Anda di halaman 1dari 28

REFLEKSI KASUS

KONJUNGTIVITIS

Disusun Untuk Memenuhi Syarat


Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter
Di Rumah Sakit Umum Tidar Kota Magelang

Diajukan Kepada :
dr. Esti Mahanani, Sp.M

Disusun Oleh :
Fahrizal Kusuma Wijaya
20110310007

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
REFLEKSI KASUS

A. PENGALAMAN
• Seorang laki-laki, usia 40 tahun, mengeluhkan kedua mata merah sejak 3 hari yang
lalu.. Kedua mata terlihat merah secara tiba-tiba saat bangun, pasien tidak pernah
merasa kemasukan benda asing sebelumnya. Pasien juga mengeluhkan mata terasa
gatal dari 3 hari yang lalu, perih, nerocos dan terasa mengganjal. Pasien merasa cairan
yang keluar tidak berwarna, berbau dan encer. Pasien tidak merasa penglihatannya
terganggu, demam (-)

B. MASALAH YANG DIKAJI

1. Bagaimana cara penegakkan diagnosis pada pasien tersebut?

2. Bagaimana penatalaksaan pada pasien tersebut?

C. ANALISIS

a. ANATOMI KONJUNGTIVA

Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan


dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari
bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi
banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri
dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra dan dapat
dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva.
a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar
2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus
subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara kulit dan
konjungtiva sesungguhnya.
b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler.
Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada
kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar
tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.
c. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.

2. Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior bola mata.


Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian
sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan
konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan
episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada
pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi
6
berlanjut seperti yang ada pada kornea. konjungtiva bulbar sangat tipis.
Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang
dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam
konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen
penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi
kornea.

3. Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior


palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan konjungtiva
bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior, inferior,
lateral, dan medial forniks.
Gambar 2. Struktur anatomi dari conjungtiva

Dikutip dari Khurana AK. Disease of The Conjunctiva. Dalam: Comprehensive Ophthalmology. 4 th
edition. New Delhi: New Age International(P) Limited; 2007

b. Struktur Histologis dari konjungtiva


- Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari:
a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel
silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan superfisial
sel silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis) epitelium
stratified skuamous
- Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat
retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya. Lapisan ini
paling berkembang di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapu berkembang
setelah 3-4 bulan pertama kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada
bayi baru lahir tidak memperlihatkan reaksi folikuler.
b. Lapisan fibrosa Terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal daripada
lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada tempat tersebut
struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf
konjungtiva. Bergabung dengan kapsula tenon pada regio konjungtiva bulbar.

- Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:


1. Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet(kelenjar uniseluler yang
terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle(ada apda tarsal konjungtiva) dan
kelenjar Manz(pada konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini menseksresi mukus
yang mana penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva.
2. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah:
a. Kelenjar dari Krause(terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks,
sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah). Dan
b. Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios dan
sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).

- Suplai arterial konjungtiva:


Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri
periferal dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set
pembuluh darah: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade
arteri kelopak mata; dan arteri konjungtiva naterior yang merupakan cabang dari arteri
siliaris anterior. Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose
dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk pleksus perikornea.

Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh mikro-


organisme (virus, bakteri,jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.
Etiologi
 Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :
a. infeksi oleh virus atau bakteri.
b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.
d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang.

Gejala-gejala dari konjungtivitis secara umum antara lain:

1. Hiperemia.
Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi
konjungtival diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah
konjungtival, yang muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam
perjalanannya menuju ke limbus. Hiperemia tampak pada semua bentuk
konjungtivitis. Tetapi, penampakan/visibilitas dari pembuluh darah yang hiperemia,
lokasi mereka, dan ukurannya merupakan kriteria penting untuk diferensial diagnosa.
Seseorang juga dapat membedakan konjungtivitis dari kelainan lain seperti skleritis
atau keratitis berdasar pada injeksinya. Tipe-tipe injeksi dibedakan menjadi:
 Injeksi konjungtiva(merah terang, pembuluh darah yang distended bergerak
bersama dengan konjungtiva, semakin menurun jumlahnya saat menuju ke arah
limbus).
 Injeksi perikornea(pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed pada tepi
limbus).
 Injeksi siliar(tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang dan tidak
bergerak pada episklera di dekat limbus).
 Injeksi komposit(sering).
Dilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea atau struktus
yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah menandakan konjungtivitis
bakterial, dan penampakan merah susu menandakan konjungtivitis alergik. Hiperemia
tanpa infiltrasi selular menandakan iritasi dari sebab fisik, seperti angin, matahari,
asap, dan sebagainya, tetapi mungkin juda didapatkan pada penyakit terkait dengan

