Anda di halaman 1dari 27

Intoksikasi Solvent akibat Kecelakaan Kerja

Disusun oleh:
Veronica Hodianto
10.2013.482
E3
KAMPUS II UKRIDA FAKULTAS KEDOKTERAN
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Pendahuluan
Penyakit akibat kerja (PAK) ialah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Menurut WHO penyakit akibat kerja dibagikan kepada
empat golongan yaitu:
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan.

2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan.

3. Penyakit di mana pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor


penyebab lain.

4. Penyakit di mana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya.

Industri sepatu yang termasuk usaha kecil merupakan pekerjaan tertua yang pernah ada.
Sejak dahulu, sepatu telah dibuat dari bahan, seperti : kulit, kayu, kain, dan bahan sintetik
seperti karet dan plastik. Saat ini proses pembuatan sepatu telah banyak menggunakan mesin,
tetapi sepatu buatan tangan tetap dianggap sebagi produk dengan kualitas terbaik, tetapi
diperkirakan memiliki potensi pajanan akibat kerja yang telah besar.Selama proses produksi,
industri pembuatan sepatu dimulai dengan proses memotong, mengelem, menjahit, mewarnai,
dan melapisi sepatu. Risiko terbesar terhadap keracunan akibat kerja terdapat dalam proses
pengeleman karenan pajanan pelarut organic. Hal tersebut dibuktikan melalui beberapa

1
penelitian yang menunjukan hubungan yang kuat antara pajanan beberapa jenis bahan pelarut
organik dengan penyakit tertentu pada pekerja.
Sebagian bahan pelarut yang digunakan dalam industry, termasuk industry sepatu, adalah
pelarut organik. Pelarut organik pada umumnya mudah menguap. Lem berbasis cairan pelarut,
pencair lem(primer), cairan pembersih, dan bahan-bahan kimia lainnya kemungkinan
berbahaya bagi orang dewasa dan anak-anak yang bekerja. Lem yang dipakai mengandung
bahan pelarut yang beracun seperti : benzene, toluene, metil etil keton, dan aseton yang dapat
menimbulkan ketagihan dan masalah kesehatan lainnya.1
Skenario
Seorang laki-laki berumur 30 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan sering pusing
sejak 1 bulan terakhir. Selain itu pasien sulit konsentrasi saat bekerja dan sulit untuk tidur

Pembahasan
Definisi Kecelakaan Kerja
Yang dimaksud kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak disengaja seperli kejadian-
kejadian yang tidak diharapkan dan tidak terkontrol. Kecelakaan tidak selalu berakhir dengan
luka fisik dan kematian. Kecelakaan yang menyebabkan kerusakan peralatan dan material dan
khususnya yang menyebabkan luka perlu mendapat perhatian terbesar. Semua kecelakaan
tanpa melihat apakah itu menyebabkan kerusakan ataupun tidak perlu mendapatkan
perhatian. Kecelakaan yang tidak menyebabkan kerusakan peralatan, material dan kecelakaan
fisik dari personil kerja dapat menyebabkan kecelakaan lebih lanjut.
Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan
dan Pemeriksaan Kecelakaan, kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan
tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Dan
tempat kerja merupakan tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan
suatu usaha dan dimana terdapat sumber cahaya.2
Definisi kecelakaan kerja lainnya adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak di-
harapkan. Tidak terduga maksudnya tidak dilatar belakangi unsur kesengajaan, dan tidak
direncanakan, karenanya peristiwa sabotase ataupun kriminalitas adalah di luar ruang lingkup

2
kecelakaan. Tidak diharapkan, sebab peristiwa kecelakaan disertai oleh kerugian material
ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan kerja, dalam
kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Dengan
demikian muncul dua permasalahan:
a. Kecelakaan sebagai akibat langsung dari pekerjaan atau;
b. Kecelakaan terjadi saat mclakukan pekerjaan.
Adakalanya ruang lingkup kecelakaan kerja diperluas, sehingga meliputi kecelakaan
tenaga kerja pada saat perjalanan dari dan ke tempat kerja. Kecelakaan di rumah, atau pada
waktu rekreasi dan cuti berada di luar makna kecelakaan kerja, sekalipun pencegahannya sering
disertakan dalam program keselamatan kerja/keselamatan perusahaan. Kecelakaan demikian,
termasuk kecelakaan umum yang menimpa tenaga kerja di luar pekerjaannya.

Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi


Ada 7 langkah untuk mendiagnosis suatu penyakit akibat kerja, yang disebut dengan 7
langkah diagnosis okupasi. Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting bagi
manajemen penyakit tersebut promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Diagnosis penyakit
akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya hak atas manfaat
jaminan penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja.Ketujuh
langkah tersebut adalah
1. Diagnosis Klinis
2. Pajanan yang dialami
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
4. Pajanan yang dialami cukup besar
5. Peranan faktor individu
6. Faktor lain di luar pekerjaan
7. Diagnosis Okupasi
Diagnosis Klinis
1. Diagnosis Klinis
Untuk menentukan diagnosis klinis maka diperlukan

3
A. Anamnesis
 Riwayat Penyakit
Identitas: nama pasien, usia, jenis kelamin, jabatan, unit/ bagian kerja, lama bekerja,
nama perusahaan, jenis perusahaan dan alamat perusahaan
Pada skenario : seorang laki-laki berusia 30 tahun
RPS: mengalami pusing
- Sejak kapan gejala-gejala mulai timbul?
- Apakah sering mengalami hal seperti ini? Apakah yang menyebabkan gejala?
- Sudah berobat atau minum obat? Apa jenis obat dan sudah berapa banyak?
RPD: -
 Riwayat Pekerjaan
- Sudah berapa lama bekerja sekarang ?
- Riwayat pekerjaan sebelumnya ?
- Alat kerja, bahan kerja, proses kerja ?
- Barang yang diproduksi/dihasilkan ?
- Waktu bekerja dalam sehari ?
- Kemungkinan pajanan yang dialami ?
- Alat pelindung diri yang dipakai ?
- Hubungan gejala dan waktu kerja ?
- Apakah pekerja lain ada yang mengalami hal sama ?
Dari anamnesis (alloanamesis) didapati pasien adalah seorang karyawan pabrik sepatu
bagian produksi bertugas merekatkan bagian bawah sepatu yang memakai solvent yang
berpengaruh terhadap jaringan saraf pusat.3
B. Pemeriksaan
 Pemeriksaan Fisik
Selain pemeriksaan fisik secara umum meliputi berbagai sistem, perhatian khusus harus
diberikan pada sistem saraf. Pemeriksaan neurologi harus mencakup saraf kranial, koordinasi,
sensorik, kekuatan, gaya berjalan, reflex tendon. Perhatian khusus harus diberikan pada
pemeriksaan status mental yang diteliti seperti yang disebutkan diatas.

