besar usaha kecil menengah (UKM).

 Miliki Jawaban Atas Pertanyaan “Seberapa penting supplier bagi Anda?”

Selalu biasakan diri Anda mempertanyakan sejauh mana tingkat ketergantungan Anda
pada supplier. Apabila sangat penting, maka metode yang disarankan adalah metode yang
memungkinkan Anda untuk membuat kerjasama dalam jangka waktu lama dengan indikator
yang jelas.

 Apakah barang/jasa yang ingin Anda sourcing tersedia banyak di pasar?

Dengan mengetahui seberapa mudah dicari barang/jasa yang Anda butuhkan, maka Anda
dapat mempertimbangkan metode yang memberikan posisi paling menguntungkan
perusahaan Anda, contohnya metode penyedia disetujui (approved-provider model) dimana
terdapat beberapa pilihan supplier.

 Apakah ada peluang untuk menguntungkan kedua belah pihak?

Telaah secara pasti kebutuhan perusahaan Anda, apakah ada kesempatan untuk mengolah
hal tersebut menjadi peluang antara buyer dan supplier dalam hal positif contohnya co-
marketing? Apabila jawabannya ada, maka metode kolaborasi bisnis (vested business
model) dapat menjadi pilihan yang tepat untuk melakukan sourcing sekaligus memancing
agar supplier dapat memberikan layanan ekstra untuk penyediaan barang/jasa tersebut.

 Seberapa penting barang/jasa yang di-sourcing bagi perusahaan Anda?

Anda dapat mempertimbangkan metode jangka panjang apabila barang/jasa tersebut


penting bagi kelancaran bisnis Anda dengan disertai adanya tanggung jawab yang jelas dari
pihak supplier tentunya, contoh adanya modul laporan secara berkala tentang penggunaan
anggaran.

Kesimpulan yang dapat kita tarik dari langkah menentukan sourcing adalah dengan selalu
mempertimbangkan seberapa jauh aktivitas sourcing mempengaruhi kelancaran dan arah
perusahaan Anda. Hermawan Sutanto selaku CCO & Co-Founder Bizzy.co.id sekaligus
praktisi e-procurement mengatakan bahwa, “Pada dasarnya dalam memilih supplier ibarat
menemukan jodoh. Jodoh dengan karakteristik yang dapat dipercaya dan benar-benar peduli
dengan kita biasanya akan kita pilih sebagai partner. Begitu pula partner supplier tentunya
harus yang jujur, tidak sekadar fokus kepada keuntungan tetapi peduli sama kemajuan
perusahaan klien dengan selalu memberikan pelayanan lebih.

KEPUTUSAN SOURCING DALAM RANTAI PASOKAN


Procurement adalah proses dimana perusahaan memperoleh komponen bahan baku, produk, pelayanan
atau sumber daya lainnya dari supplier untuk melaksanankan operasi mereka. Sourcing adalah
keseluruhan sekumpulan proses bisnis yang diperlukan untuk membeli barang dan jasa. Untuk fungsi
rantai pasokan, keputusan yang paling penting adalah apakah outsource atau in-house. Sebuah
perusahaan outsource jika perusahaan menyewa perusahaan luar untuk melaksanakan operasi dalam
suatu perusahaan. Aktifitas outsourcing rantai pasokan berdasarkan dua pertanyaan:
• Akankah pihak ketiga meningkatkan surplus rantai pasokan untuk meningkatkan aktivitas in-house?
• Sampai seberapa tingkat resiko tumbuh dari outsourcing?
Walaupun keputusan untuk outsource dibuat, proses sourcing meliputi seleksi supplier, mendesain
kontrak supplier, kolaborasi desain produk, pengadaan material atau pelayanan dan evaluasi performa
supplier.

