Anda di halaman 1dari 19

PUBLICATION MANUSCRIPT

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PELAYANAN DENGAN KEPUASAN


RELATIONSHIP BETWEEN HOME ENVIRONMENT AND
IMMUNIZATION STATUS WITH INCIDENCE OF ACUTE
RESPIRATORY TRACT INFECTIONS IN CHILDREN
1-5 YEARS AT PUSKESMAS TEMINDUNG
SAMARINDA

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN RUMAH DAN STATUS


IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK
USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS TEMINDUNG
SAMARINDA

Rini Maysa1, Nunung Herlina2

Di Ajukan Oleh
Rini Maysa
17111024110291

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN RUMAH DAN STATUS


IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK
USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS TEMINDUNG
SAMARINDA

NASKAH PUBLIKASI

Di Susun Oleh
Rini Maysa
17111024110291

Diseminarkan dan Diujikan


Pada tanggal, 09 Febuari 2018

Penguji I Penguji II Penguji III

Ns. Maridi M Dirdjo, M. Kep Ns. Fatma Zulaikha, M. Kep Dr.Hj. Nunung Herlina, S.Kep, M.pd
NIDN. 1101038301
NBP : 1125037202 NIDN 8830940017
NIP 19750907 200501 1 004

Mengetahui,
Ketua
Program Studi S1 Keperawatan

Ns. Dwi Rahmah F., M.Kep


NIDN : 1119097601
Hubungan Antara Lingkungan Rumah Dan Status Imunisasi Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Usia 1-5 Tahun Di Puskesmas Temindung Samarinda

Rini Maysa1, Nunung Herlina2

Abstrak

Latar belakang : Penyakit ISPA masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang penting untuk diperhatikan karena merupakan penyakit akut dan
bahkan dapat menyebabkan kematian pada balita di berbagai negara berkembang
termasuk negara Indonesia yang kaya akan penduduk yang masih taraf di bawah
ekonomi. Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku.
Tujuan : penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara lingkungan
rumah dan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak usia 1-5 tahun di
Puskesmas Temindung Samarinda.
Hasil : Hasil uji statistik dengan menggunakkan Fisher's Exact Test bahwa nilai p (0,000)
lebih kecil dari 0,05 yang artinya Ho ditolak yaitu ada hubungan bermakna antara status
imunisasi dengan kejadian ISPA pada anak usia 1-5 tahun di Puskesmas Temindung.
Hasil uji statistik dengan menggunakkan Fisher's Exact Test karena nilai sel / harapan
kurang dari 5 sehingga didapatkan bahwa nilai p (0,000) lebih kecil dari 0,05 yang artinya
Ho ditolak yaitu ada hubungan bermakna antara status lingkungan dengan kejadian ISPA
pada anak usia 1-5 tahun di Puskesmas Temindung. Dari hasil penelitian yang didapat
bahwa imunisasi yang paling berhubungan dengan terjadinya ISPA dengan hasil analisis
multivariat didapatkan nilai X (33,022) > X tabel df 2 yaitu 5,991 atau dengan signifikansi
sebesar 0,000 (< 0,05). Hasil penelitian yang menggunakan analisis regresi logistik
dimana pada subvariabel status imunisasi dan lingkungan rumah memiliki p < 0,05 yaitu
0,000 > 0,05. Hasil analisis multivariat dapat disimpulkan bahwa variabel lingkungan
rumah dan imunisasi berhubungan dengan kejadian ISPA pada anak usia 1-5 tahun di
Puskesmas Temindung.
Kesimpulan : ada hubungan antara lingkungan rumah dan status imunisasi dengan
kejadian ISPA pada anak usia 1-5 tahun di Puskesmas Temindung Samarinda.

Kata Kunci : ISPA, Imunisasi, Lingkungan

Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur


1

Dosen Prodi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur


2
Relationship Between Home Environment And Immunization Status With Incidence
of Acute Respiratory Tract Infections In Children 1-5 Years At Puskesmas
Temindung Samarinda

Rini Maysa1, Nunung Herlina2

Abstract

Background: ARTI disease is still one of the important public health issues to note as it
is an acute illness and can even lead to deaths among children under five in many
developing countries, including Indonesia, which is rich in the under-resident population.
Generally, there are 3 (three) risk factors of ISPA that are environmental factor, individual
factor of child, and behavior factor.
Objective: This study aims to determine the relationship between the home environment
and immunization status with the incidence of ARTI in children aged 1-5 years at the
Puskesmas Temindung Samarinda.
Result: The result of statistic test by using Fisher's Exact Test that p (0.000) is less than
0.05 which means Ho is rejected ie there is a significant relationship between
immunization status and the incidence of ARTI in children aged 1-5 years in Puskesmas
Temindung. Result of statistic test by using Fisher's Exact Test because cell value /
expectation less than 5 so it is found that p (0.000) less than 0.05 which means Ho is
rejected that there is a significant relationship between environmental status with ARTI
occurrence in children aged 1-5 year at Temindung Health Center. From the result of the
research that immunization is most related to the occurrence of ARTI with multivariate
analysis results obtained X (33.022)> X table df 2 is 5,991 or with significance of 0.000
(<0,05). The result of the research using logistic regression analysis where in subvariabel
immunization status and home environment have p <0,05 that is 0,000 > 0,05. The result
of multivariate analysis can be concluded that house environment and immunization
variables are related to the incidence of ARTI in children aged 1-5 years in Puskesmas
Temindung.
Conclusion: there is a relationship between home environment and immunization status
with the incidence of ARTI in children aged 1-5 years at Temindung Samarinda Public
Health Center.

