Anda di halaman 1dari 16

PENDIDIKAN KESEHATAN PADA KEPERAWATAN JIWA

SATUAN ACARA PENYULUHAN


“CARA PERAWATAN PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN”

DisusunOleh :

Faris Akbar, S.Kep (170300520)


Pambajeng CHA, S.Kep (170300522)
Lita Aprilia Sari, S.Kep (170300526)
Ririn Astriyani Yahya, S.Kep (170300530)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

PENDIDIKAN KESEHATAN PADA KEPERAWATAN JIWA


SATUAN ACARA PENYULUHAN
“CARA PERAWATAN PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN”

Telah disetujui pada

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) (Yunita Aridesi, S.Kep.Ns)


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
Jl. Brawijaya No.99, Tamantirto, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55183
Tlp. (0274)434 2288, 434 2277. Fax. (0274)4342269. Web: www.almaata.ac.id

PENDIDIKAN KESEHATAN PADA KEPERAWATAN JIWA


SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Cara Perawatan Pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan

Sasaran : Pasien dan keluarga

Hari/Tanggal : Rabu, 25 Juli 2018

Jam : 08.00 – 08.30 wib

Waktu Pertemuan :30 menit

Tempat : Di ruang tunggu Poli JiwaRumah Sakit Jiwa Grhasia

I. LATAR BELAKANG
Keperawatan jiwa merupakan bentuk pelayanan profesional yang
didasarkan pada ilmu keperawatan jiwa bentuk pelayanan Bio-Psiko-
Sosio-Spiritual yang komperhensif. Klien dapat berupa individu, keluarga
dan komunitas baik dalam keadaan baik dalam keadaan sakit maupun
sehat.
Gangguan jiwa biasanya dapat disebabkan bukan faktor tunggal tetap bisa
dari badan (somatogenik), lingkungan sosial (sosiogenik), dari psikis
(psikogenik), maupun kultural. Gejala gangguan jiwa meliputi tiga
gangguan penampilan dan perilaku, gangguan bicara dan bahasa,
gangguan proses berpikir, sensorium dan fungsi kognitif, gangguan
emosi/perasaan, gangguan persepsi, gangguan psikomotor, gangguan
kemauan, gangguan kepribadian, dan gangguan pola hidup. Gejala yang
menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham,
gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh,
kemarahan. Contohnya Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang
timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan
sebagai ancaman, pengungkapan marah yang kontruktif dapat membuat
perasaan lega. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk
perilaku yan bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis.
Bentuk asuhan keperawatan jiwa meliputi pencegahan primer adalah
pendidikan kesehatan, pengubahan lingkungan dan dukungan sistem
sosial. Keluarga sebagai orang terdekat dengan pasien merupakan sistem
pendukung utama dalam memberikan pelayanan langsung pada pasien saat
pasien berada dirumah.
Oleh karena itu keluarga memiliki peranan penting dalam upaya merawat
dan pencegahan kekambuhan gangguan jiwa dengan masalah perilaku
kekerasan.
Melihat fenomena di atas, maka keluaraga perlu mempunyai pemahaman
mengenai perawatan dan pencegahan anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa. Salah satu upaya yang bisa dilakukan perawat dengan
melaksanakan penyuluhan guna memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga.

II. TUJUAN
A. Umum
Setelah mengikuti proses pendidikan kesehatan, pasien dan keluarga
mampu memahami pentingnya mengetahui cara merawat dan
mencegah masalah perilaku kekerasan.
B. Khusus
Setelah mengikuti proses pendidikan kesehatan, diharapkanpasien dan
keluarga dapat:
1. Menyebutkan kembali pengertian perilaku kekerasan
2. Menyebutkan kembali penyebab perilaku kekerasan
3. Menyebutkan kembali rentang respons marah
4. Menyebutkan kembali tanda dan gejala perilaku kekerasan
5. Menyebutkan kembali peran keluarga dalam merawat penderita
dengan masalah perilaku kekerasan.
6. Pendokumentasian cara mengatasi resiko perilaku kekerasan dengan
tehnik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam dapat
dilakukan dengan cara:
1) Keadaan rileks tarik nafas dalam dari hidung dengan hitungan
1,2,3.
2) Perlahan udara dihembuskan melalui mulut dengan tenang dan
anjurkan memusatkan pikiran pada sesuatu yang indah
3) Bernafas kembali dengan normal selama beberapa saat
4) Ulangi kembali nafas dalam kemudian hembuskan perlahan
hingga merasakan tenang.

