A. Sistem MSDS
Setiap kegiatan kerja selalu diikuti dengan resiko bahaya yang dapat berakibat terjadinya
kecelakaan, walaupun demikian terjadinya kecelakaan seharusnya dapat dicegah dan
diminimalisasikan karena kecelakaan tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Terjadinya kecelakaan
pada umumnya ditimbulkan oleh beberapa faktor penyebab, oleh karena itu harus diteliti
faktorfaktor penyebabnya dengan tujuan untuk menentukan usaha-usaha pembinaan dan
pengawasan keselamatan yang tepat, efektif dan efisien sehingga terjadinya kecelakaan dapat
dicegah.
Dalam melaksanakan eksperimen, kontak terhadap bahan kimia akan terjadi baik langsung maupun
tidak langsung. Pengetahuan sifat dan karakter bahan kimia perlu dimiliki mengingat bahan kimia
memiliki potensi untuk menimbulkan bahaya baik terhadap kesehatan maupun bahaya kecelakaan.
Hal ini dapat dipahami karena bahan kimia dapat memiliki tipe reaktivitas kimia tertentu dan juga
dapat memiliki sifat mudah terbakar. Oleh karena itu aktivitas kerja yang selalu memperhatikan
aspek kesehatan dan keselamatan kerja perlu dibudayakan dalam bekerja di laboratorium.
Untuk dapat mendukung jaminan kesehatan dan keselamatan kerja maka para peneliti maupun
laboran yang bekerja di laboratorium harus mengetahui dan memiliki pengetahuan serta
keterampilan untuk menangani bahan kimia khususnya dari segi potensi bahaya yang mungkin
ditimbulkan. Informasi atau pengetahuan yang harus diketahui pelaksana di laboratorium kimia
dimuat dalam Material Safety Data Sheet (MSDS).
Bahan kimia dalam unsur dan senyawa tertentu memang bukan lah barang mainan. Ada kalanya
senyawa kimia dapat beracun juga bagi kesehatan tubuh manusia. Dalam tingkat kebahayaannya,
setiap senyawa ataupun unsur kimia di tunjukkan dalam MSDS atau disebut (Material Safety Data
Sheet). MSDS ini merupakan hal yang wajib dipelajari sebelum laboran berkutat dengan senyawa-
senyawa di laboratorium.
Menjelaskan berbagai cara bahan kimia bisa memapar tubuh pengguna dengan
beberapa cara misalnya penyerapan melalui kulit, pernafasan dan lainnya. Informasi
tentang gejala dan akibat terhadap kesehatan apabila tubuh terjadi kontak dengan
bahan tersebut seperti kejadian setelah :
a. Efek terkena paparan yang berlebihan
b. Kontak pada mata
c. Kontak pada kulit
d. Terhirup pada pernafasan
Bahaya kebakaran :
Informasi ini menentukan bahan tersebut termasuk kategori bahan mudah terbakar,
dapat dibakar, tidak dapat dibakar atau membakar bahan lain. Kemudahan zat
untuk terbakar ditentukan oleh :
a. Titik nyala : suhu terendah dimana uap zat dapat dinyalakan.
b. Konsentrasi mudah terbakar : daerah konsentrasi uap gas yang dapat
dinyalakan. Konsentrasi uap zat terendah yang masih dapat dibakar disebut
LFL (low flammable limit) dan konsentrasi tertinggi yang masih dapat
dinyalakan disebut UFL (upper flammable limit). Sifat kemudahan
membakar bahan lain ditentukan oleh kekuatan oksidasinya.
c. Titik bakar : suhu dimana zat terbakar sendirinya.
Bahaya reaktivitas :
Sifat bahaya akibat ketidakstabilan atau kemudahan terurai, bereaksi dengan zat
lain atau terpolimerisasi yang bersifat eksotermik (menghasilkan panas) sehingga
eksplosif atau reaktivitasnya terhadap gas lain sehingga menghasilkan gas beracun.
Sifat- sifat bahaya tersebut digambarkan dalam skala bahaya seperti berikut :
Menjelaskan tentang langkah pertolongan pertama jika terpapar atau keracunan bahan
kimia.
