Anda di halaman 1dari 156

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN

INTERVENSI INOVASI PEMBERIAN POSISI PRONASI UNTUK


MENINGKATKAN SATURASI OKSIGEN DAN RESPIRATORY RATE
PADA BBLR YANG MENGGUNAKAN VENTILATOR DI RUANG NICU
RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2018

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DISUSUN OLEH :

Purwoningsih Wirahayu, S.Kep.

17111024120112

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2018
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN
INTERVENSI INOVASI PEMBERIAN POSISI PRONASI UNTUK
MENIINGKATKAN SATURASI OKSIGEN DAN RESPIRATORY RATE
PADA BBLR YANG MENGGUNAKAN VENTILATOR DI RUANG NICU
RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2018

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners Keperawatan

DISUSUN OLEH :

Purwoningsih Wirahayu, S.Kep.

17111024120112

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2018
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertandatangan di bawahini :

Nama : Purwoningsih Wirahayu, S.Kep

NIM : 17111024120112

Program Studi : Profesi Ners

Judul KIA-N : ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


DENGAN INTERVENSI INOVASI PEMBERIAN
POSISI PRONASI UNTUK MENINGKATKAN
SATURASI OKSIGEN DAN RESPIRATORY RATE
PADA BBLR DI RUANG NICU RSUD A.W
SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2018

Menyatakan bahwa karya ilmiah akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan orang lain yang saya
akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Samarinda, 16 Januari 2018

Purwoningsih Wirahayu,S.Kep
NIM 17111024120112
LEMBAR PERSETUJUAN

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN


INTERVENSI INOVASI PEMBERIAN POSISI PRONASI UNTUK
MENINGKATKAN SATURASI OKSIGEN DAN RESPIRATORY RATE
PADA BBLR YANG MENGGUNAKAN VENTILATOR DI RUANG NICU
RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDATAHUN 2018

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DISUSUN OLEH:

Purwoningsih Wirahayu, S.Kep.

17111024120112

Disetujui untuk diujikan


Pada tanggal, 16 Januari 2018
Pembimbing

Ns. Ni Wayan Wiwin A, S.Kep., MPd


NIDN : 1114128602

Mengetahui

Koordinator MK. Elektif

Ns. Siti Khoiroh Muflihatin.,M.Kep


NIDN : 1115017703
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATANDENGAN INTERVENSI


INOVASI PEMBERIAN POSISI PRONASI UNTUK MENINGKATKAN
SATURASI OKSIGEN DAN RESPIRATORY RATE PADA BBLR
YANG MENGGUNAKAN VENTILATOR DI RUANG NICU
RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDATAHUN 2018

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DISUSUN OLEH:
Purwoningsih Wirahayu, S.Kep.
17111024120112
DiseminarkandanDiujikan

Padatanggal, 16 Januari 2018

Penguji 1 Penguji 2 Penguji 3

Ns.HerlinaSusanti,S.Kep Ns.Fatma Zulaikha, M.Kep Ns.Ni Wayan W,S.Kep.,M.Pd

NIP :198306012010012021 NIDN :1101038301 NIDN :1114128602

Mengetahui,

Ketua

Program StudiIlmu Keperawatan

Ns.Dwi Rahmah Fitriyani, M.Kep


NIDN : 1119097601
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya saya dapat

menyelesaikan Karya Akhir Ilmiah Ners dengan judul“Analisis Praktik Klinik

Keperawatan Dengan Intervensi Inovasi Pemberian Posisi Pronasi Untuk

Meningkatkan Level Saturasi Oksigen dan Respiratory Rate Pada BBLR yang

Menggunakan Ventilator Di Ruang NICU RSUD A.W. Sjahranie Samarinda

Tahun 2018” dengan tepat waktu. Dalam penyusunan KIAN ini penulis banyak

mendapat bimbingan, arahan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Setiaji, M.S selaku Rektor Universitas

Muhamadiyah Kalimantan Timur yang telah memberikan kesempatan untuk

mengikuti pendidikan.

2. Bapak Dr.Muhammad Da’I, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.

3. Bapak Dr.Rahim Dinata, SpB selaku direktur RSUD AW Sjahranie

Samarinda

4. Ibu Ns Dwi Rahma Fitriyani, M.Kep, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan

Timur.

5. Ibu Ns.Siti Khoiroh Muflihatin, M.Kep, selaku koordinator Mata Kuliah

elektif.
6. Ibu Murti Handayani, SKM, Selaku kepala ruangan PICU/NICU RSUD AW

Sjahranie Samarinda.

7. Ns. Herlina Susanti, S.Kep Selaku Penguji l

8. Ibu Ns. Ni Wayan Wiwin, S.Kep,. M. Pd sebagai penguji II selaku

pembimbing yang telah membantu dalam pembuatan Karya Ilmiah Akhir

Ners.

9. Ibu Ns. Fatma Zulaikha, M. Kep selaku Penguji III.

10. Untuk suami tercinta, Bambang Andrianto yang selalu

memotivasi,mengorbankan banyak waktu, tenaga dan selalu memberikan

dukungannya

11. Anak-anak tercinta sebagai buah hati penyejuk mata, Haifa Mujahidah Aulia,

Faizah Nur Aqilah, Zahira Rahima Farhah (Alm), Rais Jawshan Wisan Geni,

Maliki Al Munawar dan Rahima Sadiqoh Nursy yang dari hamil sampai

melahirkan bersama ummi berjuang untuk program ners ini.

12. Teman-teman program Ners Fakultas Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Kalimantan Timur Samarinda yang telah sama-sama dan

memberi dukungan dalam penyusunan KIAN ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan KIAN ini masih banyak kekurangan

dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang sifatnya membangun.

Samarinda, 16 Januari 2018

Penulis
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN
INTERVENSI INOVASI PEMBERIAN POSISI PRONASI UNTUK
MENINGKATKAN SATURASI OKSIGEN DAN RESPIRATORY RATE
PADA BBLR YANG MENGGUNAKAN VENTILATOR DI RUANG NICU
RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2018

Purwoningsih Wirahayu1, Ni Wayan Wiwin A2

INTISARI

Ventilator digunakan pada bayi baru lahir yang mengalami gangguan pernafasan atau
pada BBLR yang nafasnya tidak adekuat di ruang Neonatus Intensive Care Unit (NICU).
Satu dari tindakan keperawatan yang terapeutik untuk menaikkan saturasi oksigen dan
respiratory rate adalah dengan posisi pronasi. Tindakan ini dipercaya dapat meningkatkan
komplain paru pada bayi BBLR. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
posisi pronasi terhadap peningkatan saturasi oksigen dan respiratory rate pada bayi
BBLR yang menggunakan ventilator di ruang NICU RSUD A.W. Sjahranie Samarinda.
Pengukuran saturasi oksigen dan respiratory rate dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian posisi pronasi. Hasil analisa setelah tiga hari kelolaan diperoleh adanya
perubahan yang signifikan yaitu saturasi semula 96% meningkat menjadi 100%, dan
respiratory rate yang semula 31 x/menit menjadi 48 x/menit. Hal ini menunjukkan bahwa
posisi pronasi efektif digunakan dalam meningkatkan saturasi oksigen dan respiratory
rate pada bayi BBLR yang menggunakan ventilator.

Kata kunci: pronasi, saturasi oksigen, respiratory rate


1
Mahasiswa Program StudiProfesiNers UMKT Samarinda
2
Dosen UMKT Samarinda
ANALYSIS OF NURSING CLINICAL PRACTICE BY INTERVENTION OF
INNOVATION USING PRONE POSITION TO OXYGEN SATURATIONS’
LEVELAND RESPIRATORY RATE AMONG INFANT BBLR WHO BEING
INSTALLED MECHANICAL VENTILATIONAT NICU
A.W. SJAHRANIE GENERAL HOSPITAL
SAMARINDA 2018

Purwoningsih Wirahayu1, Ni Wayan Wiwin A2

ABSTRACT

Mechanical ventilation is used toward newborn that has respiratory disorder in Neonatal Intensive
Care Unit (NICU).One of therapeutic intervention in order to level up the oxygen’s saturation and
respiratory rate is change the position into prone. This approach is believes as the most effective
way to improve lung complaint. The purpose of this study was to identified the effect of prone
position to oxygen saturations’ level and respiratory rate among infants BBLR who being installed
mechanical ventilation at NICU A.W. Sjahranie General Hospital Samarinda. Analysis of nursing
clinical practice by intervention using prone position to oxygen saturation’s level and respiratory
rate among infant BBLR who being installed mechanical ventilation with observed infant BBLR,
before and after prone position.The result showed significant before prone position oxygen
saturation 96% and respiratory rate 31 x/i, after prone position oxygen saturation 100% and
respiratory rate 48x/i. To be concluded, prone position can be applied to improves oxygen
saturation toward newborns that being installed by mechanic ventilation.

Keywords: prone position, oxygen saturation, respiratory rate


1
Students of UMKTSamarinda Course of study Nurse Profession
2
Lecturer of UMKTSamarinda
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

ABSTRAK .................................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR/SKEMA ..................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LatarBelakang ........................................................................................ 1

B. PerumusanMasalah ................................................................................ 5

C. TujuanPenelitian .................................................................................... 5

1. TujuanUmum .................................................................................. 5

2. TujuanKhusus ................................................................................. 5

D. ManfaatPenelitian .................................................................................. 6

1. Manfaat Teoritis ............................................................................ 6

2. Manfaat Praktis ............................................................................. 7


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori ........................................................................................ 9

1. Konsep Teori BBLR ..................................................................... 9

2. Konsep Teori Bayi/Neontus .......................................................... 14

3. Konsep Teori Posisi Pronasi ......................................................... 25

4. Konsep Teori Saturasi Oksigen .................................................... 26

5. Konsep Teori Respiratory Rate ..................................................... 35

6. Konsep Teori Ventilator ................................................................ 46

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Bayi ....................................... 52

1. Pengkajian ....................................................................................... 53

2 Analisa Data .................................................................................... 58

3. PerumusanMasalah ......................................................................... 58

4. Diagnosis Keperawatan ................................................................... 58

5. Intervensi Keperawatan ................................................................... 61

6. TindakanKeperawatan..................................................................... 71

7. EvaluasiKeperawatan ...................................................................... 72

8. Dokumentasi Keperawatan ............................................................ 73

C. Konsep Intervensi inovasi posisi pronasi untuk meningkatkan level

saturasi oksigen dan respiratory rate ..................................................... 75

D. Jurnal Terkait .......................................................................................... 77


BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

A. Pengkajian .............................................................................................. 80

1. IdentitasKlien .................................................................................. 80

2. IdentitasOrangtua ............................................................................ 80

3. KeluhanUtama................................................................................. 81

4. Data Khusus .................................................................................... 81

5. Secondary Survey .......................................................................... 81

6. PemeriksaanPenunjang ................................................................... 84

7. Terapi ............................................................................................ 85

8. Genogram ...................................................................................... 86

B. Analisa Data ........................................................................................... 87

C. DiagnosaKeperawatan............................................................................ 88

D. IntervensiKeperawatan ........................................................................... 89

E. ImplementasiKeperawatan ..................................................................... 94

F. EvaluasiKeperawatan ............................................................................. 98

G. Intervensi Inovasi ............................................................................... 106

BAB 4 ANALISA SITUASI

A. ProfilLahanPraktik ................................................................................. 107

B. AnalisaMasalahKeperawatandenganKonsepTerkait

DanKonsepKasusTerkait........................................................................ 108

C. Analisis Salah SatuIntervensidenganKonsep

DanPenelitianTerkait.............................................................................. 113
D. AlternatifPemecahan yang DapatDilakukan .......................................... 115

BAB 5 PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 118

B. Saran .................................................................................................. 119

1. Bagi Bidang Keperawatan............................................................... 119

2. Bagi Bidang Diklit ........................................................................ 119

3. Perawat .......................................................................................... 119

4. Orang Tua Pasien ........................................................................... 120

5. Institusi Pendidikan ........................................................................ 120

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... xvii

DAFTAR TABEL
Tabel2.1 Diagnosa Keperawatan NANDA NIC NOC ............................. 62

Tabel 2.2 Intervensi Inovasi ................................................................... 71

Tabel 3.1 HasilPemeriksaanLaboratorium ............................................... 84

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ........................................... 84

Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ........................................... 85

Tabel 3.4 Analisa Data ............................................................................. 87

Tabel 3.5 IntervensiKeperawatan ............................................................. 89

Tabel 3.6 ImplementasiKeperawatan ....................................................... 94

Tabel 3.7 Evaluasi Keperawatan .............................................................. 98

Tabel 3.8 Intervensi Inovasi .................................................................... 107

Tabel 4.1 Tabel Observasi Intervensi Inovasi ......................................... 114

DAFTAR GAMBAR/SKEMA

Gambar 2.1 Neonatus .............................................................................. 24


Gambar 2.2 BBLR dengan Posisi pronasi ............................................. 25

Gambar 2.3 Alat Saturasi Oksigen .......................................................... 29

Gambar 2.4 Ventilator ............................................................................. 47

Gambar 3.1 Genogram ............................................................................. 86

Gambar 4.1 RSUD AW Sjahranie Samarinda .......................................... 108

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Observasi intervensi inovasi ............................... xii

Lampiran 2 Lembar Konsultasi ............................................................ xiii


Lampiran 3 StandarProsedurOperasional Posisi Pronasi ........................ xiv

Lampiran 4 BiodataPenulis ..................................................................... xvi


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelahiran bayi dalam keluarga adalah sangat diharapkan, hanya saja

terdapat beberapa bayi yang terlahir dengan masalah kesehataan yang salah

satunya memiliki masalah pernafasan. Masalah ini menyumbangkan angka

morbiditas dan mortalitas neonatus. Menurut WHO, BBLR merupakan

masalah yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas neonatus,

diperkirakan insidensinya 4-9 juta kasus dari 130 juta kelahiran. Data terakhir

menurut Rikerdas 2007, AKB di Indonesia sebesar 34 kematian per 1000

kelahiran hidup.

Sebagian besar kematian anak di Indonesia saat ini terjadi pada masa

baru lahir (neonatal) di bulan pertama kehidupan. Berdasarkan data SDKI

(2012), AKN diestimasikan sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup, 15 per

1.000 dari usia 2 hingga 11 bulan dan 10 per 1.000 dari usia satu sampai lima

tahun. Kematian neonatal disebabkan oleh prematur dan BBLR, asfiksia,

kelainan kongenital, tetanus neonatorum dan lain-lain (Profil Kesehatan,

2012). Sampai bulan Oktober tahun 2016, hasil riset Badan Pusat Statistik

(BPS) mencatat bahwa angka kematian bayi (AKB) mencapai 25,5. Artinya,

ada sekitar 25,5 kematian setiap 1.000 bayi yang lahir (BPS, 2016).

Data di atas menggambarkan angka kematian bayi tetap menjadi

masalah serius di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai

intervensi keperawatan terhadap penyebab kematian bayi sebagai upaya


mempercepat penurunan AKB di Indonesia. Pengembangan intevensi

keperawatan dalam mengurangi angka kematian dan kesakitan bayi dengan

BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) ini terus dikembangkan antara lain

dengan menggunakan mesin ventilator dan mobilisasi sebagai salah satu

usaha mempercepat penyembuhan sehingga terhindar dari komplikasi akibat

perawatan atau posisi tubuh yang statis atau telentang saja (Patricia, 2008).

Klien yang imobilisasi memiliki resiko berkembangnya komplikasi

pulmonari. Komplikasi pernafasan yang paling sering adalah atelektasis

(kolapsnya alssveoli) dan pneumonia hipostatik (inflamasi pada paru akibat

statis atau bertumpuknya sekret (Potter & Perry, 2009). Pada pelaksanaanya

tidak semua pasien dilakukan mobilisasi untuk mencegah komplikasi. Salah

satu cara untuk mencegah komplikasi adalah menempatkan pasien pada

posisi pronasi (Heimann, 2010).

Posisi pronasi adalah posisi yang memungkinkan neonatus

mendapatkan oksigenasi yang lebih adekuat dan memfasilitasi tidur yang

tenang, jarang menangis, dan pernapasan lebih teratur. Posisi ini juga dapat

mengurangi residu lambung yang dapat menyebabkan apnea, aspirasi

pneumonia, dan penyakit paru-paru kronis, juga merupakan posisi yang paling

cepat dalam mengosongkan lambung (Victor, 2011).Menurut Heimler et al,

(2010) yang dikutib dari Heimann (2010), meneliti bahwa lebih sering terjadi

serangan apnea pada posisi supinasi dibandingkan dengan posisi pronasi.

Neonatus yang mengalami hipoksemia membutuhkan pamantauan gas

darah arteri secara periodik untuk mendeteksi hipoksemia secara berkala dan

menentukan pemberian terapi O2. Dalam memberikan dugaan klinis, tidak


ada cara yang reliabel untuk menguji kecukupan oksigenisasi tanpa

mengukur oksigen darah. Penilaian sianosis sangat tergantung pada

pigmentasi kulit, adanya cahaya atau lampu dan variasi antar pengamat, juga

tidak munculnya gambaran sianotik terjadi sebelum kadar Hb 5mg di kapiler

kulit. Kondisi ini memerlukan pengukuran O2 dan saturasi oksigen secara

kontinyu untuk monitoring terjadinya hipoksemia. Untuk mengidentifikasi

dan mendiagnosis terjadinya hipoksemia diperlukan pemeriksaan Analisa

Gas Darah (AGD) yang merupakan baku emas dalam menentukan

hipoksemia. Keuntungan pemeriksaan AGD adalah bisa mengukur pH darah

arteri, PCO2, PaO2, SaO2, dan keseimbangan asam basa dengan tingkat

keakuratan tinggi sehingga AGD dapat dipakai sebagai Gold Standard.

Pemeriksaan AGD merupakan tindakan invasif yang akan menimbulkan rasa

nyeri dan biaya pemeriksaan juga relatif mahal serta bersifat

berkesinambungan juga memerlukan tehnik khusus ( Effendy, 2009 )

Pulse Oximetry (SpO2) adalah cara non invasif untuk mengukur

saturasi oksigen yang relatif tidak mahal, tidak menimbulkan rasa nyeri,

dapat diukur secara berkesinambungan. ASA (American Society of

Anesthesiologist) tahun 2005 menuliskan bahwa sejak pulse oximetry

diadopsi ASA tahun 1990 sebagai standar perawatan karena logis

diindikasikan dan alat ini berguna dalam mengurangi insiden cedera kepala,

henti jantung, dan kematian (Effendy, 2009). SpO2 digunakan hampir secara

umum dalam manajemen pasien yang dirawat di ICU, NICU, PICU, ruang

operasi. Pemantaun saturasi oksigen arteri (SaO2) secara berkesinambungan

sangat dibutuhkan oleh pasien di ruang rawat khusus dan SaO2 90%
merupakan target untuk oksigenasi pasien dengan kondisi kritis. Pulse

Oximetry (SpO2) dapat mendeteksi adanya sianosis yang lebih realiabel

dibanding penilaian dokter terhadap klinis pasienpenggunaan SpO2

mengurangi frekuensi pengambilan darah arteri untuk AGD di ruang rawat

khusus terutama AGD bersifat invasif (Effendy, 2009). Setelah pengambilan

AGD pasien dinilai apakah perlu menggunakan mesin ventilator atau tidak.

Ventilasi Mekanik Ventilator adalah merupakan suatu alat bantu

mekanik yang berfungsi bermanfaat dan bertujuan untuk memberikan

bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada

paru-paru melalui jalan nafas buatan juga merupakan mesin bantu nafas yang

digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk

meningkatkan oksigenasi.

Pada studi pendahuluan yang dilakukan di ruang NICU RSUD AW

Sahranie Samarinda, pada bulan Juli sampai dengan Desember 2017 pasien

seluruhnya di ruang NICU RSUD AW Sjahranie Samarinda ada 105 pasien,

dan pasien BBLR dengan jumlah 40 pasien dan rerata pasien yang dirawat di

ruang bayi menjalani perawatan dengan hari rawat lebih dari lima hari untuk

kemudian dilihat kondisinya apakah membaik sehingga akan dilakukan

pemindahan di ruang bayi atau harus terus dirawat secara intensif

dikarenakan kondisinya yang masih tidak stabil. Untuk itu perawatan pasien

dengan posisi pronasi dapat meningkatkan level saturasi oksigen dan

respiratory rate pada bayi BBLR yang menggunakan ventilator.

Berdasarkan manfaat dan efek dari posisi pronasi peneliti tertarik

untuk menulis Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) dengan judul “Analisis
Praktek Klinik Keperawatan Dengan Intervensi Inovasi Pemberian Posisi

Pronasi Untuk Meningkatkan Level Saturasi Oksigen dan Respiratory Rate

pada bayi BBLR yang Menggunakan Mesin VentilatorDi Ruang NICU

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini

adalah “Bagaimana Analisis Praktik Klinik Keperawatan Dengan Intervensi

Inovasi Pemberian Posisi Pronasi Untuk Meningkatkan Level Saturasi

Oksigen dan respiratory rate pada bayi BBLR yang Menggunakan Mesin

Ventilator di ruang NICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun

2018 ?”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk

melakukan analisa terhadap kasus kelolaan pada pasien dengan posisi

pronasi untuk menaikan level saturasi oksigen dan respiratory rate pada

bayi BBLR yang menggunakan mesin ventilator di ruang NICU RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisa kasus kelolaan pada bayi dengan diagnosa medisBBLR

di ruang NICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.


b. Menganalisa intervensi pemberian posisi pronasi untuk meningkatkan

levelsaturasi oksigen dan respiratory ratedi ruang NICU RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Penulis

Hasil penulisan ini dapat berguna bagi penulis, sehingga penulis dapat

menganalisis efek posisi pronasi pada bayiBBLR dengan

menggunaan mesin ventilator untuk meningkatkansaturasi oksigen

dan respiratory rate di Ruang NICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda.

b. Bagi Pengetahuan

Hasil penulisan ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan menjadi

acuan serta gambaran bagi penulis lain dalam melanjutkan penulisan

dan penelitian.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi Rumah Sakit

Memberikan bahan masukan bagi tenaga kesehatan dalam

memberikan informasi kesehatan kepada pasien BBLR yang

menggunakan mesin ventilator untuk meningkatkan level saturasi

oksigen dan respiratoryrate akan manfaat dan efek dari posisi pronasi.
b. Bagi Pelayanan Keperawatan

1) Memberikan informasi bagi perawat khususnya Ners dalam

melakukan proses keperawatan pada pasien BBLR yang

menggunakan mesin ventilator untuk meningkatkan level saturasi

oksigen dan respiratory rate akan manfaat dan efek dari posisi

pronasi.