III. METODE
a. Ceramah
b. Tanya Jawab
c. Diskusi

IV. MEDIA
a. Laptop
b. LED TV
c. Leaflet

V. MATERI
Terlampir
VI. KEGIATAN PENYULUHAN
No Kegiatan Penyuluhan Waktu Kegiatan Peserta

1 Pendahuluan
 Memberi salam dan  Menjawab salam
perkenalan. 5’  Menjawab pertanyaan
 Memberi pertanyaan apresiasi  Mendengarkan
 Kontrak waktu
 Mengkomunikasikan pokok  Mendengarkan
bahasan
 Mengkomunikasikan tujuan
Kegiatan
2 inti
 Menggali informasi yang telah  Memperhatikan
diketahui peserta tentang 20’
perilaku kekerasan.
 Memberikan penjelasan
 Bertanya
tentang:
a. Definisi perilaku kekerasan
b. Penyebab perilaku
kekerasan  Memperhatikan
c. Rentang respons marah
pengertian perilaku
kekerasan
d. Tanda dan Gejala Perilaku
Kekerasan.
e. Peran keluarga merawat
penderita dengan perilaku
kekerasan

3 Penutup
 Menyimpulkan materi  Memperhatikan
pendidikan kesehatan bersama 5’
pasien  Bertanya dan
 Diskusi dan tanya jawab menjawab
 Memberikan evaluasi secara
lisan  Memperhatikan
 Memberikan salam penutup
 Menjawab

Total 30’

VII. GORGANISASIAN
1. Moderator : Faris Akbar
2. Penyaji : Pambajeng CHA
3. Fasilitator : Lita Aprilia Sari
Ririn Astriyani Yahya

VIII. Job Description :


a. Moderator
Membantu penyaji dalam mengorganisasikan anggota penyuluhan,
membuka dan menutup penyuluhan, memimpin jalannya proses diskusi

b. Penyaji
Menyampaikan materi

c. Observer
Mencatat dan mengevaluasi proses berlangsungnya penyuluhan,
meliputi penilaian kerja masing-masing personil, mencatat pertanyaan
dan feedback dari peserta

d. Fasilitator
1) memfasilitasi dan memotivasi anggota penyuluhan untuk berperan aktif
2) memfokuskan kegiatan
3) membantu mengkoordinasikan anggota kelompok

IX. SETTING TEMPAT


Keterangan:

: Tempat duduk sasaran

: Media TV LED

: 1. Moderator dan Pembicara

2. Fasilitator

X. Kriteria Evaluasi

1. Menyebutkan kembali pengertian perilaku kekerasan


2. Menyebutkan kembali penyebab perilaku kekerasan
3. Menyebutkan kembali rentang respons marah
4. Menyebutkan kembali tanda dan gejala perilaku kekerasan
5. Menyebutkan kembali peran keluarga dalam merawat penderita dengan
masalah perilaku kekerasan.
6. Pendokumentasian cara mengatasi resiko perilaku kekerasan dengan tehnik
relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam dapat dilakukan dengan
cara:
1) Keadaan rileks tarik nafas dalam dari hidung dengan hitungan 1,2,3.
2) Perlahan udara dihembuskan melalui mulut dengan tenang dan anjurkan
memusatkan pikiran pada sesuatu yang indah
3) Bernafas kembali dengan normal selama beberapa saat
4) Ulangi kembali nafas dalam kemudian hembuskan perlahan hingga
merasakan tenang.
XII. Antisipasi Masalah