Keywords: ISPA, Immunization, Environment

Students of S1 Nursing University Muhammadiyah East Kalimantan


1

Lecturer of Prodi S1 nursing University Muhammadiyah East Kalimantan


2
PENDAHULUAN menentukan terjadinya proses
interaksi antara host dengan agent
Saluran pernafasan terbagi dalam proses terjadinya penyakit.
menjadi dua, yakni saluran Secara garis besar lingkungan
pernafasan atas dan bawah. terdiri dari lingkungan fisik, biologis
Saluran pernafasan atas (upper dan sosial. Keadaan fisik sekitar
airway) meliputi hidung dan faring. manusia berpengaruh terhadap
Kebanyakan orang menyepelekan manusia baik secara langsung
saluran pernafasan atas ini karena maupun tidak terhadap
sering sekali bermasalah terutama lingkungan-lingkungan biologis dan
pada anak, karena nanti juga akan lingkungan sosial manusia.
sembuh dengan sendirinya. Lingkungan fisik (termasuk unsur
Influenza tanpa komplikasi pada kimia) meliputi udara, kelembapan,
anak biasanya membutuhkan air dan pencemaran udara.
pengobatan symptomatic, Berkaitan dengan ISPA adalah air
acetaminophen atau ibuprofen borne disease karena salah satu
untuk demam dan cairan cukup penularannya melalui udara yang
untuk mempertahankan agar tidak tercemar dan masuk kedalam
dehidrasi (Hartono, 2012). tubuh melalui saluran pernafasan,
maka udara secara epidemiologi
ISPA adalah proses infeksi akut mempunyai peranan penting yang
berlangsung selama 14 hari, yang besar pada transmisi penyakit
disebabkan oleh mikroorganisme ISPA (Smallcrab, 2014).
dan menyerang salah satu bagian
atau lebih dari saluran napas, Kualitas lingkungan tentunya akan
mulai dari hidung (saluran atas) berpengaruh terhadap kesehatan
hingga alveoli (saluran bawah), manusia, untuk itu perlu dilakukan
termasuk jaringan adneksanya, untuk pengendalian untuk
seperti sinus, rongga telinga mengurangi polusi udara. Sebelum
tengah dan pleura. melakukan pengendalian kita
harus mengetahui dahulu sumber-
ISPA digunakan untuk sumber pencemaran, jenis
mendeskripsikan flu. Gejalanya pencemaran dan lain sebagainya
adalah batuk dan demam. Pada (Santoso, 2015).
bayi, obstruksi hidung dapat
menyebabkan sulit makan. Selain lingkungan faktor individu
Obstruksi tuba eustachius sering anak juga dapat mempengaruhi
menyebabkan nyeri telinga dan terjadinya ISPA salah satunya
gendang telinga terlihat mengalami status imunisasi. Bayi dan balita
kongesti. Secara umum terdapat 3 yang pernah terserang campak
(tiga) faktor risiko terjadinya ISPA dan selamat akan mendapat
yaitu faktor lingkungan, faktor kekebalan alami terhadap
individu anak, serta faktor perilaku. pneumonia sebagai komplikasi
campak. Sebagian besar kematian
Faktor lingkungan memegang ISPA berasal dari jenis ISPA yang
peranan yang penting dalam berkembang dari penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi Jadi jumlah kematian karena
seperti difteri, pertusis, campak, pneumonia itu sekitar 15,5 % per
maka peningkatan cakupan 2016 dan terdapat 554.650 kasus
imunisasi akan berperan besar ISPA (Kemenkes, 2016).
dalam upaya pemberantasan ISPA.
Untuk mengurangi faktor yang Berdasarkan data Dinas
meningkatkan mortalitas ISPA, Kesehatan Kota Samarinda yang
diupayakan imunisasi lengkap. didapatkan dari tahun 2016 jumlah
Bayi dan balita yang mempunyai pasien yang menderita ISPA
status imunisasi lengkap bila sebanyak 7.714 kasus, sedangkan
menderita ISPA dapat diharapkan pada tahun 2017 selama 8 bulan
perkenbangan penyakitnya tidak terakhir baru tercatat 2.260 kasus
akan menjadi lebih berat. Cara ISPA.
yang terbukti paling efektif saat ini
adalah dengan pemberian Berdasarkan laporan bulanan pada
imunisasi campak dan pertusis Puskesmas Temindung didapatkan
(DPT). Dengan imunisasi campak angka kejadian ISPA selama 3
yang efektif sekitar 11% kematian bulan terakhir kasus ISPA
pneumonia balita dapat dicegah sebanyak 736 dari semua umur.
dan dengan imunisasi pertusis Sedangkan pada usia 1-5 tahun
(DPT) 6% kematian pneumonia selama 3 bulan terakhir tercatat 96
dapat dicegah (Prabu, 2009). kasus ISPA.