2) Menambah pengetahuan perawat dalam menerapkan riset-riset

keperawatan (EBNP) untuk memberikan proses keperawatan

yang lebih berkualitas terhadap pasien dengan BBLR dengan hari

rawat yang beresiko lama.

3) Memberikan masukan dan contoh (role model) dalam melakukan

inovasi keperawatan untuk menjamin kualitas asuhan

keperawatan yang baik dan memberikan pelayanan kesehatan

yang lebih baik pada perawatan pasien dengan BBLR

4) Memberikan rujukan bagi bidang diklat keperawatan dalam

mengembangkan kebijakan pengembangan kompetensi perawat.

c. Manfaat bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan

1) Memperkuat dukungan dalam menerapkan model konseptual

keperawatan, memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan,

menambah wawasan dan pengetahuan bagi perawat ners dalam

memberikan asuhan keperawatan.

2) Memberikan rujukan bagi institusi pendidikan dalam

melaksanakan proses pembelajaran tentang asuhan keperawatan.


3) Memberikan rujukan bagi institusi pendidikan dalam

melaksanakan proses pembelajaran dengan melakukan intervensi

berdasarkan penelitian terkini

d. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar dan bahan pustaka

tentang tindakan keperawatan berupa efek posisi pronasi untuk

meningkatkan level saturasi oksigen dan respiratory rate pada

bayiBBLR yang menggunakan mesin ventilator di ruang NICU

RSUD AW Sjahranie Samarinda.

e. Bagi Pasien dan Keluarga

Hasil penulisan ini dapat memberikan informasi kepada pasien dan

keluarga sehingga diharapkapkan pasien dengan BBLR dengan hari

rawat yang lama dapat lebih memiliki pertahanan terhadap

pencegahan dan penurunan terhadap level saturasi oksigen dan

respiratory rate.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Konsep Teori BBLR

a. Pengertian BBLR

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah merupakan salah satu

indikator kesehatan bayi baru lahir. Bayi berat lahir rendah (BBLR)

ialah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram tanpa

memandang umur kehamilan (Latief et al., 2007 ; Damanik, 2010). Bayi

Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang berat lahir kurang dari

2500 gram tanpa memandang usia kehamilan atau usia gestasi (Wong,

2009). Bayi Berat Lahir Rendah sering mengalami berbagai masalah

sebagai akibat karakteristik organ tubuh yang belum matang.

Klasifikasi Bayi berat lahir kuang dari 2500 gram diklasifikasikan

menjadi:

a. BBLR yaitu, berat lebih dari 1500 gram sampai dengan kurang dari

2500 gram.

b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight

(VLBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari

1500 gram.

c. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) atau extremely

lowbirth weight (ELBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan

lahir kurang dari 1000 gram (Proverawati, 2010).


b. Etiologi BBLR

1. Faktor ibu

1) Penyakit

Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya

toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, pre eklampsia,

eklampsia, hipoksia ibu, trauma fisis dan psikologis. Penyakit lainnya

ialah nefritis akut, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus,

hemoglobinopati, penyakit paru kronik,infeksi akut atau tindakan

operatif (Suwoyo et al., 2011).

2) Gizi ibu hamil

Keadaan gizi ibu hamil sebelum hamil sangat berpengaruh pada berat

badan bayi yang dilahirkan. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat

mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan

keguguran, abortus, bayi lahir mati, cacat bawaan, anemia pada bayi,

mati dalam kandungan dan lahir dengan BBLR. Oleh karena itu,

supaya dapat melahirkan bayi yang normal, ibu perlu mendapatkan

asupan gizi yang cukup (Latief et al., 2007).

3) Anemia

Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) dalamdarah

kurang dari 12 gram %. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah

kondisi ibu dengan kadar 10 Hb dibawah 11 gram % pada trimester I

dan III atau kadar Hb kurang 10,5 gram % pada trimester II (Latief et

al., 2007). Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai

mengingat anemia dapat meningkatkan resiko kematian ibu, BBLR


dan angka kematian bayi. Anemia dalam kehamilan disebabkan

kekurangan zat besi yang dapat menimbulkan gangguan atau

hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.

Hal ini dapat meningkatkan resiko morbiditas dan mortilitas ibu dan

bayi. Kemungkinan melahirkan BBLR juga lebih besar (Arista,

2012).

4) Keadaan sosial-ekonomi

Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian

tertinggi terdapat pada golongan sosial-ekonomi yang rendah. Hal ini

disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan

antenatal yang kurang (Proverawati, 2010).

2. Faktor janin

1) Hidroamnion

Hidroamnion adalah cairan amnion yang lebih dari 2000 ml. Pada

sebagian besar kasus, yang terjadi adalah hidroamnion kronik yaitu

peningkatan cairan berlebihan secara bertahap. Pada hidroamnion

akut, uterus mengalami peregangan yang jelas dalam beberapa hari.

Hidroamnion dapat menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28

minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan dapat

meningkatkan kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

(Chandra, 2011).

2) Kehamilan ganda/kembar

Kehamilan ganda dapat didefinisikan sebagai suatu kehamilan dimana

terdapat dua atau lebih embrio atau janin sekaligus. Kehamilan ganda
dibagi menjadi dua yaitu, kehamilan dizigotik dan monozigotik.

Kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum dilepaskan dan

dibuahi atau apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara dini

hingga membentuk dua embrio yang sama. Kehamilan ganda dapat

memberikan resiko yang tinggi terhadap ibu dan janin. Oleh karena

itu, harus dilakukan perawatan antenatal yang intensif untuk

menghadapi kehamilan ganda (Mandriwati, 2008).

3) Infeksi kandungan (toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes,

sifillis, TORCH ) (Suwoyo et al., 2011).

c. Komplikasi BBLR

Berikut ini adalah beberapa penyakit yang ada hubungannya dengan Bayi

Berat Lahir Rendah (BBLR)(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010)):

1). Sindrom pernafasan idiopatik.

Disebut juga Hyaline Membrane Disease yaitu kesukaran bernafas pada

bayi karena pada stadium terakhir akan terbentuk membran hialin yang

melapisi alveolus paru.

2) Pneumonia

Pneumonia aspirasi Sering ditemukan pada Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR) karena refleks menelan dan batuk belum sempurna.

3) Perdarahan intraventrikular

Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral biasanya disebabkan oleh

anoksia otak. Biasanya terjadi bersamaan dengan pembentukan

membran hialin pada paru.


4) Fibroplasia retrolental

Penyakit ini terutama ditemukan pada BBLR dan disebabkan oleh

gangguan oksigen yang berlebihan. Dengan menggunakan oksigen

dalam konsentrasi tinggi, akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah

retina. Kemudian setelah bayi bernafas dengan udara biasa, pembuluh

darah ini akan mengalami vasodilatasi yang selanjutnya akan

mengalami proliferasi pembuluh darah baru secara tidak teratur

(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004). Kelainan ini biasanya terlihat

pada bayi yang berat badannya kurang dari 2 kg dan telah mendapat

oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu pengunaan oksigen lebih dari

40%. Stadium akut penyakit ini dapat terlihat pada umur 3-6 minggu

dalam bentuk dilatasi arteri dan vena retina. Kemudian diikuti oleh

pertumbuhan kapiler baru secara tidak teratur pada ujung vena.

Kumpulan pembuluh darah baru ini tumbuh ke arah korpus vitreum

dan lensa. Selanjutnya akan terjadi edema pada retina dan retina dapat

terlepas dari dasarnya dan keadaan ini merupakan keadaan yang

ireversibel. Pada stadium akhir akan terdapat masa retrolental yang

terdiri dari jaringan ikat. Keadaan ini dapat terjadi bilateral dengan

mikroftalmus, kamar depan yang menyempit, pupil mengecil dan

tidak teratur serta visus menghilang (Ikatan Dokter Anak Indonesia,

2010).

5) Hiperbilirubinemia

Bayi berat lahir rendah lebih sering mengalami hiperbilirubinemia

dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan faktor


kematangan hepar sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi

bilirubin direk belum sempurna (Ikatan Dokter Anak Indonesia,

2010).

2. Konsep Bayi/Neonatus

a. Pengertian Bayi

Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan

pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan

dalam kebutuhan zat gizi (Wong, 2009 dalam Adriana, 2011).

a) Reflek Bayi Baru Lahir

1). Refleks menghisap (suckling reflex)

Bayi akan melakukan gerakan menghisap ketika anda

menyentuhkan puting susu ke ujung mulut bayi. Refleks

menghisap terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis

menghisap benda yang ditempatkan di mulut mereka. Refelks

menghisap memudahkan bayi yang baru lahir untuk memperoleh

makanan sebelum mereka mengasosiasikan puting susu dengan

makanan. Menghisap adalah refleks yang sangat penting pada bayi.

Refleks ini merupakan rute bayi menuju pengenalan akan

makanan. Kemampuan menghisap bayi yang baru lahir

berbeda-beda. Sebagian bayi yang baru lahir menghisap dengan

efisien untuk memperolehsusu.

2). Refleks Menggenggam (palmar grasp reflex)

Grasping Reflex adalah refleks gerakan jari - jari tangan mencengkram

benda-benda yang disentuhkan ke bayi, indikasi syaraf


berkembang normal hilang setelah 3 - 4 bulan Bayi akan otomatis

menggenggam jari ketika Anda menyodorkan jari telunjuk

kepadanya. Reflek menggenggam terjadi ketika sesuatu

menyentuh telapak tangan bayi. Bayi akan merespons dengan cara

menggenggamnya kuat kuat.

3). Refleks mencari (rooting reflex)

Akan terjadi peningkatan kekuatan otot (tonus) pada lengan dan

tungkai sisi ketika bayi Anda menoleh ke salah satu sisi.

4). Refleks mencari (rooting reflex)

Rooting reflex terjadi ketika pipi bayi diusap (dibelai) atau di sentuh bagian

pinggir mulutnya. Sebagai respons, bayi itu memalingkan

kepalanya ke arah benda yang menyentuhnya, dalam upaya

menemukan sesuatu yang dapat dihisap. Refleks menghisap dan

mencari menghilang setelah bayi berusia sekitar 3 hingga 4

bulan.Refleks digantikan dengan makan secara sukarela. Refleks

menghisap dan mencari adalah upaya untuk mempertahankan

hidup bagi bayi mamalia atau binatang menyusui yang baru lahir,

karena dengan begitu dia begitu dia dapat menentukan susu ibu

untuk meperoleh makanan.

5). Refleks Moro (moro refleks)

Refleks Moro adalah suatu respon tiba tiba pada bayi yang baru lahir yang

terjadi akibat suara atau gerakan yang mengejutkan.

6). Babinski Reflex

Refleks primitif pada bayi berupa gerakan jari - jari mencengkram


ketika bagian bawah kaki diusap, indikasi syaraf berkembang

dengan normal. Hilang di usia 4 bulan.

7). Swallowing Reflex

Adalah refleks gerakan menelan benda - benda yang didekatkan

kemulut, memungkinkan bayi memasukkan makanan ada secara

permainan tapi berubah sesuai pengalaman.

8). Breathing Reflex

Refleks gerakan seperti menghirup dan menghembuskan nafas secara

berulang - ulang , fungsi : menyediakan O2 dan membuang CO2,

permanen dalam kehidupan

9). Eyeblink Reflex

Refleks gerakan seperti menutup dan mengejapkan mata - fungsi :

melindungi mata dari cahaya dan benda - benda asing - permanen

dalam kehidupan jika bayi terkena sinar atau hembusan angin,

matanya akan menutup atau dia akan mengerjapkan matanya.

10). Puppilary Reflex

Refleks gerakan menyempitkan pupil mata terhadap cahaya terang,

membesarkan pupil mata terhadap terhadap lingkungan gelap. -

fungsi : melindungi dari cahaya terang, menyesuaikan terhadap

suasana gelap.

11). Refleks Tonic Neck

Disebut juga posisi menengadah, muncul pada usia satu bulan dan

akan menghilang pada sekitar usia 5 bulan. Saat kepala bayi

digerakkan kesamping, lengan pada sisi tersebut akan lurus dan


lengan yang berlawanan akan menekuk (kadang - kadang

pergerakan akan sangat halus atau lemah). Jika bayi baru lahir tidak

mampu untuk melakukan posisi ini atau jika reflek ini terus

menetap hingga lewat usia 6 bulan, bayi dimungkinkan mengalami

gangguan pada neuron motorik atas. Berdasarkan penelitian,

refleks tonick neck merupakan suatu tanda awal koordinasi mata

dan kepala bayi yang akan menyediakan bayi untuk mencapai

gerak sadar.

12). Reflek Tonic labyrinthine / labirin.

Pada posisi telentang, reflex ini dapat diamati dengan mengangkat

bayi beberapa saat lalu dilepaskan. Tungkai yang diangkat akan

bertahan sesaat kemudian jatuh.

13). Refleks Merangkak (crawling)

Jika ibu atau seseorang menelungkupkan bayi baru lahir, ia

membentuk posisi merangkak karena saat di dalam rahim kakinya

tertekuk kearah tubuhnya.

14). Refleks Berjalan dan melangkah (stepping)

Jika ibu atau seseorang menggendong bayi dengan posisi berdiri dan telapak

kakinya menyentuh permukaan yang keras, ibu atau orang tersebut

akan melihat refleks berjalan, yaitu gerakan kaki seperti melangkah

ke depan. Jika tulang keringnya menyentuh sesuatu, ia akan

mengangkat kakinya seperti akan melangkahi benda tersebut.

Refleks berjalan ini akan dan berbeda dengan gerakkan berjalan

normal, yang ia kuasai beberapa bulan berikutnya. Menurun


setelah 1 minggu dan akan lenyap sekitar 2 bulan.

15). Refleks Yawning

Yakni refleks seperti menjerit kalau ia merasa lapar dan

berlangsung hingga sekitar satu tahun kelahiran. Refleks plantar ini

dapat periksa dengan menggosokkan sesuatu di telapak kakinya,

maka jari - jari kakinya akan melekuk secara erat.

16). Refleks Swimming

Reflek ini ditunjukkan pada saat bayi diletakkan di kolam berisi air, ia akan

mulai mengayuh dan menendang seperti gerakan berenang.

Refleks ini akan menghilang pada usia empat sampai enam bulan.

Refleks ini berfungsi untuk membantu bayi bertahan jika ia

tenggelam. Meskipun bayi akan mulai mengayuh dan menendang

seperti berenang, namun meletakkan bayi di air sangat beresiko.

Bayi akan menelan banyak air pada air saat itu (Adriana, 2011).

b. Tumbuh Kembang Bayi

1). Perkembangan Kognitif

Fase Sensorimotor (Piaget)

Selama fase sensorimotor bayi, terdapat tiga peristiwa yang terjadi

selama fase ini yang melibatkan antara lain

a) Perpisahan yaitu bayi belajar memisahkan dirinya sendiri dari benda

lain di dalam lingkungan,

b) penerimaan konsep keberadaan objek atau penyadaran bahwa benda

yang tidak lagi ada dalam area penglihatan sesungguhnya masih ada.

Misalnya ketika bayi mampu mendapatkan benda yang


diperhatikannya telah disembunyikan di bawah bantal atau di

belakang kursi,

c) kemampuan untuk menggunakan simbol dan representasi mental

(Adriana, 2011).

Pada fase sensorimotor terdiri atas 4 tahap yaitu: Tahap pertama,dari

lahir sampai 1 bulan diidentifikasi dengan penggunaan refleks bayi. Pada

saat lahir, individualitas dan temperamen bayi diekspresikan dengan

refleks fisiologis menghisap, rooting, menggenggam dan

menangis.Tahap Kedua, reaksi sirkulasi primer. Menandai permulaan

penggantian perilaku refleksif dengan tindakan volunteer. Selama

periode 1 – 4 bulan, aktifitas seperti menghisap dan menggenggam

menjadi tindakan yang sadar yang menimbulkan respon tertentu.

Permulaan akomodasi tampak jelas. Bayi menerima dan mengadaptasi

reaksi mereka terhadap lingkungan dan mengenai stimulus yang

menghasilkan respon. Sebelumnya bayi akan menangis sampai puting

dimasukkan ke dalam mulut, sekarang mereka menghubungkan puting

dengan suara orang tua (Adriana, 2011).

Tahap Ketiga, reaksi sirkular sekunder adalah lanjutan dari reaksi

sirkulasi primer dan berlangsung sampai usia bulan. Dari menggenggam

dan memegang sekarang menjadi mengguncang dan menarik.

Mengguncang digunakan untuk mendengar suara, tidak hanya sekedar

kepuasan saja. Terjadi 3 proses perilaku pada bayi yaitu imitasi, bermain

dan afek yaitu manifestasi emosi atau perasaan yang dikeluarkan.


Selama 6 bulan bayi percaya bahwa benda hanya ada selama mereka

dapat melihatnya secara visual (Adriana, 2011).

Keberadaan objek adalah komponen kritis dari kekuatan hubungan

orang tua dan anak, terlihat dalam pembentukan ansietas terhadap orang

asing pada usia 6 – 8 bulan. Tahap Keempat, koordinasi skema kedua

dan penerapannya ke situasi baru. Bayi menggunakan pencapaian

perilaku sebelumnya terutama sebagai dasar untuk menambah

keterampilan intelektual dan keterampilan motorik sehingga

memungkinkan eksplorasi lingkungan yang lebih besar (Adriana, 2011).

2). Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik pada bayi dikategorikan dalam beberapa usia

antara lain yaitu dimana Usia 4 bulan, bayi mulai mengences, refleks

Moro, leher tonik dan rooting sudah hilang. Usia 5 bulan, adanya tanda

pertumbuhan gigi, begitu juga dengan berat badan menjadi dua kali lipat

dari berat badan lahir. Usia 6 bulan, kecepatan pertumbuhan mulai

menurun, terjadi pertambahan berat badan 90 – 150 mg perminggu

selama enam bulan kemudian, pertambahan tinggi badan 1,25 cm per

bulan selama enam bulan kemudian, mulai tumbuh gigi dengan

munculnya dua gigi seri di sentral bawah serta bayi mulai dapat

mengunyah dan menggigit. Di Usia 7 bulan, mulai tumbuh gigi seri di

sentral atas serta memperlihatkan pola teratur dalam pola eliminasi urine

dan feces di Usia 8 bulan (Wong, 2008).

3). Perkembangan Motorik


Perkembangan motorik bayi dibedakan menjadi 2 bagian yaitu

motorik kasar dan motorik halus. Dimana motorik kasar terdiri dari,

kepala tidak terjuntai ketika ditarik keposisi duduk dan dapat

menyeimbangkan kepala dengan baik, punggung kurang membulat,

lengkung hanya di daerah lumbal, mampu duduk tegak bila ditegakkan,

mampu menaikan kepala dan dada dari permukaan sampai sudut 90

derajat, melakukan posisi simetris yang dominan seperti berguling dari

posisi telentang ke miring. Begitu juga ketika duduk bayi mampu

mempertahankan kepala tetap tegak dan kuat, duduk dengan lebih lama

ketika punggung disangga dengan baik. Ketika posisi prone, bayi

mengambil posisi simetris dengan lengan ekstensi, berguling dari posisi

telungkup ke telentang, dapat mengangkat dada dan abdomen atas dari

permukaan serta menahan berat badan pada satu tangan. Selain itu ketika

supine, bayi memasukkan kakinya ke mulut dan bayi mengangkat kepala

dari permukaan secara spontan. Duduk di kursi tinggi dengan punggung

lurus, ketika dipegang dalam posisi berdiri bayi menahan hampir semua

berat badannya dan tidak lagi memperhatikan tangannya (Adriana,

2011).

Duduk condong ke depan pada kedua tangan, ketika dipegang pada

posisi berdiri, bayi berusaha melonjak dengan aktif. Di usia 8 bulan bayi

duduk mantap tanpa ditopang dan menahan berat badan pada kedus

tungkai serta menyesuaikan postur tubuh untuk mencapai seluruh benda.

Motorik halus bayi meliputi menginspeksi dan memainkan tangan,

menarik pakaian dan selimut ke wajah untuk bermain, mencoba meraih


benda dengan tangan namun terlalu jauh, bermain dengan kerincingan

dan jari kaki, dapat membawa benda kemulut. Bayi mampu

menggenggam benda dengan telapak tangan secara sadar, memegangi

satu kubus sambil memperhatikan kubus lainnya. Meraih kembali benda

yang terjatuh, menggenggam kaki dan menariknya ke mulut,

memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya, memegang dua

kubus lebih lama dan membantingnya ke atas meja (Adriana, 2011).

Di usia 8 bulan bayi sudah melakukan genggaman dengan cubitan

menggunakan jari telunjuk, jari ke empat dan kelima, mempertahankan

dua kubus dengan memperhatikan kubus ketiga, membawa benda

dengan menarik pada tali dan berusaha untuk tetap meraih mainan yang

diluar jangkauan (Wong, 2008).

4). Perkembangan Bahasa

Komunikasi verbal bermakna bayi pertama kali adalah menangis, untuk

mengekspresikan ketidaksenangannya, mengeluarkan suara yang parau,

kecil dan nyaman selama pemberian makan, berteriak kuat untuk

memperlihatkan kesenangan, “berbicara” cukup banyak ketika di ajak

bicara, jarang menangis selama periode terjaga, berteriak mengeluarkan

suara mendekut dan bercampur huruf konsonan dan tertawa keras, mulai

menirukan suara, menggumam menyerupai ucapan satu suku kata,

vokalisasi kepada maianan dan bayangan di cermin, menikmati

mendengarkan suaranya sendiri (Adriana, 2011) .

Menghasilkan suara vocal dan merangkai suku kata, berbicara ketika

orang lain berbicara, mendengarkan secara selektif kata – kata yang


dikenal, mengucapkan tanda penekanan dan emosi serta menggabungkan

suku kata seperti dada, namun tidak ada maksud di dalamnya (Adriana,

2011).

5). Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial bayi pada awalnya dipengaruhi oleh refleksinya,

seperti menggenggam dan pada akhirnya bergantung terutama pada

interaksi antara mereka dengan pemberian asuhan utama. Kelekatan

kepada orang tua. Kelekatan orang tua dan anak yang dimulai sebelum

kelahiran, sangat penting disaat kelahiran. Menangis dan perilaku refleksi

adalah metode untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam periode neonatal

dan senyum sosial merupakan langkah awal dalam komunikasi sosial.

Bermain juga menjadi agen sosialisasi utama dan memberikan stimulus

yang diperlukan untuk belajar dan berinteraksi dengan lingkungan (Wong,

2008).

c. Pengertian Neonatus

Pengertian neonatus atau bayi baru lahir yang berusia 0-28 hari (WHO).

Di usia ini neonatus sangat rentan terhadap berbagai macam penyakit, gangguan

dan masalah, sehingga perlu mendapat perhatian dan penanganan serius. Maka

tak perlu heran sesaat setelah bayi lahir perlu pemeriksaan secara khusus.