4
Fungsi saraf pusat
Pajanan mendadak terhadap bahan neurotoksik kadar tinggi umumnya memberikan
efek narkotik yang tidak spesifik. Bahan toksik mudah diidentifikasikan karena awitannya
mendadak.Pajanan kronis dengan kadar rendah lebih sukar dihubungkan dengan gangguan
sistem saraf pusat karena kurangnya gejala spesifik, kurangnya metode objektif untuk
melakukan pengkajian.4
Keluhan terbanyak berupa kesulitan berkonsentrasi dan mengingat.Menjawab secara
lisan, mengingat kejadian jangka lampau dan yang baru saja terjadi, perumusan konsep yang
kompleks, dankecekatan juga mungkin terkena. Selain itu, pasien dapat melaporkan sakit
kepala, kepala terasa ringan, vertigo, pandangan buram, koordinasi buruk,tremor dan
kelemahan ekstremitas. Pada kasus yang lebih berat, keluhan yang disampaikan berupa
kesulitan memperhatikan dan mengorganisasi kemampuan disertai depresi secara umum,
cepat tersinggung, dan rasa lelah.4
 Pemeriksaan Penunjang
Gangguan sistem saraf pusat kronik
Gejala klinis yang didapatkan ialah sakit kepala, gangguan emosi (depresi, anxietas), fatigue,
hilang ingatan (short-term memory loss), dan sukar untuk konsentrasi. Pemeriksaan fisik bisa
menemukan berkurangnya daya ingatan, tempoh bisa konsentrasi dan fungsi motor atau
sensori. Terdapat Swedish Q 16 yang amat berguna untuk mengevaluasi tenaga kerja yang
terpajan dengan solvent dalam tempo yang panjang.
Pemeriksaan yang bisa digunakan untuk menunjang diagnosis ialah neurobehavioral test,
elektroensefalografi, pneumoensefalografi, CT Scan, MRI, PET Scan dan cerebral blood flow
untuk melihat adanya kortikol atrofi dan abnormalitas ensefalografik.
1. Neurobehavioral test
Merupakan metode non-invasif dalam menilai sistem saraf pusat. Dalam menilai
intoksikasi terhadap bahan kimia digunakan Neurobehavioral Evaluation System (NES).
Pelbagai jenis tes dilakukan antaranya dari aspek kelajuan psikomotor dan kontrol, perpetual
speed, pembelajaran dan perhatian. Sebelum tes dilakukan terdapat beberapa soal yang
dibentuk untuk dijawab oleh orang yang ingin diuji.

5
Gangguan sistem saraf perifer
Gejala tipikal pada solvent-induced neuropathy adalah kesemutan perlahan secara
ascendens, paresthesia dan kelemahan. Bisa juga disertai nyeri dan kram otot. Pada penemuan
gejala klinis ditemukan berkurangnya sensasi dan kekuatan secara simetris.
1. Tes neurofisiologik

Tes ini sangat berguna untuk skrining tenaga kerja dalam jumlah yang banyak. Antara
tes yang sensitif dalam menilai neurotoksisitas ialah keseimbangan, masa untuk bereaksi
terhadap pilihan dan warna. Untuk tes keseimbangan digunakan untuk menilai saraf perifer
motorik dan sensorik serta system vestibuler, visual dan pusat integratif di otak.
Ketidakseimbangan biasanya terjadi diakibatkan oleh paparan kronik daripada bahan kimia
toluene, benzene, ethylene bromide dan banyak lagi.
Tes masa untuk bereaksi terhadap pilihan berperan dalam menilai jalur dari mata ke
otak dan dari otak ke tangan. Tes ini menggunakan computer-generated visual stimulus Dengan
menggunakan huruf A dan S, huruf tersebut akan terapapar di skrin computer dan orang yang
diuji harus bereaksi sesuai dengan huruf yang dipaparkan. Masa direkod oleh computer mulai
dari huruf tersebut dipaparkan di layar.
Tes warna digunakan untuk menilai kerusakan mana akibat bahan toksik yang bisa
merusak lensa, saraf optik di mata atau saraf optik di jalurnya dalam otak.
2. Pemeriksaan Electromyography

Electromyography adalah tes yang digunakan untuk menilai derajat kesehatan otot dan
velositas konduksi daripada saraf. Merupakan neurofisikal tes ntuk menilai fungsi otot dan
saraf. Kelainan menunjukkan terjadinya denervasi

Tes pajanan
- Pengamatan lingkungan
Pengamatan lingkungan digunakan untuk mengkaji jenis bahan kimia dan kadar pajanan
ditempat kerja, bila mungkin, pengamatan pekerja secara perorangan harus dilakukan
daripada menggunaka sampel yang statis. Hal ini khususnya dilakukan pada pekerja yang
harus bergerak mengitari tempat kerja dan tidak berada hanya di satu tempat proses kerja
tertentu. Berkonsultasi dengan ahli kebersihan industri baik untuk mengamati

6
lingkungan.Namun, pada pabrik tertentu, petugas keselamatan atau teknisi dapat
melakukan pengamatan bila mereka sudah dilatih.Pengetahuan tentang jenis bahan kimia
yang menjadi pajanan merupakan informasi yang sangat berguna yang dibutuhkan seorang
dokter.5
- Pengamatan biologis
Pengamatan biologis adalah pelengkap pengamatan lingkungan. Teknik pengamatan
biologis akan memberikan informasi tentang beban tubuh (pajanan internal) yang memberi
gambaran keseimbangan antara penerimaan, biotransformasi, dan pengeluaran, kontars
terhadap pengamatan lingkungan yang mengukur kadar pajanan udara di tempat kerja atau
zona pernapasan.Pengamat biologis khususnya berguna bila penyerapan melalui kulit atau
secara tidak sengaja menelan, menjadi jalan masuk pajanan yang bermakna. Hal penting
yang perlu diperhatiakn mengenai efek kronis adalah bahwa hasil pengamatan biologis yang
dilakukan saat itu mungkin tidak mencerminkan keadaan pajanan dimasa lalu.Oleh kaena
itu, lebih berguna bila melihat hasil serial marker biologi dibandingkan hanya melihat satu
hasil saja. 5
Untuk menegakkan diagnosis klinik dari keracunan solven yang disebabkan oleh bahan
kimia yang digunakan pasien saat merekatkan bagian bawah sepatu dan hubungannya dengan
pekerjaan pasien, maka seorang dokter harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut :
a. Riwayat timbulnya sering pusing, sulit konsentrasi saat bekerja dan sulit untuk tidur.
b. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan dan lamanya bekerja.
c. Riwayat penggunaan proteksi mulut, hidung, alat gerak dll.
d. Meneliti bahan solven yang digunakan di tempat kerja, untuk menentukan konsentrasi
solven.
e. Hasil pemeriksaan darah untuk mengetahui berapa banyak bahan solven yang sudah
terakumulasi dalam tubuh pasien
f. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab keracunan selain akibat solven di
tempat kerja seperti keracunan makanan, penggunaan obat-obatan yang menyebabkan
gangguan saraf pusat, dll.3-6