Imunisasi adalah pemberian Dari studi awal, peneliti melakukan


kekebalan tubuh terhadap suatu pengamatan pada 10 rumah
penyakit dengan memasukkan penduduk penderita ISPA dan
sesuatu kedalam tubuh agar tubuh didapatkan hasil 33,3% rumah
tahan terhadap penyakit yang dengan ventilasi tidak memenuhi
sedang mewabah atau berbahaya syarat dan 66,7% rumah dengan
bagi seseorang. Tujuan pemberian pencahayaan alami tidak
imunisasi yaitu untuk mencegah memenuhi syarat. hampir semua
terjadinya infeksi tertentu dan kepala keluarga memiliki
apabila terjadi penyakit tidak akan kebiasaan merokok dimana
terlalu parah dan dapat mencegah mereka memiliki anak yang di
gejala yang dapat menimbulkan bawah umur 5 tahun.
cacat atau kematian (Yuni &
Oktami, 2014). Peneliti juga mecatatat di
Puskesmas Temindung anak yang
Berdasarkan Kementerian dibawah 5 tahun tidak
Kesehatan (2016), data yang mendapatkan imunisasi yang
didapatkan bahwa balita yang lengkap, hal ini dikarenakan para
mengalami ISPA sebanyak 24.000 orang tua lupa untuk melakukan
balita Dengan banyaknya kasus itu, imunisasi pada anaknya, karena
Indonesia menduduki peringkat 10 keluarga tidak mengizinkan anak
di dunia dalam divaksinasi, efek samping vaksin
kasus kematian balita akibat ISPA. dalam bentuk demam, lokasi
imunisasi yang jauh, dan Sampel dalam penelitian ini adalah
kesibukan orangtua, sehingga anak usia 1-5 tahun yang berobat
pada catatan di Puskesmas di Puskesmas Temindung
Temindung terdapat banyak kasus Samarinda. Sedangkan
ISPA yang menyerang balita. Hal respondennya adalah orang tua
ini membuat peneliti ingin meneliti atau wali dari anak 1-5 tahun
tentang hubungan antara sesuai dengan kriteria.
lingkungan rumah dan status
imunisasi dengan kejadian ISPA Penelitian ini menggunakan teknik
pada anak usia 1-5 tahun di purposive sampling. Mengenai hal
Puskesmas Temindung Samarinda. ini Arikunto (2010) menjelaskan
bahwa purposive sampling
METODE PENELITIAN dilakukan dengan cara mengambil
subyek bukan didasarkan atas
Penelitian ini menggunakan strata, random, atau daerah tetap
rancangan penelitian descriptive didasarkan atas adanya tujuan
analitik dengan pendekatan cross tertentu.
sectional. Arikunto (2010),
mendefinisikan cross sectional Jumlah sampel yang digunakan
(pendekatan silang) sebagai dalam penelitian ini sebanyak 77
pengambilan data yang dilakukan responden
dalam waktu yang bersamaan.
Nursalam (2011), mendefinisikan HASIL PENELITIAN
cross sectional (hubungan dan
asosiasi) adalah jenis penelitian Berdasarkan tabel 4.1 hasil yang
yang menekankan pada waktu didapatkan bahwa sebagian besar
pengukuran atau observasi data orang tua memiliki umur produktif
variabel independen dan sebanyak 25-34 tahun 42 orang
dependen hanya satu kali atau (54,5%), umur lebih dari 35 tahun
pada satu saat. sebanyak 21 orang (27,3%) dan
sebagian kecil berumur 15-24
Lokasi penelitian telah tahun sebanyak 14 orang (18,2%).
dilaksanakan di Poli Anak
Puskesmas Temindung Samarinda. Berdasarkan tabel 4.2 hasil yang
didapatkan bahwa sebagian besar
Waktu penelitian telah orang tua memiliki pendidikan
dilaksanakan selama 3 bulan pada SMA / SMK sebanyak 25 orang
bulan Oktober-Desember 2017. (32,5%), S1 sebanyak 24 orang
(32,5%), SMP sebanyak 17 orang
Dalam penelitian ini yang menjadi (22,1%), SD sebanyak 10 orang
populasi adalah anak 1-5 tahun (13%) dan tidak sekolah sebanyak
yang mengalami ISPA sebanyak 1 orang (1,3%).
96 kasus yang mengalami ISPA
selama 3 bulan terakhir dari bulan Berdasarkan tabel 4.3 hasil yang
Juli-September 2017. didapatkan bahwa sebagian besar
orang tua memiliki pekerjaan
sebagai IRT sebanyak 31 orang imunisasi lengkap tetapi di
(40,3%), swasta sebanyak 30 diagnosa ISPA sebanyak 7 orang
orang (39%), PNS sebanyak 12 (43,8%) dan anak dengan
orang (15,6%) dan Wiraswasta imunisasi tidak lengkap tetapi tidak
sebanyak 4 orang (5,2%). ISPA sebanyak 4 orang (6,6%).
Anak dengan imunisasi lengkap
Berdasarkan tabel 4.4 sebagian dan tidak ISPA sebanyak 57 orang
besar jenis kelamin anak adalah (93,4%) dan anak dengan
laki-laki sebanyak 39 orang (50,6%) imunisasi tidak lengkap dan ISPA
dan perempuan sebanyak 38 sebanyak 9 orang (56,2).
orang (49,4%).
Hasil uji statistik dengan Fisher's
Berdasarkan tabel 4.5 sebagian Exact Test didapatkan bahwa nilai
besar umur anak sebanyak 3 p (0,000) lebih kecil dari 0,05 yang
tahun sebanyak 22 orang (28,6%), artinya Ho ditolak yaitu ada
umur 2 tahun sebanyak 17 orang hubungan bermakna antara status
(22,1%), umur 4 tahun sebanyak imunisasi dengan kejadian ISPA
15 orang (19,5%), umur 5 tahun pada anak usia 1-5 tahun di
sebanyak 12 orang (15,6%), dan Puskesmas Temindung.
umur 1 tahun sebanyak 11 orang
(14,3%). Dilihat dari OR (Odds Ratio)
menujukkan bahwa status
Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan imunisasi yang tidak lengkap
hasil bahwa status ISPA sebagian memiliki peluang sebesar 18,321
besar anak di diagnosa tidak ISPA kali terjadinya kejadian penyakit
sebanyak 61 orang (79,2%) dan ISPA dibandingkan status
anak dengan diagnosa ISPA imunisasi yang lengkap.
sebanyak 16 orang (20,8%)
Berdasarkan tabel 4.10 didapatkan
Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan hasil bahwa anak yang tinggal di
hasil bahwa status imunisasi lingkungan sehat tetapi di
sebagian besar imunisasi anak diagnosa ISPA sebanyak 8 orang
lengkap sebanyak 64 orang (50%) dan anak yang tinggal di
(83,1%) dan imunisasinya tidak lingkungan kurang sehat tetapi
lengkap sebanyak 13 orang tidak ISPA sebanyak 2 orang
(16,9%). (3,3%). Sedangkan anak yang
tinggal di lingkungan sehat dan di
Berdasarkan tabel 4.8 didapatkan diagnosa tidak ISPA sebanyak 59
hasil bahwa status lingkungan orang (96,7%) dan anak yang
sebagian besar lingkungannya tinggal di lingkungan kurang sehat
sehat 66 orang (85,7%) dan dan di diagnosa ISPA sebanyak 8
lingkungan kurang sehat 11 orang orang (50%).
(14,3%).
Hasil uji statistik dengan Fisher's
Berdasarkan tabel 4.9 didapatakn Exact Test didapatkan bahwa nilai
hasil bahwa anak dengan status p (0,000) lebih kecil dari 0,05 yang
artinya Ho ditolak yaitu ada karena nilai Chi-Square sebesar
hubungan bermakna antara status 0,000 di mana < Alpha 0,05 atau
lingkungan dengan kejadian ISPA nilai Chi-Square Hitung 33,022 >
pada anak usia 1-5 tahun di Chi-Square tabel 5,991.
Puskesmas Temindung.
Hosmer and Lemeshow Test
Dilihat dari OR (Odds Ratio) adalah uji Goodness of fit test
menujukkan bahwa lingkungan (GoF), yaitu uji untuk menentukan
yang kurang sehat memiliki apakah model yang dibentuk
peluang sebesar 29,500 kali sudah tepat atau tidak. Dikatakan
terjadinya kejadian penyakit ISPA tepat apabila tidak ada perbedaan
dibandingkan status lingkungan signifikan antara model dengan
yang sehat nilai observasinya.

