Mola Hidatidosa Teori
Mola Hidatidosa Teori
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus
korialis langka vaskularisasi, dan edematus.2
Yang dimaksud dengan mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang
berkembang tidak wajar, dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh
vili korialis mengalami perubahan hidropik.Secara makroskopik, mola
hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
milimeter sampai 1 atau 2 sentimeter.3
Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan
edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai
segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada villus kadang-kadang
berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni
human chorionic gonadotropin (HcG) dalam jumlah yang lebih besar dari
pada kehamilan biasanya.2
4. FAKTOR RESIKO
Sampai sekarang belum diketahui etiologi dari penyakit ini, yang baru
diketahui adalah faktor resiko seperti:4
1. Umur : mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita berumur
di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.
2. Etnik : lebih banyak ditemukan pada mongoloid dari pada kaukasus.
3. Genetik : wanita dengan balanced translocation mempunyai resiko
lebih tinggi.
4. Gizi : mola hidatidosa banyak ditemukan pada mereka yang
kekurangan protein.
7. PENATALAKSANAAN
Terapi mola hidatidosa terdiri dari evakuasi mola segera, dan tindak lanjut
untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan
keganasan.Evaluasi awal sebelum evakuasi atau histerektomi paling tidak
mencakup pemeriksaan sepintas untuk mencari metastasis. Radiografi toraks
harus dilakukan untuk mencari lesi paru.6
Perbaikan keadaan umum, yakni transfusi darah untuk mengatasi syok
hipovolemik atau anemia, pengobatan terhadap penyulit, seperti preeklampsia
atau tirotoksikosis. Setelah penderita stabil, baru dilakukan evakuasi.4
Akibat meningkatnya kesadaran, dan tentunya karena tehnik diagnostik
yang lebih baik, kehamilan mola sekarang lebih sering diakhiri saat masih
kecil dan pada keadaan yang terkendali dan bukan pada saat kacau seperti
umumnya saat mola mengalami abortus spontan. Karenanya tersedia cukup
waktu untuk mengevaluasi pasien yang mungkin mengalami anemia,
hipertensi, atau kekurangan cairan.6
Berhubung dengan kemungkinan, bahwa mola hidatidosa menjadi ganas,
maka terapi yang terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah
mempunyai jumlah anak yang diingini, ialah histerektomi. Akan tetapi, pada
wanita yang masih menginginkan anak, maka setelah diagnosis mola
dipastikan, dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan disertai
dengan pemberian infus oksitosin intravena.2
Evakuasi isap merupakan terapi pilihan untuk mola hidatidosa, berapapun
ukuran uterusnya.Untuk mola besar, dipersiapkan darah yang sesuai dan
apabila diperlukan dipasang sistem intravena untuk menyalurkan infus secara
cepat.Zat-zat dilator serviks digunakan apabila serviks panjang, sangat padat,
dan tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat dengan aman dilakukan dalam anastesi
sampai tercapai diameter yang memadai untuk memasukkan kuret plastik
pengisap.6
Setelah sebagian besar mola dikeluarkan melalui aspirasi dan pasien diberi
oksitosin, serta miometrium telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase
yang menyeluruh tapi berhati-hati dengan kuret tajam besar.Evakuasi semua
isi mola besar tidak selalu mudah dilakukan, dan pemeriksaan ultrasonografi
intraoperasi mungkin bermanfaat untuk memastikan bahwa rongga uterus
sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan petugas untuk laparatomi darurat
seandainya terjadi perdarahan yang tidak terkendali atau trauma serius uterus.6
Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya itu dilakukan kerokan ulangan
dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong, dan
untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan.
Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan
keganasan.2
Tujuan utama tindak lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang
mengisyaratkan keganasan.6
Pengamatan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya
dikosongkan, sangat penting berhubung dengan kemungkinan timbulnya
tumor ganas (dalam ±20%). Anjuran untuk semua penderita pasca mola
dilakukan kemoterapi untuk mencegah timbulnya keganasan, belum dapat
diterima oleh semua pihak.2
Metode umum tindak lanjut adalah sebagai berikut:6
a. Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut sekurang-kurangnya
setahun.
b. Ukur kadar hCG setiap 2 minggu. Walaupun sebagian
menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya
manfaat yang nyata.
c. Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar
yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi
dan biasanya terapi.
d. Setelah kadar normal, yaitu setelah mencapai batas bawah
pengukuran-pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan,
lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
e. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diizinkan setelah 1
tahun.
Pada kasus-kasus yang tidak menjadi ganas, kadar hCG lekas turun menjadi
begatif, dan tetap tinggal negatif. Pada awal masa pasca mola dapat dilakukan
tes hamil biasa, akan tetapi setelah tes hamil biasa menjadi negatif, perlu
dilakukan pemeriksaan radio-imunoassay hCG dalam serum. Pemeriksaan
yang peka ini dapat menemukan hormon dalam kuantitas yag rendah.2
Kontrasepsi estrogen-progestin sering digunakan untuk mencegah
kehamilan berikutnya dan untuk menekan lutenizing hormon hipofisis yang
bereaksi silang dengan beberapa tes untuk gonadotropin korionik.6
Kemoterapi dilakukan dengan pemberian metotreksat atau daktinomisin,
atau kadang-kadang dengan kombinasi 2obat tersebut.Biasanya cukup hanya
memberi satu seri dari obat yang bersangkutan. Pengamatan lanjutan terus
dilakukan, sampai kadar hCG menjadi negatif selama 6 bulan.2
8. PROGNOSIS
Mortalitas akibat mola saat ini praktis telah berkurang menjadi nol oleh
diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat pada kehamilan mola tahap
lanjut, wanita yang bersangkutan biasanya anemia dan mengalami perdarahan
akut. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan morbiditas
serius.6
Sayangnya evakuasi lebih dini tidak menghilangkan kemungkinan
terjadinya tumor persisten.Hampir 20% dari mola sempurna berkembang
menjadi tumor trofoblastik gestasional.6
Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah
kuretase. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal.Mola hidatidosa berulang
dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari penderita pasca
mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan menjadi tumor
trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola invasif, koriokarsinoma,
maupun placental site trophoblastic tumor (PSTT).4