Sistem Harmonisasi Global yang diberi nama GHS bermula dari pertemuan METI (Ministry of
Economic Trade and Industry) di Jepang yang kemudian berlanjut ke pertemuan tingkat
Internasional di berbagai tempat seperti Rio de Janeiro dan Jenewa. Hasil pertemuan Internasional
tersebut akhirnya menyepakati untuk membentuk satu sistem global dalam hal komunikasi bahaya
yaitu: Klasifikasi Bahaya, MSDS, dan Label / Penandaannya. Dalam hal ini, PBB menunjuk UNITAR
(United Nations Institute for Training and Research) dibawah payung ILO sebagai koordinator
proyek GHS di seluruh negara di dunia dimana di tergetkan tahun 2006 untuk perubahan
amandemen peraturan lokal yang terkait dengan GHS dan tahun 2008 untuk pelaksanaan sistem
implementasi secara menyeluruh di seluruh negara di dunia.
APEC sebagai organisasi regional Asia Pasifik telah menyepakati untuk menerapkan sistem GHS di
seluruh negara anggotanya termasuk salah satunya adalah Indonesia. Indonesia bahkan
dipromosikan menjadi salah satu pilot country project untuk pelaksanaan GHS di Asia Pasifik
khususnya di tingkat ASEAN. Keberadaan GHS di Indonesia tentunya akan membawa berbagai
keuntungan antara lain karena dengan adopsi sistem GHS, maka Indonesia akan memiliki standar
penentuan klasifikasi bahaya bahan kimia yang selama ini ada di Indonesia namun terdapat
beberapa klasifikasi yang berbeda antar Kementerian / Departemen. Selain itu juga Indonesia akan
memiliki standar sistem penandaan / labelling bahan kimia yang seragam, dimana diharapkan tidak
akan ada perbedaan lagi dalam hal penandaan bahan kimia antar sektoral maupun instansi. Terakhir
adalah format MSDS akan diseragamkan di Indonesia yaitu menggunakan format GHS yang terdiri
dari 16 sections / bagian. Diharapkan dengan adanya sistem ini, seluruh instansi dan sektoral terkait
akan menggunakan satu sistem yang sama dan tidak akan ada lagi perbedaan sistem yang
digunakan.
Selain keuntungan diatas, beberapa keuntungan lain dari adopsi GHS di Indonesia adalah
mempermudah arus perdagangan bahan kimia secara global baik impor maupun ekspor, dan juga
akan membantu dan mempermudah dalam menghambat perdagangan bahan kimia terlarang yang
tidak boleh diperjual belikan. Selain itu, tujuan utama GHS adalah juga untuk melindungi pekerja,
lingkungan hidup, dan umat manusia secara umum.
Kesulitan dan tantangan serta hambatan yang ada di Indonesia antara lain disebabkan oleh
beberapa hal antara lain:
Terbatasnya tenaga ahli khususnya dalam ruang lingkup klasifikasi bahan kimia dan
komunikasi bahaya
Kurangnya pengetahuan yang menyebabkan kurangnya kewaspadaan terhadap resiko dan
bahaya bahan kimia
Kurangnya pemenuhan informasi saintifik untuk mengevaluasi bahaya yang diakibatkan oleh
penggunaan berbagai bahan kimia.
Kurangnya sarana dan pra sarana dalam hal penentuan toksisitas bahan kimia khususnya
untuk campuran
Kesulitan dalam menterjemahkan beberapa istilah teknis di Buku Ungu / GHS Purple
Book kedalam bahasa lokal
Oleh karena itu dibutuhkan beberapa tindakan yang perlu dilakukan untuk membantu
menyelesaikan kesulitan diatas antara lain melalui:
Revisi atau amendemen peraturan pemerintah yang terkait dengan bahan kimia
Memperkuat assosiasi industri, transportasi, perdagangan dan lain-lain yang terkait dengan
implementasi GHS
Memperbanyak aktifitas training dan sosialisasi GHS baik dari segi frekuensi, kuantitas
maupun kualitas
Menciptakan mekanisme jaringan dengan stakeholders yang terlibat dengan implementasi
GHS
Pengembangan modul training implementasi GHS untuk berbagai kelompok target yang
berbeda
Menghubungkan aktifitas dan kebijakan nasional dengan program kerja pemerintahan
propinsi atau daerah
Bekerja sama dengan institusi non pemerintah dalam hal penyediaan jasa layanan
pembuatan MSDS dan Penandaan sesuai GHS khususnya untuk membantu SME agar dapat
bertahan dengan implementasi GHS
C. MSDS dan Implementasinya berdasarkan GHS
Implementasi GHS di Indonesia juga akan berdampak bagi perubahan klasifikasi bahaya, format
MSDS beserta simbol bahaya / piktogram yang digunakan dimana Indonesia akan menggunakan
format MSDS GHS dalam Bahasa Indonesia dan menggunakan Simbol Bahaya berdasarkan adopsi
GHS. Sistem klasifikasi bahan kimia dalam MSDS juga akan menggunakan standar adopsi GHS.
