Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas disebut juga masa pascapersalinan atau puerperium ialah masa
enam minggu sejak satu jam bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke
keadaan normal sebelum hamil.

Baik di negara maju maupun negara berkembang, biasanya perhatian banyak


tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya
justru merupakan kebalikannya, oleh karena risiko kesakitan dan kematian ibu serta
bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan. Masa nifas merupakan masa
kritis dalam kehidupan ibu dan bayi karena sekitar 60% kematian ibu terjadi segera
setelah kelahiran dimana 50% dari kematian tersebut terjadi dalam 24 jam pertama
setelah persalinan.

Salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan suatu bangsa


ditandai dengan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. Oleh karena itu
perawatan selama masa nifas merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Pelayanan pascapersalinan harus terselenggara pada masa ini untuk memenuhi


kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini, dan
pengobatan komplikasi penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan
pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu.
Perawatan masa nifas sendiri memiliki kebutuhan dasar yaitu gizi, ambulasi,
kebersihan diri, eliminasi, istirahat dan tidur, senam nifas, KB, pemberian asi/laktasi,
perawatan payudara dan kebiasaan yang tidak bermanfaat bahkan membahayakan.

Pemantauan yang ketat serta penyuluhan oleh tenaga kesehatan pada ibu dan
keluarga akan sangat membantu dalam mencegah kematian ibu. Semua ibu nifas
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nifas ke fasilitas kesehatan atau dikunjungi
di rumahnya walaupun pertolongan persalinan dilakukan oleh dukun atau
keluarganya. Kunjungan nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu, mendeteksi dan
menangani masalah-masalah yang mungkin terjadi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Masa Nifas


Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. 1
Masa nifas adalah masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-
alat kandungan kembali seperti prahamil, yaitu sekitar 6-8 minggu.Nifas dibagi dalam 3
periode, yaitu2 :
1. Puerperium dini : Kepulihan saat ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan. Masa puerperium dini adalah 40 hari.
2. Puerperium intermediat : Keputihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya
6-8 minggu.
3. Puerperium lanjut : waktu yang diperlukan untuk pulih dan kembali sehat
sempurna, terutama jika selama hamil atau sewaktu persalinan timbul komplikasi.
Waktu untuk mencapai kondisi sehat sempurna dapat berminggu-minggu,
bulanan, tahunan.

2.2. Fisiologi Nifas

Masa nifas merupakan masa yang ditandai dengan banyak perubahan fisiologis pada
tubuh ibu. Walaupun sedikit tetapi komplikasi yang serius bisa terjadi pada ibu setelah
melahirkan.3
 Vagina dan Ostium Vagina
Pada awal masa nifas, vagina dan ostiumnya membentuk aluran yang berdinding
halus dan lebar yang ukurannya berkurang secara perlahan namun jarang kembali ke
ukuran saat nulipara. Rugae muncul kembali pada minggu ketiga namun tidak
semenonjol sebelumnya. Himen tinggal berupa potongan-potongan kecil sisa
jaringan, yang membentuk jaringan parut disebut carunculae myrtiformes. Epitel
vagina mulai berproliferasi pada minggu ke-4 sampai minggu ke-6, biasanya
bersamaan dengan kembalinya produksi estrogen ovarium. Laserasi atau peregangan
perineum selama pelahiran dapat menyebabkan relaksasi ostium vagina.3
 Uterus
 Pembuluh darah
Pada saat kehamilan terdapat peningkatan aliran darah uterus masif
yang penting untuk mempertahankan kehamilan, yang disebabkan oleh
hipertrofi dan remodelling pada semua pembuluh darah pelvis. Setelah proses
melahirkan, diameter pembuluh darah berkurang kira-kira ke ukuran sebelum
kehamilan.3
 Segmen serviks dan Uterus Bagian Bawah

2
Selama persalinan, batas serviks bagian luar yang berhubungan dengan
ostium externum biasanya mengalami laserasi terutama di bagian lateral.
Pembukaan serviks berkontraksi secara perlahan dan selama beberapa hari
setelah persalinan masih sebesar 2 jari. Diakhir minggu pertama, pembukaan
serviks menyempit, serviks menebal, dan kanalis endoservikal kembali
terbentuk. Ostium externum tidak dapat kembali sempurna ke keadaan
sebelum hamil. Bagian tersebut tetap agak lebar dan secara khas, cekungan di
kedua sisi pada tempat laserasi jadi permanen.
Segmen uterus bagian bawah menipis secara nyata mengalami
konstraksi dan retraksi, namun tidak sekuat pada corpus uteri. Selama
beberapa minggu berikutnya, segmen bawah yang sebelumnya merupakan
substruktur tersendiri yang cukup besar untuk mengakomodasi kepala bayi,
berubah menjadi isthmus uteri yang hampir tidak terlihat yang terletak diantara
corpus dan ostium internum.3
 Involusi Uterus
Sesaat setelah pengeluaran plasenta, fundus uteri yang berkontraksi
tersebut terletak sedikit dibawah umbilikus. Bagian tersebut sebagian besar
terdiri dari miometrium yang ditutupi oleh serosa dan dilapisi oleh desidua
basalis. Dinding posterior dan anterior dalam jarak yang terdekat, masing-
masing tebalnya 4 sampai 5 cm. Pada saat post partum, berat uterus kira-kira
menjadi 1.000 g.
Selama nifas, terjadi destruksi dan dekonstruksi yang luar biasa pada
uterus. Dua hari setelah persalinan, uterus mulai berinvolusi, dan pada minggu
pertama beratnya sekitar 500 g. Pada minggu kedua beratnya sekitar 300 g.
Sekitar 4 minggu setelah melahirkan, uterus kembali ke ukuran sebelum hamil
yaitu 100 g atau kurang. Jumlah sel otot mungkin tidak berkurang cukup besar.
Akan tetapi ukuran masing-masing sel menurun secara bermakna dari 500-
800µm kali 5-10 µm saat aterm menjadi 50-90 µm kali 2,5-5 µm pascapartum.

Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus


Bayi Lahir Setinggi umbilikus 1000 gram
Plasenta lahir 2 jari dibawah u mbilikus 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simpisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba diatas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

Tabel 1. Tinggi Fundus Uterus dan berat uterus menurut masa involusi2

3
Gamabar 1. Tinggi Fundus Uteri

Karena pemisahan plasenta dan membran meliputi lapisan yang seperti


spons, maka desidua basalis tidak meluruh. Desidua tetap mempunyai variasi
ketebalan yang jelas, mempunyai tampilan ireguler berupa penonjolan yang
kasar, dan diinfiltrasi oleh darah terutama pada perlekatan plasenta.

 Nyeri Setelah Melahirkan


Pada primipara, uterus cendrung tetap berkontraksi secara setelah
melahirkan. Akan tetapi, pada multipara uterus sering berkontraksi kuat pada
interval tertentu dan menimbulkan nyeri setelah melahirkan yang mirip dengan
nyei saat persalinan tetapi lebih ringan. Biasanya nyeri setelah melahirkan
berkurang pada hari ketiga setelah melahirkan.3
 Lokia
Lokia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
dalam masa nifas. Cairan lokia tersebut terdiri dari eritrosit, potongan jaringan
desidua, sel epitel dan bakteri. 1,2,3
- Lokia rubra (cruenta) :
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca
persalinan.
- Lokia sanguinolenta :
Berwarna merah kuning, berasa darah dan lendir, hari ke3-7 pasca
persalinan.
- Lokia serosa :
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pascapersalinan.
- Lokia alba :
Campuran leukosit dan penurunan kandungan cairan, lokia
berwarna putih atau putih kekuningan. Terjadi setelah 2 minggu.3

4
 Regenerasi Endometrium
Dalam dua atau tiga hari setelah persalinan, desidua yang tersisa
berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Lapisan superfisial menjadi nekrotik dan
menjadi nekrotik dan meluruh masuk kedalam lokia. Lapisan basal yang
berdekatan dengan dengan miometrium tetap utuh dan merupakan sumber
endometrium baru. Endometrium tumbuh dari proliferasi sisa kelenjar
endometrium dan stroma jaringan ikat interglandular.
Regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali pada tempat
perlekatan plasenta. Dalam waktu seminggu, permukaannya itutupi oleh
epitelium, dan Sharman menemukan endometrium yang kembali sempurna
pada semua spesimen biopsi yang diambil pada hari ke-6 di bangsal.2
 Involusi Tempat Perlekatan Plasenta
Pengeluaran lengkap tempat perlekatan plasenta memerlukan waktu
sampai 6 minggu. Segera setelah pelahiran, tempat perlekatan plasenta kira-
kira seukuran telapak tangan, kemudian ukurannya mengecil dengan cepat.
Pada akhir minggu kedua, diameternya sekitar 3-4 cm.3
 Saluran Kemih
Setelah melahirkan, Vesica Urinaria mengalami peningkatan kapasitas dan relatif
tidak sensitif teradap tekanan intravesika, sehingga bisa mengakibatkan ovedistensi,
pengosongan yang tidak sempurna dan residu urin yang berlebihan. Hal ini harus
diwaspadai karena adanya residu urin dan bakteriuria pada vesika urinaria yang
mengalami trauma dapat mengakibatkan terjadinya infeksi. Ureter yang berdilatasi
dan pelvis renal kembali ke keadaaan sebelum hamil dalam 2 sampai 8 minggu
setelah melahirkan.3
 Peritoneum dan Dinding Abdomen
Ligamentum latum dan rotundum memerlukan waktu yang cukup lama untuk
pulih dari perengangan dan pelonggaran yang terjaadi selama kehamilan. Sebagai
akibat dari ruptur serat elastik pada kulit dan distensi uterus pada kehamilan, maka
dinding abdomen masih tetap lunak dan flaksid. Beberapa minggu dibutuhkan untuk
kembali menjadi normal.3
 Payudara
Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit dan diatas otot dada,
merupakan perubahan dari kelenjar keringat. Payudara dewasa beratnya sekitar 00
gram, sedangkan pada waktu hamil payudara membesar, mencapai 600 gram dan
pada ibu menyusui mencapai 800 gram.4

a. Kolostrum
Setelah melahirkan, payudara mulai mensekresi kolostrum yaitu suatu cairan
berwarna kuning tua yang mengandung mineral, asam amino dan lebih banyak protein
terutama globulin dan sedikit lemak dan glukosa. Cairan ini biasanya keluar dua jam setelah
melahirkan. Sekresi berlanjut selama 5 hari, dengan berubah secara perlahan menjadi air susu
matang selama 4 minggu berikutnya. Kolostrum mengandung antibodi dan imunoglobulin A
yang dapat memberikan perlindungan bagi neonatus terhadap paxgbn\togen enterik. Faktor