Pemeriksaan head to toe pada bayi sangat penting untuk mengetahui apakah bayi

sehat atau mengalami gangguan, sehingga lebih cepat penanganannya dan dapat

diberi pengobatan secara dini.

Sejak bayi berumur 0 bulan, dengan berat badan lahir normal 2500 gr atau

2,5 kg akan terus tumbuh dan berkembang. Perkembangan berat badan yakni bisa
mencapai 5,7 kg hingga usia 1 bulan. Sedangkan panjang badan bisa mencapai

56,8 cm untuk bayi laki-kaki. Sedangkan bayi perempuan berat badan (bb) sekitar

5,5 kg danpanjang badan (pb) sekitar 57,6 cm bagi bayi yang normal.

Pada fase 0-1 bulan, aktifitas motorik sudah berkembang denganbaik,seperti

anggota gerak tangan dankaki bergerak aktif (motorik kasar). Sedangkan motorik

halus anak pun sudah mampu tumbuh dengan baik seperti menoleh ke kiri dan

kanan. Dan, bereaksi terhadap bunyi-bunyian seperti lonceng. Kemampuan

sensorik bayi juga mulai berkembang, seperti menatap wajah ibu saatdiberi ASI

atau seakan memperhatikan ketika diajak bicara oleh ayah dan ibunya serta

orang-orang yang berada di sekitarnya, dan melirik benda yang ada di kiri dan

kanannya, serta mulai tersenyum kepada ayah dan bunda serta orang-orang yang

berada di sekelilingnya. Selain itu ia juga sudah merasa bosan dengan keadaan di

sekelilingnya dengan menggerak-gerakan kakinya dan ditandai dengan tangisan

dan tingkah laku yang rewel. Si kecil juga mulai mengeluarkan suara seperti

bergumam. Melalui cara ini ia sedang berusaha untuk menyampaikan keinginan

yang ada di kepalanya dengan suara-suara yang tak kita mengerti.


Gambar 2.1 Neonatus

3. Konsep Teori Posisi Pronasi

a. Pengertian Posisi Pronasi

Posisi pronasi adalah posisi dimana pasien tidur dengan telungkup

berbaring dengan wajah menghadap ke bantal, atau posisi klien berbaring di

atas abdomen dengan posisi kepala menoleh ke samping (Hwang, 2010).

Posisi pronasi adalah posisi yang memungkinkan neonatus mendapatkan

oksigenasi yang lebih adekuat dan memfasilitasi tidur yang tenang, jarang

menangis, dan pernapasan lebih teratur. Posisi ini juga dapat mengurangi

residu lambung yang dapat menyebabkan apnea, aspirasi pneumonia, dan

penyakit paru-paru kronis, juga merupakan posisi yang paling cepat dalam

mengosongkan lambung (Victor, 2011).Menurut Heimler et al, (2010) yang

dikutib dari Heimann (2010), meneliti bahwa lebih sering terjadi serangan

apnea pada posisi supinasi dibandingkan dengan posisi pronasi.


b. Tujuan

1. Memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut dan pinggang

2. Mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut

3. Memberikan posisi yang nyaman

c. Indikasi

1. Pasien yang menjalani bedah mulut dan kerongkongan

2. Pasien yang menjalani pemeriksaan bokong dan punggung

3. Pasien yang mengalami penumpukan sekret

4. Pasien BBLR untuk meningkatkan berat badan

5. Pada pasien yang mengalami kelainan organ di punggung


Gambar 2.2 BBLR dengan posisi pronsi

4.Saturasi Oksigen

a. Pengertian Saturasi Oksigen

Pengertian Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang

berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah

antara 95 – 100 %. Dalam kedokteran , oksigen saturasi (SO2), sering

disebut sebagai "SATS", untuk mengukur persentase oksigen yang diikat

oleh hemoglobin di dalam aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang

rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah

proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh

(Hidayat, 2007). Pada sekitar 90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks

klinis) saturasi oksigen meningkat menurut kurva disosiasi

hemoglobin-oksigen dan pendekatan 100% pada tekanan parsial oksigen>

10 kPa. Saturasi oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah ukuran relatif

dari jumlah oksigen yang terlarut atau dibawa dalam media tertentu. Hal ini

dapat diukur dengan probe oksigen terlarut seperti sensor oksigen atau

optode dalam media cair.


a. Pengukuran Saturasi Oksigen

Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa tehnik.

Penggunaan oksimetri nadi merupakan tehnik yang efektif untuk

memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau

mendadak (Tarwoto, 2006). Adapun cara pengukuran saturasi oksigen

antara lain :

1). Saturasi oksigen arteri (Sa O2) nilai di bawah 90% menunjukan

keadaan hipoksemia (yang juga dapat disebabkan oleh anemia..

Hipoksemia karena SaO2 rendah ditandai dengan sianosis . Oksimetri

nadi adalah metode pemantauan non invasif secara kontinyu terhadap

saturasi oksigen hemoglobin (SaO2). Meski oksimetri oksigen tidak

bisa menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri oksigen merupakan

salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan

saturasi oksigen yang kecil dan mendadak. Oksimetri nadi digunakan

dalam banyak lingkungan, termasuk unit perawatan kritis, unit

keperawatan umum, dan pada area diagnostik dan pengobatan ketika

diperlukan pemantauan saturasi oksigen selama prosedur.

2). Saturasi oksigen vena (Sv O2) diukur untuk melihat berapa banyak

mengkonsumsi oksigen tubuh. Dalam perawatan klinis, Sv O2 di

bawah 60%, menunjukkan bahwa tubuh adalah dalam kekurangan

oksigen, dan iskemik penyakit terjadi. Pengukuran ini sering

digunakan pengobatan dengan mesin jantung-paru (Extracorporeal

Sirkulasi), dan dapat memberikan gambaran tentang berapa banyak

aliran darah pasien yang diperlukan agar tetap sehat.


3). Tissue oksigen saturasi (St O2) dapat diukur dengan spektroskopi

inframerah dekat . Tissue oksigen saturasi memberikan gambaran

tentang oksigenasi jaringan dalam berbagai kondisi.

4). Saturasi oksigen perifer (Sp O2) adalah estimasi dari tingkat

kejenuhan oksigen yang biasanya diukur dengan oksimeter pulsa.

Pemantauan saturasi O2 yang sering adalah dengan menggunakan

oksimetri nadi yang secara luas dinilai sebagai salah satu kemajuan

terbesar dalam pemantauan klinis (Giuliano & Higgins, 2010). Untuk

pemantauan saturasi O2 yang dilakukan di perinatalogi (perawatan

risiko tinggi) Rumah Sakit Islam Kendal juga dengan menggunakan

oksimetri nadi. Alat ini merupakan metode langsung yang dapat

dilakukan di sisi tempat tidur, bersifat sederhana dan non invasive

untuk mengukur saturasi O2 arterial (Astowo, 2010 ).

b. Alat yang digunakan

Alat yang digunakan dan tempat pengukuran Alat yang digunakan

adalah oksimetri nadi yang terdiri dari dua diode pengemisi cahaya

(satu cahaya merah dan satu cahaya inframerah) pada satu sisi probe,

kedua diode ini mentransmisikan cahaya merah dan inframerah

melewati pembuluh darah, biasanya pada ujung jari atau daun telinga,

menuju fotodetektor pada sisi lain dari probe (Welch, 2010).


Gambar 2.3 Saturasi Oksigen

c. Faktor yang mempengaruhi bacaan saturasi

Kozier (2010) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi bacaan

saturasi :

1). Hemoglobin (Hb) Jika Hb tersaturasi penuh dengan O2

walaupun nilai Hb rendah maka akan menunjukkan nilai

normalnya. Misalnya pada klien dengan anemia memungkinkan

nilai SpO2 dalam batas normal.

2). Sirkulasi Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat

jika area yang di bawah sensor mengalami gangguan sirkulasi

3). Aktivitas Menggigil atau pergerakan yang berlebihan pada area

sensor dapat menggangu pembacaan SpO2 yang akurat.

b. Proses Oksigenasi

Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan

sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan,

diagfragma, isi abdomen, dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada
keadaan istirahat frekuensi pernafasan 12-15 kali per menit. Ada 3 langkah dalam

proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi (Guyton, 2005).

1. Ventilasi

Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya

sekitar 500 ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks

yang elastis serta persyarafan yang utuh. Otot pernafasan inspirasi utama

adalah diafragma. Diafragma dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluarnya

dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat. Udara yang masuk dan

keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan, yang keluarnya dari medulla

spinalis pada vertebra servikal keempat. udara antara intrapleura dengan

tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi tekanan intrapleural lebih negative

(725 mmHg) daripada tekanan atmosfer (760 mmHG) sehingga udara masuk

ke alveoli. Kepatenan Ventilasi tergantung pada faktor :

a. Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas

akanmenghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru.

b. Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan

Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru

c. Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal

interkosa,internal interkosa, otot abdominal.

2.Perfusi Paru

Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk

dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang

mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel kanan jantung.Darah ini

memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaan
oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru

merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan

dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga digunakan

jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan darah sistemik.

3. Difusi

Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam

aliran darah dan karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam

alveoli. Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi

ke area konsentrasi rendah. Difusi udara respirasi terjadi antara alveolus

dengan membrane kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran respirasi

akan mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di

alveoli sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60

mmHg sehingga oksigen akan berdifusi masuk ke dalam darah. Berbeda

halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada

alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.

c. Terapi Oksigen

Pengertian Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi

yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada

ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, ( Hidayat,

2007 ). Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru

melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Standar

Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005). Terapi oksigen adalah

memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga

konsentrasi oksigen meningkat dalam darah (Andarmoyo, 2012). Dari pengertian


di atas maka dapat disimpulkan bahwa terapi oksigen adalah memberikan oksigen

melalui saluran pernafasan dengan alat agar kebutuhan oksigen dalam tubuh

terpenuhi yang ditandai dengan peningkatan saturasi oksigen.

1. Indikasi Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI (2005) danAndarmoyo

(2012), indikasi terapi oksigen adalah :

a. Pasien hipoksia

b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal

c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal

d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal

e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi

f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.

2. Indikasi terapi oksigen pada neonatus adalah :

a. Pasien asfiksia

b. Pasien dengan napas lebih dari 60 kali/menit

c. Pasien Takipnu

d. Pasien Febris

e. Pasien BBLR.

3. Kontra indikasi Menurut Potter (2010) kontra indikasi meliputi beberapa :

a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.

b.Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,

trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal

c.Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien denganPaCO2 tinggi,

akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.


4. Metode pemberian oksigen

Untuk cara pemberian oksigen bermacam- macam seperti dibawah ini (Potter,

2010):

a. Melalui inkubator

b. Head box

c. Nasal kanul ( low flow atau high flow)

d. Nasal C-PAP (continuous positive airway pressure)

e. Nasal Intermittent Positive Pressure Ventilation (NIPPV)

f.Ventilator (dengan memasukkan endotracheal tube) Untukmemilih apa yang

seharusnya dipakai, kita dapat menggunakan down score seperti gambar di

bawah: Untuk intrepretasinya adalah sebagai berikut:

a). Skor < 4 (Distres pernapasan ringan)

b). Skor 4 – 5 (Distres pernapasan sedang )

c). Skor > 6 (Distres pernapasan berat dan diperlukan analisis gas darah)

Untuk metode yang di pakai adalah :

a). Distres pernapasan ringan menggunakan O2 nasal / Head box

b). Distres pernapasan sedang perlu Nasal C-PAP

c). Distres pernapasan berat perlu untuk dilakukan intubasi dan penggunaan

ventilator

d. Pemberian Oksigen Lewat Head Box

Headbox adalah kerudung plastik bening yang mengelilingi kepala bayi

dan menyediakan oksigen hangat dan dilembabkan. Bayi dalam headbox harus

terus dikaji dan dilakukan observasi pada setiap jam. pengawasan tersebut

silakukan terhadap kemungkinan komplikasi yang disebabkan dari penggunaan


headbox yaitu hipoksemia, hyperoxaemia, hipotermia, hipertermia dan iritasi dan

tekanan ke leher (health.vic.gov.au). Ketika memberikan oksigen ke dalam head

box akan tergantung pada:

1. Situasi klinis.

2. Konsentrasi oksigen yang dibutuhkan.

3. Karakteristik operasional inkubator yang digunakan.

Bayi yang membutuhkan oksigen 40% atau lebih akan diberikan melalui

head box karena hasilnya lebih optimal. Aturan pemberian oksigen dengan head

box Persentase oksigen (%) Aliran oksigen (L/menit) kecepatan (L/menit).

Setelah dilakukan pemasangan oksigen head box maka diperlukan pemantauan

sebagai berikut setiap jam: konsentrasi oksigen terinspirasi

1. Saturasi oksigen

2. Denyut jantung

3. Laju pernapasan dan usaha nafas

4. Suhu head box

5. Tingkat air di ruang

6. Humidifikasi (kering atau lembab)

7. Mengamati leher bayi untuk area iritasi dan tekanan

8. Memastikan posisi headbox benar dan ditempatkan pada lembaran datar

9. Menguras air terakumulasi dalam selang pemanas per jam

10. Memeriksa suhu bayi per jam selama empat jam atau sampai stabil.

5. Teori Konsep Respiratory Rate.

Tabel 2.1 Pediatric respiratory rate


Age Rate (breath per minute)

Infant (0-1 years) 30-60

Toddler (1-3 years) 24-40

Preschooler (3-6 years) 22-34

Schooler (6-12 years) 18-30

Adolescent (12-18 years) 12-16

a. Pengertian Respiratory Rate

Definisi Pernafasan menurut Price dan Wilson (2006), pernafasan

secara harfiah berarti pergerakan oksigen (O2) dari atmosfer menuju ke

sel dan keluarnya karbondioksida (CO2) dari sel ke udara bebas.

Pemakaian O2 dan pengeluaran CO2 Saluran pernafasan terdiri dari

rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring

membagi saluran pernasafan menjadi 2 bagian, yaitu saluran pernafasan

atas dan saluran pernafasan bawah.

Pada pernafasan yang melalui paru-paru atau pernafasan external,

oksigen di hirup melalui hidung dan mulut. Kemudian oksigen masuk

melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli dan erat hubungannya dengan

darah di dalam kapiler pulmonaris. Terdapat membran diperlukan untuk

menjalankan fungsi normal sel dalam tubuh, akan tetapi sebagian besar

sel-sel tubuh tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas langsung dengan

udara, hal ini disebabkan oleh sel-sel yang letaknya sangat jauh dari

tempat pertukaran gas tersebut.


Dengan demikian, sel-sel tersebut memerlukan struktur tertentu

untuk menukar maupun untuk mengangkut gas-gas tersebut. Proses

pernafasan terdiri dari beberapa langkah dan terdapat peranan yang sangat

penting dari sistem pernafasan, sistem saraf pusat, serta sistem

kardiovaskular.

Pada dasarnya, sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian

saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan

membran kapiler alveoli, yaitu pemisah antara sistem pernafasan dengan

sistem kardiovaskular. Alveoli yang memisahkan oksigen dan darah

oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah

merah dibawa ke jantung. Kemudian akan dipompa ke dalam arteri di

semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan

oksigen 100 mmHg dimana pada tingkat ini hemoglobinnya 95% (Pearce,

2002).

Adanya tekanan antara udara luar dan udara dalam paru-paru

menyebabkan udara dapat masuk ataupun keluar.Perbedaan tekanan

terjadi akibat perubahan besar kecilnya rongga dada, rongga perut, dan

rongga alveolus. Perubahan besarnya rongga ini terjadi karena pekerjaan

otot-otot pernafasan, yaitu otot antara tulang rusuk dan otot pernafasan

tersebut (Kus Irianto, 2008). Maka dari itu pernafasan dapat dibedakan

menjadi dua yaitu:

1. Pernafasan Dada

Pernafasan dada adalah pernafasan yang menggunakan

gerakangerakan otot antar tulang rusuk. Adanya kontraksi otot-otot


yang terdapat diantara tulang-tulang rusuk menyebabkan tulang dada

dan tulang rusuk terangkat sehingga rongga dada membesar. Ketika

rongga dada membesar, paru-paru turut mengembang sehingga

volume menjadi besar. Sedangkan tekanannya lebih kecil daripada

tekanan udara luar. Dalam keadaan demikian udara luar dapat masuk

melalui trakea ke paru-paru (pulmonum).

2. Pernafasan Perut.

Pernapasan perut adalah pernapasan yang menggunakan otot-otot

diafragma. Otot-otot sekat rongga dada berkontraksi sehingga 9

diafragma yang semula cembung menjadi agak rata, dengan demikian

paru-paru dapat mengembang ke arah perut (abdomen). Pada waktu

itu rongga dada bertambah besar dan udara terhirup masuk.

b. Fisiologi Pernafasan

Menurut Syaifuddin (2006), fungsi paru adalah tempat pertukaran

gas oksigen dan karbondioksida pada pernafasan melalui paru/pernafasan

eksterna. Tubuh melakukan usaha memenuhi kebutuhan O2 untuk proses

metabolisme dan mengeluarkan CO2

1. Ventilasi sebagai hasil metabolisme dengan perantara organ paru dan

saluran napas bersama kardiovaskuler sehingga dihasilkan darah yang

kaya oksigen. Terdapat 3 tahapan dalam proses respirasi, yaitu: Proses

keluar dan masuknya udara ke dalam paru, serta keluarnya

karbondioksida dari alveoli ke udara luar. Alveoli yang sudah

mengembang tidak dapat mengempis penuh karena masih adanya


udara yang tersisa didalam alveoli yang tidak dapat dikeluarkan

walaupun dengan ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa ini disebut

dengan volume residu. Volume ini penting karena menyediakan O2.

2. Difusi dalam alveoli untuk menghasilkan darah (Guyton & Hall, 2008).

Proses berpindahnya oksigen dari alveoli ke dalam darah, serta keluarnya

karbondioksida dari darah ke alveoli. Dalam keadaan beristirahan

normal, difusi dan keseimbangan antara O2 di kapiler darah paru dan

alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total 10 waktu kontak

selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru normal

memiliki cukup cadangan waktu difusi (Price dan Wilson, 2006).

3. Perfusi

Yaitu distribusi darah yang telah teroksigenasi di dalam paru untuk

dialirkan ke seluruh tubuh (Siregar & Amalia, 2004).

c. Otot-otot Pernafasan

Menurut Djojodibroto (2009), yang digolongkan ke dalam struktur

pelengkap sistem pernafasan adalah struktur penunjang yang diperlukan

untuk bekerjanya sistem pernafasan tersebut. Struktur pelengkap itu

sendiri terdiri dari costae dan otot, difragma serta pleura. Dinding dada

atau dinding thoraks dibentuk oleh tulang, otot, serta kulit. Tulang

pembentuk dinding thoraks antara lain costae (12 buah), vertebra

thoracalis (12 buah), sternum , clavicula dan scapula. Sementara itu, otot

pembatas rongga dada terdiri dari:

1) Otot ekstremitas superior

a. Musculus pectoralis major


b. Musculus pectoralis minor

c. Musculus serratus anterior

d. Musculus subclavius

2) Otot anterolateral abdominal

a. Musculus abdominal oblicus externus

b. Musculus rectus abdominis

3) Otot thorax intrinsik

a. Musculus intercostalis externa

b. Musculus intercostalis interna

c. Musculus sternalis

d. Musculus thoracis transversus

Selain sebagai pembentuk dinding dada, otot skelet juga berfungsi

sebagai otot pernafasan. Menurut kegunaannya, otot-otot pernafasan

dibedakan menjadi otot untuk inspirasi, dimana otot inspirasi terbagi

menjadi otot inspirasi utama dan tambahan, serta otot untuk ekspirasi

tambahan.

1) Otot inspirasi utama (principal) yaitu:

a. Musculus intercostalis externa

b. Musculus intercartilaginus parasternal

c. Otot diafragma.

2) Otot inspirasi tambahan (accessory respiratory muscle) seringjuga

disebut sebagai otot bantu nafas terdiri dari:

a. Musculus sternocleidomastoideus
b. Musculus scalenus anterior

c. Musculus scalenus medius

d. Musculus scalenus posterior

Saat pernafasan biasa (quiet breathing), untuk ekspirasi tidak

diperlukan kegiatan otot, cukup dengan daya elastis paru saja udara di

dalam paru akan keluar saat ekspirasi berlangsung. Namun, ketika

seseorang mengalami serangan 12 asma, seringkali diperlukan active

breathing, dimana dalam keadaan ini untuk ekspirasi diperlukan

kontribusi kerja otot-otot seperti:

1) Musculus intercostalis interna

2) Musculus intercartilagius parasternal

3) Musculus rectus abdominis

4) Musculus oblique abdominus externus

Otot-otot untuk ekspirasi juga berperan untuk mengatur pernafasansaat berbicara,

menyanyi, batuk, bersin, dan untuk mengedan saat buang air besar serta

saat persalinan.

d. Mekanisme Pernafasan

Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian,

teratur, berirama dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang 13

terjadi pada otot-otot pernapasan. Reflek bernapas ini diatur oeh pusat pernapasan

yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena

itu seseorang dapat menahan, memperlambat atau mempercepat napasnya, ini

berarti bahwa reflek napas juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat

pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar karbondioksida dalam darah


dan kekurangan oksigen dalam darah (Syaifuddin, 2006). Menurut Kus Irianto

(2008), mekanisme terjadinya pernapasan terbagi dua yaitu:

A. Inspirasi

Sebelum menarik napas / inspirasi kedudukan diafragmamelengkung ke arah

rongga dada, dan otot-otot dalam keadaan mengendur. Bila otot diafragma

berkontraksi, maka diafragma akan mendatar. Pada waktu inspirasi maksimum,

otot antar tulang rusuk berkontraksi sehingga tulang rusuk terangkat. Keadaan

ini menambah besarnya rongga dada. Mendatarnya diafragma dan

terangkatnya tulang rusuk, menyebabkan rongga dada bertambah besar, diikuti

mengembangnya paru-paru, sehingga udara luar melalui hidung, melalui

batang tenggorok (bronkus), kemudian masuk ke paru-paru.

B. Ekspirasi

Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk

menurunkan intratorakal. Proses ekspirasi terjadi apabila otot antar tulang

rusuk dan otot diafragma mengendur, maka diafragma akan melengkung ke

arah rongga dada lagi, dan tulang rusuk akan 14 kembali ke posisi semula.

Kedua hal tersebut menyebabkan rongga dada mengecil, sehingga udara dalam

paru-paru terdorong ke luar. Inilah yang disebut mekanisme ekspirasi.

e. Proses Pertukaran Gas dalam Paru

Oksigen merupakan zat kebutuhan utama dalam proses pernafasan.