7
C. Diagnosis Klinis : Vertigo
Vertigo adalah salah satu bentuk gangguan keseimbangan dalam telinga bagian dalam
sehingga menyebabkan penderita merasa pusing disertai dengan keadaan disekililingnya
ikut berputar atau melayang dan membuat penderita tidak bisa bangun karena perasaan
berputar tadi. Perkatan vertigo berasal dari bahasa yunani yaitu VERTERE yang artinya
berputar. Sedangkan pengertian vertigo sendiri adalah sensasi gerakan berputar dari tubuh
dan lingkungan sekitarnya yang disertai gejala lainnya seperti mual dan muntah serta suhu
tubuh menjadi dingin disertai keluarnya banyak keringat. Hal itu terjadi karena adanya
gangguan keseimbangan tubuh
Vertigo sering juga disebut dengan pusing perputar adalah kondisi dimana seseorang
merasa pusing disertai rasa berputar dan lingkungan disekelilingnya juga dirasakan berputar
meskipun tubuh seseorang itu tidak bergerak sama sekali. penyebab vertigo sendiri
berkaitan dengan sistim syaraf, tetapi bisa juga berasal dari THT, asam lambung, jantung
serta gangguan pada mata. Disamping itu kondisi kejiwaan seseorang juga menjadi salah
satu penyebab dari adanya penyakit vertigo. Tidak semua pusing adalah vertigo, oleh sebab
itu jika terjadi pusing ringan atau berat segera periksa ke dokter untuk mengetahui apa itu
pusing biasa atau gejala vertigo.

2. Pajanan yang dialami : Solven


Solven ditambahkan untuk memudahkan pemakaian penyalut (coating) pada adhesive,
tinta, cat, vernis, dan penyegel (sealer). Solven ini mudah menguap, oleh karena itu, mereka
dengan sengaja dilepaskan ke atmosfer setelah penggunaan. Kebanyakan solven adalah
depresan Susunan Saraf Pusat. Mereka terakumulasi di dalam material lemak pada dinding
syaraf dan menghambat transmisi impuls. Pada permulaan seseorang terpapar, maka pikiran
dan tubuhnya akan melemah. Pada konsentrasi yang sudah cukup tinggi, akan menyebabkan
orang tidak sadarkan diri. Senyawa-senyawa yang kurang polar dan senyawa-senyawa yang
mengandung klorin, alkohol, dan ikatan rangkap memiliki sifat depresan yang lebih besar. 7.
Solven adalah iritan. Di dalam paru-paru, iritasi akan menyebabkan cairan terkumpul.
lrritasi kulit digambarkan sebagai hasil primer dari larutnya lemak kulit dari kulit. Sel-sel keratin
dari epidermis terlepas. Diikuti hilangnya air dari lapisan lebih bawah. Kerusakan dinding sel
8
juga merupakan suatu faktor. Memerahnya kulit dan timbul tanda-tanda lain seperti
inflammasi. Kulit pada akhirnya sangat mudah terinfeksi oleh bakteri, menghasilkan roam dan
bisul pemanah. Pemaparan kronik menyebabkan retak-retak dan mengelupasnya kulit dan juga
dapat menyebabkan terbentuknya calluses dan kanker. Solven-solven bervariasi tingkatannya
untuk dapat menyebabkan initasi. Semakin nonpolar suatu solven maka semakin efektif ia
melarutkan lemak kulit. 6
3. Hubungan Pajanan Dengan Penyakit
Faktor yang mempengaruhi toksisitas zat kimia
Pada penilaian hasil evaluasi bahaya kerja suatu zat kimia berbahaya, perlu dilakukan
penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi toksisitas suatu bahan kimia. Faktor-faktor
tersebuat antara lain sebagai berikut.
1. Karakteristik kimiawi:
• Komposisi
• Derajat toksisitas. Dalam kondisi tertentu setiap zat kimia dapat menjadi toksik terhadap
mahluk hidup. Misalnya, zat kimia yang sangat toksik dengan dosis yang sangat kecil pun
akan menimbulkan kerusakan jaringan pada mahluk hidup, sebaliknya zat kimia yang
kurang toksik tidak akan menimbulkan gangguan walaupun mahluk hidup terpajan
dengan dosis yang cukup besar.
2. Karakteristik fisik (ukuran partikel, metode formulasi,suhu proses)
• Kemurnian dan terdapatnya kontaminan
• Karakteristik stabilitas dan penyimpanan
• Terdapatnya pengemulsi, zat pewarna, zat pengawet.
3. Karakteristik pajanan
• Dosis pajanan. Metode proses produksi atau penggunaan suatu zat kimia lain sangat
memengaruhi kuantitas absorpsi (dosis) substansi kimia tersebut.
• Frekuensi dan durasi pajanan. Banyaknya pajanan yang terjadi (tunggal, berulang-ulang
atau terus menerus), lamanya pajanan (durasi) yang terjadi, dan interval masing-masing
pajanan yang terjadi juga harus dipertimbangkan.
• Cara masuk pajanan (peroral, kulit, perinhalasi, perinjeksi)