5
pertahanan tubuh lainnya yang ditemukan di kolostrum dan susu mencakup komplemen,
makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan lisozim. 3
b. ASI
Air susu ibu merupakan suspensi lemak dan protein dalam larutan karbohidrat-
mineral. Ibu yang menyusui dapat mengeluarkan 600 ml susu perhari, dan berat badan ibu
sewaktu hamil tidak memengaruhi kuantitas atau kualitasnya. ASI mengandung asam amino
esensial yang berasal darah dan asam amino non-esensial sebagian berasal dari darah atau
disintesis di kelenjar mammae. Sebagian besar protein susu mengandung α-laktalbumin, β-
laktaglobulin, dan kasein. Asam lemak disintesis di alveoli dari glukosa dan disekresikan
melalui apokrin. Semua vitamin kecuali vitamin K ditemukan pada ASI dalam jumlah yang
berbeda. Kandungan vitamin D pada ASI rendah sekitar 22 IU/mL sehingga diperlukan
suplementasi bagi neonatus..
Whey atau serum susu pada ASI memiliki kandungan Interleukin-6 yang besar dan
berhubungan dengan produksi IgA lokal oleh payudara. Pada ASI juga ditemukan prolaktin
dan epidermal growth factor (EGF). EGF tidak dihancurkan oleh enzim proteolitik lambung
sehingga dapat diabsorbsi unntuk mendukung pertumbuhan dan pematangan mukosa usus
neonatus.3

c. Laktasi
Pada saat hamil, payudara membesar karena pengaruh berbagai hormon seperti
estrogen, progesteron, Human Placental Lactogen dan prolaktin. Selama kehamilan ASI
biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh estrogen yang tinggi. Pada hari kedua
atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen turun dengan drastis sehingga mulai terjadi
sekresi ASI. 5
Ada dua refleks yang sangat penting dalam proses laktasi, aitu refleks prolaktin dan
refleks oksitosin. Kedua reflek ini bersumber dari perangsangan puting susu akibat isapan
bayi5 :
- Refleks Prolaktin
Didalam papilla mammae banyak terdapat ujung saraf peraba. Bila ini dirangsang,
maka akan timbul rangsangan menuju hipotalamus selanjutnya ke hipofisis anterior,
sehingga kelenjar ini memgeluarkan prolaktin. Hormon prolaktin memegang peranan
utama dalam produksi ASI pada alveolus. Dengan demikian semakin sering
rangsangan penyusuan maka akan semakin banyak pula produksi ASI.
- Refleks Oksitosin
Rangsangan yang berasal dari papilla mammae diteruskan sampai ke hipofisis
posterior akibatnya terjadi pengeluaran oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu
konttraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI
dipompa keluar.

6
2.3.Patologi Nifas
Pada masa nifas dapat terjadi berbagai keadaan patologi pada ibu seperti infeksi dan
gangguan pada organ-organ reproduksi ibu, yaitu :
1. Sub-involusi uterus
Gangguan pada proses involusi uterus. Nomalnya uterus terus mengecil oleh
kontrasi rahim dari 1000 gram setelah bersalin menjadi 40-60 gram pada 6
minggu kemudian.1
Faktor penyebab terjadinya sub-involusi uterus adalah infeksi (endometritis),
retensi plasenta, dan mioma uteri. Pada palpasi uterus masih teraba besar, fundus
masih tinggi, lokia banyak dan terjadi perdarahan.1
Pengobatan dapat diberikan ergonovine atau methylergonnovine (Methergine)
0,2 mg setiap 3-4 jam selama 24-48 jam, namun cara kerja nya masih
dipertanyakan.3 Bila ada sisa plasenta makan dilakukan kuretase.1

2. Perdarahan postpartum sekunder


Pendarahan yang terjadi dalam 24 jam sampai 12 minggu setelah melahirkan.
Faktor penyebab terjadinya perdarahan, yaitu :
- Sub-involusi
- Retensi Plasenta
- Mioma uteri
Apabila terdapat retensi plasenta maka penangannya bisa di kuretase.