Supplier scoring and assessment adalah proses yang digunakan untuk tingkat performa supplier.
Supplier selection adalah penggunaan output dari scoring supplier dan penilaian untuk
mengidentifikasikan supplier yang sesuai.
Design collaboration membolehkan supplier dan manufaktur untuk bekerja bersama ketika mendesain
komponen untuk produk final. Procurement adalah proses dimana supplier mengirim produk dalam
respon untuk menempatkan pesanan pembeli.
Sourcing planning and analysis adalah untuk menganalisis pengeluaran silang berbagai supplier dan
kategori komponen untuk mengidentifikasi kesempatan untuk mengurangi biaya total. Ketika mendesain
strategi sourcing, yang penting untuk perusahaan menjelaskan faktor pengaruh yang terbesar pada
performa dan memperbaiki target dalam area.

In-house atau outsource

Perusahaan harus mempertimbangkan outsourcing jika pertumbuhan surplus besar dengan risiko yang
kecil. Fungsi bentuk in-house lebih baik jika pertumbuhan surplus kecil atau peningkatan resiko besar.
• Bagaimana pihak ketiga meningkatkan surplus rantai pasokan : pihak ketiga akan meningkatkan surplus
rantai pasokan jika mereka meningkatkan nilai untuk konsumen atau mengurangi biaya rantai pasokan
untuk perusahaan melakukan tugas in-house. Pihak ketiga dapat meningkatkan efektif surplus rantai
pasokan jika mereka dapat mengumpulkan aset atau mengalir untuk tingkat yang lebih tinggi dari pada
perusahaan itu sendiri. Berbagai jenis mekanisme pihak ketiga yang dapat digunakan untuk
meningkatkan surplus, yaitu: jumlah kapasitas, jumlah inventory, jumlah transportasi dengan perantara
transportasi, jumlah transportasi dengan perantara penyimpanan, jumlah gudang, jumlah pengadaan,
jumlah informasi, jumlah piutang, jumlah relationship, biaya rendah dan kualitas tinggi.
• Resiko menggunakan pihak ketiga : perusahaan harus mengevaluasi risiko : proses rusak, menaksir
biaya koordinasi, mengurangi kontrak konsumen/supplier, hilangnya kemampuan internal dan
pertumbuhan dalam kekuatan pihak ketiga, kebocoran informasi dan data sensitif, kontrak tidak efektif
Third and Fourth-Party Logistic Providers

Third-party logistic (3PL) berkinerja pada satu atau lebih aktifitas logistic yang berhubungan dengan
aliran produk, informasi, dan dana yang dapat dikerjakan oleh perusahaan itu sendiri. Dengan
meningkatnya globalisasi dari rantai pasokan, konsumen mencari pemain yang dapat mengelola secara
virtual semua aspek dari rantai pasokan. Hal ini memunculkan konsep dari fourth-party logistic (4PL).

Supplier scoring and assessment

Ketika membandingkan perusahaan, banyak perusahaan membuat kekeliruan pokok hanya fokus pada
kuota harga, mengabaikan fakta bahwa penyalur berbeda pada dimensi yang penting yang
mempengaruhi biaya total yang digunakan supplier. Ketika menskor dan menakasir supplier, ada faktor
lain daripada kuota harga yang harus dipertimbangkan: pemenuhan lead time, performa on-time,
fleksibelitas pasokan, frekuensi pengiriman/minimum lot size, kualitas pasokan, biaya transportasi
inbound, pricing term, kapabilitas koordinasi informasi, kapabilitas kalaborasi desain, tingkat bunga, pajak
dan tugas, kelangsungan hidup supplier.

Supplier selection – auctions and negotiations


Sebelum menyeleksi supplier, perusahaan harus memutuskan apakah menggunakan single sourcing
atau multiple supplier. Seleksi supplier adalah setelah menggunakan mekanisme yang variasi, meliputi
offline competitive bid, reverse auction atau negosiasi langsung. Apapun juga mekasisme yang digunaka,
seleksi supplier harus berdasarkan pada biaya total yang digunakan supplier dan tidak hanya harga
pembeliaan. Mekanisme lelang yang sering digunakan dalam praktek dan menyoroti semua kekayaan
mereka.

Lelang dalam rantai pasokan : pembeli perlu struktur lelang untuk meminimalkan biaya mereka dan
mendapatkan supplier yang menang dengan biaya yang rendah dengan tawaran mereka. Lelang dibuka
seperti lelang bahasa inggris mungkin untuk mencapai outcome. Prinsip dasar negosiasi : kuncy sukses
negosiasi, untuk membuat outcome yang sama-sama untung.