Oksigen untuk pernapasan diperoleh dari udara di lingkungan sekitar. Alat-alat

pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen dan

mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air. Tujuan

proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas


terjadi pelepasan energi. Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal,

yakni saluran pernapasan dan mekanisme pernapasan. Saluran pernapasan atau

traktus respiratorius (respiratory tract) adalah bagian tubuh manusia yang

berfungsi sebagai tempat lintasan dan tampat pertukaran gas yang diperlukan

untuk proses pernapasan. Saluran ini berpangkal pada hidung atau mulut dan

berakhir pada paru-paru. Menurut Pearce (2002), paru-paru berfungsi sebagai

tempat pertukaran gen dan gas karbonioksida.

Saat proses pernafasan terjadi, oksigen masuk melalui trakea dan pipa

bronchial ke alveoli, dan erat hubungannya dengan darah di dalam kapiler

pulmonaris. Oksigen dari darah merah yang akan dibawa ke jantung

dipisahkan oleh membran alveoli kapiler kemudian akan dipompa di dalam

arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan

oksigen 10 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di

alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan didalamnya

aliran udara timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari

alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama berlaku pada

gas dan uap yang terhidup paru-paru yang merupakan jalur masuk terpenting

dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja.

f. Mekanisme Sistem Kerja Pernafasan

Terdapat beberapa mekanisme yang berperan membawa udara ke

dalam paru sehingga pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi

mekanisme pergerakan udara masuk dan keluar dari paru disebut ventilasi.

Mekanisme ini dilaksanakan oleh sejumlah komponen yang saling


berinteraksi. Pompa pernafasan merupakan pompa yang bergerak maju

mundur dan mempunyai dua komponen penting yaitu volume elastis paru

itu sendiri dan dinding yang mengelilingi paru. Dinding tersebut terdiri

dari rangka, jaringan rangka thoraks, diafragma, isi abdomen serta dinding

abdomen. Otot-otot pernafasan yang merupakan bagian dinding thoraks

adalah sumber kekuatan untuk menghembuskan pompa. Diafragma

dibantu oleh otot-otot yang dapat mengangkat tulang iga dan sternum

merupakan otot utama yang ikut berperan dalam peningkatan volume paru

dan rangka thoraks selama inspirasi.

Otot-otot pernafasan diatur oleh pusat pernafasan yang terdiri dari


neuron dan reseptor pada pons dan medulla oblongata. Pusat
pernafasan merupakan bagian sistem saraf yang mengatur semua aspek
pernafasan. Faktor utama pada pengaturan pernafasan adalah respon
dari pusat kemoreseptor dalam pusat pernafasan terhadap tekanan
parsial (tegangan) karbondioksida (PaCO2) dan pH darah arteri.
Peningkatan PaCO2 atau penurunan pH merangsang pernafasan.
Penurunan tekanan parsial O2 dalam darah arteri PaO2 dapat juga
merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer yang terdapat dalam badan
karotis pada bifurkasio arteria karotis komunis dan dalam badan aorta
pada arkus aorta peka terhadap penurunan PaO2 dan pH serta
peningkatan PaCO2.
Akan tetapi PaO2 Menurut Martini (2010) pada saat inspirasi

mencapai batas tertentu terjadi stimulasi pada reseptor regangan dalam

otot polos paru untuk menghambat aktivitas neuron inspirasi. Dengan

demikian reflek ini mencegah terjadinya over harus turun dari nilai

normal kira-kira sebesar 90 sampai 100 mmHg hingga mencapai sekitar

60 mmHg sebelum ventilasi mendapat rangsangan yang cukup berarti

(Price dan Wilson, 2006).

g. Anatomi Paru
Paru-paru merupakan organ pernafasan yang dibentuk oleh

struktur-struktur yang ada di dalam tubuh, seperti: arteri pulmonaris, vena

pulmonaris, bronkhus, arteri bronkhailis, vena bronkhailis, pembuluh

limfe dan kelenjar limfe (Guyton & Hall, 2008). Struktur paru-paru

seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat

lebar untuk pertukaran gas.

Di dalam paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan

diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis dibandingkan dengan

bronkus. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan, tetapi rongganya

masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium

berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak terdapat

silia. Bronkiolus berakhir pada kantong udara yang disebut dengan

alveolus. Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiulus berupa kantong

kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip

sarang tawon. Alveolus berselaput tipis dan terdapat banyak muara kapiler

darah sehingga memungkinkan adanya difusi gas pernasafan didalamnya.

Menurut Irman Somantri (2008), paru-paru terbagi menjadi dua

bagian yaitu paru kanan yang terdiri dari tiga lobus sedangkan paru kiri

terdiri dari dua lobus. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub

bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut

bronchopulmonary segments. Paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang

yang disebut mediastinum. Dimana jantung, aorta, vena cava, pembuluh

paru-paru, esofagus, bagian dari trakea dan bronkhus, serta kelenjar timus

terdapat pada mediastinum.


Selaput yang membungkus paru disebut dengan Pleura. Menurut

(Anonim, 2015), pleura adalah lapisan tisu tipis yang menutupi paru-paru

dan melapisi dinding bagian dalam rongga dada. Melindungi dan

membantali paru-paru, jaringan ini mengeluarkan sejumlah kecil cairan

yang bertindak sebagai pelumas, yang memungkinkan paru-paru untuk

bergerak dengan lancar di rongga dada saat bernapas.

Menurut Price dan Wilson (2006), ada 2 macam pleura yaitu

pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi toraks atau

rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru- paru. Kedua pleura

ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara

kedua pleura ini yaitu 20 pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri

dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 μm.

6. Konsep Teori Ventilator

a. Pengertian Ventilator

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian

atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilator

adalah peralatan elektrik yang memerlukan sumber listrik, beberapa peralatan

ventilator menggunakan batere bila sewaktu-waktu listrik mati. Jika ventilator

tidak disuport batere, maka pernafasan pasien menggunakan alat manual.

Indikasi Pemasangan Ventilator :

Ada beberapa hal yang menjadikan tujuan dan manfaat penggunaan

ventilasi mekanik ini dan juga beberapa kriteria pasien yang perlu untuk segera di

pasang ventilator.

Tujuan pemasangan ventilator adalah sebagai berikut :


1. Mengurangi kerja pernafasan

2. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien

3. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi

4. Menjamin hantaran oksigen ke jaringan adekuat

5. Pemberian Manajemen Ventilasi (MV) yang akurat

Gambar 2.4 Ventilator

Kriteria pemasangan ventilator adalah :

1. Pasien dengan gagal nafas dengan distres pernafasan.

Gagal nafas, henti nafas (apnea) maupun hipoksemia yang tidak teratasi

dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilasi mekanik. Idealnya

pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilasi mekanik sebelum

terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres pernafasan disebabkan

ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi, Prosesnya dapat berupa


kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot

pernafasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).

2. Insufiensi Jantung

Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan

pernafasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF,

peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat

peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan

jantung kolaps. Pemberian ventilasi mekanik untuk mengurangi beban

kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.

3. Disfungsi neurologis.

Pasien dengan GCS atau kurang yang beresiko mengalami apnoe

berulang uga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik

juga berfungsi untuk menjaga alan nafas pasien serta memungkinkan

pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra

kranial.

4. Tindakan operasi

Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anastesi dan sedatif

sangat membentu dengan alat ini. Resiko terjadinya gagal nafas selama

operasi akibat pengaruh obat sedatif sedah bisa tertangani dengan

keberadaan ventilasi mekanik.

Kriteria pemasangan ventilasi mekanik menurut Pontopidan (2013),

seseorang perlu mendapatkan bantuan ventilasi mekanik (ventilator) bila :

1. Frekuensi nafas lebih dari 35 kali per menit

2. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg
3. PaCO2 lebih dari 60 mmHg

4. AaDO2 dengan O2 100% hasiilnya lebih dari 350 mmHg

5. Vital Capasity kurang dari 15 ml/kg BB

b. Mode ventilasi mekanik

Klasifikasi ventilasi mekanik berdasarkan cara alat teersebut mendukung

ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif.

Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat dibagi

menjadi empat jenis yaitu :

1. Volume Cycled Ventilator

Volume cycled merupakan enis ventilator yang paling sering digunakan di

ruangan unit perawatan kritis. Prinsip dasar ventilator ini adalah siklusnya

berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah

mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator

adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume

tidal yang konsisten. Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien

dewasa dengan gangguan paru secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak

dianjurkan bagi pasien dengan gangguan pernafasan yang diakibatkan

penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini dikarenakan

pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak terkontrol,

sehingga dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi

volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianurkan karena

alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga memiliki

resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma

2. Pressure Cycled Ventilator


Prinsip dasar ventilator tipe ini adalah siklusnya menggunakan tekanan.

Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan

yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan

ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada tipe ini adalah tidak ada

komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga

pada pasien yang status parunya tidak stabil penggunaan ventilator tipe ini

tidak dianurkan sedangkan pada pasien anak-anak atau dewasa mengalami

gangguan pada luas lapang paru (atelektasis, edema paru) enis ini sangat

dianjurkan.

3. Time Cycled Ventilator

Prinsip kerja dari ventilator tipe ini adlah siklusnya berdasarkan waktu

ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi

ditentukan oleh kecepatan inspirasi (jumlah nafas permenit) normal ratio

I : E ( inspirasi : ekspirasi ) 1 :2

4. Berbasis aliran (flow Cycled)

Memberikan nafas/menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan aliran

yang sudah diisetting terlebih dahulu.

Mode ventilator mekanik

1. Mode kontrol (pressure kontrol, volume kontrol, Countinuous mode)

Pasien mendapat bantuan pernafasan sepenuhnya, pada mode ini

pasien dibuat tidak sadar (tersedasi) sehingga pernafasan di kontrol

sepenuhnya oleh ventilator. Tidal volume yang didapat pasien juga


sesuai yang di set pada ventilator. Pada mode kontrol klasik, pasien

sepenuhnya tidak mampu bernafas dengan tekanan atau tidal volume

lebih dari yang telah di set pada ventilator. Namun pada mode kontrol

terbaru, ventilator juga bekerja dalam mode assist-control yang

memungkinkan pasien bernafas dengan tekanan atau volume tidal

lebih dari yang telah di set pada ventilator.

2. Mode Intermitten Mandatory Ventilation (IMV)

Pada mode ini pasien menerima volume dan frekuensi pernafasan

sesuai dengan yang di set pada ventilator. Diantara pernafasan

pemberian ventilator tersebut pasien bebas bernafas, misalkan

respiratory rate (RR) di set 10, maka setiap 6 detik ventilator akan

memberikan bantuan nafas, diantara 6 detik tersebut pasien bebas

bernafas tetapi tanpa bantuan ventilator. Kadang ventilator

memberikan bantuan saat pasien sedang bernafas mandiri, sehingga

terjadi benturan antara kerja ventilator dan pernafasan mandiri pasien.

3. Mode Syncronous Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV) yang

sama dengan IMV hanya saa ventilator tidak memberikan bantuan

ketika pasien sedang bernafas mandiri sehingga benturan terhindarkan.

4. Mode Pressure Support atau mode spontan

Ventilator tidak memberikan bantuan inisiasi nafas lagi. Inisiasi nafas

sepenuhnya oleh pasien, ventilator hanya membantu pasien mencapai

tekanan atau volume yang di set di mesin dengan memberikan tekanan

udara positif.
Peningkatan frekuensi pernafasan pada bayi juga bisa dikarenakan adanya

trigger nafas dari bayi yang berusaha bernafas spontan tanpa bergantung pada

ventilator. Hal ini mengindikasikan adanya usaha bernafas yang baik pada bayi

sehingga dapat menjadi acuan dalam berkolaborasi dengan dokter untuk

melakukan proses penyapihan (weaning).

Ventilator adalah peralatan elektrik yang memerlukan sumber listrik,

beberapa peralatan ventilator menggunakan batere bila sewaktu-waktu listrik mati.

Jika ventilator tidak disuport batere, maka pernafasan pasien menggunakan alat

manual.

B. Konsep Keperawatan

Proses keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan saling

berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan

evaluasi. Tahap-tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi intelektual

problem-solving dalam mendefinisikan suatu asuhan keperawatan. Pada

pertengahan tahun 1970-an, Bloch (1974), Roy (1975), Mundinger dan Jauron

(1975), serta Aspinal (1976), menambahkan tahap diagnosis pada proses

keperawatan sehingga menjadi lima tahap, yaitu pengkajian, diagnosis,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Tujuan proses keperawatan secara umum adalah untuk menyusun

kerangka konsep berdasarkan keadaan individu (klien), keluarga, dan

masyarakat agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Proses keperawatan adalah

suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan untuk memenuhi tujuan

keperawatan, yang meliputi mempertahankan keadaan kesehatan klien yang


optimal, apabila keadaanya berubah menjadi suatu kuantitas dan kualitas

asuhan keperawatan terhadap kondisinya guna kembali ke keadaan yang

normal, jika kesehatan yang optimal tidak dapat tercapai, proses keperawatan

harus dapat memfasilitasi kualitas kehidupan yang maksimal berdasarkan

keadaanya untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih tinggi selama

hidupnya (Iyer et al., 1996 dalam Carpenito, 2007).

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan

keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun

spiritual dapat ditentukan. Tahap ini mencakup tiga kegiatan yaitu

pengumpulan data, analisis data penentuan masalah kesehatan serta

keperawatan. Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan

yang ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus di

ambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik,

mental, sosial dan spiritual serta faktor lingkungan yang

mempengaruhinya.

Sistem adaptasi mempunyai input berasal dari internal. Roy

mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus. Stimulus sebagai suatu

unit informasi, kejadian atau energi dari lingkungan. Sejalan dengan

adanya stimulus, tingkat adaptasi individu direspons sebagai suatu input

dalam sistem adaptasi. Tingkat adaptasi tersebut tergantung dari stimulus

yang didapat berdasarkan kemampuan individu. Tingkat respons antara

individu sangat unik dan bervariasi tergantung pengalaman yang


didapatkan sebelumnya, status kesehatan individu, dan stresor yang

diberikan.

Stresor yang dimaksudkan pada input (pengumpulan data) adalah

stresor psikososial yang dapat digunakan dalam pengembangan kerangka

berpikir kritis pada paradigma psikoneuroimmunologi. Pengkajian dan

diagnosis dalam proses keperawatan merupakan suatu input (stresor) yang

didasarkan hasil wawancara, pemeriksaan fisik dan data laboratorium.

Permasalahan timbul jika sistem adaptasi tersebut tidak dapat merespons

dan menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan

dalam upaya mempertahankan integritas sistem. Menghadapi era global

saat ini, diharapkan perawat juga harus mampu menganalisis data-data

mulai dari tingkat sistem, organ, sel, dan molekul/ gen. Indikator imunitas

sebagai acuan perawat untuk mampu merumuskan masalah secara akurat.

Masalah yang ditemukan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Adapun langkah-langkah dalam pengkajian ini menurut Carpenito

(2007), adalah sebagai berikut :

a. Identitas klien

Identitas pasien meliputi nama, umur, berat badan, dan jenis kelamin,
alamat rumah, tanggal lahir dan identitas orang tua.
b. Riwayat penyakit

1) Riwayat penyakit sekarang meliputi sejak kapan timbulnya

demam, gejala lain serta yang menyertai demam(misalnya mual,

muntah, nafsu makan, diaforesis, eliminasi, nyeri otot, dan sendi

dll), apakah anak menggigil, gelisa atau letargi, upaya yang harus

di lakukan.
2) Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan yaitu

riwayatpenyakit yang pernah diderita oleh anak maupun keluarga

dalam hal ini orang tua. Apakah dalam keluarga pernah memiliki

riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita penyakit

kronis sehingga harus dirawat di rumah sakit.

3) Riwayat tumbuh kembang yang pertama ditanyakan adalah

hal-hal yang berhubungan dengan pertumbuhan dan

perkembangan anaksesuaidengan kebutuhan anak sekarang yang

meliputi motorik kasar, motorik halus,perkembangan kognitif

atau bahasadan personal sosial atau kemandirian.

4) Imunisasi yang ditanyakan kepada orang tua apakah

anakmendapatkan imunisasi secara lengkap sesuai dengan usia

dan jadwal pemberian serta efek samping dari pemberian

imunisasi seperti panas, alergi dan sebagainya.

c. Pemeriksaan fisik

1) Pola pengkajian

Pola fungsi kesehatan dapat dikaji melalui polaGordon dimana


pendekatan ini memungkinkan perawatuntuk mengumpulkan
datasecara sistematis dengan cara mengevaluasi pola fungsi
kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah
khusus. Model konsep dan tipologi pola kesehatan fungsional
menurut Gordon:
a) Pola persepsi manajemen kesehatan

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan


kesehatan.Persepsiterhadap arti kesehatan,
danpenatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun
tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
b) Pola nutrisi metabolik

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan


elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, fluktasi BB dalam 1
bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah, kebutuhan

c) Pola eliminasi

Manajemen pola fungsi ekskresi, kandung kemih dan kulit,


kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah
miksi (oliguri, disuria, dll), frekuensi defekasi dan miksi,
karakteristik urine dan feses, pola input cairan, infeksi saluran
kemih, dll.
d) Pola latihan aktivitas

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernapasan,


dan sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan
kedalaman napas, bunyi napas, riwayat penyakit paru.
e) Pola kognitif perseptual

Menjelaskan persepsi sensori kognitif. Pola persepsi sensori


meliputipengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, dan
kompensasinya terhadap tubuh.
f) Pola istirahat dan tidur

Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi tentang


energi.Jumlah jam tidur pada siang dan malam.
g) Pola konsep diri persepsi diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi


terhadap kemampuan.
h) Pola peran hubungan

Mengambarkan dan mengetahui hubungan peran klien


terhadap anggota keluarga.
i) Pola reproduksi seksual

Menggambarkan pemeriksaan genital.


j) Pola koping stres
Mengambarkankemampuan untuk mengalami stress dan
penggunaan sistem pendukung. Interaksi dengan oranng
terdekat, menangis,kontak mata.
2. Analisa data

Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan

berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.

3. Perumusan masalah

Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah

kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat di intervensi

dengan asuhan keperawatan (masalah keperawatan) tetapi ada juga yang

tidak dan lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun

diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas. Prioritas masalah

ditentukan berdasarkan kriteria penting dan segera. Prioritas masalah juga

dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu :

Keadaan yang mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam

kesehatan, persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.

4. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon

manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau

kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan

menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (NANDA,

2015-2017).Perumusan diagnosa keperawatan :


a. Aktual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik

yang ditemukan.

b. Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak

di lakukan intervensi.

c. Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk

memastikan masalah keperawatan kemungkinan.

d. Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga atau

masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat

sejahtera yang lebih tinggi.

e. Sindrom : diagnosa yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan

aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul atau timbul karena

suatu kejadian atau situasi tertentu.

Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada klien dengan BBLR

1). Gangguan ventilasi spontan

Definisi : Gangguan ventilasi spontan adalah penurunan cadangan

energi yang mengakibatkan ketidakmampuan individu untuk

mempertahankan pernafasan yang adekuat untuk menyokong

kehidupan.

Faktor yang berhubungan :

a). Gangguan Metabolisme

b). Keletihan otot pernafasan

2). Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.

Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolik.
Faktor yang berhubungan

a). Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien.

b). Ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

c). Ketidakmampuan menelan makanan.

d). Faktor psikologis

3). Kecemasan orang tua berhubungan dengan status kesehatan

Definisi : Perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan

atau ketakutan yang disertai respon autonom (sumner tidak

spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan

keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya.

Sinyal ini merupakan peringatan adanya ancaman yang akan

datang dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah

untuk menyetujui terhadap tindakan.

4). Resiko Infeksi

Definisi : mengalami peningkatan resiko terserang

organismepatogenik.