3. Kelainan Pada Payudara

 Puting yang terbenam


Puting yang terbenam setelah melahirkan dapat dicoba ditarik dengan
menggunakan nipple puller beberapa saat sebelum bayi disusui.1
 Puting lecet
Puting lecet biasanya terjadi karena perlekatan ibu-bayi sewaktu menyusui
tidak benar. Sering kali juga dapat disebabkan oleh infeksi candida. Pada keadaan
puting susu yang lecet, maka dapat dilakukan cara seperti dibawah ini1 :
- Periksa apakah perlekatan ibu-bayi salah
- Periksa apakah terdapa infeksi oleh Candida berupa kulit merah,
berkilat dan terasa sakit
- Ibu terus memberikan ASI apabila luka tidak begitu sakit. Kalau
sangat sakit, ASI dapat diperah
- Olesi puting susu dengan ASI dan dibiarkan kering
- Jangan mencuci daerah aerola dan puting dengan sabun
 Mastitis
Mastitis adalah suatu peradangan pada payudara yang disebabkan oleh
kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada papilla mammae.
Gejala klinis mastitis biasanya infeksi unilateral dan terdapat bengkak pada

7
payudara. Gejala ini biasanya disertai dengan demam dan takikardi. Payudara
menjadi kerasa dan kemerahan serta nyeri.1,3
Mastitis yang tidak segera diobati akan menyebabkan abses payudara
yang bisa pecah ke permukaan kulit dan menimbulkan borok yang besar.
Penanganan pada mastitis1,4 :
- Penyusuan bayi dihentikan pada payudara yang terkena mastitis
- Antibiotik jenis penisilin dengan dosis tinggi, sambil menunggu
hasil pembiakan dan uji kepekaan air susu,
- Berikan kompres air hangat pada payudaraa
 Galatokel
Penyumbatan pada duktus kelenjar payudara karena air susu yang
membeku dan terkumpul pada satu atau lebih lobus. Biasanya dapat sembuh
spontan atau dengan pengurutan.1,3
 Sekresi Abnormal
Terdapat variasi dalam umlah ASI yang dilekuarkan tergantung pada
kesehatan ibu secara umum dan perkembangan kelenjar payudara.1,3
- Tidak ada air susu (agalaksia)
- Air susu sedikit keluar (oligogalaksia)
- Air susu keluar berlebihan (poligalaksia)
4. Demam Nifas
Demam nifas adalah kenaikan suhu badan sampai 38 C atau lebih selama dua
hari dalam 10 hari postpartum. Etiologi demam nifas :
- Infeksi alat genital
- Demam menyusui
5. Infeksi nifas
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup peradangan alat-alat genitalia
dalam masa nifas. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi nifas1 :
- Streptococcus haemoliticus aerob
Masuk secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang
ditularkan dar penderita lain, alat-alat yang tidak steril, dll.
- Staphylococcus aureus
Masuk secara eksogen dan banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi di rumah sakit
- Escherichia coli
Sering berasal dari vesika urinaria dan rektum. Biasanya
mengaibatkan infeksi terbatas.
Pengobatan infeksi nifas :
- Segera lakukan kultur dari sekret vagina, luka operasi, dan darah
serta uji resistensi untuk mendapatkan antibiotika yang tepat
- Selama menunggu hasil kultur maka berikan antibiotika spektrum
luas

8
6. Depesi Ringan
Beberapa pasien menunjukan depresi ringan beberapa hari setelah melahirkan.
Depresi ringan sesaat, atau postpartum blues tersebut paling mungkin terjadi sebagai
akibat sejumlah faktor. Penyebab – penyebab yang menonjol adalah3 :

1. Kekecewaan emosional yang mengikuti kegirangan bercampur rasa takut yang dialami
kebanyakan wanita selama hamil dan melahirkan
2. Rasa nyeri pada awal masa nifas
3. Kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan setelah melahirkan pada kebanyakan
rumah sakit
4. Kecemasan akan kemampuannya untuk merawat bayi setelah meninggalkan rumah sakit
5. Ketakutan akan menjadi tidak menarik lagi

Pada sebagian besar kasus, terapi yang efektif terkadang tidak lebih dari sekedar
antisipasi, pemahaman, dan rasa aman. Gangguan ringan ini akan hilang dengan sendirinya
dan biasanya membaik setelah 2 atau 3 hari, meskipun terkadang menetap hingga 10 hari.
Begitu depresi postpartum menetap, atau bertambah buruk, perlu diberikan perhatian khusus
untuk mencari gejala – gejala depresi. Pada sebuah studi di Parkland Hospital, didapatkan
bahwa gejala – gejala depresi telah muncul sejak kehamilan pada 50 persen wanita yang
mengalami depresi postpartum. Hal ini menunjukan bahwa depresi postpartum merupakan
manifestasi suatu kelainan depresif yang mendasarinya3,6.