1. Cobalah dalam keadaan traupetik


2. Anjurkan kepada peserta agar tetap menjaga perasaan anggota, menahan
diri untuk teratawa atau sikap yang menyinggung.
3. Bila ada peserta yang di rencanakan tidak bisa hadir, maka digantikan
dengan keluarga yang telah hadir.
4. Bila ada peserta yang ingin keluar, bocarakan dan diminta persetujuan.
5. Bila ada peserta yang melakukan tidak sesuai dengan tujuan,
memperigatkan dan mengarahkan kembali, bila tidak bisa dikeluarkan
dari peserta pendidikan kesehatan.
6. Ketika peserta pasif, pemimpin motivasi dibantu oleh fasilitator.
*) Lampiran Materi

“RISIKO PERILAKU KEKERASAN”

A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons terhadap stresor yang
dihadapi oleh seseorang. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik
pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
Perilaku keerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untk
melukai seseorang, baik secara fisik maupun posikologis. Perilaku
kekerasan terjadi dalam dua bentuk, yaitu perilaku kekerasan saat sedang
berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan).
B. Penyebab
Kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas,
tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan terbagi atas faktor predisposisi dan
faktor presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :

1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaan atau saksi
penganiayaan juga berpengaruh. Sesorang yang mengalami hambatan
dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia
menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu
menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya maka dia menghadapinya dengan kekerasan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. Manusia pada
umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin
dihargai dan diakui statusnya. Sehingga Kebutuhan akan status dan
prestise juga mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan
kekerasan

3) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).

4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit
fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat
menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor
penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula
memicu perilaku kekerasan.

Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu


mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak
terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri,
tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.

C. Rentang respons marah

Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang


harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam.
Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat
diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal,
menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah
konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif. Dengan melarikan
diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini
dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri
sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik
atau agresif dan ngamuk.

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal


adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Assertif
Mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau
tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi
Respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan yang
tidak realistis. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif
Respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu.
Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan
kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang
lain. Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
e. Mengamuk
Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap
orang lain. Tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak
terkontrol.

D. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Jalan mondar-mandri
6) Bicara kasar
7) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8) Mengancam secara verbal atau fisik
9) Melempar atau memukul benda/ orang lain
10) Merusak berang atau benda
11) Tidak memiliki kemampuan mencegah/mengendalikan perilaku
kekerasan
E. Akibat dari Perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.
F. Hal-hal yang dapat dilakukan keluarga yang mempunyai keluarga
yang mempunyai perilaku kekrasan
1) Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan
minat bakat anggota keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan
sehingga diharapkan dapat meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.
2) Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-pihak
terkait contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu
menyelesaiakan konflik sebelum terjadi tindakan kekerasan.
3) Mengadakan kontrol khusus dengan perawat / dokter yang dapat
membahas dan melaporkan perkembangan anggota keluarga yang
mengalami risiko pelaku kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara
pengajar dengan pihak keluarga terutama orangtua.
G. Peran keluarga Dalam Penanganan Perilaku Kekerasan
a. Mencegah terjadinya perilaku amuk :
1) Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota keluarga
2) Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga
yang berada dalam kesulitan
3) Saling menghargai pendapat dan pola piker
4) Menjalin keterbukaan
5) Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
6) Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha
memperbaiki kekurangan tersebut
7) Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada
anggota keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk membantu
kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
8) Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat
anggota dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan tentang
pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
9) Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang
telah dilatih di rumah sakit.
10) Keluarga memberi pujian atas keberhasilan klien untu mengendalikan
marah.
11) Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota
keluarga risiko pelaku kekerasan.
12) Keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir
kesempatan melakukan perilaku kekerasan
b. Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan klien :
1) Menarik nafas dalam
2) Memukul-mukul bantal
3) Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien mengucapkan apa
yang tidak disukai klien
4) Melakukan kegiatan keagamaan seperti berwudhu’ dan shalat
5) Mendampingi klien dalam minum obat secara teratur.
c. Bila Klien dalam PK
Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu membawa
klien ke rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa usahan utamakan
keselamatan diri klien dan penolong.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Anna Budi, Akemat. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC; 2012.

Anda mungkin juga menyukai