5). Resiko thermoregulasi inefektif

Definisi : perubahan suhu tubuh kadang naik kadang turun

Faktor yang berhubungan :

Eksternal :

Hipertermia atau hipotermia

BB yang ekstrim
Stratum korneum imatur

6). Defisiensi pengetahuan orang tua tentang prosedur perawatan

bayi BBLR berhubungan dengan keterbatasan kognitif

5. Intervensi keperawatan

1) Roy mendefinisikan bahwa tujuan intervensi keperawatan adalah

meningkatkan respons adaptif berhubungan dengan 4 jenis

respons.“nursing aims is to increase the person’s adaptive response

and to decrease ineffective responses” (Roy, 1984: 37). Perubahan

internal dan eksternal dan stimulus input tergantung dari kondisi

koping individu. Kondisi koping seseorang atau keadaan koping

seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi

seseorang akan ditentukan oleh stimulus focal, contextual, dan

residual. Focal adalah suatu respons yang diberikan secara

langsungterhadap ancaman / input yang masuk. Penggunaan focal

pada umumnya tergantung tingkat perubahan yang berdampak

terhadap seseorang. Stimulus contextual adalah semua stimulus lain

seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi

dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subyektif disampaikan oleh

individu. Stimulus residual adalah karakteristik/ riwayat dari

seseorang yang ada dan timbul relevan dengan situasi yang dihadapi

tetapi sulit diukur secara obyektif (Nursalam, 2008). Berikut diagnosa

keperawatan, tujuan dan kriteria hasil beserta intervensi keperawatan

pada bayi BBLR :

Tabel 2.2
Diagnosa Keperawatan Pada Klien Dengan BBLR Berdasarkan

NANDA dan NIC NOC

Diagnosa NOC NIC


No
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1 Ketidakseimbang Nutritional Status : food and Nutrisi Monitoring
an nutrisi kurang Fluid Intake (1020)
dari kebutuhan Setelah dilakukan tindakan 1.1 BB pasien dalam batas
tubuh keperawatan selama normal
(00002) ...x... jam status nutrisi 1.2 Monitor adanya
pasien normal dengan indikator : penurunan berat badan
Faktor yang a. Intake Nutrisi (3) 1.3 Monitor interaksi anak
berhubungan: b. Intake makanan lewat mulut selama makan
a. Ketidakmampua (2) 1.4 Monitor lingkungan
n menelan c. Intake cairan lewat mulut (3) selama makan
b.Penyakit kronik d. Toleransi makanan (3) 1.5 Jadwalkan
c. Intoleransi e. Hidrasi (4) pengobatan dan
makanan f. Hemoglobin (5) tindakan tidak selama
d.Kesulitan g. Intake makanan lewat selang jam makan
mengunyah (3) 1.6 Monitor kulit kering dan
e. Mual h. Intake cairan intravena (5) perubahan pigmentasi
f. Muntah i. Intake cairan parenteral (5) 1.7 Monitor turgor kulit
g.Hilang nafsu 1.8 Monitor kekeringan,
makan rambut kusam, dan
Keterangan skala: mudah patah
1= Tidak Adekuat 1.9 Monitor mual dan
Batasan
2= Sedikit Adekuat muntah
Karakteristik:
a. Berat badan 3= Cukup Adekuat 1.10 Monitor kadar albumin,
kurang dari 20% 4= Sebagian besar Adekuat total protein, Hb, dan
atau lebih 5= Sepenuhnya Adekuat kadar Ht
dibawah berat 1.11 Monitor pertumbuhan
badan ideal dan perkembangan
untuk tinggi 1.12 Monitor pucat,
badan dan kemerahan, dan
rangka tubuh kekeringan jaringan
b.Asupan konjungtiva
makanan kurang 1.13 Monitor kalori dan
dari kebutuhan intake nuntrisi
metabolik, baik 1.14 Catat adanya edema,
kalori total hiperemik, hipertonik
maupun zat gizi papila lidah dan cavitas
tertentu oral.
c. Kehilangan 1.15 Catat jika lidah berwarna
berat badan magenta, scarle
dengan asupan
makanan yang
adekuat
d.Melaporkan
asupan makanan
yang tidak
adekuat

2 Gangguan Manajemen ventilasi () Bantuan Ventilasi


ventilasi spontan Setelah dilakukan tindakan 2.1Pertahankan kepatenan
berhubungan keperawatan selama ...x...menit jalan nafas
dengan keletihan masalah gangguan ventilasi 2.2Posisikan pasien untuk
otot pernafasan teratasi dengan indikator : mengurangi dispnea
(00033) a. Respirasi dalam batas normal 2.3.Posisikan untuk
(bayi 25-30x/mnt)(target memfasilitasi
outcome) dipertahankan pada pencocokan
Batasan (3) sedang, ditngkatkan pada ventilasi/perfusi (good
Karakteristik : (4) menjadi ringan lung down) dengan tepat
. b. Irama pernafasan teratur 2.4.Monitor efek-efek
a. Dyspnea (target outcome) perubahan posisi pada
b. Gelisah dipertahankan pada (3) oksigenasi : AGD,
c. Ketakutan sedang, ditingkatkan pada (4) SaO2, tidak akhir
d. Peningkatan menjadi ringan CO2.
frekuensi c. Tidak ada dispnea (target 2.5.Auskultasi suara nafas,
jantung. outcome) dipertahankan pada catat area-area
e. Peningkatan (3) sedang, ditingkatkan pada penurunan
laju (4) menjadi ringan 2.6.Mulai dan pertahankan
metabolisme Keterangan Skala : oksigen tambahan
f. Peningkatan 1 = Berat 2.7.Monitor pernafasan dan
PCO2 2 = Cukup berat status oksigenasi
g. Peningkatan 3 = Sedang 2.8.Beri obat (misalnya
penggunaan otot 4 = Ringan bronkodilator dan
aksesoris 5 = Tidak ada inhaler) yang
h. Penurunan meningkatkan patensi
kerasama jalan nafas dan
i. Penurunan PO2 pertukaran gas
dan SaO2
3 Ansietas orang Kontrol kecemasan diri (1402) Pengurangan kecemasan
tua berhubungan Setelah dilakukan tindakan 3.1. Bina hubungan saling
dengan keperawatan kontrol infeksi percaya dengan orang
perubahan besar selama ...x... jam diharapkan tua dan keluarga
(status kesehatan) kecemasan teratasi dengan 3.2. Kaji tingkat kecemasan
(00146) indikator : 3.3. Tenangkan orang tua
Batasan a. Memantau intensitas cemas (4) klien dan dengarkan
Karakteristik : b. Mengurangi penyebab keluhan dengan atensi
a. Perilaku kecemasan (4) 3.4. Jelaskan semua prosedur
 Agitasi c. Mencari informasi untuk tindakan setiap akan
 Gelisah mengurangi kecemasan melakukan tindakan
 Gerakan d. Merencanakan strategi koping 3.5. Damping orang tua klien
ekstra untuk situasi yang dan ajak berkomunikasi
 Insomnia menimbulkan cemas (5) yang terapeutik
 Kontak mata e. Menggunakan strategi koping 3.6. Berikan kesempatan
yang buruk yang efektif (4) pada orang tua klien
b. Afektif f. Menggunakan tehnik relaksasi untuk mengungkapkan
 Berfokus untuk mengurangi kecemasan perasaannya.
pada diri (4) 3.7. Bantu orang tua klien
sendiri g. Mengendalikan respon untuk mengungkapkan
 Distress kecemasan (4) hal-hal yang membuat
 Gelisah cemas
 Gugup Keterangan Skala:
 ketakutan 1 = tidak pernah dilakukan
c. Fisiologis 2 = jarang dilakukan
 Gemetar 3 =kadang-kadang dilakukan
 Peningkatan 4 =sering dilakukan
keringat 5 = dilakukan secara konsisten
 Wajah
tegang

4. Resiko infeksi Kontrol Infeksi (0703) Infection Control (Kontrol


berhubungan infeksi)
dengan Setelah dilakukan tindakan 4.1 Bersihkan lingkungan
ketidakadekuatan keperawatan kontrol infeksi setelah dipakai pasien lain
pertahanan primer selama ...x... jam diharapkan tidak 4.2 Pertahankan teknik isolasi
(kerusakan kulit, ada infeksi sehingga resiko infeksi 4.3 Batasi pengunjung bila
trauma jaringan tidak terjadi. Dengan indikator : perlu
lunak, prosedur a. Kemerahan (4) 4.4 Instruksikan pada
invasiv/pembedah b. Vesikel yang tidak mengeras pengunjung untuk
an) permukaannya (4) mencuci tangan saat
(00004) c. Cairan (luka) (4) berkunjung dan setelah
d. Drainase (4) berkunjung meninggalkan
e. Demam (5) pasien
f. Nyeri (4) 4.5 Gunakan sabun
g. Malaise (5) antimikrobia untuk cuci
h. Menggigil (5) tangan
i. Peningkatan jumlah sel darah 4.6 Cuci tangan setiap
putih (5) sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
Skala : 4.7 Gunakan baju, sarung
1 = Berat tangan sebagai alat
2 = Cukup berat pelindung
3 = Sedang 4.8 Pertahankan lingkungan
4 = Ringan aseptik selama
5 = Tidak ada pemasangan alat
4.9 Tingkatkan intake nutrisi
4.10 Berikan terapi
antibiotik bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
4.11 Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan
lokal
4.12 Monitor hitung
granulosit, WBC
4.13 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4.14 Batasi pengunjung
4.15 Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
4.16 Pertahankan teknik
isolasi k/p
4.17 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
4.18 Inspeksi kondisi luka
/ insisi bedah
4.19 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
4.20 Dorong masukan
cairan
4.21 Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
4.22 Ajarkan dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
4.23 Ajarkan cara
menghindari infeksi
4.24 Laporkan kecurigaan
infeksi

5 Resikothermore Thermoregulation : Neonatus Temperature Regulation


gulasi inefektif (0801) (3900)
( 00008 Setelah dilakukan tindakan 5.1 Monitor suhu tubuh
) keperawatan selama ...x... jam 5.2 Rencanakan
Batasan tidak ada thermoregulasi inefektif monitoring suhu
Karakteristik : sehingga resiko thermoregulasi secara kontinyu.
a. Dasar kuku inefektif tidak terjadi dengan 5.3 Monitor TTV
sianotik indikator : 5.4 Monitor warna dan
b. Fruktuasi suhu a. Temperatur stabil : 36-37,5 C suhu kulit
tubuh di atas dan b. Tidak kejang 5.5 Monitor tanda-tanda
bawah kisaran c. Keseimbangan asam basa bayi hipertemi dan
normal baru lahir hipotermi
c. kulit d. Tidak ada perubahan warna 5.6 Tingkatkan intake
kemerahan kulit cairan dan nutrisi
d. Peningkatan e. Glukosa darah stabil 5.7 Seimuti pasien untuk
suhu tubuh di atas f. Pengendalian resiko mencegah hilangnya
kisaran normal hyperthermia kehangatan tubuh
e.Peningkatan g. Pengendalian resiko 5.8 Diskusikan tentang
frekunsi Hypothermia pentingnya pengaturan
pernafasan Keterangan Skala : suhu dan
f. Sedikit 1 = Penyimpangan ekstrim dari kemungkinan efek
menggigil kisaran normal negatif dari
g. Pucat sedang 2 = Penyimpangan substansial kedinginan
h. Penurunan 3 = Penyimpangan moderat 5.9 Beritahu tentang
suhu tubuh di 4 = Penyimpangan ringan indikasi teradinya
bawah kisaran 5 = Tidak ada penyimpangan dari keletihan dan
normal kisaran normal penangan emergency
i.Kulit dingin, yang diperlukan.
kulit hangat
j.Pengisian ulang
kapiler yang
lambat

Faktor yang
berhubungan
a. usia yang
ekstrem
b. Fluktuasi suhu
lingkungan
c. Penyakit
d.Trauma

6 Kurang Knowledge: Health Behavior Health education


pengetahuan (Pengetahuan: Perilaku Sehat) (Pendidikan Kesehatan)
(00126) (1805) 6.1 Kenali faktor internal
Batasan atau eksternal yang dapat
Karakteristik : Setelah dilakukan tindakan smeningkatkan atau
a. Perilaku keperawatan selama...x... jam menurunkan motivasi
hiperbola defisiensi pengetahuan perilaku sehat
b. Ketidakakuratan tidak terjadi dengan kriteria 6.2 Tentukan konteks pribadi
mengikuti hasil : dan sejarah sosial budaya
perintah a. Praktik gizi sehat (5) individu, keluarga, atau
c. Ketidakakuratan b. Strategi untuk mengatur stres komunitas perilaku sehat
melakukan tes (5) 6.3 Tentukan pengetahuan
d. Perilaku tidak c. Pola tidur-bangun normal (5) kesehatan saat ini dan
tepat (mis: d. Strategi untuk mencegah perilaku gaya hidup
histeria, pengeluaran (5) invidu, keluarga, dan
bermusuhan, e. Layanan promosi kesehatan (5) target kelompok
agitasi, apatis) f. Layanan perlindungan 6.4 Bantu individu, keluarga,
e. Pengungkapan kesehatan (5) dan komunitas untuk
masalah g. Tehnik melindungi diri (5) menjelaskan nilai dan
keperacayaan kesehatan
Faktor yang Keterangan Skala : 6.5 Kenali karakteristik dari
berhubungan : 1 = Tidak ada pengetahuan target populasi yang
a. Keterbatasan 1 = Pengetahuan terbatas mempengaruhi strategi
kognitif 2 = Pengetahuan sedang seleksi pembelajaran
b. Salah interpretasi 3 = Pengetahuan banyak 6.6 Rumuskan tujuan dari
informasi 4 = Pengetahuan sangat banyak program pendidikan
c. Kurang pajanan kesehatan
d. Kurang minat Knowledge: Disease Process 6.7 Kenali sumber (misalnya:
dalam belajar (Pengetahuan: Proses Penyakit) personal, ruang,
e. Kurang dapat (1803) peralatan, dan uang) yang
mengingat Indikator: dibutuhkan untuk
f. Tidak familiar a. Proses penyakit (5) mengadakan program
dengan sumber b. Faktor penyebab dan 6.8 Pertimbangkan
informasi pendukung (5) aksesibilitas, pilihan
c. Faktor resiko (5) konsumen, dan biaya
d. Dampak penyakit (5) dalam rencana program
e. Tanda dan gejala penyakit 6.9 Letakkan secara strategis
(5) iklan yang menarik untuk
f. Pelajaran sederhana dari proses mendapatkan perhatian
penyakit (5) dari masyarakat
g. Strategi untuk meminimalisir 6.10 Hindari untuk
perkembangan penyakit (5) menggunakan tehnik
h. Komplikasi penyakit yang menakuti sebagai strategi
potensial (5) untuk memotivasi orang
i. Tanda dan gejala dari lain untuk mengganti
komplikasi penyakit (5) perilaku atau gaya hidup
j. Tindakan untuk mencegah sehat
komplikasi penyakit (5) 6.11 Tekankan segera
k. Dampak psikososial dari keuntungan jangka
penyakit terhadap diri sendiri pendek kesehatan yang
(5) dapat diterima dari gaya
l. Dampak psikososial dari hidup positif dari pada
penyakit terhadap keluarga (5) keuntungan jangka
m. Keuntungan dari panjang atau dampak
memanajemen penyakit (5) negatif ketidakpatuhan
n. Tersedianya kelompok 6.12 Gabungkan strategi untuk
pendukung (5) meningkatkan harga diri
o. Sumber terpercaya tentang target masyarakat
informasi yang spesifik (5) 6.13 Kembangkan materi
edukasi tertulis pada
Keterangan Skala : tingkat membaca yang
1 = Tidak ada pengetahuan tepat untuk target
5 = Pengetahuan terbatas masyarakat
6 = Pengetahuan sedang 6.14 Ajarkan strategi yang
7 = Pengetahuan banyak dapat digunakan untuk
8 = Pengetahuan sangat banyak menolak perilaku tidak
sehat atau mengambil
risiko daripada
menyarankan untuk
menghindari atau
mengganti perilaku
6.15 Jaga penyajian yang
terfokus, singkat, dan
dimulai serta diakhiri
pada tujuan utama
6.16 Gunakan grup presentasi
untuk menyediakan
dukungan dan
mengurangi ancaman
terhadap peserta didik
yang mengalami masalah
yang sama atau perhatian
yang tepat
6.17 Libatkan individu,
keluarga, dan kelompok
dalam merencanakan dan
mengimplementasikan
rencana untuk perubahan
gaya hidup dan perilaku
sehat
6.18 Tekankan dukungan
keluarga, rekan dan
komunitas untuk
menyampaikan perilaku
sehat
6.19 Bagikan informasi secara
tepat untuk tingkat
perkembangan
6.20 Gunakan bahasa yang
familiar
7. Bersihan jalan Respiratory Status ventilation Airway Patency
nafas tidak
efektif Setelah dilakukan 2.1 Pastikan kebutuhan
berhubungan tindakankeperawatan selama...x... oral/tracheal suctioning
dengan jam pasien menunjukan 2.2 Berikan O2 sesuai
kekentalan keefektifan jalan nafas dengan instruksi
sekresi (00032) indikator : 2.3 Posisikan pasien untuk
a. Menunjukan jalan nafas yang memaksimalkan
paten ( klien tidak merasa ventilasi
tercekik, irama nafas, 2.4 Lakukan fisioterapi dada
frekuensi pernafasan dalam bila perlu
rentang normal, tidak ada 2.5 Keluarkan sekret dengan
suara napas abnormal) (3) batuk atau suction
cukup adekuat ditingkatkan 2.6 Auskultasi suara nafas,
menjadi (4) sebagian besar catat adanya suara nafas
adekuat. tambahan
b. Saturasi Oksigen dalam batas 2.7 Berikan bronkodilator
normal sebagian besar adekuat 2.8 Monitor status
(4) ditingkatkan menjadi hemodinamik
sepenuhnya adekuat (5) 2.9 Monitor respirasi dan
c. Foto Thorak dalam batas status O2
normal, cukup adekuat (3) 2.10 Pertahankan hidrasi yang
ditingkatkan menjadi sebagian adekuat untuk
besar adekuat (4) mengencerkan sekret
2.11 Jelaskan pada orang tua
Keterangan skala: tentang penggunaan alat
O2, suction, inhalasi.
1= Tidak Adekuat

2= Sedikit Adekuat

3= Cukup Adekuat

4= Sebagian besar Adekuat

5= Sepenuhnya Adekuat

Tabel 2.3

Intervensi Inovasi Pemberian Posisi Pronasi Untuk Meningkatkan Saturasi

Oksigen dan Respiratory rate pada BBLR yang menggunakan ventilator

Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
Gangguan

ventilasi spontan

berhubungan

dengan keletihan

otot pernafasan

(00033)

Gangguan Management Bantuan Ventilasi


ventilasi spontan Ventilation 1.1Pertahankan kepatenan jalan nafas
berhubungan 1.2Posisikan pasien untuk mengurangi
dengan keletihan dispnea
otot pernafasan 1.3. Posisikan untuk memfasilitasi
(00033) pencocokan ventilasi/perfusi
(good lung down) dengan tepat
1.4.Monitor efek-efek perubahan posisi
pada oksigenasi : AGD, SaO2,
tidak akhir CO2.
1.5.Auskultasi suara nafas, catat
area-area penurunan
1.6.Mulai dan pertahankan oksigen
tambahan
1.7.Monitor pernafasan dan status
oksigenasi
1.8.Beri obat (misalnya bronkodilator
dan inhaler) yang meningkatkan
patensi jalan nafas dan pertukaran
gas

6. Tindakan Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan

disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien

mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang

spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi masalah kesehatan pasien. Adapun tahap-tahap dalam

tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :

a. Tahap 1 : persiapan

Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk

mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.

b. Tahap 2 : intervensi

Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan

pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan

fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi

tindakan independen, dependen interdependen.

c. Tahap 3 : dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang

lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses

keperawatan.

7. Evaluasi Keperawatan

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan

keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat

dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman atau rencana

proses tersebut. Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut :


a. Proses asuhan keperawatan, berdasarkan kriteria yang telah disusun

b. Hasil tindakan keperawatan, berdasarkan kriteria keberhasilan yang

telah di rumuskan dalam rencana evaluasi.

Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :

a. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan atau

kemajuan sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara

maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.

Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan

atau kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru. Dalam hal ini

perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat

data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak

sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan. Setelah

seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari

pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien, seluruh

tindakannya di dokumentasikan dalam dokumentasi keperawatan.

c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan /

kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini

perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat

data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak

sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.

8. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak

yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang

berwenang, tujuan dalam pendokumentasian (Potter, 2010), yaitu :

a. Komunikasi

Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan

(menjelaskan) perawatan pasien termasuk perawatan individual,

edukasi pasien dan penggunaan rujukan untuk rencana pemulangan.

b. Tagihan financial

Dokumentasi dapat menjelaskan sejauh mana lembaga perawatan

mendapatkan ganti rugi (reimburse) atas pelayanan yang diberikan.

c. Edukasi

Dengan catatan ini peserta didik belajar tentang pola yang harus

ditemui dalm berbagai masalah kesehatan dan menjadi mampu untuk

mengantisipasi tipe perawatan yang dibutuhkan pasien.

d. Pengkajian

Catatan memberikan data yang digunakan perawat untuk

mengidentifikasi dan mendukung diagnosa keperawatan dan

merencanakan intervensi yang sesuai.

e. Pemantauan

Pemantauan merupakan tinjauan teratur tentang informasi pada

catatan pasien memberi dasar untuk evaluasi tentang kualitas dan

ketepatan perawatan.

f. Dokumentasi legal
Pendokumentasian yang akurat adalah salah satu pertahanan diri

terbaik terhadap tuntutan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan

kepada pasien.

g. Riset

Pada hal ini perawat dapat menggunakan catatan-catatan pasien

selama studi riset untuk mengumpulkan informasi tentang

faktor-faktor tertentu.

C. Konsep intervensi inovasi posisi pronasi untuk meningkatkanlevel

saturasi oksigen dan respiratory rate

Intervensi inovasi yang dilakukan pada By. Ny. L dengan BBLR

menggunakan ventilator untuk meningkatkan saturasi oksigen dan

respratoryrate di ruang NICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie. Adapun

konsep intervensi inovasi ini sebagai berikut:

1. Pengertian

Posisi pronasi adalah posisi yang memungkinkan neonatus

mendapatkan oksigenasi yang lebih adekuat dan memfasilitasi tidur

yang tenang, jarang menangis, dan pernapasan lebih teratur. Posisi ini

juga dapat mengurangi residu lambung yang dapat menyebabkan

apnea, aspirasi pneumonia, dan penyakit paru-paru kronis, juga

merupakan posisi yang paling cepat dalam mengosongkan lambung

(Victor, 2011).Menurut Heimler et al, (2010) yang dikutib dari

Heimann (2010), meneliti bahwa lebih sering terjadi serangan apnea


pada posisi supinasi dibandingkan dengan posisi pronasi. Posisi

pronasi adalah posisi dimana pasien tidur dengan telungkup berbaring

dengan wajah menghadap ke bantal, atau posisi klien berbaring di atas

abdomen dengan posisi kepala menoleh ke samping (Hwang, 2010).

2. Tujuan

a. Meningkatkan saturasi oksigen dan respiratory rate

b. Mengurangi angka kematian pada bayi BBLR

3. Pelaksanaan

a. Alat dan Bahan

1) Monitor

2) Pulse Oksimetri

3) Sarung tangan

b. Prosedur

1) Berikan salam, perkenalkan diri dan identifikasi klien dengan

memeriksa identitas klien dengan cermat

2) Jelaskan prosedur pada klien dan berikan kesempatan kepada

klien atau keluarga klien untuk bertanya dan menjawab seluruh

pertanyaan.

3) Siapkan peralatan yang diperlukan

4) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.

5) Catat dan monitor TTV pasien di layar monitor

6) Lihat KU pasien

7) Suction lendir bila ada

8) Catat dan monitor pasien pada layar ventilator


9) Posisikan klien dengan posisi pronasi dengan posisi yang

menyenangkan

10) Kaji

a) Sianosis.

b) Suhu tubuh

c) Saturasi oksigen

d) Respiratory Rate

e) Adanya sekret

11) Catat hasil dan dokumentasikan

12) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

D. Jurnal Ilmiah Terkait

1. Penelitian yang dilakukan oleh Anita Apriliawati (2016). Dengan judul

jurnal “Efek posisi pronasi untuk meningkatkan saturasi oksigen dan

respiratory rate pada bayi yang menggunakan ventilator di RSUD Koja”.

Hasil dari penelitian tersebut didapatkan bahwa terdapat pengaruh posisi

pronasi terhadap nilai saturasi oksigen dan frekuensi pernafasan bayi yang

menggunakan ventilator.

2. Jurnal yang berjudul “Pengaruh posisi pronasi terhadap penurunan residu

lambung dan peningkatan berat badan pada bayi BBLR di ruangan

instalasi neonatus RSUD Arifin Achmad Pekanbaru” oleh Dwiniesti

Riqyah Putri tahun 2016. Hasil dari penelitian didapat bahwa adanya

penurunan residu lambung pada bayi yang dilakukan posisi pronasi dan
terjadi peningkatan berat badan pada bayi BBLR yang diberi posisi

tersebut.
BAB III

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Dari hasil pengkajian 29Desember 2017Pukul 14.00 WITA dimana

penulis melakukan pengkajian kepada ibu klien, observasi secara

langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat.