2.4.Perawatan Masa Nifas


1. Perawatan di Rumah Sakit
a. Perawatan segera setelah persalinan
Selama beberapa jam pertama setelah pelahiran tekanan darah dan denyut nadi
harus diukur tiap 15 menit sekali, atau lebih sering bila ada indikasi tertentu. Jumlah
perdarahan vagina terus dipantau, dan fundus harus diraba untuk memastikan
kontraksinya baik. Bila teraba relaksasi, uterus hedaknya dimasase melalui dinding
abdomen sampai organ ini tetap berkontraksi. Darah mungkin terakumulasi di dalam
uterus tanpa ada bukti perdarahan luar. Kondisi ini dapat dideteksi secara dini dengan
menemukan pembesaran uterus melalui palpasi fundus yang sering beberapa jam
setelah persalinan. Karena kemungkinan paling besar terjadi perdarahan berat terjadi
setelah partus, sekalipun pada kasus normal, seorang petugas yang terlatih hendaknya
tetap bersama ibu selama sekurang – kurangnya 1 jam setelah selesainya persalinan
kala tiga. Identifikasi dan penatalaksanaan perdarahan postpartum.3

b. Menyusui
Sesaat setelah ibu melahirkan maka biasanya bayi akan dibiarkan atau diletakkan
di atas dada si ibu agar sang anak mencari sendiri puting ibunya, ini disebut dengan
inisiasi menyusu dini/IMD.
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses membiarkan bayi dengan nalurinya
sendiri menyusu dalam 1 jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan kontak kulit (skin
to skin contact) antara kulit ibu dengan kulit bayinya.

9
Tahap-Tahap dalam IMD:
1. Dalam proses melahirkan, ibu disarankan untuk mengurangi/tidak menggunakan
obat kimiawi. Jika ibu menggunakan obat kimiawi terlalu banyak, dikhawatirkan
akan terbawa ASI ke bayi yang nantinya akan menyusu dalam proses inisiasi
menyusu dini.
2. Para petugas kesehatan yang membantu Ibu menjalani proses melahirkan, akan
melakukan kegiatan penanganan kelahiran seperti biasanya. Begitu pula jika ibu
harus menjalani operasi caesar.
3. Setelah lahir, bayi secepatnya dikeringkan seperlunya tanpa menghilangkan
vernix (kulit putih). Vernix (kulit putih) menyamankan kulit bayi.
4. Bayi kemudian ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan kulit bayi melekat
pada kulit ibu. Untuk mencegah bayi kedinginan, kepala bayi dapat dipakaikan
topi. Kemudian, jika perlu, bayi dan ibu diselimuti.
5. Bayi yang ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dibiarkan untuk mencari sendiri
putting susu ibunya (bayi tidak dipaksakan ke puting susu). Pada dasarnya, bayi
memiliki naluri yang kuat untuk mencari puting susu ibunya.
6. Saat bayi dibiarkan untuk mencari puting susu ibunya, Ibu perlu didukung dan
dibantu untuk mengenali perilaku bayi sebelum menyusu. Posisi ibu yang
berbaring mungkin tidak dapat mengamati dengan jelas apa yang dilakukan oleh
bayi.

7. Bayi dibiarkan tetap dalam posisi kulitnya bersentuhan dengan kulit ibu sampai
proses menyusu pertama selesai.
8. Setelah selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang, diukur,
dicap, diberi vitamin K dan tetes mata.
9. Ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat-gabung. Rawat-gabung memungkinkan
ibu menyusui bayinya kapan saja si bayi menginginkannya, karena kegiatan
menyusu tidak boleh dijadwal. Rawat-gabung juga akan meningkatkan ikatan
batin antara ibu dengan bayinya, bayi jadi jarang menangis karena selalu merasa
dekat dengan ibu, dan selain itu dapat memudahkan ibu untuk beristirahat dan
menyusui.

10
Manfaat Kontak Kulit Bayi ke Kulit Ibu:

Pemberian ASI yang dianjurkan pada bayi adalah sebagai berikut :


 ASI eksklusif selama 6 bulan karena ASI saja dapat memenuhi 100%
kebutuhan bayi.
 Dari 6-12 bulan ASI masih merupakan makanan utama bayi karena dapat
memenuhi 60-70% kebutuhan bayi dan perlu ditambahkan makanan
pendamping ASI berupa makanan lumat sampai lunak sesuai dengan usia
bayi.
 Diatas 12 bulan ASI saja hanya memenuhi sekitar 30% kebutuhan bayi dan
makanan padat sudah menjadi makanan utama. Namun ASI tetap dianjurkan
pemberiannya sampai paling kurang 2 tahun untuk manfaat lainnya.3

Untuk meningkatkan tingkat menyusui WHO mengeluarkan 10 langkah untuk


keberhasilan menyusui pada bayi adalah sebagai berikut2 :
1. Mempunyai kebijakan menyusui tertulis yang secara teratur dikomunikasikan
kesemua staf pelayanan kesehatan.
2. Melatih semua staf untuk keahlian yang diperlukan untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
3. Menginformasikan kepada semua wanita lahir tentang manfaat menyusui dan
manajemen laktasi.
4. Membantu ibu untuk memulai menyusui dalam satu jam setelah kelahiran.
5. Menunjukkan kepada ibu bagaimana cara menyusui dan mempertahanan
laktasi,
6. Jangan memberi bayi mkanan apapun kecuali ASI, jika tidak ada indikasi
medis, dan bagaimanapun juga jangan memberikan pengganti ASI, botol susu,
atau dot gratis maupun dengan harga rendah.
7. Praktikkan rawat gabung, yang memungkinkan ibu dan bayi untuk tetap
bersama 24 jam sehari
8. Mennganjurkan pemberian ASI kapanpun dbutuhkan
9. Jangan menggunakan dot artifisial untuk menyusui bayi
10. Bantu pembentukan kelompok-kelompok pendukung ASI dan rujuk ibu ke
mereka.