Contracts and supply chain performance

Kontrak harus didesain untuk memfasilitasi outcome rantai pasokan dan miminimalkan tindakan yang
merusak performa. Ada 3 pertanyaan ketika mendesain kontrak rantai pasokan:
1. Bagaimana kontrak akan mempengaruhi profit perusahaan dan total profit rantai pasokan?
2. Akankah insentif dalam kontrak memperkenalkan beberapa penyimpang informasi?
3. Bagaimana kontrak akan mempengaruhi performa supplier sepanjang kunci ukuran performa?
Kontrak untuk ketersediaan produk dan profit rantai pasokan : untuk memperbaiki profit secara
keseluruhan, supplier harus mendesain kontrak untuk mendukung pembeli untuk membeli lebih dan
meningkatkan level ketersediaan produk. Memerlukan supplier untuk berbagi (ikut serta) dalam sebagian
dari ketidak-pastian permintaan pembeli. 3 kontrak yang meningkatkan profit secara keseluruhan :
1. Buyback contract : manufaktur dapat menggunakan buyback kontrak untuk meningkatkan profit.
Buyback mendorong retailier untuk meningkatkan level ketersediaan produk. Buyback kontrak
mendorong kearah usaha retailer yang lebih rendah dan meningkatkan penyimpangan informasi dalam
rantai pasokan.
2. Revenue – sharing contract : double marginalisasi dengan mengurangi biya per unit yang dikenakan
untuk retailier, jadi secara efektig mengurangi biaya overstocking. Revenue – sharing contract
meningkatkan penyimpangan informasi dan mendorong kearah usaha retailer yang lebih rendah dalam
kasus overstocking, hanya hal nya yang dilakukan buy-back kontrak.
3. Quantity flexibelity contract : double marginalisasi dengan memberikan retailer kemampuan untuk
memodifikasi pesanan berdasarkan perbaikan pendekatan forecast untuk point sale. Hasil kontrak ini
dalam rendahnya penyimpangan informasi daripada buy-back atau revenue sharing contract ketika
supplier menjual untuk pembeli yang multiple atau kelebihan supplier, kapasitas fleksibel.
Design collaboration

Kolaborasi desain dengan supplier dapat membantu perusahaan mengurangi biaya, memperbaiki
kualitas dan mengurangi waktu untuk pasar. secara tanggung jawab desain menggerakkan untuk
supplier, penting untuk menjamin desain untuk kogistik dan desain untuk prinsip manufaktur untuk diikuti.
Untuk sukses, manufaktur harus menjadi koordinator desain efektif dalam rantai pasokan.

The procurement process

Proses pengadaan untuk material langsung harus fokus pada memperbaiki koordinasi dan jarak pandang
dengan supplier. Proses pengadaan untuk material tidak langsung harus fokus pada mengurangi biaya
transaksi untuk setiap pesanan. Proses pengadaan dalam dua kasus harus konsolidasi pesanan untuk
mendapatkan keuntungan skala ekonomis dan kuantitas diskon.

Sourcing planning and analysis

Pengeluraan pengadaan harus di analisis penyalur dan bagian untuk memastikan kecocokan skala
ekonomi. Analisis performa supplier harus digunakan untuk membangun portfolio supplier dengan
kekuatan komplementer. Murah, tetapi perform yang rendah, supplier harus menggunakan untuk
persediaan berdasarkan permintaan sedangkan perform yang tinggi tapi lebih mahal, supplier harus
menggunakan untuk menahan melawan variasi dalam permintaan dan persediaan dari sumber daya lain.
Risk management in sourcing

Resiko sourcing dapat juga dalam ketidakmampuan untuk memenuhi permintaan tepat waktu,
meningkatkan dalam biaya pengadaan atau hilangnya properti intelektual. Penting untuk
mengembangkan strategi peringanan yang membantu mengurangi bagian dari resiko Ketidakmampuan
dalam memenuhi permintaan tepat waktu timbul karena gangguan atau penundaan dari sumber daya
yang tersedia.