INJEKSI
INJEKSI KONJUNGTIVA INJEKSI EPISKLERAL
SILIAR/PERIKORNEAL
Asal A.konjungtiva posterior A.siliar A.siliar longus
Memperd
arahi Konjungtiva bulbi Kornea, segmen anterior Intraokular
Lokalisasi Konjungtiva bulbi Dasar konjungtiva Episklera
Warna Merah Ungu Merah gelap
Arah
aliran/leb
ar Ke perifer Ke sentral Ke sentral
Konjungti
va
Ikut bergerak Tidak ikut bergerak Tidak ikut bergerak
digerakan
Dengan
epinefrin
Menciut Tidak menciut Tidak menciut
1:1000
Glaukoma,endoftalmitis,panof
Penyakit Konjungitva Kornea,iris,glaukoma talmitis
Sekret + - -
Penglihat
an Normal Menurun Sangat turun
12
instabilitas vaskuler(contoh, acne rosacea).
Gambar 3. bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva
dikutip dari Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker D, Spraul
CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.

2. Discharge ( sekret )
Sekret merupakan produk kelenjar , yang pada konjungtiva bulbi dikeluarkan
oleh sel goblet. Sekret konjungtiva bulbi pada konjungtivis dapat bersifat:
 Air, disebabkan infeksi virus atau alergi
 Purulen, oleh bakteri atau klamidia.
 Hiperpurulen, disebabkan oleh gonokok atau meningokok
 Mukoid, oleh alergi atau vernal.
 Serous, oleh adenovirus.

Bila pada sekret konjungtiva bulbi dilakukan pepemriksaan sitologik dengan


pulasan gram (mengidentifikasi organisme bakteri) pulasan Giemsa (menetapkan jenis
dan morfologi sel) maka didapatkan kemungkinan penyebab sekret seperti
terdapatnya:
 Limfosit, monosit, sel berisi nukleus sedikit plasma, maka infeksi disebabkan virus.
 Leukosit, PMN oleh bakteri.
 Eosinofil, basofil oleh alergi.
 Sel epitel dengan badan inklusi basofil sitoplasma oleh klamidia
 Sel raksasa MN oleh trakoma.
 Keratinisasi dengan filamen oleh pemfigus atau dry eye, dan
 Badan Guarneri eosinofilik oleh vaksinia.

Tanda Konjuntivitis Keratitis/Iritis Glaukoma akut

Tajam penglihatan Normal Turun nyata Sangat kabur

Silau Tidak ada Nyata -

Sakit Pedes, rasa kelilipan Sakit Berat


Mata merah Injeksi konjungtival Injeksi siliar Injeksi sirkumkorneal

Sekret Serous, mukos, purulen Tidak ada Tidak ada

Lengket kelopak Terutama pagi hari Tidak ada Tidak ada

Pupil Normal Mengecil Dilatasi sedang dan terfiksasi


(tidak ada respon cahaya pupil)

BAKTERI FUNGUS &


VIRUS ALERGI
PARASIT
PURULEN NONPURULEN
Sekret Sedikit Banyak Sedikit Sedikit Sedikit
Air mata Banyak Sedang Sedang Sedikit Sedang
Gatal Sedikit Sedikit - - Hebat
Injeksi Umum Umum Lokal Lokal Umum
Nodul preaurikualar Sering Jarang Sering Sering -
Biasanya
Pewarnaan usapan Monosit Bakteri Bakteri negatif Eosinofil
Limfosit PMN PMN
Sakit tenggorokan &
panas Kadang Kadang - - -

3. Chemosis ( edema conjunctiva ).


Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada konjungtivitis alergik
akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut atau konjungtivitis
meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Chemosis dari
konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis. Meskipun jarang,
chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi seluler gross.

Gambar 4. Kemosis pada mata


Dikutip dari http://www.eyedoctom.com/eyedoctom/EyeInfo/Images/Chemosis2.jpg

4. Epifora (pengeluaran berlebih air mata).


Lakrimasi yang tidak normal(illacrimation) harus dapat dibedakan dari
eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi dari badan asing
pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat berasal dari
sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal. Transudasi ringan juga ditemui dari
pembuluh darah yang hiperemia dan menambah aktifitas pengeluaran air mata. Jumlah
pengeluaran air mata yang tidak normal dan disertai dengan sekresi mukus
menandakan keratokonjungtivitis sika.