11
Ibu yang baru melahirkan sebaiknya dirawat bersama bayinya ( rawat gabung). Saat
berada diruang rawat petugas harus mengajarkan kepada ibu cara memosisikan dan
melekatkan bayi pada payudara bagi mereka yang belum dilatih selama fase pemeriksaan
antenatal. Seringkali kegagalan menyusui disebabkan oleh kesalahan memosisikan dan
melekatkakan bayi. Langkah-langkah menyusui yang benar4 :
1. Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir
2. Ibu duduk dengan santai dan kaki tidak boleh menggantung
3. Perah sedikit ASI dan oleska ke puting dan aerola sekitarnya
4. Posisikan bayi dengan benar
- Bayi dipegang dengan satu lengan. Kepala bayi diletakkan dekat
lengkungan siku ibu, bokong bayi ditahan dengan telapak tangan
ibu
- Perut bayi menempel pada tubuh ibu
- Mulut bayi berada didepan puting ibu
- Lengan yang dibawah merangkul tubuh ibu, jangan berada diantara
tubuh ibu dan bayi. Tangan yang diatas boleh dipegang ibu atau
diletakkan diatas dada ibu
- Telinga dan lengan yang diatas berada dalam satu garis lurus
5. Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka lebar, kemudian
dengan cepat kepala bayi didekatkan k payudara ibu dan puting serta aerola
dimasukkan kedalam mulut bayi
6. Cek apakah pelekatan sudah benar
- Dagu menempel ke payudara ibu
- Mulut terbuka lebar
- Sebagian besar aerola terutama yang berada dibawah, masuk ke
dalam mulut bayi
- Bibir bayi terlipat keluar
- Pipi bayi tidak boleh kempot (Karena bayi tidak menghisap, tetapi
memerah ASI)
- Tidak boleh terdengar bunyi decak, hanya boleh terdengar bunyi
menelan)
- Ibu tidak kesakitan
- Bayi tenang

Terdapat beberapa kontraindikasi pemberian ASI pada bayi, yaitu :


1. Bayi yang menderita galaktosemia
2. Ibu dengan HIV/AIDS
3. Ibu dengan penyakit jantung yang apabila menyusui dapat terjadi gagal
jantung.
4. Ibu yang memerlukan terapi dengan obat-obatan tertentu
5. Ibu yang memerlukan pemeriksaan dengan obat radioaktif perlu
menghentikan pemberian ASI kepada bayinya selama 5x waktu paruh

12
obat. Setelah itu bayi boleh meyusu lagi. Sementara itu, ASI tetap diperah
dan dibuang agar tidak mengurangi produksi.

c. Rawat Gabung
Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan
tidak dipisahkan, mlainkan ditempatkan bersama dalam sebuah ruang selama 24 jam penuh.
Keuntungan dalam rawat gabung, yaitu4 :
1. Aspek psikologis
Dengan rawat gabung antara ibu dan bayi akan terjalin proses bonding. Hal ini
sangat mempengaruhi perkembangan psikologis bayi selanjutnya. Kehangatan
tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak diperlukan oleh bayi.
2. Aspek Fisik
Dengan rawat gabung ibu akan dengan mudah menyusui kapan saja bayi
menginginkannya. Dengan demikian Asi juga akan cepat kelua.
3. Aspek Fisiologis
Dengan rawat gabung, bayi dapat disusui dengan frekuensi yang lebih sering dan
menimbulkan reflek prolaktin yang memacu proses produksi ASI dan refleks
oksitosin yang membantu pengeluaran ASI dan mempercepat involusi rahim.

4. Aspek Edukatif
Dengan rawat gabung ibu, akan mempunyai pengalaman menyusui dan meawat
bayinya.
5. Aspek Medis
Dengan awat gabung, ibu merawat bayinya sendiri sehingga bayi tidak tepapar
dengan banyak petugas dan infesi nosokomial dapat dicegah.

Tidak semua bayi atau ibu dapat dirawat gabung. Diperlukan beberapa syarat, yaitu :
1. Usia kehamilan > 34 mingu dan berat lahir >1800 gam, berarti reflek menelan dan
menghisapnya sudah baik.
2. Nilai Apgar pada 5 menit >7
3. Tidak ada kelainan kongenital yang memerlukan perawatan khusus
4. Tidak ada trauma lahir atau morbiditas lain yang berat
5. Bayi yang lahir dengan seksio sesarea yang menggunakan pembiusan umum,
rawat gabbung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar. Apabila ibu masih diinfus,
bayi tetap disusui dengan bantuan petugas.
6. Ibu dalam keadaan sehat

d. Perawatan Vulva
Pasien dianjurkan untuk membasuh vulva dari anterior ke posterior (dari arah vulva
ke anus). Perineum dapat dikompres dengan es untuk membantu mengurangi edema dan rasa
tidak nyaman pada beberapa jam pertama setelah reparasi episiotomi3.