Namun sebelum simbol bahaya, MSDS dan label dikeluarkan, tentunya penentuan klasifikasi bahaya
adalah hal pertama yang harus dilakukan yang akhirnya akan menentukan kriteria bahaya yang
sesuai dan simbol yang cocok untuk digunakan.
Sistem klasifikasi bahaya GHS sangatlah berbeda dengan beberapa sistem klasifikasi yang sudah
diterapkan di beberapa negara di dunia seperti EU / UN / Japan / dll. Penyeragaman sistem
klasifikasi bahaya GHS akan menghilangkan berbagai perbedaan mendasar yang selama ini terjadi di
berbagai belahan dunia yang mengakibatkan perbedaan pandangan dalam hal klasifikai bahaya
bahan kimia. Berikut adalah contoh perbedaan klasifikasi tersebut :
Sebelum harmonisasi ini dicanangkan, berdasarkan EU nilai cut-off toksisitas akut untuk Kategori 1
memiliki nilai LD 50 25 mg/kg (oral), sementara di USA menggunakan 50 mg/kg. Hasilnya semua
bahan kimia antara 25 dan 50 mg/kg diklasifikasikan secara berbeda. Berikut grafik perbandingan
antar klasifikasi:
Grafik Perbandingan Klasifikasi Toksisitas Akut (Oral)
Sementara untuk standar GHS, Toksisitas Akut Kategori 1 memiliki nilai LD50 ≤ 5 seperti terlihat
pada grafik berikut dibawah ini.
Grafik Perbandingan Klasifikasi Toksisitas Akut Yang Ada vs GHS
Grafik diatas menunjukkan perbedaan Klasifikasi Toksisitas Akut (LD50 Oral Rat)antar sistem
klasifikasi yang ada saat ini dibandingkan dengan sistem GHS.
Sementara untuk penentuan kategori flamabilitas, GHS memiliki kriteria sendiri yang berbeda
dibandingkan dengan beberapa sistem klasifikasi yang ada. Berikut adalah grafik perbandingan
klasifikasi kategori untuk flamabilitas berdasarkan GHS dan beberapa sistem klasifikasi lain.
Perubahan terhadap format MSDS sebenarnya tidak terlalu signifikan dikarenakan Indonesia sudah
menerapkan sistem format MSDS menggunakan 16 sections / bagian yang dimandatkan melalui
Kepmenaker No 187 tahun 1999. Perubahan signifikan akan terjadi pada sistem klasifikasi bahaya
beserta simbol / piktogram yang akan digunakan dimana standar GHS akan diadopsi secara
menyeluruh oleh berbagai instansi terkait.
Penjelasan implementasi MSDS berdasarkan GHS per sections akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Identitas Bahan dan Perusahaan
Berisikan informasi mengenai nama bahan kimia / nama lain dari bahan. Juga berisi nama
perusahaan / supplier pembuat / penyalur bahan kimia terkait, alamat perusahaan lengkap, nomor
telepon beserta nomor telepon darurat / emergensi yang dapat dihubungi pada saat terjadi
kecelakaan menyangkut bahan kimia terkait.
2. Identifikasi Bahaya
GHS menempatkan Bagian 2 yaitu Informasi mengenai Bahaya dari bahan kimia dan menempatkan
informasi komposisi bahan setelahnya dikarenakan pekerja dan perusahaan lebih membutuhkan
informasi bahaya dibandingkan dengan informasi kandungan / komposisi bahan, oleh karenanya
format MSDS GHS menempatkan informasi Identifikasi Bahaya terlebih dahulu dibandingkan
informasi Komposisi Bahan. Oleh sebab itu untuk aplikasi di Indonesia, revisi Kepmenaker
No 187/1999 dan peraturan terkait lainnya hanya memerlukan sedikit perubahan menyangkut
perubahan Format MSDS dan Simbol bahaya yang digunakan. Sections 2 juga berisikan klasifikasi
bahaya dari zat atau campuran bahan kimia. Selain itu juga sections ini menyertakan penampilan
label / simbol bahaya termasuk pernyataan kehati-hatian dari bahan tersebut. Implementasi GHS
juga akan memandatkan penggunaan simbol / piktogram sesuai standar GHS, artinya Indonesia
juga akan menggunakan dan memiliki standar dalam hal simbol bahaya. Adapun simbol yang
digunakan di Indonesia umumnya mengadopsi dari beberapa standar seperti EU. Berikut contoh
simbol yang umum digunakan saat ini:
Sedangkan pada saatnya GHS diimplementasikan secara menyeluruh maka Indonesia akan
mengadopsi simbol / piktogram GHS. Simbol / piktogram GHS sangat mudah difahami dan memiliki
standar pewarnaan yang sangat mudah dikenali. Hal ini akan membantu pekerja / konsumen dalam
mengidentifikasi bahaya yang ada beserta perlindungan apa saja yang harus digunakan pada saat
bekerja dengan bahan kimia terkait.