5. Pseudoptosis.
Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya infiltrasi
sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra superior.
6. Hipertrofi folikel.
Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari konjungtiva
dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat dikenali
sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan menggunakan
slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan mengitarinya. Terlihat
paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada semua kasus konjungtivitis
klamidial kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus konjungtivitis
parasit, dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh medikasi topikal
seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks inferior dan pada batas
tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas, tetapi ketika diketemukan terletak
pada tarsus(terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya konjungtivitis klamidial,
viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal).
.

Gambar 5. gambaran klinis dari folikel


Dikutip dari James B, Chew C, Bron A. Conjunctiva, Cornea and Sclera. Dalam: Lecture Notes on Ophthalmology.
9th edition. India: Blackwell Publishing; 2003

6. Hipertrofi papiler
Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena konjungtiva
terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh darah yang
membentuk substansi dari papilla(bersama dengan elemen selular dan eksudat)
mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang
menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi akan
terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan. Pada
kelainan yang menyebabkan nekrosis(contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan oleh
12
jaringan granulasi atau jaringan ikat. Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva
biasanya mempunyai penampilan yang halus dan merah normal. Konjungtiva dengan
papila berwarna merah sekali menandakan kelainan disebabkan bakteri atau
klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali merupakan
karakteristik dari trakoma akut). Injeksi yang ditandai pada tarsus superior,
menandakan keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant papillary dengan
sensitivitas terhadap lensa kontak; pada tarsal inferior, gejala tersebut menandakan
keratokonjungtivitis atopik. Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada
limbus, terutama pada area yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang
terbuka(antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai
gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari
keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik.

Gambar 6. gambaran klinis hipertrofi papiler


Dikutip dari www.onjoph.com

7. Membran dan pseudomembran


Merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi berat atau konjungtivitis toksis.
Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan toksik. Bentukan ini terbentuk dari
jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya dapat diangkat dengan mudah baik
yang tanpa perdarahan(pseudomembran) karena hanya merupakan koagulum pada
permukaan epital atau yang meninggalkan permukaan dengan perdarahan saat
diangkat(membran) karena merupakan koagulum yang melibatkan seluruh epitel.

Gambar 7. Bentukan pseudomembran yang diangkat


Dikutip dari http://www.rootatlas.com/wordpress/wp-content/uploads/2007/08/pseudomembrane-eye.jpg

8. Phylctenules
Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin
yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya terdiri
dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah. Ketika
berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai banyak
leukosit polimorfonuklear.

9. Formasi pannus
Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan Bowman dan
epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana
menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi
terjadinya invasi pembuluh darah.
Gambar 8. Pannus tampak pada mata pasien konjungtivitis

Dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5th edition. hal. 63-
81

10. Granuloma
Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah dan
terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik seperti
tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma jahitan
postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul bersamaan
dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan submandibular pada kelainan
seperti sindroma okuloglandular Parinaud.

Gambar 17 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma okuloglandular Parinaud.
dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th edition. hal. 63-81

11. Nodus limfatikus yang membengkak


Sistem limfatik dari regio mata berjalan menuju nodus limfatikus di
preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang membengkak mempunyai arti
penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostik dari konjungtivitis viral.

Patofisiologi Konjungtivitis
konjungtiva mengandung epitel skuamosa yang tidak berkeratin dan substansia
propria yang tipis, kaya pembuluh darah. Konjungtiva juga memiliki kelenjar lakrimal
aksesori dan sel goblet.

Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen.


Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi, menyebabkan
degranulasi dari sel mast dan permulaan dari reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini
menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast, juga mediator lain termasuk triptase,
kimase, heparin, kondroitin sulfat, prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. histamin
dan bradikinin dengan segera menstimulasi nosiseptor, menyebabkan rasa gatal,
peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva.

Konjungtivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu


dan kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang
berdekatan atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa
konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat dari
peradangan leukosit atau limfositik meyebabkan penarikan sel darah merah atau putih
ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai permukaan konjungtiva dan
berakumulasi di sana dengan berpindah secara mudahnya melewati kapiler yang
berdilatasi dan tinggi permeabilitas.

Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi
konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi. Pertahanan
sekunder adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan lisozyme) yang
merangsang lakrimasi.