Making sourcing decisions in practice


1. Menggunakan tim multifungsional
2. Memastikan koordinasi yang sesuai ke lintas daerah dan bisnis unit
3. Selalu mengevaluasi biaya total dari kepemilikan
4. Membangun hubungan jangka panjang dengan kunci supplier
Teori Kendala atau Theory of Constrain (TOC)

Teori Kendala atau Theory Of Constraints (TOC) merupakan sebuah filosofi manajemen yang mula-mula
dikembangkan oleh Eliyahu M. Goldratt dan dikenalkan dalam bukunya, The Goal. Dapat diartikan bahwa
TOC adalah suatu pendekatan ke arah peningkatan proses yang berfokus pada elemen-elemen yang
dibatasi untuk meningkatkan output. Hal ini berdasarkan fakta bahwa, seperti sebuah rantai dengan link
yang paling lemah, dalam beberapa system yang kompleks pada waktu tertentu, sering terdapat satu
aspek dalam system yang membatasi kemampuannya untuk mencapai lebih banyak tujuannya. Usaha
yang berfokus pada masalah dapat meningkatkan atau memaksimumkan kembali inisiatif yang ada. agar
system tersebut mencapai kemajuan yang signifikan, hambatannya perlu untuk diidentifikasi dan
keseluruhan system perlu diatur. Sesekali elemen proses yang dibatasi diperbaiki, link paling lemah yang
berikutnya dapat ditujukan dalam suatu pendekatan iterative.

TOC adalah suatu filosofi manajemen yang membantu sebuah perusahaan dalam meningkatkan
keuntungan dengan memaksimalkan produksinya dan meminimalisasi semua ongkos atau biaya yang
relevan seperti biaya simpan, biaya langsung, biaya tidak langsung, dan biaya modal.

Penerapan TOC lebih terfokus pada pengelolaan operasi yang berkendala sebagai kunci dalam
meningkatkan kinerja sistem produksi, nantinya dapat berpengaruh terhadap profitabilitas secara
keseluruhan.

Menurut Hansen dan Mowen, jenis kendala dapat dikelompokkan sebagai berikut:
• Berdasarkan asalnya
1. Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal
dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan jam mesin. Kendala internal harus dimanfaatkan secara
optimal untuk meningkatkan throughput semaksimal mungkin tanpa meningkatkan persediaan dan biaya
operasional.
2. Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal
dari luar perusahaan, misalnya permintaan pasar atau kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok.
Kendala eksternal yang berupa volume produk yang dapat dijual, dapat diatasi dengan menemukan
pasar, meningkatkan permintaan pasar ataupun dengan mengembangkan produk baru.
• Berdasar sifatnya
1. Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya yang telah
dimanfaatkan sepenuhnya.
2. Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber
daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.
Selain itu Kaplan dan Atkinson menambahkan pengelompokan kendala dalam tiga bagian yaitu:
1. Kendala sumberdaya (resource constraint). Kendala ini dapat berupa kemampuan factor input produksi
seperti bahan baku, tenaga kerja dan jam mesin.
2. Kendala pasar (market resource). Kendala yang merupakan tingkat minimal dan maksimal dari
penjualan yang mungkin selama dalam periode perencanaan.
3. Kendala keseimbangan (balanced constraint). Diidentifikasi sebagai produksi dalam siklus produksi.
Theory of Constraint(TOC) mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-
kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk mendukung tujuan, yaitu
kemajuan terus-menerus suatu perusahaan (continious improvement). Teori ini memfokuskan diri pada
tiga ukuran yaitu:
1. Throughput, adalah suatu ukuran dimana suatu perusahaan menghasilkan uang melalui penjualan.
2. Persediaan, adalah semua dana yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah bahan baku mentah
melalui throughput. Bahan persediaan dalam TOC merupakan semua aktiva yang dimiliki dan terrsedia
secara potensial untuk penjualan.
3. Biaya-biaya operasional, yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah persediaan menjadi
throughput. Biaya operasi ini terjadi untuk mendukung dan mengoptimalkan throughput dalam kendala.
TOC memiliki argumen bahwa penurunan persediaan akan meningkatkan daya saing perusahaan,
karena dengan menurunkan persediaan, akan diperoleh produk yang lebih baik, harga yang lebih rendah,
dan tanggapan yang lebih cepat terhadap kebutuhan pelanggan
Penerapan TOC dapat membantu manajer dalam meningkatkan laba dan juga penjualan produk atau
jasa yang berkualitas serta pemenuhan permintaan yang tepat waktu sehingga perusahaan mampu
beroperasi secara efisien dan efektif.