Berdasarkan tabel 4.11 hasil Berdasarkan tabel 4.12 nilai Chi


analisis multivariat didapatkan nilai Square tabel untuk DF 1 (Jumlah
X 33,022 > X tabel df 2 yaitu 5,991 variabel independen – 1) pada
atau dengan signifikansi sebesar taraf signifikansi 0,05 adalah
0,000 (< 0,05) sehingga menolak sebesar 3,841. Karena nilai Chi
H0, yang menunjukkan bahwa Square Hosmer and Lemeshow
penambahan variabel independen hitung 0,010 < Chi Square table
dapat memberikan pengaruh nyata 3,841 atau nilai signifikansi
terhadap model, atau dengan kata sebesar 0,010 (<0,05) sehingga
lain model dinyatakan FIT. menolak H0, yang menunjukkan
bahwa model dapat diterima dan
Perlu diingat jika pada OLS untuk pengujian hipotesis dapat
menguji signifikansi simultan dilakukan sebab ada perbedaan
menggunakan uji F, sedangkan signifikan antara model dengan
pada regresi logistik menggunakan nilai observasinya.
nilai Chi-Square dari selisih antara
-2 Log likelihood sebelum variabel Berdasarkan tabel 4.13 hasil dari
independen masuk model dan -2 “variabel in the equation” dan
Log likelihood setelah variabel dilihat nilai p. Didapatkan pada
independen masuk model. satus imunisasi dan lingkungan
Pengujian ini disebut juga dengan rumah nilai p 0,000 < 0,25, yang
pengujian Maximum likelihood. berarti status imunisasi dan
lingkungan layak masuk model
Sehingga jawaban terhadap multivariat.
hipotesis pengaruh simultan
variabel independen terhadap Pembahasan
variabel dependen adalah
menerima H1 dan menolak H0 Hasil yang didapatkan bahwa
atau yang berarti ada pengaruh sebagian besar orang tua memiliki
signifikan secara simultan umur produktif sebanyak 25-34
imunisasi dan lingkungan rumah tahun 42 orang (54,5%), umur
terhadap Kejadian ISPA oleh lebih dari 35 tahun sebanyak 21
orang (27,3%) dan sebagian kecil Usia orang tua yang sudah
berumur 15-24 tahun sebanyak 14 produktif disarankan agar dapat
orang (18,2%). lebih memahami akan pentingnya
kesehatan bagi anaknya, sehingga
Usia 18-40 tahun dinamakan orang tua dengan usia yang sudah
dewasa dini dimana kemampuan produktif bisa berfikir secara
mental mencapai puncaknya matang dalam pencegahan dan
dalam usia 20 tahun untuk perawatan tentang ISPA.
mempelajari dan menyesuaikan
diri pada situasi-situasi baru Pendidikan Orang Tua
seperti pada misalnya mengingat
hal-hal yang pernah dipelajari, Hasil yang didapatkan bahwa
penalaran analogis dan berfikir sebagian besar orang tua memiliki
kreatif. Pada masa dewasa ini pendidikan SMA / SMK sebanyak
sering mencapai puncak prestasi 25 orang (32,5%), S1 sebanyak 24
(Djamarah, 2014). orang (32,5%), SMP sebanyak 17
orang (22,1%), SD sebanyak 10
Teori tersebut sependapat dengan orang (13%) dan tidak sekolah
penelitian yang dilakukan oleh sebanyak 1 orang (1,3%).
Nurul (2016) yang menyatakn
bahwa daya ingat seseorang salah Hasil penelitian ini sejalan dengan
satunya dipengaruhi oleh faktor penelitian yang dilakukan Nurul
umur. semakin cukup umur tingkat (2016) yang menyatakan bahwa
kematangan dalam kekuatan responden dengan pendidikan
seseorang akan lebih matang SMA sudah dianggap dapat
dalam berfikir dan bekerja. Dari menerima berbagai informasi
segi kepercayaan masyarakat pengetahuan tentang masalah
seseorang lebih dewasa dipercaya ISPA pada anak, termaksud
dari orang yang belum tinggi bagaimana tindakan yang harus
kedewasaannya. Hal ini akan dilakukan seorang ibu pada saat
sebagai pengalaman dan anak mengalami ISPA melalui
kematangan jiwa. media pendidikan kesehatan
seperti saat mengikuti kegiatan
Menurut asumsi peneliti dari posyandu, mengikuti penyuluhan,
distribusi usia responden yang membaca buku kesehatan ataupun
paling banyak usia 25-34 tahun petugas kesehatan dari
yang merupakan usia produktif puskesmas saat pemeriksaan
dimana semakin tinggi usia kesehatan baik ibu maupun anak.
orangtua semakin banyak
pengalaman dan pengetahuan Pekerjaan Orang Tua
yang diperoleh mengenai ISPA,
semakin cukup umur, tingkat Hasil yang didapatkan bahwa
kematangan dan kekuatan sebagian besar orang tua memiliki
seseorang akan lebih matang pekerjaan sebagai IRT sebanyak
berfikir dalam pencegahan dan 31 orang (40,3%), swasta
perawatan tentang ISPA. sebanyak 30 orang (39%), PNS
sebanyak 12 orang (15,6%) dan Umur Anak
Wiraswasta sebanyak 4 orang
(5,2%). Hasil yang didapatkan sebagian
besar umur anak sebanyak 3
Hal ini sejalan dengan teori tahun sebanyak 22 orang (28,6%),
Firdausia (2013) yang menyatakan umur 2 tahun sebanyak 17 orang
bahwa ibu yang tidak bekerja atau (22,1%), umur 4 tahun sebanyak
sebagai IRT menghabiskan waktu 15 orang (19,5%), umur 5 tahun
24 jam lebih dibandingkan ibu sebanyak 12 orang (15,6%), dan
yang bekerja dalam perawatan umur 1 tahun sebanyak 11 orang
anak. Status kerja ibu (tidak (14,3%).
bekerja atau bekerja) dapat
mempengaruhi kesehatan anak Sesuai dengan teori bahwa anak
karena ibu yang bekerja memiliki yang berusia di bawah 5 tahun
waktu yang lebih sedikit untuk merupakan generasi yang perlu
merawat anak. Kerja mendapat perhatian, karena anak
mempengaruhi waktu luang ibu merupakan generasi penerus dan
untuk bersama anak. modal dasar untuk kelangsungan
hidup bangsa, anak amat peka
Jenis Kelamin Anak terhadap penyakit, tingkat
kematian anak masih tinggi
Hasil yang didapatkan sebagian (Anonim, 2010).
besar jenis kelamin anak adalah
laki-laki sebanyak 39 orang (50,6%) ISPA sering terjadi pada bayi dan
dan perempuan sebanyak 38 anak. Menurut Kartasasmita (2014)
orang (49,4%). Pada umumnya beberapa penelitian menunjukkan
tidak ada perbedaan insiden ISPA bahwa insiden ISPA paling tinggi