9
4. Lingkungan kerja. Suhu dan kelembaban, tekanan udara, sumber penerangan lingkungan
kerja, dapat memengaruhi toksisitas suatu bahan kimia.
5. Ketentuan individu. Toksisitas suatu zat kimia juga dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
berat badan, status genetik, status imunologis, status gizi, dan status hormonal, misalnya
kehamilan, serta adanya penyakit menahun.1,6
Cara masuk zat kimia ke dalam tubuh
Bahan kimia yang berbahaya dapat masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara
berikut:
1. Inhalasi
Disektor industri, pajanan bahan kimia berbahaya yang paling sering terjadi adalah
melalui sistem pernapasan.Sistem pernapasan merupakan jalan masuk yang paling efisien bagi
absorbsi zat kimia yang berbahaya. Pada orang dewasa yang sehat, luas permukaan parunya
sebesar 90m2, akan mengisap kira-kira 8.5 m udara dalam 8 jam kerja/hari bila melakukan
pekerjaan yang tidak terlalu berat.
Zat kimia yang melayang diudara terisap melalui lubang hidung atau mulut memasuki
saluran pernapasan untuk mencapai alveolus, yang merupakan tempat pertukaran gas.Di
alveolus, zat kimia tersebut, bergantung pada sifat-sifat fisik kimiawinya, dapat disimpan atau
dapat melalui dinding alveolus untuk memasuki aliran darah. Umumnya, zat kimia yang
diinhalasi akan mengiritasi membran mukosa disaluran pernapasan. Hal ini merupakan tanda
bahaya bagi yang mengisapnya, tetapi zat kimia tertentu tidak menimbulkan reaksi apapun
sehingga tanpa disadari zat kimia ini akan terinhalasi jauh sampai ke alveoli atau bahkan
memasuki aliran darah.
Masuknya partikel-partikel debu ke dalam tubuh tergantung pada ukuran dan daya
kelarutannya.Hanya partikel kecil saja yang dapat mencapai alveolus. Partikel tersebut
kemudian akan disimpan atau memasuki aliran darah, tergantung pada daya kelarutannya.
Partikel debu yang tidak larut umumnya akan dieliminasi oleh mekanisme pembersihan saluran
pernapasan, biasanya disapu oleh silia dan dikeluarkan ke saluran pencernaan oleh lendir yang
terdapat di permukaan saluran pernapasan bagian dalam. Partikel debu yang lebih besar akan
tersaring oleh bulu-bulu hidung atau disimpan disaluran pernapasan bagian atas untuk

10
dibatukkan atau tertelan ke saluran pencernaan. Keracunan solvent karena partikel solvent
terhisap lewat hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. 1,6
2. Pencernaan (Ingesti)
Pajanan zat kimia melalui saluran pencernaan (peroral) hanya terjadi bila pekerja
makan, minum, mengisap rokok ditempat kerja yang terkontaminasi uap atau debu yang
melayang diruangan kerja.Pajanan peroral mungkin juga terjadi bila sebagian partikel zat kimia
yang diisap tertelan dan memasukin saluran pencernaan.Penyerapan makanan maupun zat
kimia yang berbahaya umumnya dilakukan diusus kecil.
Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan
kontaminasi kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:
 Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
 Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang
terkontaminasi pestisida.
 Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke mulut.Makanan dan minuman
terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor
atau disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.
 Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan atau
disimpan tanpa label sehingga salah ambil.
3. Kulit
Ketebalan kulit dan keringat yang membasahi tubuh merupakan daya pertahanan yang
efektif untuk melawan pajanan zat kimia yang berbahaya.Namun, zat kimia yang larut dalam
lemak (larutan organik dan fenol) dapat diabsorbsi melalui kulit.Pada kulit yang cedera
(terpotong atau luka lecet), absorbsi zat kimia ke dalam tubuh menjadi lebih mudah.
 Toksitas dermal (dermal LD 50) solvent yang bersangkutan maka makin rendah angka LD
50 makin berbahaya.
 Konsentrasi solvent yang menempel pada kulit, yaitu semakin pekat solvent maka
semakin besar bahayanya.
 Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah sekali meresapkan
solvent

11
 Luas kulit yang terpapar solvent yaitu makin luas kulit yang terpapar makin besar
risikonya.
 Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi fisik seseorang, maka semakin
tinggi risiko keracunannya.
4. Mata
Kontaminasi lokal beberapa jenis zat kimia pada mata mengakibatkan gejala sistemik,
tetapi umumnya hanya berpengaruh pada bagian-bagian tertentu dari bola mata, misalanya
metanol pada n.optikus, oksigen pada retina, tallium pada lensa mata, dan inhibitor
kolinesterase pada korpus siliaris. Namun, sebagian besar pajanan zat kimia pada mata akan
mengakibatkan kerusakan kornea, misalnya asam kuat, basa kuat, dan kalsium oksida (sering
kali terdapat pada benda asing yang memasuki mata). Perinjeksi pajanan zat kimia melalui
injeksi ditempat kerja sangat jarang terjadi.Disektor industri, pajanan per injeksi dapat terjadi
dengan sengaja atau tanpa sengaja akibat injeksi tekanan rendah seperti vaksin manusia,
hewan dipertenakan, ataupun akibat injeksi tekanan tinggi oleh pistol minyak pelumas, gemuk,
atau cat.
Bentuk fisik zat kimia
Pada dasarnya, bentuk fisik substansi kimia terdir dari benda padat, cair, dan gas.Bila
molekul substansi kimia terikat dengan zat yang sangat kuat maka disebut benda padat, bila
masih ada saling tarik menarik diantara molekul diantaranya disebut benda cair, sedangkan bila
hamper tidak ada usaha tarik menarik diantara molekul disebut gas. Oleh sebab itu gas yang
dilepaskan dalam suatu ruangan akan menyebar dengan sangat cepat untuk memenuhi
ruangan tersebut. Beberapa gas mudah dideteksi karena aromanya atau dari warnanya.Namun
kebanyakan gas tidak beraroma dan tidak berwarna sehingga keberadaannya hanya dapat
dideteksi dengan peralatan khusus.Konsentrasi minimum gas yang dapat dicium dari aromanya
disebut nilai ambang batas aroma. Bila nilainya lebih rendah dari nilai ambang batas toksik,
maka aromanya ini dapat menjadi peringatan akan keberadaannnya sebelum melampaui nilai
ambang batas toksik, tetapi banyak jugayang bernilai sebaliknya sehingga bila gas tersebut
sudah tercium, berarti usaha pencegahan sudah sia-sia. Tenaga panas dapat mengubah benda
padat menjadi cair atau cair menjadi gas.Sebaliknya, bila panas dilepaskan, uap dapat menjadi

12
cair. Selain bentuk fisik dasar zat kimia sudah dapat beralih bentuk atau mempunyai bentuk
lain.6
• Gas merupakan zat kimia berbentuk gas jika berada dalam suhu dan tekanan ruangan,
contohnya carbon monoksida (CO), hydrogen sianida (HCN).
• Uap adalah gas yang berbentuk cair jika berada dalam suhu dan tekanan ruangan.
Kemampuan penguapan suatu cairan tergantung dari titik didihnya.Semakin rendah titik
didihnya, maka folatilitasnya semakin tinggi (semakin mudah menguap).Contoh gas ini
adalah merkuri dan kloroform. Banyak uap yang lebih berat dari udara (monomer, vinyl
chloride) sehingga bila terjadi kebocoran maka uap tersebut akan tersebar dilantai, dan
pada ruangan kerja yang sempit akan menjadi kumpulan uap yang berbahaya didasar
ruangan.
• Fume merupakan gas yang dihasilkan akibat proses pemanasan suatu benda padat. Fume
biasanya dihasilkan oleh kondensasi uap yang berasal dari logam yang dicairkan akibat
proses pemanasan, contoh pada proses pengelasan, dihasilkan pleh logam metal oksida,
cadmium dan arsen. Besar partikel fume sangat kecil (<0,1µm)
• Aerosol adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan terdapatnya partikel-partikel
benda padat atau benda cair yang melayang di udara. Aerosol dapat berbentuk:
 Debu, adalah partikel benda padat yang terapung di udara. Biasanya debu dihasilkan
oleh proses mekanik sperti penggosokkan, pengeboran dan pemecahan benda padat,
serta cara pengolahan benda padat lainnya, misalnya asbestos dan silica. Partikel debu
berukuran 0,1µ-100µm.
 Kabut (mist dan fog), merupakan dispersi partikel halus benda cair di udara. Mist
memiliki partikel yang berukuran lebih besar dari pada partikel fog, sehingga biasanya
tidak bertahan lama tersebar di udara. Kabut dihasilkan oleh proses penyemprotan,
pemercikan dan perubahan bentuk cairan menjadi busa.
 Asap, merupakan suspense partikel padat yang dihasilkan akibat proses pembakaran
yang tidak sempurna dari bahan organik, misalnya batu bara, kayu, minyak tanah, fosfor
pentoksida. Partikel asap berukuran <0,5µm.