13
e. Perawatan Payudara
Kedua payudara harus sudah dirawat selama masa kehamilan, aerola mammae dan papilla
mammae dicuci secara teratur dengn sabun serta diberi minyak atau krim agar tetap lentur,
jangan sampai mudah lecet atau pecah-pecah.5

f. Fungsi kandung Kemih


Kecepatan pengisian kandung kemih setelah persalinan mungkin dapat bervariasi.
Cairan intravena hampir selalu diberikan melalui infus selama persalinan pervaginam.
Sebagai akibat dari pemberian cairan infus dan penghentian efek antidiuretik oksitosin secara
mendadak, sering terjadi pengisian kandung kemih secara cepat. Sensasi maupun kapasitas
kandung kemih untuk melakukan pengosongan spontan dapat berkurang akibat dari anastesi,
khususnya anastesi regional, juga episiotomi, laserasi, atau hematoma. Karena itu tidaklah
mengherankan bahwa retensi urin dengan overdistensi kandung kemih merupakan komplikasi
yang umum pada awal masa nifas.

Untuk mencegah overdistensi diperlukan pengamatan yang ketat setelah persalinan


untuk menjamin kandung kemih tidak terisi berlebihan dan setiap berkemih mengosongkan
diri secara adekuat. Kandung kemih dapat teraba sebagai suatu massa kistik suprapubik, atau
kandung kemih yang membesar dapat tampak menonjol di abdomen sebagai akibat tidak
langsung pendorongan fundus uteri diatas umbilikus.

Bila pasien tersebut belum berkemih dalam 4 jam setelah persalinan, ada
kemungkinan gangguan dalam berkemih. Terkadang diperlukan pemasangan kateter untuk
mencegah overdistensi. Kemungkinan adanya hematoma traktus genitalia harus dipikirkan
jika pasien tersebut tidak dapat berkemih. Begitu kandung kemih mengalami overdistensi,
kateter harus tetap terpasang sampai faktor – faktor yang menyebabkan retensi urin teratasi.
Hariss dkk. (1977) melaporkan bahwa 40 persen pasien tersebut akan mengalami bakteriuria,
sehingga dapat diberikan antibiotika jangka pendek setelah kateter dicabut.

Apabila terjadi overdistensi kandung kemih, sebaiknya kateter dibiarkan terpasang


setidaknya 24 jam, untuk mengosongkan kandung kemih seluruhnya dan mencegah
terjadinya rekurensi, selain itu juga memungkinkan pemulihan tonus dan sensasi kandung
kemih normal. Bila kateter dicabut, pasien harus mampu untuk berkemih normal secara
berkala. Bila pasien tidak mampu berkemih setelah 4 jam, maka kateter harus dipasangkan
kembali pada pasien. Apabila terdapat lebih dari 200 ml urin, kandung kemih belum
berfungsi secara normal. Jika hanya terdapat kurang dari 200 ml urin, kateter dapat dicabut
dan kandung kemih diperiksa kembali.

g. Fungsi pencernaan
Terkadang, hilangnya motilitas usus merupakan suatu konsekuensi yang diharapkan
setelah pemberian enema yang akan membersihkan saluran cerna dengan efisien beberapa
jam sebelum melahirkan. Dengan pemberian makan secara dini dapat mengurangi
konstipasi3.

h. Relaksai Dinding Abdomen

14
Bebat sebenarnya tidak perlu dilakukan karena tidak dapat mengembalikan postur
tubuh ibu. Bila abdomen bagian luar bisa kendur dan menggantung, penggunaan korset
biasanya sudah cukup membantu. Olahraga untuk membantu mengembalikan tonus dinding
abdomen boleh dimulai kapan saja setelah persalinan pervaginam dan segera setelah nyeri
pada perut berkurang pada seksio sesarea3.

i. Diet
Tidak ada pantangan makanan bagi wanita yang melahirkan per vaginam. Dua jam
setelah partus pervaginam normal, jika tidak ada komplikasi yang memerlukan pemberian
anestetika, pasien hendaknya diberikan minum kalau ia haus dan makanan kalau ia lapar.
Diet wanita menyusui, dibandingkan dengan apa yang dikonsumsinya selama hamil,
hendaknya ditingkatkan kandungan kalori dan proteinya, seperti yang dianjurkan oleh Food
and Nutrition Board of the National Research Council. Apabila ibu tidak ingin menyusui,
maka kebutuhan dietnya sama seperti wanita tidak hamil.
Pada praktiknya adalah melanjutkan suplementasi besi selama sekurang – kurangnya
3 bulan setelah melahirkan dan memeriksa kadarnya pada kunjungan pertama3.

j. Kontrasepsi
Selama perawatan di rumah sakit, dilakukan usaha pendidikan tentang keluarga
berencana. Apabila ibu dalam masa menyusui maka berikan kontrasepsi yang tidak
menganggu pengeluaran ASI seperti mini-pil, injeksi progestin, implan progestin, atau Alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR) seperti IUD3,6.

k. Waktu Pemulangan
Setelah persalinan pervaginam, bila tidak ada komplikasi, jarang diperlukan rawat
inap lebih dari 48 jam. Sebelum pulang, seorang wanita bersalin harus menerima instruksi
seputar perubahan – perubahan fisiologis normal pada masa nifas, termasuk pola lokhia,
penurunan berat badan akibat diuresis, dan waktu pengeluaran ASI. Wanita tersebut juga
harus mendapatkan pengarahan mengenai apa yang harus dilakukan bila ia mengalami
demam, perdarahan per vaginam dalam jumlah banyak, atau mengalami nyeri,
pembengkakan atau nyeri pada tungkai.3