akibat virus atau bakteri pada laki- terjadi pada bayi di bawah satu
laki dan perempuan. Akan tetapi tahun, dan insiden menurun
ada yang mengemukakan bahwa dengan bertambahnya umur.
terdapat sedikit perbedaan, yaitu Kondisi ini dimungkinkan karena
insidens lebih tinggi pada anak pada 10 tahun pertama kehidupan
laki-laki. manusia, sistem pernafasan masih
terus berkembang untuk mencapai
Menurut buku pedoman program fungsi yang sempurna, terutama
pemberantasan penyakit ISPA dalam perbentukan alveoli, selain
untuk penanggulangan ISPA pada itu hal tersebut menunjukkan usia
anak jenis kelamin laki-laki yang lebih muda rentan terkena
mempunyai resiko yang lebih tinggi infeksi.
untuk terkena ISPA dibandingkan
dengan anak perempuan (Depkes Status ISPA
RI, 2015).
Hasil yang didapatkan bahwa
status ISPA sebagian besar anak
di diagnosa tidak ISPA sebanyak
61 orang (79,2%) dan anak
dengan diagnosa ISPA sebanyak penurunan angka kejadian ISPA
16 orang (20,8%). dengan memberikan imunisasi
lengkap pada anak. Imunisasi
ISPA merupakan salah satu terbagi atas imunisasi dasar yang
masalah kesehatan di seluruh wajib dan imunisasi yang penting.
dunia, baik di negara maju
berkembang maupun Negara Status Lingkungan
berkembang termasuk Indonesia.
Hal ini disebabkan masih tingginya Hasil yang didapatkan bahwa
angka ke sakitan dan angka status lingkungan sebagian besar
kematian terkena ISPA khususnya lingkungannya sehat 66 orang
pneumonia atau bronco (85,7%) dan lingkungan kurang
pneumonia, terutama pada bayi sehat 11 orang (14,3%).
dan anak.
Syarat rumah sehat secara
Menurut Depkes, RI (2016) bahwa sederhana menurut meliputi
penyakit Infeksi akut yang ventilasi, penerangan alami dan
menyerang salah satu bagian dan suhu. Ventilasi rumah mempunyai
atau lebih dari saluran napas mulai banyak fungsi, fungsi pertama
dari hidung (saluran atas) hingga adalah untuk menjaga agar aliran
alveoli (saluran bawah) termasuk udara di dalam rumah tersebut
jaringan adneksanya seperti sinus, tetap segar. Hal ini berarti
rongga telinga tengah dan pleura. keseimbangan oksigen yang
Semakin sering anak menderita diperlukan oleh penghuni rumah
ISPA semakin besar kerugian yang tetap terjaga (Santoso, 2015).
harus ditanggung oleh keluarga
karena semakin besar biaya
pengobatan yang harus Hubungan Status Imunisasi
dikeluarkan dan semakin banyak dengan Kejadian ISPA
waktu yang diperlukan untuk
merawat anak sehingga dapat Hasil penelitian yang didapatkan
mengurangi produktivitas kerja. anak dengan status imunisasi
lengkap tetapi di diagnosa ISPA
Status Imunisasi sebanyak 7 orang (43,8%) dan
anak dengan imunisasi tidak
Hasil yang didapatkan bahwa lengkap tetapi tidak mengalami
status imunisasi sebagian besar ISPA sebanyak 4 orang (6,6%).
imunisasi anak lengkap sebanyak Anak dengan imunisasi lengkap
64 orang (83,1%) dan dan tidak ISPA sebanyak 57 orang
imunisasinya tidak lengkap (93,4%) dan anak dengan
sebanyak 13 orang (16,9%). imunisasi tidak lengkap dan
mengalami ISPA sebanyak 9
Infeksi Saluran Pernapasan Akut orang (56,2).
(ISPA) merupakan salah satu
penyakit yang dapat dicegah Hasil uji statistik dengan
dengan imunisasi. Dalam menggunakkan Fisher's Exact Test
karena nilai sel / harapan kurang menangkal suatu penyakit
dari 5 sehingga didapatkan bahwa dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
nilai p (0,000) lebih kecil dari 0,05 faktor genetik dan kualitas vaksin.
yang artinya Ho ditolak yaitu ada Kualitas vaksin dipengaruhi oleh
hubungan bermakna antara status beberapa faktor antara lain cara
imunisasi dengan kejadian ISPA pemberian, dosis vaksin, frekuensi
pada anak usia 1-5 tahun di pemberian, jenis vaksin dan
Puskesmas Temindung. kandungan vaksin (Proverawati,
2014).
Dilihat dari OR (Odds Ratio)
menunjukkan bahwa status Hubungan Status Lingkungan
imunisasi yang tidak lengkap dengan Kejadian ISPA
memiliki peluang sebesar 18,321
kali terjadinya kejadian penyakit Hasil penelitian yang didapatkan
ISPA dibandingkan status bahwa anak yang tinggal di
imunisasi yang lengkap. lingkungan sehat tetapi di
diagnosa ISPA sebanyak 44 orang
Menurut keterangan dari ibu yang (80%) dan anak yang tinggal di
mempunyai anak anak, terkadang lingkungan kurang sehat tetapi
tidak rutin mengikuti posyandu hal tidak mengalami ISPA sebanyak 2
itu disebabkan anaknya menolak / orang (9,1%). Sedangkan anak
mengamuk untuk dibawa ke yang tinggal di lingkungan sehat
Posyandu. Walaupun hasil analisis dan di diagnosa tidak mengalami
pada penelitian ini menunjukkan ISPA sebanyak 11 orang (20%)
ada hubungan status imunisasi dan anak yang tinggal di
dengan kejadian ISPA, namun lingkungan kurang sehat dan di
proporsi anak yang mempunyai diagnosa ISPA sebanyak 20 orang
status imunisasi lengkap yang (90,9%).
menderita ISPA 69 % lebih banyak
dibandingkan anak yang Hasil uji statistik dengan
mempunyai status imunisasi tidak menggunakan Fisher's Exact Test
lengkap. karena nilai sel / harapan kurang
dari 5 sehingga didapatkan bahwa
Anak dengan imunisasi lengkap nilai p (0,327) lebih besar dari 0,05
tetapi masih mengalami ISPA, hal yang artinya Ho diterima yaitu tidak
ini terjadi bila anak memiliki daya ada hubungan bermakna antara
tahan tubuh yang tidak bagus. status lingkungan dengan kejadian
Asupan nutrisi pun dapat ISPA pada anak usia 1-5 tahun di
mempengaruhi seorang anak Puskesmas Temindung.
mengalami ISPA. Masih tingginya
ISPA pada anak, walaupun telah Dilihat dari OR (Odds Ratio)
menerima imunisasi lengkap menujukkan bahwa lingkungan
diakibatkan karena belum ada yang kurang sehat memiliki
vaksin yang dapat mencegah ISPA peluang sebesar 29,500 kali