13
4. Pajanan yang dialami Cukup Besar
PAK yang disebabkan oleh solvent bisa menimbulkan kelainan kulit, gangguan sistem saraf
pusat, sistem saraf perifer, sistem respiratori, kelainan jantung, hepar, darah, ginjal, sistem
reproduksi dan potensi kanker. Komposisi bahan kimia yang biasanya terdapat dalam lem ialah
hexane, methyl ethyl ketone dan toluene. Jika terhidu dalam jangka waktu yang lama bisa
mengganggu sistem saraf pusat dan perifer. Selain itu, tindakan monitoring biologis juga harus
dilakukan pada tenaga kerja bagi memastikan pekerjaan tidak menjejaskan kesehatan mereka.
Efek Toksik Zat Kimia dalam Tubuh
Efek toksik zat kimia yang berbahaya, bila masuk kedalam tubuh, bergantung pada sifat fisik zat
kimia tersebut dan sifat dasar patofisiologis organ tubuh terhadap pajanan tersebut. Zat kimia
dapat mengalami beberapa kemungkinan proses di dalam tubuh, antara lain:
a. Disimpan di beberapa jaringan dan organ tubuh, dengan sebagian kecil diekskresi.
b. Diubah menjadi zat kimia lain yang lebih larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan
melalui urine.
c. Dikeluarkan melalui pernafasan dan urine tanpa diubah lagi.
Beberapa zat kimia dapat mengakibatkan kerusakan jaringan atau organ tubuh.
Detoksifikasi dan proses metabolisme zat kimia ini terjadi di hati, sehingga menghasilkan
senyawa baru yang sering kali lebih berbahaya dari senyawa aslinya.
Klasifikasi
Penggunaan solvent dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga
mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
 Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, kehilangan keseimbangan
dan koordinasi, iritasi pada kulit,mata,tenggorokan dan saluran pernapasan.
 Keracunan akut berat, menimbulkan sulit bernafas, dan kematian setelah menghirup
solvent pada level tinggi.
 Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan menimbulkan
gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan
penggunaan solvent diantaranya: terganggunya sumsum tulang.

14
Berdasarkan cara pajanan terjadi dan sifat dasar patologis organ tubuh terhadap pajanan,
efek toksik suatu bahan kimia dapat berbentuk:
a. Reaksi dalam bentuk iritasi atau lukabakar. Reaksi dalam bentuk iritasi atau luka bakar
terjadi karena kontak langsung zat kimia dengan bagian tubuh (kulit, mata, dan saluran
pernapasan).Cedera langsung terjadi ditempat pajanan, misalnya luka bakar akibat
kontak dengan bahan kimia yang korosif.
b. Reaksi allergy. Reaksi allergi dapat terjadi pada kulit dan saluran pernapasan.Alergi pada
kulit disebut dermatitis allergy.Reaksi allergi tidak hanya tampak pada tempat kontak,
tetapi juga dapat terjadi dibagian tubuh mana saja, misalnua reaksi akibat epoksi resin,
derivat batubara, dan asam kromat. Sensititasi pada saluran pernafasan akan
mengakibatkan terjadinya asma akibat kerja, misalnya karena pajanan formaldehid atau
biji-bijian.
c. Teratogenesis. Gangguan pada janin dalam kandungan, biasanya akibat pajanan zat
kimia selama kehamilan trimester pertama, akan mengakibatkan terjadinya malformasi
kongenital. Zat kimia yang dapat menyebabkan hal tersebut misalnya gas anestesi dan
merkuri.
d. Efek sistemik. Pajanan zat kimia yang ditransportasikan oleh aliran darah keseluruh
tubuh, jauh dari tempat pajanan terjadi, sehingga efek toksik tidak hanya terlokalisasi
disutu tempat tetapi juga dapat menyebar kebagian lain sistem tubuh, dapat
mengakibatkan terjadinya efek sistemik umum, narkosis, asfiksia, mutagenik, dan
karsinogenik.1,6,8
Faktor yang mempengaruhi keracunan solvent antara lain:
Faktor Ekstrinsik
o Jangka waktu atau lamanya terpapar solvent
Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang
terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila
terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penciuman bau solvent yang terpapar berulang kali
dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.Telah dibuktikan bahwa

15
penggunaan solvent benzene secara berlama-lama untuk lem dapat menyebabkan kanker
seperti non leukimia.
o Dosis Solvent
Dosis solvent berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan solvent, karena itu
dalam melakukan pencampuran benzene untuk merekatkan bagain bawah sepatu hendaknya
memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis adalah jumlah solvent dalam
liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan tiap satuan luas tertentu yang
dilakukan satu kali aplikasi atau lebih. Dosis solvent ditentukan oleh produsen atau lembaga
penelitian yang berwenang setelah melalui penelitian yang mendalam dan harus ditaati oleh
pengguna solvent bezene, namun kenyataanya di lapangan, dosis biasa disesuaikan menurut
keadaan. Penambahan dosis menjadi lebih pekat jika terhirup melalui inhalasi dapat beresiko
terhadap kesehatan.
o Kebersihan Perorangan (Personal Higiene)
Kebersihan perorangan (Personal higiene) ditujukan untuk menjaga kebersihan badan
dan mencegah material berbahaya menempel untuk waktu yang lama dan diserap oleh kulit
sama bahayanya dengan menghisap atau memakan bahan kimia dalam jumlah kecil yang dapat
menggangu kesehatan.
o Alat Pelindung Diri (APD)
Karyawan merekatkan bagian bawah sepatu dengan menggunakan lem yang
mengandung solvent benzene. Tetapi, pelaksanaan merekatkan bagian bawah sepatu
tidak dilaksanakan menurut ketentuan atau petunjuk, artinya : sewaktu karyawan
bekerja tidak memakai pengaman secara sempurna seperti : masker, topi, kacamata,
sepatu khusus, mantel, sarung tangan, sehingga dapat mengakibatkan keracunan
solvent.2
Kualitatif
Seberapa sering dan banyak pasien menggunakan solvent tsb. Sudah berapa lama pasien
menggunakan solvent tersebut.
- Tidak dijelaskan dalam skenario.

