DisusunOleh :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
I. LATAR BELAKANG
Keperawatan jiwa merupakan bentuk pelayanan profesional yang
didasarkan pada ilmu keperawatan jiwa bentuk pelayanan Bio-Psiko-
Sosio-Spiritual yang komperhensif. Klien dapat berupa individu, keluarga
dan komunitas baik dalam keadaan baik dalam keadaan sakit maupun
sehat.
Gangguan jiwa biasanya dapat disebabkan bukan faktor tunggal tetap bisa
dari badan (somatogenik), lingkungan sosial (sosiogenik), dari psikis
(psikogenik), maupun kultural. Gejala gangguan jiwa meliputi tiga
gangguan penampilan dan perilaku, gangguan bicara dan bahasa,
gangguan proses berpikir, sensorium dan fungsi kognitif, gangguan
emosi/perasaan, gangguan persepsi, gangguan psikomotor, gangguan
kemauan, gangguan kepribadian, dan gangguan pola hidup. Gejala yang
menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham,
gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh,
kemarahan. Contohnya Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang
timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan
sebagai ancaman, pengungkapan marah yang kontruktif dapat membuat
perasaan lega. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk
perilaku yan bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis.
Bentuk asuhan keperawatan jiwa meliputi pencegahan primer adalah
pendidikan kesehatan, pengubahan lingkungan dan dukungan sistem
sosial. Keluarga sebagai orang terdekat dengan pasien merupakan sistem
pendukung utama dalam memberikan pelayanan langsung pada pasien saat
pasien berada dirumah.
Oleh karena itu keluarga memiliki peranan penting dalam upaya merawat
dan pencegahan kekambuhan gangguan jiwa dengan masalah perilaku
kekerasan.
Melihat fenomena di atas, maka keluaraga perlu mempunyai pemahaman
mengenai perawatan dan pencegahan anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa. Salah satu upaya yang bisa dilakukan perawat dengan
melaksanakan penyuluhan guna memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga.
II. TUJUAN
A. Umum
Setelah mengikuti proses pendidikan kesehatan, pasien dan keluarga
mampu memahami pentingnya mengetahui cara merawat dan
mencegah masalah perilaku kekerasan.
B. Khusus
Setelah mengikuti proses pendidikan kesehatan, diharapkanpasien dan
keluarga dapat:
1. Menyebutkan kembali pengertian perilaku kekerasan
2. Menyebutkan kembali penyebab perilaku kekerasan
3. Menyebutkan kembali rentang respons marah
4. Menyebutkan kembali tanda dan gejala perilaku kekerasan
5. Menyebutkan kembali peran keluarga dalam merawat penderita
dengan masalah perilaku kekerasan.
6. Pendokumentasian cara mengatasi resiko perilaku kekerasan dengan
tehnik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam dapat
dilakukan dengan cara:
1) Keadaan rileks tarik nafas dalam dari hidung dengan hitungan
1,2,3.
2) Perlahan udara dihembuskan melalui mulut dengan tenang dan
anjurkan memusatkan pikiran pada sesuatu yang indah
3) Bernafas kembali dengan normal selama beberapa saat
4) Ulangi kembali nafas dalam kemudian hembuskan perlahan
hingga merasakan tenang.
III. METODE
a. Ceramah
b. Tanya Jawab
c. Diskusi
IV. MEDIA
a. Laptop
b. LED TV
c. Leaflet
V. MATERI
Terlampir
VI. KEGIATAN PENYULUHAN
No Kegiatan Penyuluhan Waktu Kegiatan Peserta
1 Pendahuluan
Memberi salam dan Menjawab salam
perkenalan. 5’ Menjawab pertanyaan
Memberi pertanyaan apresiasi Mendengarkan
Kontrak waktu
Mengkomunikasikan pokok Mendengarkan
bahasan
Mengkomunikasikan tujuan
Kegiatan
2 inti
Menggali informasi yang telah Memperhatikan
diketahui peserta tentang 20’
perilaku kekerasan.
Memberikan penjelasan
Bertanya
tentang:
a. Definisi perilaku kekerasan
b. Penyebab perilaku
kekerasan Memperhatikan
c. Rentang respons marah
pengertian perilaku
kekerasan
d. Tanda dan Gejala Perilaku
Kekerasan.
e. Peran keluarga merawat
penderita dengan perilaku
kekerasan
3 Penutup
Menyimpulkan materi Memperhatikan
pendidikan kesehatan bersama 5’
pasien Bertanya dan
Diskusi dan tanya jawab menjawab
Memberikan evaluasi secara
lisan Memperhatikan
Memberikan salam penutup
Menjawab
Total 30’
VII. GORGANISASIAN
1. Moderator : Faris Akbar
2. Penyaji : Pambajeng CHA
3. Fasilitator : Lita Aprilia Sari
Ririn Astriyani Yahya
b. Penyaji
Menyampaikan materi
c. Observer
Mencatat dan mengevaluasi proses berlangsungnya penyuluhan,
meliputi penilaian kerja masing-masing personil, mencatat pertanyaan
dan feedback dari peserta
d. Fasilitator
1) memfasilitasi dan memotivasi anggota penyuluhan untuk berperan aktif
2) memfokuskan kegiatan
3) membantu mengkoordinasikan anggota kelompok
: Media TV LED
2. Fasilitator
X. Kriteria Evaluasi
A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons terhadap stresor yang
dihadapi oleh seseorang. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik
pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
Perilaku keerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untk
melukai seseorang, baik secara fisik maupun posikologis. Perilaku
kekerasan terjadi dalam dua bentuk, yaitu perilaku kekerasan saat sedang
berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan).
B. Penyebab
Kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas,
tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan terbagi atas faktor predisposisi dan
faktor presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaan atau saksi
penganiayaan juga berpengaruh. Sesorang yang mengalami hambatan
dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia
menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu
menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya maka dia menghadapinya dengan kekerasan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. Manusia pada
umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin
dihargai dan diakui statusnya. Sehingga Kebutuhan akan status dan
prestise juga mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan
kekerasan
3) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit
fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat
menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor
penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula
memicu perilaku kekerasan.
a. Assertif
Mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau
tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi
Respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan yang
tidak realistis. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif
Respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu.
Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan
kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang
lain. Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
e. Mengamuk
Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap
orang lain. Tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak
terkontrol.
Keliat Anna Budi, Akemat. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC; 2012.