Dari hasil pengkajian tersebut diperoleh hasil klien berinisial By. Ny L,

DOB 26 Desember 2017, berat badan 1700 gram, dengan nomor register

992510, berjenis kelamin perempuan, alamat rumah jalan Jelawat Gg 9

Rt 06 No 27 Samarinda, klien beragama Islam, penanggung jawab utama

orangtua, sumber pembiayaan BPJS, sumber informasi orang tua klien

dan medical record, dengan diagnosa medis BBLR ibu melahirkan

dengan SC.

2. Identitas Orang Tua

Nama Ayah Tn.A,umur 25 tahun,beragama Islam, suku Jawa,

pendidikan terakhir SMA, pekerjaan Swasta, nama ibu Ny.L, umur 22

tahun, alamat rumah jalan Jelawat Gg 9 RT.06 Samarinda, beragama

Islam, suku Jawa, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan ibu rumah tangga.

3. Keluhan Utama

a. Keluhan utama saat masuk rumah sakit


Ibu Klien melahirkan di RSUD AW Sjahranie dengan keluhan KPD

(Ketuban Pecah Dini), umur kehamilan 34 minggu, melahirkan

secara Sectio Seasarea, klien terdiagnosa BBLR dengan berat 1700

gram,dan nafasnya tidak adekuat sehingga di rawat di ruang NICU

RSUD AW Sjahranie Samarinda karena membutuhkan ventilator.

Pada pemeriksaan medis RR 69 x/mnt, HR : 158 x/mnt, SB 37,5 C,

SaO2 93%

b. Keluhan utama saat pengkajian tanggal 29 Desember 2017 pukul

14.00 WITA. Keluhan nafas belum adekuat, Berat Badan Lahir

Kurang dan organ-organ belum matur. Pasien masih nampak lemah,

TTV HR 150 x/mnt, RR 60 x/i, suhu 36.4 C.

4. Data Khusus

a. Airway : O2 via ventilator Mode P A/C

Rate : 60 auto F1O2 : 21%

Pip : 12 Vte : 8,9

Peep :7 SaO2 : 95%

b. Breating : RR 68 x/menit, menggunakan otot bantu nafas,

menggunakan O2 via ventilator

b. Circulation : TD = ( -) CRT < 3 detik

N = 154 x/mnt

Fluid :

IVFD Dextrose 5% ¼ NS 136 cc per 24 jam

drip Ca Glukonas 5 cc
5. Penentuan Head To Toe

a. Kepala : Tidak ada caput, ubun kecil masih

terbuka dan datar, rambut hitam,

distibusi rambut tidak merata.

b. Mata : Simetris. konjungtivita merah muda,

pupil berkontraksi terhadap cahaya,

sclera tidak ikterik.

c. Hidung : Mukosa lembab, tidak terdapat deviasi,

tidak terdapat mucus.

d. Mulut : Mukosa lembab, tidak ada jamur, tidak

ada kelainan, terpasang ett dan ogt.

e. Dada/thoraks : Ada retraksi dinding dada, dinding dada

simetris kiri dan kanan, tidak ada

kelainan pada dada.

f. Abdomen : Kembung (-), peristaltik (+), pada

palpasi : Soefl (+)

g. Genitalia : Bayi berjenis kelamin perempuan, labia

minora tertutup sempurna, tidak

terpasang DC, memakai diapers.

h. Reflek Primitif Pada Bayi Ny. L

1) Reflek Moro : Ada ditandai dengan cara dikejutkan

secara tiba – tiba dengan respon bayi

terkejut sesuai usia


2) Refleks rooting : Rooting positif tapi sesuai dengan usia

ditandai dengan kepala bayi mengikuti

stimulus yang ditempelkan yang

disentuhkan di daerah bibir bawah dagu

akan tetapi bayi hanya mengikuti

setengah dari stimulus tersebut

3) Reflek Sucking : Bayi menghisap sesuai dengan usia

4) Reflek Grasping : Reflek genggam positif ditandai dengan

respon bayi menggenggam sesuai

dengan usia telunjuk pengkaji

5) Reflek Staffing : Tidak dikaji

6) Reflek Babinsky : Reflek babinsky positif ditandai dengan

semua jari hiper ekstensi dengan jempol

kaki dorso fleksi sesuai dengan usia

ketika diberikan stimulus degan

menggunakan ujung bolpoint pada

telapak kaki.

7) Reflek Blinking : Tidak dikaji

8) Reflek Tonik Neck : Tidak dikaji

9) Reflek Gallant : Tidak dikaji

10) Reflek Gag : Tidak dikaji

11) Reflek Sneezing : Tidak dikaji

12) Reflek Cough : Tidak dikaji

6. Pemeriksaan penunjang
a. Tanggal 28 Desember 2017

Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Rujukan


Hematologi
Leukosit 9.2 10^3/uL 4.0 - 10.0
Hemoglobin 13,1 g/dL 11.0 - 16.0
Hematokrit 31,7 % 37.0 - 54.0
PLT 62.7 10^3/uL 150 - 450
Kimia Klinik
GDS 50 Mg/dL 74 - 127
Albumin 3,61 g/dL 4,0 - 4,9
Natrium 131 mmol/L 135 - 155
Elektrolit
Kalium 4,1 mmol/L 3,6 - 5,5
Chloride 103 mmol/L 98 - 108
(Sumber : Data primer Ruang NICU 2017)

b. Tanggal 30Desember 2017

Tabel 3.2 Hasil pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Rujukan


Hematologi
Leukosit 16.31 10^3/uL 4.0 - 10.0
Hemoglobin 17,9 g/dL 11.0 - 16.0
Hematokrit 53,6 % 37.0 - 54.0
PLT 108 10^3/uL 150 - 450
Kimia Klinik
Albumin 3,3 g/dL 4,0 - 4,9

Elektrolit
Kalium 6,3 mmol/L 3,6 - 5,5
Natrium 133 mmol/L 135-155 - 108
Chloride 105 mmol/L 98 - 108
(Sumber : Data primer Ruang NICU 2017)

c. Tanggal 30 Desember 2017

Tabel 3.3 Hasil pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Rujukan


Analisa Gas Darah
pH 7,11 7,35-7,45
pCO2 57,60 35.00-45.00
pO2 46,50 83,00-100
SO2% 66,10 % 95.00-100

FiO2 85 % 21-100
Temp 36,8 C 36-37
HCO3 18,4 Meq/L 22-26

Beecf -11,4 -2 sd +2
Beb -10,5 -2 sd +2
(Sumber : Data primer Ruang NICU 2017)

d. Tanggal 30 Desember 2017

Hasil Foto Thorax

Klinis: BBLR

Kedua paru berkembang cukup baik

Cor : Besar dan Bentuk Kesan Normal

Pulmo : Tak Tampak infiltrate

Sinus Costophrenicus kanan kiri tajam

Kesan: gambaran normal

7. Terapi :

Tanggal 29 Desember 2017

a) IVFD Dextrose 5%1/4NS 136 cc per 24 jam

b) Injeksi :

1) Ampicilin 42,5 mg/12 jam iv

2) Gentamicin 8,5 mg/24 jam iv

3) Aminophylin 4,5 mg/12 jam iv

c) Oral :

1) Minum ASI 12 x 4 cc per Ogt

Tanggal 05 Januari 2018

a) IVFD Dextrose 10%1/5Ns 158 cc drip Ca Glukonas 5 cc

b) Injeksi :

1) Meropenem 45 mg/8 jam iv


2) Ranitidine 3mg/12 jam iv

3) Aminophylin 4,5 mg/12 jam iv

c) Oral :

a) Minum ASI 12 x 8 cc per Ogt

8. Genogram Keluarga :

Bagan 3.1 Genogram Keluarga

Keterangan :

: Laki – laki

: Perempuan

: Tinggal dalam 1 rumah

: Klien

B. Analisa Data

Tabel 3.4 Analisa data

Etiologi
Tanggal Data Masalah
1 05/01/2018 DS : (-) Keletihan Gangguan
DO : otot ventilasi
a. Ps memakai O2 via pernafasan spontan
ventilator mode P A/C
Rate : 60
auto FiO2:21%
Pip :12
SaO2 97
Peep : 7
b. TTV : HR : 150x/menit
RR : 25-30x/menit
T : 36 C
2 05/01/2018 DS : (-) Resiko
DO : thermoregula
a. Ps menggunakan si inefektif
inkubator dengan
b. SB : 36 faktor resiko
c. Tampak motled/bercak2 fluktuasi
di badan (kutis suhu tubuh
marmorata)
d. Suhu badan naik turun
kadang –kadang febris
38 C-40C
e. Akral pasien hangat
3 05/01/2018 DS: (-) Obstruksi Bersihan
DO: jalan nafas, jalan nafas
a. Banyak mukus dan sekresi kekentalan tidak efektif
b. Pasien hypersaliva sekresi
c. Suara paru ronkhi
d. RR : 25x/menit
4 05/01/2018 DS: (-) Resiko
DO: infeksi
a. ps terpasang ett dengan
b.ps terpasang Ogt, pada area faktor resiko
plester ada kemerahan prosedur
c.ps terpasang iv line di invasif
kaki kanan, pada area
infus ada tanda kemerahan
d. leukosit tgl 30/12/2017
adalah 16.310/uL
5 05/01/2018 DS: Orang tua mengatakan Perubahan Ansietas
“Saya merasa khawatir besar (status
terhadap kondisi anak kesehatan),
saya yang baru 4 hari fungsi peran
sdh kritis dan dipasang dan
banyak alat2” lingkungan
DO: - Orang tua tampak
sangat khawatir dan
selalu bertanya
mengenai kondisi
anaknya
- Orang tua tampak
senantiasa
mendampingi dan
merawat anaknya

C. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan keletihan otot

pernafasan

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan

nafas, kekentalan sekresi.

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan besar (status kesehatan), fungsi


peran dan lingkungan.

4. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif

5. Resiko thermoregulasi inefektif dengan faktor resiko fluktuasi suhu


tubuh
D. Intervensi Keperawatan

Tabel 3.5 Intervensi Keperawatam


No Diagnosa NOC (Tujuan dan NIC
Keperawatan Kriteria Hasil) Intervensi Keperawatan

1. Gangguan ventilasi Manajemen Ventilasi Bantuan Ventilasi


spontan
Setelah dilakukan 1.1 Pertahankan
berhubungn dengan
tindakan keperawatan kepatenan jalan nafas
keletihan otot
manajemen asam basa 1.2 Posisikan pasien
pernafasan (00033)
asidosis respiratory untuk mengurangi
selama 31-45 menit dyspnea
diharapkan masalah 1.3 Posisikan untuk
dapat teratasi dengan memfasilitasi
kriteria hasil : pencocokan
ventilasi/perfusi
NOC (good lung down)
d. Respirasi dalam dengan tepat
batas normal (bayi 1.4 Monitor efek-efek
25-30x/mnt)(target perubahan posisi
outcome) pada oksigenasi :
dipertahankan pada AGD, SaO2, nilai
(3) sedang, akhir CO2.
ditingkatkan pada 1.5 Auskultasi suara
(4) menjadi ringan nafas, catat area-area
e. Irama pernafasan penurunan
teratur (target 1.6 pertahankan oksigen
outcome) tambahan
dipertahankan pada 1.7 Monitor pernafasan
(3) sedang, dan status
ditingkatkan pada 1.8 Beri obat misalnya
(4) menjadi ringan (bronkodilator dan
f. Tidak ada dispnea inhaler) untuk
(target outcome) kepatenan alan nafas
dipertahankan pada dan pertukaran gas
(3) sedang,
ditingkatkan pada
(4) menjadi ringan

Keterangan Skala :
6 = Berat
7 = Cukup berat
8 = Sedang
9 = Ringan
5 =Tidak ada

2 Bersihan jalan nafas Respiratory Status Airway Patency


tidak efektif Ventilation
berhubungan
Setelah dilakukan 2.11 Pastikan kebutuhan
dengan kekentalan
tindakan keperawatan oral/tracheal
sekresi (00032)
selama suctioning
2.12 Berikan O2 sesuai
3x24 jam pasien instruksi
menunukan keefektifan 2.13 Posisikan pasien
jalan nafas dengan untuk
indikator : memaksimalkan
j. Menunjukan jalan ventilasi
nafas yang paten 2.14 Lakukan fisioterapi
( klien tidak merasa dada bila perlu
tercekik, irama 2.15 Keluarkan sekret
nafas, frekuensi dengan batuk atau
pernafasan dalam suction
rentang normal, tidak 2.16 Auskultasi suara
ada suara napas nafas, catat adanya
abnormal) (3) cukup suara nafas tambahan
adekuat ditingkatkan 2.17 Berikan
menjadi (4) sebagian bronkodilator
besar adekuat. 2.18 Monitor status
k. Saturasi Oksigen hemodinamik
dalam batas normal 2.19 Monitor respirasi
sebagian besar dan status O2
adekuat (4) 2.20 Pertahankan hidrasi
ditingkatkan menjadi yang adekuat untuk
sepenuhnya adekuat mengencerkan sekret
(5) 2.21 Jelaskan pada orang
l. Foto Thorak dalam tua tentang
batas normal, cukup penggunaan alat O2,
adekuat (3) suction, inhalasi.
ditingkatkan menjadi
sebagian besar
adekuat (4)

Keterangan skala:

1= Tidak Adekuat

2= Sedikit Adekuat

3= Cukup Adekuat

4= Sebagian besar
Adekuat

5= Sepenuhnya
Adekuat

3 Ansietas Orang tua Kontrol Kecemasan Dukungan Keluarga


berhubungan
Setelah dilakukan 3.1 Dengarkan
perubahan besar
tindakan keperawatan kekhawatiran, perasaan
status kesehatan
selama 3 x 24 jam, dan pernyataan dari
(00146)
diharapkan kecemasan keluarga
dapat teratasi dengan 3.2 Tingkatkan hubungan
indikator : saling percaya dengan
keluarga
a. Mencari informasi 3.3 Yakinkan keluarga
untuk mengurangi bahwa pasien sedang
kecemasan, dengan diberikan perawatan
skala target outcome terbaik
dipertahankan 3.4 Nilailah reaksi
pada(3) sering emosional keluarga
dilakukan terhadap kondisi
ditingkatkan pada pasien
(5) dilakukan secara 3.5 Dukung harapan yang
konsisten realistis
b. Menggunakan 3.6 Berikan informasi bagi
strategi koping yang keluarga terkait
efektif, dengan skala kondisi perkembangan
target outcome pasien
dipertahankan 3.7 Libatkan keluarga
pada(3) sering dalam membuat
dilakukan keputusan terkait
ditingkatkan pada perawatan
(5) dilakukan secara
konsisten
c. Menggunakan
tehnik relaksasi
untuk mengurangi
kecemasan, dengan
skala target outcome
dipertahankan
pada(3) sering
dilakukan
ditingkatkan pada
(5) dilakukan secara
konsisten

Keterangan skala :

1=Tidak pernah
dilakukan

2=Jarang dilakukan

3=Kadang-kadang
dilakukan

4=Sering dilakukan

5=Dilakukan secara
konsisten

4 Resiko infeksi Kontrol Infeksi (0703) Perlindungan Infeksi


berhubungan (6550)
dengan
4.1 Monitor kerentanan
ketidakadekuatan Setelah dilakukan terhadap infeksi
pertahanan primer tindakan keperawatan 4.2 Monitor nilai WBC
(kerusakan kulit, kontrol infeksi selama 3 4.3 Batasi jumlah
trauma jaringan x 24 jam diharapkan pengunjung
lunak, prosedur tidak ada infeksi 4.4 Pertahankan asepsis
invasiv/pembedahan sehingga resiko infeksi untuk pasien yang
tidak terjadi. Dengan beresiko
(0004)
indikator : 4.5 Lakukan universal
j. Kemerahan (4) precautions
k. Vesikel yang tidak 4.6 Tingkatkan asupan
mengeras nutrisi yang cukup
permukaannya (4) 4.7 Ajarkan pasien dan
l. Cairan (luka) (4) anggota keluarga
m. Drainase (4) bagaimana cara
n. Demam (5) menghindari infeksi
o. Nyeri (4) Kontrol infeksi (1860)
p. Malaise (5)
q. Menggigil (5) 4.8 Bersihkan lingkungan
r. Peningkatan jumlah setelah digunakan
sel darah putih (5) pasien
4.9 Gunakan kewaspadaan
Skala :
universal
6 = Berat 4.10 Dorong nutrisi
7 = Cukup berat yang adekuat
8 = Sedang 4.11 Dorong intake
9 = Ringan cairan yang adekuat
5 = Tidak ada 4.12 Dorong pasien
untuk istirahat
4.13 Beri Antibiotik
sesuai anjuran
4.14 Ajarkan keluarga
untuk mengenali
tanda-tanda infeksi

5 Resiko Thermoregulation : Temperature Regulation


thermoregulasi Neonatus (0801) (3900)
inefektif
Setelah dilakukan 5.1 Monitor suhu tubuh
( 00008) tindakan keperawatan
selama 3x8 jam tidak 5.2 Rencanakan
ada thermoregulasi monitoring suhu
inefektif sehingga secara kontinyu.
resiko thermoregulasi 5.3 Monitor TTV
inefektif tidak terjadi5.4 Monitor warna dan
dengan indikator : suhu kulit
a. Temperatur stabil : 5.5 Monitor tanda-tanda
36-37,5 C hipertemi dan
hipotermi
b. Tidak kejang 5.6 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
c. Keseimbangan asam
basa bayi baru lahir5.7 Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
d. Tidak ada perubahan kehangatan tubuh
warna kulit 5.8 Diskusikan tentang
e. Glukosa darah stabil pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
f. Pengendalian resiko efek negatif dari
hyperthermia kedinginan
5.9 Beritahu tentang
g. Pengendalian resiko
indikasi teradinya
Hypothermia
keletihan dan
penangan emergency
yang diperlukan.
Keterangan Skala :

1 = Penyimpangan
ekstrim dari
kisaran normal

2 = Penyimpangan
substansial

3 = Penyimpangan
moderat

4 = Penyimpangan
ringan

5 = Tidak ada
penyimpangan dari
kisaran normal

E. Implementasi Keperawatan

Tabel 3.6 Implementasi Keperawatan


No Tanggal/jam Implementasi Evaluasi Respon

DX
05/01/2018

I J.08.00 1.7. Memonitor pernafasan dan DO :


status oksigenasi
a. Tidak terdapat
tanda-tanda
sinosis

b. Pasien terpasang
ventilator Mode
P A/C

c. RR : 30x/menit

III J. 08.10 3.2 Mengkaji tingkat kecemasan DO :


orang tua pasien
a.Orang tua tampak
khawatir melihat
anaknya

b. Orang tua
tampak gelisah

II J.08.15 2.3 Memposisikan pasien DO :


untuk memaksimalkan a. SaO2 100%
ventilasi (posisi pronasi) b. RR : 30x/menit
c. mukus sedikit

I J. 09.00 1.2 Memposisikan pasien DO :


untuk mengurangi a. Pasien tenang
dyspnea (posisi pronasi) b. Tidak ada
tanda-tanda
dyspnea
c. Respiratory rate
dalam batas
normal
30x/menit
d.Saturasi oksigen
100%
I J.09.00 1.3 Memposisikan pasien DO :
untuk mencocokkan
ventilasi/perfusi (good a. Pasien tampak
lung down dengan tepat) tenang
(posisi pronasi) b.Pasien tidur

c.Monitor
ventilator stabil

d. Pada gambar
monitor banyak
triger atau nafas
spontan pasien

V J.10.00 5.2 Memonitor TTV DO :

Setelah tindakan
pasien tenang dan
langsung tertidur
HR : 153x/menit
RR : 35x/menit
SB : 36,5 C

SaO2 : 100%

IV J.11.00 4.3 Membatasi pengunjung bila DO :


perlu
Pada jam besuk
orang tua begantian
menjenguk

III J.14.00 3.1 Melakukan pengkajian DO :


melalui orang tua dan Orang tua
medical record menjelaskan
tentang kondisi
anaknya
3.4 Menilai reaksiemosional
orang tua atau keluarga DO :
terhadap pasien dan Orang tua tampak
III J.14.30 memberikan dukungan pada sangat khawatir
keluarga dengan dengan kondisi
mendengarkan anaknya
kekhawatiran dan perasaan
orang tua atau keluarga
06/01/2018

I J.08.00 1.7 Memonitor pernafasan dan DO :


status oksigenasi
a. Pasien tampak
stabil

b. Saturasi 100%

c. O2 via ventilator
Mode P A/C

IV J.08.30 4.5 Mencuci tangan DO : Cuci tangan


sebelum dan
sesudah
tindakan

II J.09.00 2.1 Memastikan kebutuhan DO : Sekret pasien


oral/tracheal suctioning sedikit,
setelah
suction
pasien tenang

I J.09.30 1.2 Memberikan posisi pasien DO :


pronasi untuk mengurangi
dyspnea a. Pasien tenang

b. Tidak ada
tanda-tanda
sianosis

c.SaO2 100 %

d. T : 36,5

e.RR : 31 x/menit

III J.09.30 3.4 Menjelaskan semua prosedur DO : Keluarga


tindakan keperawatan terutama orag
sebelum melakukan tua tampak
tindakan tenang saat
anaknya
dilakukan
tindakan
keperawatan

V J.12.00 5.5.1 Memonitoring adanya tanda- DO :


tanda hypothermia dan
hyperthermia a. Tanda-tanda
hypotermia dan
hypertemia
tidak teradi

b. SB : 36,5 C

07/01/2018

II J.08.00 2.8 Memonitor respirasi dan DO :


status O2
a. Pasien
memakai C PAP

b. SaO2 100%

c. RR 30x/menit

I J.10.30 1.3 Memposisikan pasien untuk DO :


meminimalkan
perfusi/ventilasi posisi a. Pasien
pronasi menggunakan

C PAP

b. SaO2 100%

2.3 Memposisikan pasien posisi c.RR 30-40x/menit


pronasi agar tidak banyak DO : Pasien
II J.10.30 sekret/mukus tenang,
mukus/sekret
sedikit

IV J.11.00 4.7 Mengajarkan kepada orang DO : Orang tua


tua untuk mencuci tangan memperhatikan
jika ingin mengendong dengan seksama
bayinya
IV J.11.00 4.3 Menjelaskan kepada orang DO : Orang tua
tua agar keluarga yang memperhatik
menjenguk masuk secara an dengan
bergantian dan tidak seksama
menggendong bayinya tanpa
mencuci tangan

III J.11.00 3.3 Menjelaskan kepada orang DO : Orang tua


tua agar jangan banyak memperhatik
menggerakkan tubuh bayinya an dengan
untuk mengurangi dyspnea

Seksama

V J.12.00 5.1 Memonitor suhu badan DO :

a. SaO2 100%

b. SB : 36,5 C

F. Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.7 Evaluasi Keperawatan

Hari/Tgl No Evaluasi SOAP Paraf


DX

Jumat I S : (-)

05 Januari O : a. Pasien stabil


2018 b. TTV :
SaO2 : 100%
RR :31x/menit
SB : 36,5 C
HR : 120x/menit

A : Masalah gangguan ventilasi spontan


belum teratasi, dengan indikator :
a. Respirasi dalam batas normal
31x/menit(3)
b. Irama pernafasan teratur (3)
c. Tidak ada tanda-tanda dyspnea(4)

P : Lanjutkan intervensi 1.1, 1.2, 1.3, 1.4,


1.5, 1.6, 1.7, 1.8.