secara langsung. Kemampuan terjadinya kejadian penyakit ISPA
tubuh seorang anak untuk
dibandingkan status lingkungan Dari hasil penelitian yang didapat
yang sehat. bahwa imunisasi yang paling
berhubungan dengan terjadinya
Analisis Multivariat ISPA hal ini sejalan dengan
penelitian Utami (2013) yang
Hasil analisis multivariat menyatakan bahwa meskipun
didapatkan nilai X (33,022) > X balita telah menerima imunisasi
tabel df 2 yaitu 5,991 atau dengan dasar lengkap balita masih
signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05) beresiko mengalami ISPA karena
sehingga menolak H0, yang disamping faktor penyebab ISPA
menunjukkan bahwa penambahan seperti bakteri, virus dan jamur.
variabel independen dapat ISPA juga dipengaruhi oleh bibit
memberikan pengaruh nyata penyakit, umur, jenis kelamin,
terhadap model, atau dengan kata pengetahuan, status gizi, berat
lain model dinyatakan FIT. bayi lahir, status ASI eksklusif, dan
Sehingga jawaban terhadap faktor lingkungan. Kejadian
hipotesis pengaruh simultan penyakit ISPA pada balita dapat
variabel independen terhadap juga diakibatkan karena
variabel dependen adalah pengetahuan ibu mengenai
menerima H1 dan menolak H0 penyakit, pencegahan penyakit
atau yang berarti ada pengaruh dan cara pemeliharaan kesehatan
signifikan secara simultan yang masih kurang.
Imunisasi dan Lingkungan
terhadap Kejadian ISPA oleh Hasil dari “variabel in the equation”
karena nilai Chi-Square sebesar dan dilihat nilai p. Didapatkan pada
0,000 di mana < Alpha 0,05 atau satus imunisasi nilai 0,000 < 0,25,
nilai Chi-Square Hitung 33,022 > yang berarti status imunisasi layak
Chi-Square tabel 5,991. masuk model multivariat. Pada
status lingkungan nilai 0,225 <
Hasil yang didapatkan bahwa nilai 0,25 yang berarti status lingkungan
Chi Square tabel untuk DF 1 layak masuk model multivariat.
(Jumlah variabel independen – 1)
pada taraf signifikansi 0,05 adalah Hasil penelitian yang
sebesar 3,841. Karena nilai Chi menggunakan analisis regresi
Square Hosmer and Lemeshow logistik dimana pada subvariabel
hitung 0,010 < Chi Square table status imunisasi dan lingkungan
3,841 atau nilai signifikansi rumah memiliki p < 0,05 yaitu
sebesar 0,010 (<0,05) sehingga 0,000 > 0,05. Hasil analisis
menolak H0, yang menunjukkan multivariat dapat disimpulkan
bahwa model dapat diterima dan bahwa variabel lingkungan rumah
pengujian hipotesis dapat dan imunisasi berhubungan
dilakukan sebab ada perbedaan dengan kejadian ISPA pada anak
signifikan antara model dengan usia 1-5 tahun di Puskesmas
nilai observasinya. Temindung.
Upaya untuk menurunkan resiko besar kematian ISPA berasal dari
penyakit ISPA perlu dilakukan, jenis ISPA yang berkembang dari
yaitu dengan pemberian Imunisasi penyakit yang dapat dicegah
dasar lengkap. Program dengan imunisasi seperti difteri,
pemerintah setiap balita harus pertusis, campak, maka
mendapatkan Lima Imunisasi peningkatan cakupan imunisasi
dasar Lengkap (LIL) yang akan berperan besar dalam upaya
mencakup 1 dosis BCG, 3 dosis pemberantasan ISPA. Untuk
DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis mengurangi faktor yang
Hepatitis B dan 1 dosis Campak. meningkatkan mortalitas ISPA,
Penyakit ISPA akan menyerang diupayakan imunisasi lengkap.
apabila kekebalan tubuh Bayi dan balita yang mempunyai
(immunitas) menurun. Bayi dan status imunisasi lengkap bila
anak di bawah lima tahun adalah menderita ISPA dapat diharapkan
kelompok yang memiliki sistem perkembangan penyakitnya tidak
kekebalan tubuh yang masih akan menjadi lebih berat. Cara
sangat rentan terhadap berbagai yang terbukti paling efektif saat ini
penyakit termasuk penyakit ISPA adalah dengan pemberian
baik golongan pneumonia ataupun imunisasi campak dan pertusis
golongan bukan pneumonia (DPT).
(Presylia, 2014).
Secara umum ada 3 (tiga) faktor
Imunisasi merupakan upaya yang risiko terjadinya ISPA yaitu faktor
dilakukan dengan sengaja lingkungan, faktor individu anak,
memberikan kekebalan (imunitas) serta faktor perilaku. Faktor
pada bayi atau anak sehingga lingkungan meliputi pencemaran
terhindar dari penyakit dengan udara dalam rumah, kondisi fisik
memasukan vaksin kedalam tubuh rumah, dan kepadatan hunian
agar tubuh membuat zat anti untuk rumah. Faktor individu anak
mencegah penyakit tertentu. meliputi umur anak, berat badan
Vaksin dimasukkan ke dalam lahir, status gizi, vitamin A, dan
tubuh melalui suntikan atau status imunisasi. Sedangkan faktor
diminum (oral). Setelah vaksin perilaku berhubungan dengan
masuk ke dalam tubuh, sistem pencegahan dan penanggulangan
pertahanan tubuh akan bereaksi penyakit ISPA pada bayi dan balita
membentuk antibodi. Antibodi dalam hal ini adalah praktek
selanjutnya akan membentuk penanganan ISPA di keluarga baik
imunitas terhadap jenis virus atau yang dilakukan oleh ibu ataupun
bakteri tersebut. anggota keluarga lainnya
(Departemen Kesehatan RI, 2011).
Menurut Agussalim (2012), bayi
dan balita yang pernah terserang Rumah merupakan salah satu
campak dan selamat akan kebutuhan pokok manusia selain
mendapat kekebalan alami sandang dan pangan, sehingga
terhadap pneumonia sebagai rumah harus sehat agar
komplikasi campak. Sebagian penghuninya dapat bekerja secara
produktif. Konstruksi rumah dan gizi, pemberian ASI, pemberian
lingkungan rumah yang tidak vitamin A, berat badan lahir rendah,
memenuhi syarat kesehatan polusi asap rokok, polusi asap
merupakan faktor risiko sebagai dapur, dan kepadatan hunian
sumber penularan berbagai namun pada penelitian ini tidak
penyakit, khususnya penyakit yang dapat meneliti faktor-faktor
berbasis lingkungan. tersebut.