5 (Lima) Langkah dalam TOC

Dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan, Goldratt mengembangkan
5 (lima) langkah yang berurutan supaya proses perbaikan lebih fokus dan berakibat lebih baik bagi
sistem. Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Identifikasi konstrain sistem (identifying the constraint). Mengidentifikasi bagian system manakah yang
paling lemah kemudian melihat kelemahanya apakah kelemahan fisik atau kebijakan.
2. Eksploitasi konstrain (exploiting the constraint). Menentukan cara menghilangkan atau mengelola
constraint dengan biaya yang paling rendah.
3. Subordinasi sumber lainnya (subordinating the remaining resources). Setelah menemukan konstrain
dan telah diputuskan bagaimana mengelola konstrain tersebut maka harus mengevaluasi apakah
kostrain tersebut masih menjadi kostrain pada performansi system atau tidak. Jika tidak maka akan
menuju ke langkah kelima, tetapi jika yam aka akan menuju ke langkah keempat.
4. Evaluasi konstrain (Elevating the constraint). Jika langkah ini dilakukan, maka langkah kedua dan
ketiga tidak berhasil menangani konstrain. Maka harus ada perubahan besar dalam sistem, seperti
reorganisasi, perbaikan modal, atau modifikasi substansi system.
5. Mengulangi proses keseluruhan (repeating the process). Jika langkah ketiga dan keempat telah
berhasil dilakukan maka akan mengulangi lagi dari langkah pertama. Proses ini akan berputar sebagai
siklus. Tetap waspada bahwa suatu solusi dapat menimbulkan konstrain baru perlu dilakukan.
Selain memperhatikan lima tahap penerapan TOC diatas, perlu diperhatikan pula sepuluh prinsip dasar
TOC. Kesepuluh prisnsip dasar tersebut adalah:
1. Seimbangkan aliran produksi, bukan kapasitas produksi. Diasumsikan perusahaan memiliki kapasitas
tidak seimbang dengan jumlah permintaan pasar (demand) karena keseimbangan kapasitas
menghambat pencapaian tujuan (goal) perusahaan.
2. Tingkat utilitas non bottleneck tidak ditentukan oleh potensi stasiun kerja tersebut tetapi oleh stasiun
kerja bottleneck atau sumber kritis lainnya. Hanya stasiun kerja yang mengalami bottleneck yang perlu
dijalankan dengan utilitas 100 %.
3. Aktivitas tidak selalu sama dengan utilitas. Menjalankan non bottleneck dapat mengakibatkan
bertumpuknya work in process (buffer) dalam jumlah yang berlebihan.
4. Satu jam kehilangan pada bottleneck merupakan satu jam kehilangan sistem keseluruhan.
5. Satu jam penghematan pada non bottleneck merupakan suatu fatamorgana.
6. Bottleneck mempengaruhi throughput dan inventory.
7. Batch transfer tidak selalu sama jumlahnya dengan batch proses.
8. Batch proses sebaiknya tidak tetap (variabel).
9. Penjadwalan (kapasitas & prioritas) dilakukan dengan memperhatikan semua kendala (constraint)
yang ada secara simultan.
10. Jumlah optimum lokal tidak sama dengan optimum keseluruhan (total). Pengukuran performansi
dilihat sebagai satu kesatuan berdasarkan pemasukan bahan baku dan hasil produk jadi.
Hubungan TOC dan JIT (Just In Time)
Tujuan utama seorang manajer menggunakan JIT dalam perusahaan yaitu untuk mengurangi waktu yang
digunakan produk dalam pabrik. Jika total produksi turun, maka akan terjadi penurunan pula pada biaya,
hal ini dikarenakan lebih sedikitnya persediaan yang harus dibiayai, disimpan, dikelola, dan diamankan.
Dengan JIT, waktu dapat diminimalisasi terhadap throughput produk yaitu total produksi sampai pada
saat barang dikirim. Oleh karena itu, waktu throughput (throughput time) merupakan jumlah dari waktu
proses, waktu tunggu, waktu pemindahan, waktu inspeksi. Yang merupakan waktu throughput yang
mencakup penurunan persediaan dalam proses, akan mengarahkan pada hal-hal berikut ini:
• Menurunkan biaya modal dalam persediaan.
• Mengurangi biaya overhead untuk pemindahan bahan.
• Mengurangi resiko keusangan.
• Meningkatkan daya tanggap bagi pelanggan dan mengurangi waktu pengiriman.
Theory of Constraints (TOC) dan Activity Based Costing (ABC)