16
Lingkungan Kerja : Pasien bekerja sebagai karyawan pabrik sepatu bagian produksi
bertugas merekatkan bagian bawah sepatu.
Pemakaian APD : Tidak menggunakan APD
Lama Pajanan : Banyaknya jumlah jam kerja yang dilakukan pekerja setiap hari di lingkungan
kerja. Pada skenario, pekerja bekerja sehari 8 jam..
Jumlah Pajanan : Tidak dijelaskan secara pasti berapa banyak solvent yang digunakan oleh
pasien dalam 1 kali produksi sepatu.
5. Faktor Individu
Faktor Intrinsik (Penderita)
o Jenis Kelamin
Sebagian besar pekerja pada pabrik sepatu adalah laki-laki. Beberapa kandungan
Solvent yang biasa dipakai selain berasal dari lem, juga terdapat pada asap rokok.
Merokok dapat menambah risiko pajanan dari kandungan bahan kimia yang juga
terdapat pada solven.
o Pendidikan
Permasalahan penggunaan solvent bertumpu pada dua hal yaitu kuantitas jumlah
pekerja yang sangat besar dan secara kualitas kurang memadai karena faktor pendidikan yang
umumnya rendah sehingga tidak jarang pekerja tidak membaca petunjuk pengunaan
solvent.Selain itu kurang disosialisasikan penggunaan solvent yang benar, sehingga tingkat
kesadaran masyarakat terhadap dampak solvent masih sangat rendah.
o Usia pasien merupakan salah satu factor. Semakin tua usia pekerja maka semakin tinggi
risiko keracunan solvent. Karena umur seseorang dapat mempengaruhi daya tahan
tubuh terhadap paparan zat toksik atau bahan kimia.
o Tidak dijelaskan pasien memiliki alergi makanan, obat-obatan dst.9
6. Faktor Di Luar Pekerjaan
 Tidak dijelaskan apakah pasien memiliki pekerjaan lain selain sebagai karyawan pabrik
sepatu
 Apakah pasien mencoba bunuh diri karena masalah keluarga, masalah di lingkungan
tempat kerja dan masalah kejiwaan pasien

17
7. Diagnosis Okupasi
Setelah meneliti langkah 1 sampai 6 maka di simpulkan diagnosisnya adalah Intoksikasi Solvent
PAK
Intoksikasi Solvent PAK, disebabkan karena pasien termasuk dalam komunitas pekerja yang
menggunakan solvent untuk merekatkan bagian bawah sepatu.
Penatalaksanaan Kasus
A. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, terjadi secara tiba-tiba
dan tidak terduga, serta dapat menyebabkan cedera terhadap tenaga kerja yang
mengalaminya. Kecelakaan kerja dapat menyebabkan cedera kepada tenaga kerja,
tenaga kerja yangtelah memperoleh perawatan dan pengobatan dapat berlanjut
menjadi sembuh total tanpa cacat,sembuh dengan cacat atau meninggal dunia.8
B. Pencegahan Keracunan
Dalam lingkungan industri, pencegahan merupakan tindakan yang lebih baik dari pada
membiarkan terjadi keracunan. Pencegahan terjadinya keracunan dalam proses
produksi di industri dapat dilakukan dengan cara :
1. Menggunakan zat kimia alternatif yang kurang toksik
2. Mengurangi bahaya dan resiko yang mungkin dapat ditimbulkan pada pekerja dan
lingkungan. 9

Selain itu perlu diusahakan upaya pengamanan seperti :


a. Menyediakan tempat penyimpanan yang aman
b. Tersedianya sarana air pembilas di tempat-tempat strategis
c. Menyediakan dokter perusahaan
d. Melengkapi pekerja dengan masker, kacamata, sarung tangan
Prinsip pencegahan
Pencegahan awal (primer) : penyuluhan, perilaku K3 yang baik, dan olahraga.
Pencegahan setempat (sekunder) : pengendalian melalui undang-undang, pengendalian
melalui administrasi/organisasi, dan pengendalian secara teknis (substitusi, ventilasi, isolasi,

18
ventilasi, alat pelindung diri).
Pencegahan dini (tertier) : pemeriksaan kesehatan berkala
C. Penanggulangan Dini Keracunan

Penanggulangan keracunan perlu dilakukan untuk kasus akut maupun kronis. Pada
kasus kecacunan akut, diagnosis klinis perlu segera dibuat. Ini berarti mengelompokkan gejala-
gejala yang diobservasi dan menghubungkan dengan golongan xenobiotik yang memberi tanda-
tanda keracunan tersebut. Hal ini tentu membutuhkan pengetahuan luas tentang suatu toksis
semua zat kimia. Tindakan dini dapat dilakukan sebelum penyebab pasti dari kasus diketahui,
karena sebagian besar keracunan dapat diobati secara simtomatis menurut kelompok
kimianya.9
Beberapa contoh tindakan yang perlu dilakukan pada kasus keracunan akut :
a. Koma
Penderita hilang kesadarannya. Periksalah apakah penderita masih
bernafas teratur sekitar 20 kali semenit. Bila tidak bernafas maka perlu dilakukan
pernafasan buatan. Dalam keadaan koma penderita harus segera dibawa ke
rumah sakit yang besar yang biasa merawat kasus keracunan. Jangan diberi
minum apa-apa, dan hanya boleh dirangsang secara fisik untuk membangunkan
seperti mencubit ringan atau menggosok kepalan tangan di atas tulang dada
(sternum). Obat perangsang seperti kafein tidak boleh diberikan persuntikan.
Bila muntah, tidurkanlah telungkup supaya muntahan tidak terhirup dalam paru-
paru.
b. Kejang
Bila terdapat kejang maka penderita perlu diletakkan dalam sikap yang
enak dan semua pakaian dilepas. Menahan otot lengan dan tungkai tidak boleh
terlalu keras, dan di antara gigi perlu diletakkan benda yang tidak keras supaya
lidah tidak tergigit. Penderita keracunan dengan kejang harus diberi diazepam
intravena dengan segera, namun perlu dititrasi, karena bila berlebihan dapat
membahayakan. Penderita juga harus segera dirawat di rumah sakit.