Jumat II S : (-)

05 Januari O:
2018 a. Pasien stabil
b. TTV : SaO2 : 100%
RR :31x/menit
SB : 36,5 C
HR : 120x/menit

A : Masalah bersihan jalan nafas tidak


efektif belum teratasi dengan
indikator
a. Pasien menunjukan jalan nafas
yang paten ( klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal,
tidak ada suara napas abnormal) (3)
cukup adekuat ditingkatkan menjadi
(4) sebagian besar adekuat.
b. Saturasi Oksigen dalam batas
normal sebagian besar adekuat (4)
ditingkatkan menjadi sepenuhnya
adekuat (5)
c. Foto Thorak dalam batas normal,
cukup adekuat (3) ditingkatkan
menjadi sebagian besar adekuat (4)

P : Lanjutkan Intervensi 2.1, 2.2, 2.3, 2.4,


2.5, 2.6, 2.7, 2.8, 2.9, 2.10, 2.11

05 Januari III S : Orang tua mengatakan “saya merasa


sangat khawatir terhadap kondisi anak saya
2018 yang baru lahir sudah di rawat”.
O O : a.Orang tua tampak sangat
khawatir danselalu bertanya
mengenai kondisi anaknya
Or b. Orang tua tampak senantiasa
mendampingi dan merawat anaknya

A : Masalah ansietas orang tua


belumteratasi dengan indikator :

a. Mencari informasi untuk


mengurangi kecemasan
Sebelum(3)

Sesudah tindakan : (4)

b. Menggunakan strategi koping yang


efektif
Sebelum tindakan (2)

Sesudah (3)

c. Menggunakan tehnik relaksasi


untuk mengurangi kecemasan.
Sebelum tindakan (2)

Sesudah (3)

P : Lanjutkan .intervensi 3.1, 3.2, 3.3,


3.4, 3.5, 3.6 dan 3.7

05 Januari IV S :Ibu mengatakan anaknya sudah tenang


2018

O: a. T : 36.5 C

b.Terpasang Infus pada kaki


kanan

c.Terpasang Ett

d.Terpasang Ogt
A Masalah resiko terjadinya infeksi
tidakterjadi
Indikator :

a. Kemerahan

Sebelum tindakan (4)

Sesudah tindakan (5)

b. Demam

Sebelum tindakan (5)

Sesudah (5)

c. Peningkatan jumlah leukosit

Sebelum tindakan (5)

Sesudah (5)

P: Lanjutkan .intervensi 3.1, 3.2, 3.3, 3.4,


3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3,9, 3.10, 3.11

05 Januari V S : (-)
2018

O : a. SB : 36,5 C

b. Pasien tidak sianosis

c. Pasien memakai inkubator

d. akral pasien hangat

A : a.Suhu badan dalam batas normal


36-37,5 C (5)
b.Pasien tidak kejang (5)

c.Keseimbangan asam basa bayi baru


lahir(4)

d.Tidak ada perubahan warna kulit(4)

e. Pengendalian resiko hypertermia(4)

f. Pengendalian resiko Hypothermia(4)

P : Lanjutkan intervensi 5.1, 5.2, 5.3, 5.4,


5.5, 5.6, 5.7, 5.8

Sabtu, I S : (-)

06 Januari O : a. Pasien tampak stabil setelah pronasi


2018 b. TTV dalam batas normal
SaO2 : 100%
RR :31x/menit
SB : 36,5 C
HR : 120x/menit

A : Masalah gangguan ventilasi spontan


belum teratasi, dengan indikator :
a. Respirasi dalam batas normal
31x/menit(3)
b. Irama pernafasan teratur (3)
c. Tidak ada tada-tanda dyspnea(4)

P : Lanjutkan intervensi 1.1, 1.2, 1.3, 1.4,


1.5, 1.6, 1.7, 1.8.
Sabtu, II S : (-)

06 Januari O:
2018 a. Pasien stabil
b. TTV : SaO2 : 100%
RR :31x/menit
SB : 36,5 C
HR : 120x/menit

A : Masalah bersihan jalan nafas tidak


efektif belum teratasi dengan
indikator
a. Pasien menunjukan jalan nafas
yang paten ( klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal,
tidak ada suara napas abnormal) (3)
cukup adekuat ditingkatkan menjadi
(4) sebagian besar adekuat.
b. Saturasi Oksigen dalam batas
normal sebagian besar adekuat (4)
ditingkatkan menjadi sepenuhnya
adekuat (5)
c. Foto Thorak dalam batas normal,
cukup adekuat (3) ditingkatkan
menjadi sebagian besar adekuat (4)

P : Lanjutkan Intervensi 2.1, 2.2, 2.3, 2.4,


2.5, 2.6, 2.7, 2.8, 2.9, 2.10, 2.11

Sabtu, III S: Orang tua menyatakan sudah mulai

06 Januari tenang melihat kondisi anaknya sudah


mulai pulih
2018

O : Ekspresi wajah tampak mulai tenang

A : Masalah ansietas sebagian


teratasidengan indikator :

a. Mencari informasi untuk


mengurangi kecemasan
Sebelum(3)

Sesudah tindakan : (4)

b. Menggunakan strategi koping yang


efektif
Sebelum tindakan (3

Sesudah (4)

c. Menggunakan tehnik relaksasi


untuk mengurangi kecemasan.
Sebelum tindakan (3)

Sesudah (4)

P: Lanjutkan .intervensi 4.1,4.2,4.3, 4.4,


4.5, 4.6, 4.7
Sabtu, IV S: Ibu mengatakan anaknya sudah

06 Januari tenangdan tidak lagi rewel

2018
O:

- T : 36.5 C
- Terpasang Infus pada tangan kanan

A : Masalah resiko terjadinya infeksi tidak


terjadi
Indikator :
a. Kemerahan

Sebelum tindakan (4)

Sesudah tindakan (5)

b. Permukaan

Sebelum tindakan (4)

Sesudah tindakan (5)

c. Demam

Sebelum tindakan (5)

Sesudah tindakan (5)

- Peningkatan jumlah leukosit


Sebelum tindakan (5)

Sesudah (5)

P: Lanjutkan .intervensi3.1, 3.2, 3.3, 3.4,


3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3,9, 3.10, 3.11

Sabtu, V S : (-)

06 Januari

2018 O : a. SB : 36,5 C
b. Pasien tidak sianosis

c. Pasien memakai inkubator

d. akral pasien hangat

A : a.Suhu badan dalam batas normal 36-


37,5 C (5)

b.Pasien tidak kejang (5)

c. Keseimbangan asam basa bayi baru


lahir(4)

d.Tidak ada perubahan warna kulit(4)

e. Pengendalian resiko hypertermia(4)

f. Pengendalian resiko Hypothermia(4)

P : Lanjutkan intervensi 5.1, 5.2, 5.3, 5.4,


5.5, 5.6, 5.7, 5.8

Minggu, I S : (-)
07 Januari

2018 O: a. Pasien sudah weaning ventilator,


sekarang memakai C PAP
b.RR : 30x/menit
c.HR : 130x/menit
d.SaO2:100%

A : Masalah Gangguan ventilasi


spontanteratasi sebagian, dengan
indikator
a,Respirasi dalam batas normal
31x/menit(3)
b.Irama pernafasan teratur (3)
c.Tidak ada tanda-tanda
dyspnea(4)

P : Lanjutkan intervensi 1.1, 1.2, 1.3, 1.4,


1.5, 1.6, 1.7, 1.8

Minggu, II S : (-)
07 Januari
O:
2018 a. Pasien stabil
b. TTV : SaO2 : 100%
RR :31x/menit
SB : 36,5 C
HR : 120x/menit

A : Masalah bersihan jalan nafas tidak


efektif belum teratasi dengan
indikator
a. Pasien menunjukan jalan nafas
yang paten ( klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal,
tidak ada suara napas abnormal) (3)
cukup adekuat ditingkatkan menjadi
(4) sebagian besar adekuat.
b. Saturasi Oksigen dalam batas
normal sebagian besar adekuat (4)
ditingkatkan menjadi sepenuhnya
adekuat (5)
c. Foto Thorak dalam batas normal,
cukup adekuat (3) ditingkatkan
menjadi sebagian besar adekuat (4)
P : Lanjutkan Intervensi 2.1, 2.2, 2.3, 2.4,
2.5, 2.6, 2.7, 2.8, 2.9, 2.10, 2.11

Minggu, III S: Orang tua menyatakan sudah mulai


07 Januari tenang melihat kondisi anaknya sudah
2018 mulai pulih

O : Ekspresi wajah tampak mulai tenang

A : Masalah ansietas sudah teratasidengan


indikator :

a. Mencari informasi untuk


mengurangi kecemasan
Sebelum(3)

Sesudah tindakan : (4)

b. Menggunakan strategi koping yang


efektif
Sebelum tindakan (3

Sesudah (4)

c. Menggunakan tehnik relaksasi


untuk mengurangi kecemasan.
Sebelum tindakan (3)

Sesudah (4)

P: Lanjutkan .intervensi 4.1,4.2,4.3, 4.4,


4.5, 4.6, 4.7

Minggu, IV S: Ibu mengatakan anaknya tenang


07 Januari

2018
O:

a. Pasien terpasang C- PAP


b. Terpasang OGT
c. T : 36.8 C
d. Terpasang infus ditangan kanan
e. Hasil Leukosit : 8.800 (05 Januari
2018)

A: Masalah resiko terjadinya infeksi tidak


terjadi
Indikator :

a. Kemerahan

Sebelum tindakan (5)

Sesudah tindakan (5)

b. Demam

Sebelum tindakan (5)

Sesudah (5)

c. Peningkatan jumlah leukosit

Sebelum tindakan (5)

Sesudah (5)

P: Lanjutkan .intervensi 3.1, 3.2, 3.3, 3.4,


3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3,9, 3.10

Minggu, V S : (-)
07 Januari

2018
O : a. SB : 36,5 C

b. Pasien tidak tampak sianosis

c. Pasien memakai inkubator


d. akral pasien hangat

A : a.Suhu badan dalam batas normal 36-


37,5 C (5)

b.Pasien tidak kejang (5)

c.Keseimbangan asam basa bayi baru


lahir(4)

d.Tidak ada perubahan warna kulit(4)

e. Pengendalian resiko hypertermia(4)

f. Pengendalian resiko Hypothermia(4)

P : Lanjutkan intervensi 5.1, 5.2, 5.3, 5.4,


5.5, 5.6, 5.7, 5.8

G. Implementasi Inovasi

Tabel 3.8 Implementasi Inovasi Pre dan Post Tindakan

Hari/Tgl Implementasi Inovasi Sebelum Sesudah Tindakan


Tindakan

05 1.2 Memposisikan pasien a. Pasien tenang a. Pasien tenang .


Januari untuk mengurangi
2018 dyspnea (posisi b. Saturasi b. Saturasi
pronasi) Oksigen 96 % Oksigen 100%

c. Respiratory c.Respiratory rate


rate 25x/menit 32x/menit
1.3 Memposisikan pasien
untuk mencocokan d.Pasien rileks
ventilasi/perfusi (good d.Gambaran pada
lung down dengan monitor
posisi pronasi) ventilator
stabil, banyak
triger (nafas
spontan)

06 2.3 Memposisikan pasien a. Pasien tenang a. Pasien tenang


Januari untuk memaksimalkan
ventilasi b. Saturasi b.Tidak ada tanda-
2018 Oksigen 97% tanda sianosis

c.Respiratory rate c.TTV :


1.2 Memberikan posisi 25x/menit
pasien pronasi untuk T : 36,5 C
mengurangi dyspnea SaO2 : 100%

RR :
50x/menit

d.Tanda-tanda
dyspnea tidak
ada

e.Mukus dan
sekret
berkurang

07 1.3 Memposisikan pasien a.Pasien gelisah a.Pasien tenang


Januari untuk mencocokan
2018 ventilasi/perfusi (good lung b.Pasien tampak b.SaO2 100%
down dengan tepat) meringis saat
dirubah posisinya c.RR : 48x/menit

c. SaO2 100% d. SB : 36,8 C

d.RR : 31x/menit
BAB IV

ANALISA SITUASI
A. P ROFIL L AHAN P RAKTIK

Gambar 4.1 RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

terletak di jalan Palang Merah Indonesia, Kecamatan Samarinda Ulu. Rumah

Sakit Umum Daerah A.Wahab Sjahranie sebagai Top Referal Dan sebagai

rumah sakit kelas A satu-satunya di Kalimantan timur terhitung mulai bulan

januari 2014. RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda saat ini sebagai

wahana pendidikan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman juga

program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS I) Bedah, Selain itu berbagai

institusi pendidikan baik pemerintah maupun swasta juga bekerja sama

dengan Perguruan Tinggi kesehatan yang ada di Kalimantan Timur.

B E NTU K P E LA YA N A N U T A M A BE RU PA PE LA YA N A N P E ND E RI TA Y A N G

M E N GA LA M I KE A D A A N GA W A T D A RU R A T , TE TA PI D A PA T JU G A M E LA Y A NI

P E ND E RI TA T ID A K GAWAT D A RU RA T DAN U N TU K SE L A N JU T NYA


D IK O O RD INA S IK A N D E NG A N B A G IA N A T A U U N IT L A IN YA N G SE SU A I D E N GA N

KA SU S P E N YA K IT NY A , D E NG A N T U JU A N TE RC A PA INY A K E SE H A TA N P A D A

P E ND E RI TA GA W A T D A RU RA T YA NG OP TI MA L , TE RA R A H D A N TE R PA D U

D E NG A N F O KU S U TA M A A D A LA H ME NC E GA H KE MA T IA N D A N KE C A C A T A N ,

M E L A KU KA N SI STE M RU J U KA N D A N PE NA NG GU LA N G A N K O RB A N BE NC A NA .

Ruang NICU (Neonatus Intensive Care Unit) merupakan unit khusus

untuk merawat pasien bayi. NICU M E RU P A KA N PE L A YA N AN I NT E N S I F

U N T U K B A Y I Y A N G M E M E RL UK AN PE N GO B AT A N DA N PE R AW AT AN

K HU S U S , GUNA M E NCE G A H DA N M E N G OB A T I T E RJ ADI NY A

KE GA G A L A N OR G A N - OR G AN V I T AL . B AYI YA NG H AR US DI R AW AT

DI NICU ADALAH M E RE K A Y AN G M E N GAL AM I M AS AL A H

PE R N A F A S A N A KU T , KE CE L A KA AN B E R AT , K OM PL I K AS I D AN

KE L A I N A N F U N G S I O RG A N .

Struktur organisasi ruang NICU terdiri dari 1 orang Kepala Ruangan,

1 orangClinical Care Manager (CCM), perawat pelaksana sebanyak 20 orang,

1 orang Pembantu Orang Sakit (POS), Cleaning Servis (CS) 3 orang.Dan

tenaga administrasi 2 orang. Kapasitas di ruang NICU berjumlah 9 tempat

tidur, dengan 9 bed set monitor, 6 ventilator dan 2 C-PAP.

B. A NALIS A M ASALAH K EPERAWATAN D ENGAN K ONSEP T ERKAIT


D AN K ONSEP K ASUS T ERKAIT .
Penulis akan menguraikan keterkaitan antara landasan teori dengan hasil
praktik keperawatan dengan pasien apnoe akan efek dari posisi pronasi untuk
meningkatkan saturasi oksigen dan respiratory rate pada bayi BBLR yang
menggunakan mesin ventilator di ruang NICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Pembahasan ini menggunakan lima tahap proses keperawatan,
yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.
Hal ini dikarenakan proses keperawatan merupakan rangkaian dari kegiatan
atau tindakan sistematik dan menyeluruh yang digunakan untuk menentukan,
melaksanakan serta menilai asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat.
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada klien dengan BBLR :
2) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan keletihan otot

pernafasan

Definisi : Gangguan ventilasi spontan adalah penurunan

cadangan energi yang mengakibatkan ketidakmampuan

individu mempertahankan pernafasan yang adekuat untuk

menyokong pernafasan.

3) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan

nafas, kekentalan sekresi.

Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi

jalan nafas, guna mempertahankan jalan nafas yang bersih.

4) Kecemasan orang tua berhubungan dengan status kesehatan

Definisi :Perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau ketakutan

yang disertai respon autonom (sumber tidak spesifik atau

tidak terhadap bahaya). Sinyal ini merupakan peringatan

adanya ancaman yang akan datang dan memungkinkan

individu untuk mengambil langkah untuk menyetujui

terhadap tindakan.

4) Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif

Definisi : mengalami peningkatan resiko terserang organisme

patogenik.

5) Resiko thermoregulasi inefektif dengan faktor resiko fluktuasi suhu tubuh


Definisi : perubahan suhu tubuh kadang naik kadang turun

Faktor yang berhubungan :

Eksternal :

Hipertermia atau hipotermia

BB yang ekstrim

Stratum korneum imatur

6) Defisiensi pengetahuan orang tua tentang prosedur perawatan bayi

BBLR berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

Setelah dilakukan pengkajian yang dipaparkan dalam BAB

sebelumnya, didapatkan data subyektif dan data obyektif yang mengarah

kepada masalah keperawatan.Tidak semua masalah keperawatan yang

ada pada teori dialami oleh klien tersebut. Masalah keperawatan yang

muncul pada klien tersebut adalah :

1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan keletihan otot

pernafasan.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi

jalan nafas, kekentalan sekret.

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan besar (status kesehatan),

fungsi peran dan lingkungan.

4. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif

5. Resiko thermoregulasi dengan faktor resiko fluktuasi suhu tubuh

Adapun diagnosa keperawatan yang didapatkan pada By. Ny. L semua

terdapat pada diagnosa teori, sedangkan diagnosa teori ada yang tidak penulis
angkat pada diagnosa keperawatan By. Ny. L, seperti ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, karena pasien sudah mendapat asupan

nutrisi berupa ASI, reflek hisap pasien baik, juga berat badan bertambah

selama perawatan, diagnosa yang lain adalah defisiensi pengetahuan orang

tua tentang prosedur perawatan BBLR berhubungan dengan keterbatasan

kognitif, hal ini dikarenakan orang tua pasien sudah mengerti tentang

perawatan BBLR karena sebelumnya memiliki anak yang BBLR. Pada

pasien dengan BBLR, orang tua memerlukan perawatan yang adekuat

terhadap bayi BBLR, karena pada prinsipnya semakin sakit dan kecil berat

badan bayi maka sangat memerlukan pengetahuan perawatan maksimal dan

perlu dukungan orang tua yang lebih besar. Pada By.Ny. L saat penulis

melakukan pengkajian terhadap orang tua, pengetahuan orang tua terhadap

bayi yang BBLR agak mengerti, karena sebelumnya memiliki bayi BBLR

hanya saja meninggal dunia.

Intervensi yang dilakukan pada diagnosa gangguan ventilasi spontan

adalah melakukan pengkajian terhadap skala saturasi oksigen dan

respiratoryratepasien, mengobservasi reaksi non verbal, mengkaji faktor

penyebab yang dapat menimbulkan meningkatnya saturasi oksigen dan

respiratory rate, mengurangi hal-hal yang dapat menyebabkan menurunkan

saturasi oksigen dan respiratory rate, misalnya terlalu banyak menggerakan

atau memindahkan posisi bayi atau dengan perlahan lahan dalam mengganti

popok bayi. Dengan tindakan posisi pronasi sebagai intervensi inovasi

penulis. Pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif memberikan

intervensi inovasi dan juga membersihkan sekret dengan suction . Pada


diagnosa kecemasan penulis merencanakan memberikan informasi dan

tehnik strategi koping untuk mengurangi kecemasan.Pada diagnosa resiko

infeksi penulis merencanakan perlindungan infeksi dan perawatan luka. Pada

perlindungan infeksi merencanakan monitor WBC, melakukan

universalprecaution, tehnik aseptik. Pada diagnosa resiko thermoregulasi

inefektif penulis merencanakan monitor suhu tubuh dan melihat adanya

tanda-tanda hyperthermi atau hypothermi

Pada implementasi, penulis melaksanakan sesuai dengan intervensi yang

telah dibuat. Pada pelaksanaan tidak ditemukan kendala yang berarti, hal ini

dikarenakan kondisi bayi dalam keadaan stabil.Banyaknya sekret pada pasien

dapat dibersihkan. Orang tua dan keluargapun kooperatif saat bayinya

diberikan tindakan dan saat diberikan penjelasan tentang kondisi dan

pengobatan yang sedang dijalani bayinya, orang tua dan keluarga

memperhatikan dengan sangat baik dan mau berkomunikasi dalam

memberikan pertanyaan dan menyatakan bahwa kondisi anaknya diharapkan

segera sembuh sehingga dapat merawat anaknya secara mandiri.

Pada hasil evaluasi setelah 3 hari dilakukan tindakan perawatan, pada

diagnosa gangguan ventilasi spontan, dari saturasi Oksigen 96% menjadi

saturasi Oksigen 100%, respiratory rate dari 30x/menit menjadi 48x/menit

dan stabil selama 3 hari perawatan, pada diagnosa ini teratasi sebagian. Hal

ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, karena bayi menjadi

lebih rileks dan tenang meskipun dilakukan mobilisasi (posisi pronasi). Dan

juga adanya peningkatan pada pernapasan pasien dari menggunakan

ventilator berkurang menjadi menggunakan C-PAP. Pada diagnosa bersihan


jalan napas tidak efektif, dengan intervensi inovasi posisi pronasi dan

tindakan suction, sekret dan mukus berkurang. Pada diagnosa kecemasan

dimana setelah dilakukan pemberian informasi dan dukungan kepada orang

tua dan keluarga, orang tua dan keluarga menjadi tenang dan ekspresi wajah

lebih ceria daripada hari-hari sebelumya.Pada evaluasi diagnosa keempat

yaitu resiko infeksi, selama 3 hari perawatan tidak terdapat tanda-tanda infeksi,

sehingga masalah resiko infeksi tidak terjadi. Pada diagnosa resiko

thermoregulasi inefektif belum teratasi karena kondisi bayi yang masih

prematur dan BBLR serta bayi masih berada dalam inkubator.