Pendekatan TOC beranggapan bahwa biaya operasional sulit untuk diubah dalam jangka pendek,
sehingga TOC tidak mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas individual dan penggerak biaya. Oleh karena
itu, TOC kurang berguna untuk mengelola biaya dalam jangka panjang. Di lain sisi, activity-based costing
(ABC) mempunyai perspektif jangka panjang yang memfokuskan pada peningkatan proses dengan
mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah dan mengurangi biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh aktivitas yang bernilai tambah. Oleh karena itu, ABC lebih berguna untuk perencanaan
profit, pengendalian biaya dan penetapan harga jangka panjang

ABC dan TOC sama-sama digunakan untuk menetapkan profitabilitas produk. Namun keduanya juga
memiliki perbedaan yaitu ABC mengembangkan suatu analisis jangka panjang yang meliputi semua
biaya produk. Sedangkan TOC mengambil pendekatan jangka pendek untuk analisis profitabilitas karena
teori ini hanya berdasarkan pada biaya-biaya yag berkaitan pada bahan. ABC menyediakan suatu
analisis komprehensif dari penggerak biaya (cost driver) dan biaya unit yang akurat, sebagai suatu dasar
untuk pengambilan keputusan strategis mengenai harga dan bauran produk dalam jangka panjang.
Sebaliknya TOC menyediakan suatu metode yang berguna untuk meningkatkan profitabilitas jangka
pendek melalui penyesuaian bauran produk untuk jangka pendek dan melalui perhatian pada hambatan-
hambatan produksi. Keunggulan ABC adalah memusatkan perhatian pada kegiatan (aktivitas), yaitu apa
yang dilakukan oleh tenaga kerja dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. ABC umumnya
digunakan oleh perusahaan dengan menggunakan metode manajemen biaya seperti biaya target (target
costing) dan TOC.

Strategic sourcing vs. purchasing

A key difference to conventional purchasing is that strategic sourcing focuses on converging and
sustaining buyer-supplier relationships. The objective is to leverage them, exploit their
capabilities, integrate and complement the core competencies of the various partners in the supply
chain (interdependence) in order to provide value, cost efficiencies and uniqueness to the customer.

As strategic sourcing incorporates strategic dimensions and capabilities of suppliers (such as


emphasis on quality management practices, process capabilities, design and development, and cost
reduction capabilities) into the decision-making process, it is possible for firms to achieve accurate
information and best -in class market results.
In traditional purchasing practices, not necessarily leading to a lack of visibility, and missed
opportunities for collaboration and cost synergies.

Purchasing is merely the transaction between buyers and suppliers, whereas sourcing is the
integration and co-ordination of all local and global domains and resources, being monetary,
human, material, informational, etc. Businesses normally initiate the basic concept of domestic
purchasing, before proceeding to internationalization and progressive global sourcing.

The reasons for the development of the project, the non-existence of suppliers and resources, co-
operative growth, customer and supplier-base expansion, and on the other hand, the attempt to cut
costs and, if applicable, overcome domestic supply chain disruptions or statutory restrictions.