19
Gejala-gejala keracunan perlu dikelompokkan. Misalnya bila terdapat koma dengan
gejala banyak keringat dan mulut penuh dengan air liur berbusa, muntah, denyut nadi cepat,
maka dapat dipastikan bahwa hal ini merupakan keracunan insektisida organofosfat atau
karbamat. Pemeriksaan laboratorium mungkin tidak diperlukan. Antidotumnya sangat ampuh.
yaitu atropin dosis besar yang diulang-ulang pemberiannya.
Bila terdapat kelompok gejala: kulit kering (tidak lembab), mulut kering, pupil membesar
dan tidak bereaksi terhadap cahaya lampu, serta denyut jantung cepat, maka dapat dipastikan
bahwa racun penyebabnya sejenis atropin. Bila hal ini disertai dengan denyut jantung yang
tidak teratur, maka kemungkinan besar zat ini merupakan obat antidepresan (yang menyerupai
atropin).
Pengenalan penyebab keracunan harus didasarkan pada pengetahuan sifat-sifat obat
dan zat kimia dalam kelompok-kelompok gejala seperti di atas. Walaupun secara pasti belum
dapat ditentukan zat kimianya, namun pengenalan kelompoknya sudah cukup untuk dapat
melakukan upaya pengobatannya. Bila diinginkan identifikasi zat yang lebih pasti maka
diperlukan bantuan laboratorium toksikologi. Namun perlu disadari bahwa tanpa pedoman
diagnosis kelompok penyebab, laboratorium sulit sekali melakukan testing. Selain itu perlu juga
diwaspadai bahwa setiap keracunan dapat mirip dengan gejala penyakit.9
D. Manajemen Penderita Keracunan

Tindakan pada kasus keracunan bila tidak ada tenaga dokter di tempat adalah sebagai berikut:
1. Tentukan secara global apakah kasus merupakan keracunan.
2. Bawa penderita segera ke rumah sakit, terutama bila tidak sadar

Sebelum penderita dibawa kerumah sakit, mungkin ada beberapa hal yang perlu dilakukan bila
terjadi keadaan sebagai berikut:
1. Bila zat kimia terkena kulit, cucilah segera (sebelum dibawa kerumah sakit) dengan
sabun dan air yang banyak. Begitu pula bila kena mata (air saja). Jangan menggunakan
zat pembersih lain selain air.
2. Bila penderita tidak benafas dan badan masih hangat, lakukan pernafasan buatan
sampai dapat bernafas sendiri, sambil dibawa ke rumah sakit terdekat. Bila tanda-tanda

20
bahwa insektisida merupakan penyebab, tidak dibenarkan meniup ke dalam mulut
penderita.
3. Bila racun tertelan dalam batas 4 jam, cobalah memuntahkan penderita bila sadar.
Memuntahkan dapat dengan merogoh tenggorokan (jangan sampai melukai !).
4. Bila sadar, penderita dapat diberi norit yang digerus sebanyak 40 tablet, diaduk dengan
air secukupnya.
5. Semua keracunan harus dianggap berbahaya sampai terbukti bahwa kasusnya tidak
berbahaya.
6. Simpanlah muntahan dan urin (bila dapat ditampung) untuk diserahkan kepada rumah
sakit yang merawatnya.
7. Bila kejang, diperlakukan seperti dibahas di atas.
E. Penatalaksanaan Diagnosis Klinis

Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah untuk
memperbaiki ketidak seimbangan vestibuler melalui modulasi transmisi saraf; umumnya
digunakan obat yang bersifat antikolinergik. Obat-obatan yang digunakan pada terapi
simptomatik vertigo (sedatif vestibuler) :
 Cyclizine (Marezine) : 50 mg 4 dd
 Dimenhydrinate (Dramamine) : 25-50 mg 4 dd
 Diphenhydramine (Benadryl) : 25-50 mg 4 dd
 Promethazine (Phenergan) : 25 mg 4 dd
 Scopolamine Transderm : 0,5 mg 1 dd
 Hydroxyzine Iterax : 25-100 mg 3 dd
 Ephedrine : 25 mg 4 dd
Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff
sebagai upaya desensitisasi reseptor semisirkularis.
Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan
tungkai tergantung; lalu tutup kedua mata dan
berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh,
tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak

21
kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain. Latihan ini
dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul
vertigo lagi.
Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular; berupa gerakan mata melirik
ke atas, bawah, kiri dan kanan mengikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat; kemudian
diikuti dengan gerakan fleksi-ekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin lama
makin cepat.
PENCEGAHAN
Sistem Managemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
Undang-Undang Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih
dari 100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang berisiko tinggi
(termasuk proyek konstruksi), untuk mengembangkan SMK3 dan menerapkannya ditempat
kerja. SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu perusahaan
secara keseluruhan. SMK3 mencakup hal-hal seperti struktur organisasi, perencanaan,
pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Sistem Managemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja harus diperhatikan terlebih bagi pemrakarsa supaya proses
produksi, peningkatan kualitas dan kendali biaya dapat terus dioptimalkan. Fungsi managemen
mengarah di aspek kualitas, produksi, kecelakaan/kerugian dan biaya. Terdapat 4 program K3
di tempat kerja , yaitu :
1) Komitmen manajemen dan keterlibatan pekerja.
2) Analisis risiko di tempat kerja.
3) Pencegahan dan pengendalian bahaya.
 Menetapkan prosedur kerja berdasarkan analisis, pekerja memahami dan
melaksanakannya.
 Aturan dan prosedur kerja dipatuhi.
 Pemeliharaan sebagai usaha preventif.

22
 Perencanaan untuk keadaan darurat.
 Pencatatan dan pelaporan kecelakaan.
 Pemeriksaan kondisi lingkungan kerja.
 Pemeriksaan tempat kerja secara berkala.
4) Pelatihan untuk pekerja, penyelia dan manager.

SMK3 memiliki peran yang cukup penting dalam proses kerja dalam suatu perusahaan
(pemrakarsa). Apabila SMK3 yang diberlakukan tidak cukup baik maka akibatnya dapat dilihat
dari banyaknya pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dan juga proses produksi mengalami
kemunduran. Tujuan khusus dari SMK3 adalah mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja,
kebakaran, peledakaan dan PAK, mengamankan mesin instalasi, pesawat, alat, bahan dan hasil
produksi, menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian antara
pekerjaan dengan manusia atau antara manusia dengan pekerjaan. Penerapan K3 yang baik dan
dan terarah dalam suatu wadah industri tentunya akan memberikan dampak lain, salah satunya
adalah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan optimal.10
Tujuan dari Sistem Manajemen K3 adalah:
1. Sebagai alat uniuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya,
baik buruh. petani. nelayan. pegawai negeri atau pekerja-pekerja bebas.
2. Sebagai upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan-kecelakaan
akibat kerja, memelihara, dan meningkatkan kesehatan dan gizi para tenaga kerja,
merawat dan meningkatkan efisiensi dan daya produktifitas tenaga manusia,
memberantas kekelahan kerja dan melipatgandakan gairah serta semangat bekerja.