Berdasarkan Survei Kesehatan UCAPAN TERIMAKASIH


Rumah Tangga (SKRT) yang Dalam penyusunan skripsi ini tidak
dilaksanakan tahun 1995 penyakit terlepas dari bantuan dan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut dukungan serta bimbingan dari
(ISPA) yang merupakan penyebab pihak, maka dalam kesempatan ini
kematian terbanyak kedua erat peneliti mengucapkan terimakasih
kaitannya dengan kondisi sanitasi kepada yang terhormat :
perumahan yang tidak sehat
(Soedjajadi Keman, 2005). 1. Bapak Prof. Dr. Bambang
Setiaji, selaku Rektor
Faktor lingkungan juga dapat Universitas Muhammadiyah
disebabkan dari pencemaran Kalimantan Timur Samarinda
udara dalam rumah seperti asap 2. Bapak dr. Daud Pongtuluran,
rokok. Kebiasaan kepala keluarga selaku kepala UPT.
yang merokok di dalam rumah Puskesmas Temindung yang
dapat berdampak negatif bagi telah memberikan izin dan
anggota keluarga khususnya balita. menyetujui melakukan
Salah satu prioritas masalah dalam penelitian ini.
16 indikator Perilaku Hidup Bersih 3. Bapak Ghozali, M. Hasyim, M.
dan Sehat adalah perilaku Kes selaku Dekan Fakultas
merokok. ILmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Kalimantan
Keterbatasan Penelitian Timur Samarinda
4. Ibu Ns. Dwi Rahma
Dalam pelaksanaan penelitian ini Fitriyani.,M.Kep selaku Ketua
peneliti merasakan ada beberapa Program Studi Profesi Ners
keterbatasan yang tentu saja akan Universitas Muhammadiyah
berpengaruh terhadap hasil dari Kalimantan Timur.
penelitian ini adapun keterbatasan 5. Bapak Faried Rahman H. S.
penelitian tersebut antara lain Kep. Ns. M. Kes, selaku
Koordinator Mata Ajar
Penelitian ini memiliki keterbatasan Penelitian.
yaitu berdasarkan teori kesehatan, 6. Ibu Dr.Hj. Nunung Herlina,
seseorang dapat terkena penyakit S.kep, M.pd selaku
ISPA tidak hanya dipengaruhi oleh pembimbing 1 dalam
kondisi lingkungan fisik rumah pembuatan skripsi ini.
namun juga dipengaruhi oleh 7. Bapak Ns. Maridi M Dirdjo, M.
faktor-faktor lain misalnya status Kep selaku penguji I yang
telah memberikan saran dan 5. Depkes RI. (2013).
masukkan dalam penyusunan Informasi Tentang ISPA pad
skripsi ini. a Balita. Jakarta : Pusat
8. Ibu Ns. Fatma Zulaikha, M. Penyuluhan Kesehatan
Kep, selaku penguji II yang Masyarakat.
telah memberikan saran dan 6. Darnen. (2012). Hubungan
masukkan dalam penyusunan Karakteristik Demografi Ibu
skrispi ini. dengan Status Imunisasi
9. Kepada Dosen - Dosen Campak Pada Balita di Jawa
Universitas Muhammadiyah Timur Tahun 2002 (analisis
Kalimantan Timur dan staf data survey cakupan PIN
yang telah banyak tahun 2002). Skripsi. Jakarta :
memberikan ilmu Program Sarjana Fakultas
pengetahuannya selama Kesehatan Masyarakat
dibangku kuliah. Universitas Indonesia.
10. Keluarga besar, Ayah, Ibu, 7. Eva Suprihatin. (2012).
kakak yang saya cintai serta Hubungan Faktor-Faktor
saya sayangi, yang telah Dengan Kejadian ISPA pada
banyak memberikan doa dan Balita Di Puskesmas X Kota
dukungan baik moril maupun Bandung. Bandung : Lembaga
materi. Penelitian & Pengabdian
11. Terima kasih kepada teman- Masyarakat (LPPM) BSI
teman S1 Keperawatan satu Bandung.
angkatan alih jenjang 2016 8. Hartono. (2012). Gangguan
atas kebersamaannya selama Pernafasan Pada Anak : ISPA.
ini. Yogjakarta : Nuha Medika.
9. Hastono. (2010). Statistik
Kesehatan. Jakarta : PT. Raja
DAFTAR PUSTAKA Grafindo Persada.
1. Alimul. (2013). Metode 10. Hidayat. (2010). Metode
Penelitian Keperawatan dan Penelitian Kesehatan
Teknik Analisis Data. Jakarta : Paradigma Kuantitatif. Jakarta :
Salemba Medika. Heath Books.
2. Ardinasari. (2015). Buku Pintar 11. IDAI. (2000). Teori Tumbuh
Mencegah & Mengobati dan Kembang Anak. Jakarta :
Penyakit Bayi & Anak.Jakarta : Salemba Medika.
Bestari Buana Murni. 12. Idwar. (2011). Faktor-Faktor
3. Arikunto. (2010). Prosedur yang Mempengaruhi
Penelitian Suatu Pendekatan Pemberian Imunisasi Pada
Praktik Edisi Revisi VI ed. Balita di Wilayah Puskesmas