InternationalPurchasing.png In the past, management is not a value-generating activity at all and,


therefore, this area is entirely under-invested or omitted from the spheres of interest in some
organisations. Presently, strategic sourcing functions are more prominence, especially in
multinational corporations, as well as in the case of the more commonly used components of the
organization.
Which approach?
It is pivotal to identify when it makes sense to implement purchasing or strategic sourcing.
Broadly, strategic sourcing entails qualitative products and services, which are comparatively expensive. This
suggests that it does not make sense to source strategically when the size and capacity of a business is small, as
sourcing costs may exceed business turnover. In such a case, depending on the products, the traditional
purchasing method of economy of scale should be preferred.
On the other hand, it is reasonable to source strategically when an organisation is placed in multiple locations and
requires goods and materials that are not available from the nearest supplier. Therefore, simplistically, the choice
between strategic sourcing and purchasing could depend on the size and geographic locations of your business.

Sumber strategis vs. pembelian

Perbedaan utama untuk pembelian konvensional adalah bahwa sumber strategis berfokus pada
konvergen dan mempertahankan hubungan pembeli-pemasok. Tujuannya adalah untuk
memanfaatkan mereka, memanfaatkan kemampuan mereka, mengintegrasikan dan melengkapi
kompetensi inti dari berbagai mitra dalam rantai pasokan (interdependensi) untuk memberikan
nilai, efisiensi biaya dan keunikan kepada pelanggan.

Karena sumber daya strategis menggabungkan dimensi strategis dan kemampuan pemasok (seperti
penekanan pada praktik manajemen mutu, kapabilitas proses, desain dan pengembangan, serta
kemampuan pengurangan biaya) ke dalam proses pengambilan keputusan, adalah mungkin bagi
perusahaan untuk mendapatkan informasi akurat dan terbaik - dalam hasil pasar kelas.

Dalam praktik pembelian tradisional, tidak selalu mengarah pada kurangnya visibilitas, dan
kehilangan peluang untuk kolaborasi dan sinergi biaya.

Pembelian hanyalah transaksi antara pembeli dan pemasok, sedangkan sumber adalah integrasi
dan koordinasi semua domain dan sumber daya lokal dan global, menjadi moneter, manusia,
material, informasi, dll. Bisnis biasanya memulai konsep dasar pembelian domestik, sebelum
melanjutkan ke internasionalisasi dan sumber global progresif.

Alasan untuk pengembangan proyek, tidak adanya pemasok dan sumber daya, pertumbuhan
koperasi, ekspansi pelanggan dan pemasok-basis, dan di sisi lain, upaya untuk memotong biaya
dan, jika berlaku, mengatasi rantai pasokan domestik gangguan atau larangan menurut undang-
undang.
InternationalPurchasing.png Di masa lalu, manajemen bukanlah kegiatan yang menghasilkan nilai
sama sekali dan, oleh karena itu, area ini sepenuhnya kurang diinvestasikan atau dihilangkan dari
lingkup kepentingan di beberapa organisasi. Saat ini, fungsi sumber strategis lebih menonjol,
terutama di perusahaan multinasional, serta dalam kasus komponen yang lebih umum digunakan
organisasi.

Pendekatan yang mana?

Sangat penting untuk mengidentifikasi ketika masuk akal untuk menerapkan pembelian atau
sumber strategis.

Secara umum, sumber strategis memerlukan produk dan layanan kualitatif, yang harganya relatif
mahal. Hal ini menunjukkan bahwa tidak masuk akal untuk sumber strategis ketika ukuran dan
kapasitas bisnis kecil, karena biaya sumber dapat melebihi perputaran bisnis. Dalam kasus seperti
itu, tergantung pada produk, metode pembelian tradisional skala ekonomi harus lebih disukai.

Di sisi lain, masuk akal untuk sumber strategis ketika sebuah organisasi ditempatkan di beberapa
lokasi dan membutuhkan barang dan bahan yang tidak tersedia dari pemasok terdekat. Oleh karena
itu, secara simplistik, pilihan antara sumber daya strategis dan pembelian dapat bergantung pada
ukuran dan lokasi geografis dari bisnis Anda.

Anda mungkin juga menyukai