Penjelasan klasifikasi dari masing-masing simbol bahaya GHS adalah sbb:
1 Eksplosif
4 Gas Pengoksidasi
5 Gas Bertekanan
13 Cairan Pengoksidasi
14 Padatan Pengoksidasi
15 Peroksida Organik
17 Toksisitas Akut
18 Korosifitas / Iritabilitas Pada Kulit
22 Karsinogenitas
23 Toksisitas Terhadap Reproduksi
26 Bahaya Aspirasi
3. Komposisi Bahan
Komposisi dari bahan kimia menyertakan nama, CAS number, sinonim, impurities dan konsentrasi
bahan dalam campuran, zat aditif penyetabil bahan kimia beserta identifikasi unik lainnya harus
dimasukkan dan ditempatkan pada sections 3 dari GHS MSDS.
4. Tindakan P3K
Penjelasan mengenai tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) harus dimasukkan
di sections ini, hal ini termasuk efek / gejala apa yang biasanya terjadi pada saat terjadi kecelakaan,
apakah gejalanya akut atau tertunda. Masukkan informasi mengenai tindakan medis apa yang harus
segera dilakukan dan perawatan yang dibutuhkan untuk menolong korban kecelakaan.
5. Tindakan Penanggulangan Kebakaran
Kebakaran menyangkut bahan kimia sangat selektif dan memerlukan tindakan khusus dalam
penanganannya. Dalam sections 5 dimasukkan informasi mengenai jenis media pemadam yang
cocok untukmemadamkan kebakaran, bahaya spesifik apa yang ditimbulkan oleh terbakarnya
bahan kimia tersebut, dan alat pelindung diri apa yang harus dikenakan oleh petugas pemadam dan
peringatan mengenai bahaya yang mungkin terjadi kemudian.
6. Tindakan Mengatasi Kebocoran dan Tumpahan
Informasi mengenai peringatan bagi individu beserta alat pelindung diri dan prosedur tanggap
darurat terkait dengan terjadinya tumpahan dan kebocoran bahan kimia ditempatkan
pada sections 6. Peringatan bahaya terhadap lingkungan hidup sebagai akibat dari tumpahan dan
kebocoran tersebut juga disertakan pada sections ini. Metode dan bahan yang digunakan untuk
menampung serta membersihkan tumpahan dan kebocoran harus dijelaskan pada sections ini. Jarak
evakuasi jika terjadi kebocoran juga dimasukkan kedalam sections ini.
7. Penyimpanan dan Penanganan Bahan
Berisikan mengenai informasi penanganan dan penyimpanan yang aman dan sesuai dengan
petunjuk peraturan. Informasi mengenai kondisi yang aman dalam hal penyimpanan beserta
petunjukinkompatabilitas/ketidaksesuaian dari bahan kimia yang ditempatkan harus dimasukkan
dalam sections ini. Petunjuk inkompatabailitas bisa mengacu kepada Tabel Chemical Reactivity
Sheet.
8. Pengendalian Pemaparan dan Alat Pelindung Diri
Pemaparan bahan kimia terhadap manusia dan lingkungan memerlukan pengendalian khusus dalam
hal ini parameter apa saja yang harus dikendalikan harus dimasukkan kedalam sections 8 dari
MSDS.Pengendalian engineering yang cocok untuk meminimalisasi pemaparan juga harus
disertakan. Tindakan perlindungan terhadap individu juga harus dimasukkan yang antara lain
berisikan petunjuk Alat Pelindung Diri yang sesuai dan yang paling cocok digunakan untuk
mengontrol dan meminimalisasi resiko terhadap bahaya pemaparan. Sementara untuk Nilai Ambang
Batas (NAB), saat ini masih dibicarakan mengenai NAB Global berdasarkan GHS, namun negara
masih boleh memasukkan standar NAB berdasarkan standar yang ada pada negara masing-masing.