Jakarta : PT.Rineka Cipta. Kasihan 1 Bantul Yogyakarta.
4. Aziz. (2015). Pengantar Ilmu Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta :
Kesehatan Anak Untuk Program Studi Ilmu
Pendidikan Kebidanan. Keperawatan Universitas
Jakarta : Salemba. Muhammadiyah Yogyakarta.
13. Lienda. (2009) . Hubungan Kesehatan Lingkungan FKM
Antara Pengetahuan dan UNAIR.
Sikap Ibu dengan 20. Nursalam. (2011). Konsep dan
Kelengkapan Imunisasi Dasar Penerapan Metodologi
di Wilayah Kerja Puskesmas Penelitian Ilmu Keperawatan
Kartasura Kabupaten Pedoman Skripsi, Tesis, dan
Sukoharjo. Skripsi. Surakarta : Instrumen Penelitian
Program Studi Kesehatan Keperawatan. Jakarta :
Masyarakat Universitas Salemba Medika.
Muhamnadiyah Surakarta. 21. Nursalam, (2015). Asuhan
14. Lisdianti. (2015). Hubungan Keperawatan Bayi dan Anak
Status Imunisasi Terhadap (Untuk Perawat dan Bidan).
Kejadian Ispa Pada Anak Usia Jakarta: Salemba Medika.
Balita Di Wilayah Kerja 22. Prabu. (2009). Faktor Resiko
Puskesmas Pasir Putih ISPA. Diperoleh dari:
Kabupaten Kotawaringin Timur. http://putraprabu.wordpress.co
Skripsi. Kalimantan Tengah : m/2009/01/8/faktorresikoISPAp
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan adaBalita. [diakses pada
Ngudi Waluyo Ungaran tanggal 26 April 2017].
Program Studi Keperawatan 23. Proverawati & Andhini. (2010).
15. Machfoedz. (2007). Metodologi Imunisasi dan Vaksinasi,
Penelitian Bidang Kesehatan, Yogyakarta : Nuha Offset.
Keperawatan dan Kebidanan. 24. Kemenkes RI. (2014). Profil
Yogyakarta : Fitramaya Kesehatan Indonesia tahun
16. Mundir. (2013). Metode 2014. Jakarta : Kemenkes RI.
Penelitian Kualitatif & 25. KemeKes RI, 2015. Buku
Kuantitatif. Jember : STAIN panduan pekan imunisasi 2015
Jember Press. final 10 april 2015. Jakarta :
17. Notoatmojo. (2010). Bakti Husada.
Metodologi Penelitian 26. Rahmawati. (2012). ISPA
Kesehatan, Jakarta : Rineka Panduan Bagi Tenaga
Cipta. Kesehatan dan Umum.
18. Notoatmodjo. (2013). Yogjakarta : Nuha Medika.
Imunisasi Pada Balita. Jakarta : 27. Reza. (2006). Faktor-Faktor
Rineka Cipta. yang Mempengaruhi
19. Nur Achmad Yusuf. (2015). Ketidakpatuhan Ibu terhadap
Hubungan Sanitasi Rumah Pelaksanaan Imunisasi pada
Secara Fisik, Pencemaran Balita di Desa Blumbang
Udara Dalam Rumah Dan Kecamatan Tawangmangu
Pejamu Dengan Kejadian Kabupaten Karanganyar.
Infeksi Saluran Pernafasan Skripsi. Surakarta : Fakultas
Akut (Ispa) Pada Balita Di Ilmu Kesehatan UMS.
Kelurahan Penjaringan Sari 28. Riyanto. (2011). Aplikasi
Kecamatan Rungkut Kota Metodologi Penelitian
Surabaya. Skripsi. Surabaya : Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika.
29. Santoso. (2015). Kesehatan Bidan dan Kader. Yogjakarta :
Lingkungan Pemukiman Nuha Medika.
Perkotaan. Yogjakarta : 39. Zaluchu. (2008). Metodologi
Gosyen Publishing. Penelitian Kesehatan.
30. Setianingrum. (2016). Bandung : Cita Pustaka Media.
Hubungan Sanitasi Rumah
Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita Di Kelurahan. Skripsi.
Surabaya : Fakultas
Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga.
31. Siahaan. (2011). Tata Ruang
Kantor, Lingkungan (Fisik)
Kantor.
http://ephastikoz.blogspot.com/
2010/05/tqta-ruang-kantordan-
lingkungan-fisik.html. diakses
pada tanggal 16 Mei 2017.
32. Slepin. (2006). Pengantar Imu
Keperawatan Anak. Jakarta :
Salemba Medika.
33. Smallcrab. (2014). Can
Breastfeeding Promote Child
Health Equity.
Http://Www.Smallcrab.Com/Ke
sehatan/Peran-Bidan-Dan-
Dukun-Bayi-Dalam-
Pelaksanaan-Kemitraan.
diakses pada tanggal 16 Mei
2017.
34. Soemirat, J. (2011). Kesehatan
Lingkungan. Revisi.
Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
35. Sugiyono. (2010). Statistika
untuk Penelitian, Bandung :
Alfabeta.
36. Sumantri. (2011). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Kencana.
37. Wiradharma, 2012. Konsep
Dasat Vaksin. Jakarta : CV
Sagung Seto.
38. Yuni & Rika. (2014). Panduan
Lengkap Posyandu Untuk

Anda mungkin juga menyukai