C. Analisis intervensi pemberian posisi pronasi untuk meningkatkan saturasi

oksigen dan respiratory rate pada BBLR yang menggunakan ventilator

Pada diagnosa keperawatan gangguan ventilasi spontan penulis

melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang sudah

direncanakan, yaitu mengobservasi tanda-tanda peningkatan atau

penurunan saturasi oksigen serta respiratory rate pada BBLR yang

menggunakan ventilator dengan intervensi inovasi pemberian posisi pronasi,

didapatkan data objektif respiratory rate dalam batasan normal

30-40x/menit, saturasi oksigen dari 96% menjadi 100%.

Posisi pronasi adalah posisi dimana pasien tidur dengan telungkup

berbaring dengan wajah menghadap ke bantal, atau posisi pasien berbaring

di atas abdomen dengan posisi kepala menoleh ke samping (Hwang, 2010).

Tujuannya adalah untuk memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut


dan pinggang, mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut serta

memberikan posisi yang nyaman. Pada posisi ini dipercaya dapat

meningkatkan berat badan pada pasien BBLR. Pada bayi yang dirawat dalam

inkubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur harus

diangkat dan posisi bayi dapat dibalik pada sisi kanan atau bayi di

telungkupkan (pronasi) pada saat sedang menggunakan ventilator. Pada

intervensi ini (posisi pronasi) didapatkan hasil yang signifikan pada bayi BBLR

yang menggunakan ventilator terjadi peningkatan saturasi oksigen dan

respiratory rate.

Tabel 4.1
Tabel Observasi Tindakan Perawatan Pemberian Posisi Pronasi Untuk
Meningkatkan Saturasi Oksigen dan Respiratory Rate Pada
Bayi BBLR yang menggunakan Ventilator

Hari/Tgl Setelah intervensi


Jumat, 05  Setelah dilakukan pemberian posisi pronasi pada By.
Januari 2018 Ny. L, yang menggunakan ventilator, kondisi pasien :
 Saturasi Oksigen 100% dari 96%
 Respiratory rate 31x/menit
 Pada layar ventilator banyak nafas spontan
 TTV dalam batas normal
HR : 150x/menit
T : 36 C

Sabtu, 06 Januari  Setelah dilakukan pemberian posisi pronasi pada By.


2018 Ny. L yang menggunakan ventilator, kondisi pasien:
a. Saturasi oksigen stabil 100%
b. Respiratory rate meningkat 30-50x/menit
c. Tidak ada tanda-tanda dyspnea

Minggu, 07  Setelah dilakukan pemberian posisi pronasi pada By


Januari Ny.L, kondisi pasien :
2018 a. Saturasi oksigen stabil 100%
b. Respiratory rate normal 30-40x/menit
c. Pasien sekarang dari menggunakan ventilator
menjadi menggunakan C PAP
D. Alternatif Pemecahan Yang Dapat Dilakukan

Pemberian posisi pronasi pada bayi BBLR mungkin saja ditemukan

masalah dikarenakan akan mengganggu tata laksana perawatan dengan

menggunakan ventilator, apalagi kondisi pasien masih memerlukan

perawatan secara intensif sehubungan dengan kondisi tersebut, selain itu

juga bayi BBLR sangat rentan terhadap lingkungan, karena organ-organ

tubuhnya belum matur dan lebih sensitif, akan tetapi dengan

berkonsultasi dengan dokter yang menangani dan tenaga medis yang

bertugas di ruang NICU tindakan inovasi dapat dilakukan dengan baik.

Alternatif terapi inovasi lain yang memberikan manfaat sama dengan

posisi pronasi adalah dengan melakukan posisi lateral dekstra atau posisi

miring kanan, karena posisi ini sangat baik bagi BBLR dimana posisi ini

mengurangi adanya penumpukan sekret dan dapat menyebabkan terjadi

pengosongan lambung sehingga bayi tidak mudah untuk muntah.

Berikut adalah manfaat tidur dengan posisi menghadap ke kanan.

Tidur dalam posisi ke kanan dapat mengistirahatkan otak kiri. Dengan tidur

miring ke kanan, dapat menghindarkan dari bahaya yang timbul seperti

pengendapan pembekuan darah, lemak, asam sisa oksidasi, dan

penyempitan pembuluh darah. Dapat mengurangi beban jantung. Dengan

posisi miring ke kanan saat tidur dapat membuat darah terdistribusi secara

merata dan terkonsentrasi ke tubuh bagian kanan, membuat aliran darah


yang masuk dan keluar jantung lebih melambat sehingga denyut jantung

lebih lambat dan tekanan darah akan menurun. Mengistirahatkan lambung.

Dengan tidur miring ke kanan menyebabkan aliran chiem lancar sehingga

cairan empedu meningkat. Hal ini dapat mencegah batu kantung empedu.

Meningkatkan waktu penyerapan gizi. Dengan posisi tidur miring ke kanan

membuat perjalanan makanan yang tercerna lebih lama, sehingga

penyerapan sari makanan lebih optimal (Dr.Hooman, 2016).

Tidur merupakan topik penting dalam literatur Islam. Agama Islam

melalui Al-Quran dan Hadits bahkan membahas jenis tidur, pentingnya

tidur, dan praktek tidur yang baik. Islam menganggap tidur sebagai salah

satu tanda-tanda kebesaran Allah S U BH A NA H U W A TA ’ A L A . Mungkin tidak

semua agama memiliki kajian khusus seperti ini.

“D A N D I A NT A R A T A ND A - TA ND A -N YA A D A LA H A ND A TID U R MA LA M D A N

SI A N G H A RI D A N U SA H A MU ME N C A RI SE BA G IA N D A RI K A RU N IA -N Y A ,

SE SU N G GU H N YA D A LA M T A ND A - TA ND A B A GI O R A N G - O RA N G YA NG

M E ND E NG A RK A N .” [QS: ar Rum [30]:23].

AL-Quran dan hadits sangat rinci membahas masalah tidur, bahkan

termasuk bagaimana posisi yang di sunnahkan Rasulullah Muhammad

Shalallahu ‘Alaihi Wassallam sebelum ilmuwan modern menelitinya.

Hadits al Barra bin Azib, Rasulullah bersabda :

“A P A B I LA KA M U HENDAK T ID U R M A KA BE RW U D H U L A H ( D E N GA N

SE M P U RNA ) SE P E RT I KA MU BE RW U D H U U N TU K SH O LA T , KE MU D I A N

BE RB A RIN G LA H D I A TA S SI SI S TU BU H M U Y A N G K A NA N .” (HR. Bukhari).


Dalam riwayat lain Rasulullah juga bersabda;“B E R BA R IN G LA H D I A TA S

RU SU K SE BE LA H K A NA N M U ,” (Hr Al-Bukhari dan Muslim).


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pada analisa hasil analisis praktik klinik keperawatan pada By. Ny. L,

dengan BBLR dengan ibu melahirkan sectio secarea ditemukan lima

diagnosa yaitu 1) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan

keletihan otot pernafasan,2) Bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, kekentalan sekresi, 3) Ansietas

berhubungan dengan perubahan besar (status kesehatan), fungsi peran dan

lingkungan, 4) Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif, 5)

Resiko thermoregulasi inefektif dengan faktor resiko fluktuasi suhu

lingkungan. Pada kelima diagnosa tersebut penulis melakukan

intervensi dan implementasi disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada

hasil evaluasi menunjukkan bahwa pada diagnosa gangguan ventilasi

spontan dan resiko thermoregulasi inefektif teratasi sebagian dan pada

diagnosa resiko infeksi tidak terjadi, dan pada diagnosa bersihan jalan

nafas tidak efektif dan kecemasan permasalahan teratasi.

2. Pada hasil analisa intervensi posisi pronasi untuk meningkatkan level

saturasi oksigen dan respiratory rate pada By. Ny. L, dengan BBLR

dengan indikasi ibu melahirkan sectio secarea menunjukkan hasil yang

signifikan, dimana terjadi peningkatan saturasi oksigen dan respiratory

rate. Hal ini dibuktikan dengan pada saat pengkajian pasien menggunakan

ventilator dan ketika posisi supinasi saturasi oksigen 96% dan respiratory
rate 31x/menit sedangkan pada saat posisi pronasi saturasioksigen

meningkat menjadi 100% dan respiratory rate menjadi 48x/menit. Setelah

dilakukan tindakan inovasi posisi pronasi pasien BBLR yang

menggunakan ventilator selama 3 (tiga) hari perawatan menunjukkan

terjadi peningkatan level saturasi oksigen dan respiratory ratedan

berdampak pada pasien yang tadinya menggunakan ventilator sekarang

pasien menggunakan C-PAP.

B. Saran

Dalam analisis ini ada beberapa saran yang disampaikan yang kiranya

dapat bermanfaat dalam pelayanan keperawatan khususnya penatalaksanaan

manfaat posisi pronasi untuk meningkatkan level saturasi oksigen dan

respiratory rate pada bayi BBLR yang menggunakan mesin ventilator di

ruang NICU RSUD AW Sjahranie Samarinda sebagai berikut :

1) Bidang keperawatan

Bidang keperawatan hendaknya dapat menjadi pioner program adanya

terapi modalitas dengan memberikan banyak referensi pelatihan terkait

hal ini.

2) Bidang Diklit

Bidang diklit hendaknya memberikan kesempatan kepada perawat untuk

dapat melakukan banyak penelitian tentang terapi modalitas dan

membuat kumpulan SOP terkait hal ini.

3) Perawat
Perawat hendaknya inovatif dengan meningkatkan kapasitas dirinya

dengan berinovasi pada terapi modalitas dan tidak terpaku pada tindakan

advis medis saja

4) Orang Tua Pasien

Orang tua hendaknya mendapat informasi tambahan tentang manfaat dan

efek dari posisi pronasi untuk meningkatkan level saturasi oksigen dan

respiratory rate pada bayi BBLR yang menggunakan mesin ventilator di

ruang NICU RSUD AW Sjahranie Samarinda.

5) Institusi Pendidikan

Hasil analisis praktik keperawatan ini diharapkan dapat menjadi sumber

referensi bagi para mahasiswa untuk lebih memahami tentang manfaat

atau efek dari posisi pronasi untuk meningkatkan level saturasi oksigen

dan respiratory rate pada bayi BBLR yang menggunakan mesin

ventilator di ruang NICU RSUD AW Sjahranie Samarinda.


LEMBAR OBSERVASI INTERVENSI INOVASI PEMBERIAN POSISI
PRONASI UNTUK MENINGKATKAN SATURASI OKSIGEN DAN
RESPIRATORY RATE PADA BBLR YANG MENGGUNAKAN
VENTILATOR

Nama Pasien : By.Ny.L

DOB : 26 Desember 2017

Jenis Kelamin : Perempuan

KIB : 992510

Tanggal 5 Januari 2018 6 Januari 2018 7 Januari 2018

No Skoring

Kategori Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah

1 Saturasi O2 96% 100% 97% 100% 100% 100%

Respiratory
2 25x/mnt 31x/mnt 25x/mnt 50x/mnt 31x/mnt 48x/mnt
rate

Hari 1 : Tingkat Saturasi Oksigen dan Respiratory rate rendah


Hari 2 : Tingkat Saturasi Oksigen dan Respiratory rate sedang
Hari 3 : Tingkat Saturasi Oksigen dan Respiratory rate normal
LEMBAR KONSULTASI

Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Dengan Intervensi


Inovasi Pemberian Posisi Pronasi Untuk Meningkatkan
Level Saturasi Oksigen Dan Respiratory Rate Pada BBLR yang
Menggunakan Ventilator Di Ruang NICU RSUD A.W
Sjahranie Samarinda Tahun 2018

Pembimbing : Ns.Ni Wayan Wiwin A, S.Kep.,MPd

No Tanggal Konsultasi Hasil Konsultasi Paraf


BIODATA PENULIS

A. Data Pribadi
Nama : Purwoningsih Wirahayu
Tempat, tgl lahir : Samarinda, 17 April 1980
Alamat/Asal : Jln. Cendana Gg 16 No 48 Samarinda
Samarindas
Alamat di Samarinda : Jln. Cendana Gg 16 No 48 Samarinda

B. Riwayat Pendidikan :
Pendidikan formal
Tamat SD tahun : 1992 di SDN 001 Cendana Samarinda
Tamat SMP tahun : 1995 di SMPN 1 Samarinda
Tamat SMA tahun : 1998 di SMAN1 Samarinda
Diploma III : 2001 di AKPER PEMPROP KALTIM

Pendidikan non formal


Kursus Akupunktur : 2008 di Samarinda
Kursus Bekam : 2005 di Samarinda
Kursus Refleksi : 2005 di Samarinda
Kursus Totok punggung :2017 di Samarinda

i
PEMBERIAN POSISI PRONASI UNTUK
MENINGKATKAN SATURASI OKSIGEN DAN
RESPIRATORY RATE PADA BBLR YANG
MENGGUNAKAN VENTILATOR

UNIVERSITAS
MUHAMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR No Dokumen No Revisi Halaman

STANDAR Tanggal terbit Ditetapkan Mahasiswa


PROSEDUR UMKT
OPERASIONAL 16 Januari 2018

Purwoningsih Wirahayu

Posisi pronasi adalah posisi dimana pasien tidur dengan


telungkup berbaring dengan wajah menghadap ke bantal,
atau posisi klien berbaring di atas abdomen dengan posisi
PENGERTIAN kepala menoleh ke samping (Hwang, 2010).

1. Memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut dan


pinggang
TUJUAN
2. Mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut

ii
a. Alat dan Bahan
1) Monitor
2) Pulse Oksimetri
3) Sarung tangan
b. Prosedur
PROSEDUR 1) Berikan salam, perkenalkan diri dan identifikasi klien
dengan memeriksa identitas klien dengan cermat
2) Jelaskan prosedur pada klien dan berikan kesempatan
kepada klien atau keluarga klien untuk bertanya dan
menjawab seluruh pertanyaan.
3) Siapkan peralatan yang diperlukan
4) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
5) Catat dan monitor TTV pasien di layar monitor
6) Lihat KU pasien
7) Suction lendir bila ada
8) Catat dan monitor pasien pada layar ventilator
9) Posisikan klien dengan posisi pronasi dengan posisi
yang menyenangkan
10) Kaji
a) Sianosis.
b) Suhu tubuh
c) Saturasi oksigen
d) Respiratory Rate
e) Adanya sekret
11) Catat hasil dan dokumentasikan
12) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

UNIT TERKAIT 1. Ruang NICU AW Sjahranie Samarinda


2. Universitas Muhamadiyah Kalimantan Timur
3. Mahasiswa UMKT

iii
STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR No.Dokumen :

PEMBERIAN POSISI PRONASI Berlaku sejak :


UNTUK MENINGKATKAN
SATURASI OKSIGEN DAN Revisi :

RESPIRATORY RATE Halaman :

Tujuan

Umum___________________________________________________________

Melakukan posisi pronasi untuk meningkatkan saturasi oksigen dan respiratory

rate __

iv
Tujuan

Khusus__________________________________________________________

Setelah mengikuti praktiku ini mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan tujuan pemberian posisi pronasi


2. Menjelaskan tahapan prosedur pemberian posisi pronasi
3. Menerapkan pemberian posisi pronasi dengan benar

Pengertian

Posisi pronasi adalah posisi dimana pasien tidur dengan telungkup berbaring
dengan wajah menghadap ke bantal, atau posisi klien berbaring di atas abdomen
dengan posisi kepala menoleh ke samping (Hwang, 2010).

Tujuan pemberian posisi pronasi pada BBLR


1. Meningkatkan saturasi oksigen dan respiratory rate pada BBLR yang
menggunakan ventilator

__________________________________________________________________
______

Indikasi___________________________________________________________
______
1. Pasien yang menjalani bedah mulut dan kerongkongan

2. Pasien yang menjalani pemeriksaan bokong dan punggung

Nama Mahasiswa :

NO ASPEK YANG DINILAI Ya Tdk Ket

Pengkajian

1. Kaji kondisi bayi (riwayat perdarahan, post op,


kesadaran)
2. Pastikan identitas bayi

3. Kaji usia bayi, riwayat penyakit

v
4. Kaji kesiapan klien

5. Kaji kesiapan perawat

6. Diagnosa keperawatan yang sesuai :

- Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan


keletihan otot pernafasan

Fase pre interaksi

7. Mencuci tangan

8. Mempersiapkan alat :
1) Monitor
2) Pulse Oksimetri
3) Sarung tangan
4) Bolpoin dan penggaris
Fase Orientasi

9. Memberi salam dan menyapa klien

10. Memperkenalkan diri

11. Melakukan kontrak

12. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan pada


Orang Tua klien
13. Menjaga privasi klien

14. Mendekatkan alat-alat

Fase Kerja

15. Catat dan monitor TTV pasien di layar monitor

16. Lihat KU pasien

17. Suction lendir bila ada

18. Catat dan monitor pasien pada layar ventilator

19. Posisikan klien dengan posisi pronasi dengan posisi


yang menyenangkan

vi
20 Kaji adanya tanda-tanda :
a) Sianosis.
b) Suhu tubuh
c) Saturasi oksigen
d) Respiratory Rate
e) Adanya sekret
21. Catat hasil dan dokumentasikan

Fase Terminasi

22. Membaca Hamdalah

23. Membuat kontrak pertemuan selanjutnya

24. Mengakhiri pertemuan/pertemuan dengan baik: bersama


klien membaca doa:

Artinya (Ya Allah. Tuhan segala manusia, hilangkan


segala penderitaannya, angkat penyakitnya, sembuhkan
lah ia, engkau maha penyembuh, tiada yang
menyembuhkan selain engkau, sembuhkanlah dengan
kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit lagi) dan
berpamitan dengan mengucap salam pada pasien.

25. Melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan

Evaluasi

26. Evaluasi respon klien dan hasil pemeriksaan

vii
27. Evaluasi diri perawat

Dokumentasi

28. Mencatat waktu pelaksanaan tindakan, tanggal, dan jam


pelaksanaan pada catatan keperawatan

viii
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka


Utama

Balitbang Kemenkes RI. (2010). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS.


Jakarta: Balitbang Kemenkes RI

Charon, C, dkk (2011). Routine Prone Positioning in Patients with ARDS :


Feasibility in impact and prognosis, proquest

Chen, L, Minghua, dkk (2010). High and Low Oxygen Saturation and
severe Retinopathy Prematurity : meta-analisys Journal of The American
Academy of Pediatric.

C A R PE N I TO , (2007). Rencana Asuhan dan Pendokumentasian.


Keperawatan. Alih Bahasa Monika Ester. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Dahlan, S, (2009). Besar Sampel dan Cara Pengukuran Sampel. Jakarta :


Salemba Medika

Effendy (2009), Akurasi Pulse Oxymetri dalam Menentukan Hipoksemia :


Jurnal Ilmu Keperawatan vol.04/No 01/2009

Garna, Herry, (2011). Orientasi Stabilisasi Neonatus, Bandung :


Departemen Kesehatan Anak

Gomella LG, Cunningham MD, Eyal EG, Zenk KE. (2009). Neonatology,
Managament, Procedures,On-call problems, Disease, and Drugs 6thedition. New
York : McGraw Hill.

Hidayat, H.A. (2005). Pengantar Ilmu KeperawatanAnak. Edisi I. Jakarta :


Salemba Medika

Heimann, K, dkk, (2010), Impact of Skin to Skin Care, Prone and Supine
Positioning on Cardiorespiratory Parameters, ProQuest.

H E R D MA N ,H.T. (2012). D I AG N OS I S K E PE R AW AT A N Defenisi dan


Klasifikasi. Jakarta : EGC.

Kattwinkel, dkk, (2010), Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart


Association Guildelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Cardiovaskuler
Care, Official Journal of The American Academy of Pediatrics.

Kusumaningrum, A (2009), Tesis: Pengaruh posisi pronasi terhadap


status oksigenisasi bayi yang menggunakan ventilasi mekanik di ruang NICU

ix
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta diakses dari diglib.ui.ac.id pada tanggal 1
Desember 2014.

Kozier. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses


dan Praktik. Jakarta. EGC

Maryunani, A (2013), Asuhan Bayi dengan Berat Lahir Rendah, Jakarta :


CV.Trans Info media.

Morton, Fontaine, Hudak, Gallo, (2013). Keperawatan Kritis, Ed 8, Vol 1,


Jakarta : EGC

NANDA International (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifikasi 2015-2017 .Edisi 10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.
Jakarta: EGC.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Nursalam.(2008). Proses dan dokumentasi keperawatan konsep dan


praktik. Edisi 2. Jakarta. Salemba Medika

Potter dan Perry. (2010). Fundamental keperawatan buku 3. Edisi 7.


Jakarta : Salemba Medika

Proverawati, Atikah, & Ismawati, Cahyo,S. (2009).BBLR : Berat Badan


Lahir Rendah. Yogyakarta : Nuha Medika

Resoprodjo, Soelarto. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta. Bina


Rupa Aksara Richard S. Snell, Anatomi Klinik Edisi 3. Jakarta: EGC.

SDKI (2012), Survei Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Soeparman, dkk. (2010). Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI,


Jakarta

Statisik (2016). Meski Menurun, Angka Kematian Bayi di Indonesia Masih


Tinggi. Available From
:http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/11/25/meski-menurun-angka-ke
matian-bayi-di-indonesia-masih-tinggi. Diakses tanggal 10 Juli 2017.

Suek, O, (2012), Tesis: Pengaruh Posisi Pronasi Terhadap Status


Hemodinamik Anak Yang Menggunakan Ventilasi Mekanik Di Ruang PICU
RSAB HARAPAN KITA Jakarta diakses dari diglib ui.ac.id pada Juli 2012.

Smith, L. (2011). Gastric Residualsin Neonates : Evidance Based Practice


Approach. Master ofArts in Nursing Theses, 45.

x
Suryono, B, Sianipar, O, Basuki, E, Effendy, C, (2019), Akurasi Pulse
Oximetry Dalam Menentukan Hipoksemia, Jurnal Keperawatan, vol 4, no 1, hal
17-23.

Susanto, Sari, (2012), Penggunaan Ventilasi Mekanik pada Respiratoty


Distress Syndrome (ARDS), Jurnal Respirologi Indonesia, vol 32, no 1, 2, 3, dan
4.

Wong, (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Alih bahasa :


Agus Sutarna, Neti. Juniarti, H.Y. Kuncoro. Editor edisi bahasa Indonesia : Egi
Komara Yudha [et al.]. Edisi 6. Jakarta : EGC

Wahyuni, (2011), Kumpulan makalah Pelatihan Perinatologi Level II &


IIB Positive Influences of Positioning in the NICU. RSCM.

Winarsih, Kanti, (2013), Pelaksanaan Mobilisasi pada pasien Seksio


Sesarea, Jurnal Keperawatan, vol 1,no 1, hal 78-89.

xi

Anda mungkin juga menyukai