Klasifikasi Konjungtivitis

Menurut penyebab terjadinya, konjungtivitis dibagi menjadi beberapa bagian:

I. Konjungtivitis karena agen infeksi


A. Konjungtivitis Bakteria
B. Konjungtivitis Klamidia. (Trakoma)
C. Konjungtivitis Virus
C1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
1. Demam Faringokonjungtival
2. Keratokonjungtivitis Epidemika
3. Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
4. Konjungtivitis Hemoragika Akut
C2. Konjungtivitis Virus Kronik
1. Blefarokonjungtivitis
2. Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
3. Keratokonjungtivitis Morbilli
II. Konjungtivitis Imunologik (Alergi)
A. Reaksi Hipersensitifitas tipe cepat
1. Konjungtivitis demam jerami (hay fever)
2. Konjungtivitis vernalis
3. Konjungtivitis atopik
B. Reaksi Hipersensitifitas tipe lambat
1. Phlyctenulosis
III. Konjungtivitis akibat kelaianan autoimun
1. Keratokonjungtivitis sicca
IV. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
1. Konjungtivitis iatrogenik pemberian obat topikal
2. Konjungtivitis pekerjaan oleh bahan kimia dan iritans

KONJUNGTIVITIS VIRUS

1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut

a). Demam Faringokonjungtival

Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,5-40⁰C, sakit


tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering
sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan
berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel.
Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).

Laboratorium

Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan


kadang – kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis. Kerokan konjungtiva
terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang tumbuh pada
biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan sukar
menular di kolam renang berchlor.

Terapi

Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya


dalam sekitar 10 hari.

b). Keratokonjungtivitis Epidemika

Tanda dan gejala

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada


satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa
ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari
oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal.
Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan
hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva
sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin
diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon.
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan
namun menyembuh tanpa meninggalkan parut.

Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar


mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti
demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.

Laboratorium

Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan


37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam
biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva
menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran,
juga terdapat banyak neutrofil.

Penyebaran

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui


jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian
larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin
terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva
atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber
penyebaran.

Pencegahan

Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai


penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci
tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat
yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer
aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan
air steril dan dikeringkan dengan hati-hati.

Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus
diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial.

c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

Tanda dan gejala

Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,


adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral,
iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi
epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat
pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan.

Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika


konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat
nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai
fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa.
Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3

Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di
atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.

Terapi

Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local
maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus
kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan
mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan
mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine
setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine
0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam.
Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama
10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi
herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.

d). Konjungtivitis Hemoragika Akut

Epidemiologi

Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic


besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di
Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24.
Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).

Tanda dan Gejala

Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi
kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-
bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah.
Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan
keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia,
umum pada 25% kasus.
Penyebaran

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti
sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7
hari

Terapi

Tidak ada pengobatan yang pasti.

2. Konjungtivitis Virus Menahun

a). Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan
pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang
mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak,
putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas molluscum
kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi
seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi. Eksisi, insisi
sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau krioterapi akan
menyembuhkan konjungtivitisnya.

b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

Tanda dan gejala

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas


sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas
herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel,
pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus
preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra,
entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele.

Laboratorium
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel
raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada varicella
dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan
jaringan sel – sel embrio manusia.

Terapi

Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika
diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat
penyakit.

c). Keratokonjungtivitis Morbilli

Tanda dan gejala

Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam
beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum erupsi
kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat muncul
erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada
carunculus.

Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya


meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang gizi
atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi
bacterial sekunder oleh S pneumonia, H influenza, dan organism lain. Agen ini dapat
menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan
penglihatan yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat
dengan perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di Negara
berkembang.

Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada


pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung sel-sel
raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang
dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder.
DATA PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Sdr. I
 Umur : 16 tahun
 Jenis kelamin : Laki-Laki
 Pekerjaan : Pelajar
 Agama : Islam
 Alamat : Kuwangan Donorojo 2/1 Secang, Magelang

II. ANAMNESIS

- Keluhan Utama :

Mata kanan dan kiri merah

- Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):


- Seorang laki-laki, usia 40 tahun, mengeluhkan kedua mata merah sejak 3 hari
yang lalu. Benjolan awalnya kecil dan dirasakan semakin lama semakin
membesar. Kedua mata terlihat merah secara tiba-tiba saat bangun, pasien tidak
pernah merasa kemasukan benda asing sebelumnya. Pasien juga mengeluhkan
mata terasa gatal dari 3 hari yang lalu, perih, nerocos dan terasa mengganjal.
Pasien merasa cairan yang keluar tidak berwarna, berbau dan encer. Pasien
tidak merasa penglihatannya terganggu, demam (-).
- Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
 Riwayat keluhan serupa : (-)
 Riwayat trauma : (-)
 Riwayat mondok : (-)
 Riwayat operasi : (-)

- Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)


 Riwayat keluhan serupa : (-)
 Riwayat DM : (-)
 Riwayat Hipertensi : (-)

III. KESAN
- Kesadaran : Compos Mentis
- Keadaan Umum : Baik
- OD : Tampak benjolal di kelopak mata atas berukuran 1,5x1 cm
- OS : Tampak benjolan di kelopak mata atas berukuran 0,5x0,5 cm

IV. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

Pemeriksaan Oculli dextra (OD) Oculli sinistra (OS)


Visus Jauh 6/7,5 6/6
Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visus Dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi Sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN OBYEKTIF

Pemeriksaan OD OS Penilaian
1. Sekitar mata Kedudukan alis Kedudukan alis Simetris, scar (-)
(supersilia) baik, scar (-) baik, scar (-)
2. Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Ptosis (+), spasme
(-)
- Lebar rima 11 mm 11mm Normal 9-13mm
- Kulit Massa 1,5x1cm Massa OD massa 1,5x1
0,5x0,5cm cm
OS massa 0,5x0,5
cm
- Tepi kelopak N N Trikiasis (-),
entropion (-),
ekstropion (-),
3. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar glandula N N Dakriodenitis (-)
lakrimalis
- Sekitar sacus N N Dakriosistitis (-)
lakrimalis
- Uji flurosensi - - Tak dilakukan
- Uji regurgitasi - - Tak dilakukan
- Tes Anel - - Tak dilakukan
4. Bola Mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Tak ada gangguan
gerak (syaraf dan
otot penggerak bola
mata normal)
- Ukuran N N Makroftalmus (-)
Mikroftalmus (-)
5. TIO N N Palpasi konsistensi
kenyal, simetris
6. Konjungtiva
- Palpebra N N Hiperemis (-),
superior edema (-)
- Forniks Hiperemis Hiperemis Hiperemis (+)
- Palpebra inferior Hiperemis Hiperemis ODS Hiperemis
(+), OS edema (-)
- Bulbi Hiperemis Hiperemis Hiperemis (+)
7. Sklera Ikterik (-), Ikterik (-), Ikterik (-),
perdarahan (-) perdarahan (-) perdarahan (-)
8. Kornea
- Ukuran Ø 12 mm Ø 12 mm
- Kecembungan N N Lebih cembung
dari sklera
- Limbus Arkus senillis Arkus senillis Arkus senillis (+)
(+) (+)
- Permukaan Licin Licin Licin
- Uji Flurosensi - - Tak dilakukan
- Placido Reguler, Reguler, DBN
konsentris, garis konsentris, garis
licin, sikatrik (-) licin, sikatrik (-)
9. Camera oculi anterior
- Ukuran N N DBN
- Isi Jernih, fler (-), Jernih, fler (-), DBN
hifema (-), hifema (-),
hipopion (-) hipopion (-)
10.Iris
- Warna Coklat Coklat Coklat
- Pasangan Simetris Simetris Simetris
- Bentuk Bulat Bulat Bulat, reguler
11. Pupil
- Ukuran Ø 3 mm Ø 3 mm Pada ruangan
dengan cahaya
cukup, N= Ø 3-5
mm
- Bentuk Bulat Bulat Isokhor
- Tempat Sentral Sentral Sentral
- Tepi Reguler Reguler DBN
- Reflek direct + + DBN
- Reflek indirect + + DBN
12. Lensa
- Ada/tidak Ada Ada DBN
- Kejernihan Jernih Jernih Kekeruhan lensa (-)
- Letak Sentral, Sentral, DBN
belakang iris belakang iris
13. Corpus vitreum Jernih Jernih DBN
14. Reflek Fundus + + DBN

KANAN KIRI

VI. DIFERENSIAL DIAGNOSIS


1. DD Konjungtivitis
 Glaukoma akut
 Uveitis anterior akut

VII. DIAGNOSIS PASTI


Konjungtivitis akut et causa suspect bakteri ODS
VIII. TERAPI
Tobroson 1 ggt/ 3 jam ODS

IX. PROGNOSIS
a. Visam : Dubia ad bonam
b. Sanam : Dubia ad bonam
c. Vitam : Dubia ad bonam
d. Kosmeticam : Dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009


2. Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2000.
3. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum (General
Ophthalmology). Ed. 14. Widya Medika, Jakarta : 2000.
4. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 42-50.14. Ilyas,
H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal 2, 134.15.
Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000

Anda mungkin juga menyukai