Langkah-langkah Penerapan SMK3


Setiap jenis Sistem Manajemen K3 mempunyai elemen atau persyaratan tertentu yang
harus dibangun dalam suatu organisasi. Sistem Manajemen K3 tersebut harus dipraktekkan
dalam semua bidang/divisi dalam organisasi. Sistem Manajemen K3 harus dijaga dalam
operasinya untuk menjamin bahwa sistem itu punya peranan dan fungsi dalam manajemen
perusahaan. Untuk lebih memudahkan penerapan standar Sistem Manajemen K3, berikut ini

23
dijelaskan mengenai tahapan-tahapan dan langkah-langkahnya. Tahapan dan langkah-langkah
tersebut dibagi menjadi dua bagian besar:
1. Tahap Persiapan
Merupakan tahapan atau langkah awal yang hams dilakukan suatu
organisasi/perusahaan. Langkah ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah personel,
mulai dari menyatakan komitmen sampai dengan menetapkan kebutuhan sumber daya yang
diperlukan. Adapun, tahap persiapan ini, antara lain:
‐ Komitmen manajemen puncak.
‐ Menentukan ruang lingkup.
‐ Menetapkan cara penerapan.
‐ Membentuk kelompok penerapan.
‐ Menetapkan sumber daya yang diperlukan.
2. Tahap pengembangan dan penerapan
Sistem dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang hams dilakukan oleh
organisasi/perusahaan dengan melibatkan banyak personal, mulai dari menyelenggarakan
penyuluhan dan melaksanakan sendtri kegiatan audit internal serta tindakan perbaikannya
sampai dengan melakukan sertifikasi.10
Berikut ini langkah-langkah spesifik dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 dalam suatu
perusahaan:
 Menyatakan komitmen
Pernyataan koniitmen dan penetapan kebijakan untuk menerapkan sebuah
Sistem Manajemen K3 dalam organisasi/manajemen harus dilakukan oleh manajemen
puncak. Penerapan Sistem Manajemen K3 tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen
terhadap sistem manajemen tersebut. Manajemen harus benar-benar menyadari bahwa
merekalah yang paling bertanggung jawab terhadap keberhasilan atau kegagalan
penerapan Sistem Manajemen K3.
 Menetapkan cara penerapan
Perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan untuk menerapkan Sistem
Manajemen K3.Namun dapat juga tidak menggunakan jasa konsultan jika organisasi

24
yang bersangkutan memiliki personel yang cukup mampu untuk mengorganisasikan dan
mengarahkan orang.
 Membentuk kelompok kerja
Jika perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota kelompok
kerja tersebut terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer unit
kerja. Hal ini penting karena merekalah yang tentunya paling bertanggung jawab
terhadap unit kerja yang bersangkutan.
 Menetapkan sumber daya yang diperlukan
Sumber daya di sini mencakup orang, perlengkapan, waktu dan dana. Orang
yang dimaksud adalah beberapa orang yang diangkat secara resmi di luar tugas-tugas
pokoknya dan terlibat penuh dalam proses penerapan.
 Kegiatan penyuluhan
Penerapan Sistem Manajemen K3 adalah kegiatan dari dan untuk kebutuhan
personal perusahaan. Oleh karena itu perlu dibangun rasa adanya keikutsertaan dari
seluruh karyawan dalam perusahaan melalui program penyuluhan.
 Peninjauan sistem
Kelompok kerja penerapan yang telah dibentuk kemudian mulai bekerja untuk
meninjau sistem yang sedang berlangsung dan kemudian dibandingkan dengan
persyaratan yang ada da lam Sistem Manajemen K3. Peninjauan ini dapat dilakukan
melatui dua cara yaitu dengan meninjau dokumen prosedur dan meninjau
pelaksanaannya.
 Penyusunan Jadwal Kegiatan
Setelah melakukan peninjauan sistem maka kelompok kerja dapat menyusun suatu
jadwal kegiatan.

 Pengembangan Sistem Manajemen K3

Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam tahap pengembangan sistem


manajemen K3 antara lain mencakup dokumentasi, pembagian kelompok, penyusunan
bagan alir, penulisan manual sistem manajemen K3, prosedur dan instruksi kerja.

25
 Penerapan sistem
Setelah semua dokumen selesai dibuat, maka setiap anggota kelompok kerja kembali ke
masing-masing untuk menerapkan sistem yang telah ditulis.
 Proses sertifikasi
Ada sejumlah lembaga sertifikasi Sistem Manajemen K3. Misalnya sucofindo melakukan
sertifikasi terhadap Permenaker 05/Men/1996. Namun untuk OHSAS 18001:1999
organisasi bebas menentukan lembaga sertifikasi manapun yang diinginkan.10

KESIMPULAN
Dari tujuh langkah diagnosis okupasi, dapat disimpulkan bahwa pada skenario ini pasien
menderita intoksikasi akibat pajanan zat kimia (solven) yang digunakan sebagai bahan perekat
pada pabrik sepatu tempat pasien tersebut bekerja. Pajanan ini menyebabkan keluhan yang
dialami oleh pasien yaitu mengalami pusing sejak 1 bulan terakhir, sulit berkonsentrasi saat kerja
dan sulit untuk tidur. Dan untuk pencegahan terulangnya kecelakaan kerja yang sama,
seharusnya pekerja diharuskan memakai alat pelindung diri dan dibuat sistem managemen
kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3).

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: EGC. 2013. h. 48-128.
2. Okti FP. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: FKM Universitas Indonesia; 2008
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi 1. Surabaya: Erlangga;
2007.h.7-23.
4. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC; 2009.h.2-7.
5. Sumardjo D. Pengantar kimia. Jakarta: EGC. 2009. h. 472-5.
6. Sumamur PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta: Sagung Seto.
2014. h.250-55, 503-8, 514-7.
7. Ngatidjan. Toksikologi. Yogyakarta: Bagian Farmakologi & Toksikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2006.
8. Chandra B. Ilmu Kedokteran pencegahan dan komunitas. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.h.213-4.
9. Raini M. Toksikologi benzene dan penanganan akibat keracunan benzene. Media Litbang
Kesehatan 2007 Maret; 17(3): 10-8.
10. Suardi R. Sistem manajemen K3 dan manfaat penerapannya dalam Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatam Kerja. Jakarta: Penerbit PPM, 2007. h.15-6, 23-34

27

Anda mungkin juga menyukai