2. Perawatan di Rumah
a. Senggama
Setelah melahirkan, tidak ada kejelasan mengenai waktu yang diperbolehkan untuk
kembali melakukan koitus. Kembali melakukan aktifitas seksual terlalu dini mungkin akan
terasa tidak nyaman, bila tidak terasa sangat nyeri, yang diakibatkan oleh belum sempurnanya
involusi uterus dan penyembuhan luka episiotomi atau laserasi. Median interval waktu antara
melahirkan dengan hubungan seksual adalah 5 minggu, tapi kisarannya berbeda antara 1 – 12
minggu.3

b. Kebalinya Menstruasi dan Ovulasi


Bila seorang wanita tidak menyusui anaknya, siklus menstruasi biasanya akan
kembali dalam waktu 6 – 8 minggu. Tetapi terkadang sulit untuk menentukan secara klinis

15
waktu spesifik terjadinya menstruasi pertama setelah melahirkan. Sebagian kecil wanita
mengeluarkan darah sedikit sampai sedang secara intermiten, segera setelah melahirkan.
Menstruasi pertama dapat terjadi paling cepat pada bulan kedua atau selambat – lambatnya
18 bulan setelah melahirkan
Sharman (1966), dengan menggunakan penetapan waktu endometrium secara
histologik, telah mengidentifikasi ovulasi pada 42 hari setelah melahirkan; Perez dkk. (1992)
pada 36 hari. Lebih lanjut, korpus luteum telah dapat ditemukan pada minggu ke 6 setelah
melahirkan pada waktu dilakukan sterilisasi. Ovulasi lebih jarang terjadi pada wanita
menyusui dibandingkan pada mereka yang tidak menyusui. Campbell dan Gray (1993)
menggunakan spesimen urin harian untuk menemukan ovulasi pada 92 wanita. Penelitian ini
adalah penelitian pertama yang mendeskripsikan kembalinya aktivitas ovarium postpartum
secara mendetail pada wanita menyusui di Amerika Serikat. Jelas bahwa terjadi penundaan
ovulasi pada ibu menyusui, akan tetapi ovulasi dini tidak dihambat oleh laktasi yang terus –
menerus, penemuan lain mencakup 3:
1. Kembalinya ovulasi sering ditandai oleh kembalinya perdarahan menstruasi yang
normal
2. Menyusui tiap 15 menit selama 7 kali sehari dapat menunda ovulasi
3. Ovulasi dapat terjadi tanpa perdarahan (menstruasi)
4. Perdarahan (menstruasi) dapat bersifat anovulatorik

16
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.
Asuhan lanjutan masa nifas terdiri dari asuhan ibu pada masa nifas dan asuhan
masa nifas pada bayi yang baru lahir. Asuhan Ibu pada Masa Nifas meliputi:
memeriksa tanda-tanda vital ibu; membersihkan alat kelamin, perut, dan kaki ibu;
mencegah perdarahan hebat; memeriksa alat kelamin dan masalah-masalah lainnya;
memperhatikan perasaan ibu terhadap bayinya; perhatikan gejala infeksi pada ibu; dan
bantu ibu menyusui. Sedangkan Asuhan Masa Nifas pada bayi meliputi : penampilan
umum, tanda-tanda vital bayi, bantu bayi agar terus menyusu, merawat tali pusat, dan
perhatikan warna kulit bayi dan matanya
Penyuluhan masa nifas mengenai : kebersihan diri dan bayi, istirahat atau
tidur, latihan atau senam nifas, gizi, suplemen zat besi, perawatan payudara,
pemberian ASI, hubungan perkawinan atau Keluarga Berencana (KB), dan tanda-
tanda bahaya.

3.2 Saran
Kunjungan masa nifas harus dilakukan sesuai jadwal dengan tujuan agar ibu
mendapat asuhan sesuai yang dibutuhkan pada masa nifas. Ibu post partum diberi
penyuluhan mengenai apa yang harus ibu lakukan pada masa nifas tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrawinata S, Masa Nifas, dalam Obstetri Fisiologi bagian Obstetri dan Ginekologi,
Bandung : FK UNPAD, 1983 : 315-27
2. Mochtar R, Masa Nifas, dalam Sinopsis Obstetri, edisi ke-3, Jakarta : EGC, 2011 : 87-
9
3. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Masa Nifas, dalam William Obstetrics, edisi ke-
23 volume 1, New York : McGraw-Hill,2013 : 674-89
4. Prawirohardjo S, Asuhan Masa Nifas, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-4, Jakarta :
Bina Pustaka, 2010 : 356-65
5. Siswosudarmo R, Puerperium Normal, dalam Obstetri Fisiologi, Yogyakarta : Pustaka
Cindekia Press, 2008 : 152-84
6. http://emedicine.medscape.com/article/260187

18

Anda mungkin juga menyukai