9. Sifat Fisika dan Kimia
Informasi mengenai sifat fisika dan kimiawi dari bahan kimia sangat esensial sifatnya dan
dibutuhkan untuk mengontrol penanganan dan penyimpanan bahan kimia terkait. Sections 9
menempatkan informasi tersebut yang antara lain berisikan:
• Penampakan
• Bau
• Titik Leleh / Beku
• pH
• Titik Nyala
• Laju Penguapan
• Flamabilitas (padatan, gas)
• Batas bawah / atas dari flamabilitas atau ledakan
• Tekanan Uap
• Densitas Relatif
• Viskositas
• dll
10. Stabilitas dan Reaktifitas Bahan
Pada sections ini, MSDS harus berisikan informasi mengenai reaktifitas dan stabilitas dari bahan. Hal
ini termasuk kemungkinan terjadinya reaksi berbahaya yang tidak diinginkan beserta kondisi yang
harus dihindari untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Petunjuk mengenai bahan apa saja yang
tidak cocok / inkompatibel untuk ditempatkan secara bersamaan dengan bahan tersebut harus
dijelaskan dan dimasukkan dalam sections ini. Bahaya dekomposisi dari produk / bahan juga harus
dimasukkan sebagai sumber informasi esensial tambahan.
11. Informasi Toksikologi
Menyediakan semua data menegenai bahaya kesehatan yang tercakup oleh GHS termasuk dalam
hal ini antara lain:
Rute Kontak Masuk yang mungkin terjadi
Gejala menyangkut bahaya fisika, kimiawi dan karakteristik racun.
Efek kronis, efek tertunda dan efek yang langsung terjadi dari pemaparan jangka
pendek atau panjang.
Nilai toksisitas (LD, LC), Iritasi, dll
Dan data-data informasi lain yang mendukung
Jika data untuk bahaya dimaksud tsb tidak terdapat, sebaiknya dituliskan di SDS dengan pernyataan
bahwa data yang dimaksud tidak terdapat.
12. Informasi Ekologi
Berisikan informasi dan data-data terkait dengan Ekologi / Lingkungan Hidup seperti Toksisitas,
degradabilitas dan persistance, potensi bioakumulasi, pergerakan di dalam tanah, dan informasi efek
samping lainnya.
13. Pembuangan Limbah
Limbah dari produk bahan kimia harus diolah secara baik dan benar. Sections 13 dari MSDS GHS
mewajibkan tersedianya informasi yang cukup mengenai metoda pengolahan limbah beserta tata
caranya.
14. Informasi Untuk Pengangkutan Bahan
Antara lain berisikan UN Number, Nama pengiriman bahan yang sesuai peraturan UN, Kelas Bahaya
Transportasi beserta Label dan Simbol yang diperlukan, Grup Kemasan, Bahaya Lingkungan Hidup,
Petunjuk peringatan khusus bagi pengguna.
15. Informasi Perundang-undangan
Sections ini antara lain berisikan peraturan perundangan yang terkait yang tidak disediakan pada
sections lain dari MSDS. Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja beserta Lingkungan Hidup
spesifik untuk bahan kimia yang masih dipertanyakan.
16. Informasi Lain Yang Diperlukan
Berisikan anatara lain:
Tanggal pembuatan MSDS
Indikasi perubahan yang dilakukan dari MSDS sebelumnya
Legenda atau Akronim / Singkatan yang digunakan di dalam MSDS
Referensi literatur dan sumber yang diambil untuk membuat MSDS
Selain simbol / piktogram diatas, GHS juga mengembangkan simbol untuk Alat Pelindung Diri (APD)
yang diwajibkan pada saat bekerja dengan bahan kimia terkait, simbol tersebut berbentuk lingkaran
berwarna dasar biru dengan gambar APD yang sesuai untuk mengurangi resiko terhadap bahaya
pemaparan bahan kimia. Berikut adalah beberapa contoh Simbol APD versi GHS yang digunakan
pada label / penandaan bahan kimia:
Implementasi GHS yang akan mempengaruhi MSDS selain hal diatas adalah penerapan bahasa lokal
baik untuk MSDS maupun Label / Penandaan. Penerapan GHS akan mewajibkan setiap MSDS dan
Label terdapat dalam 2 bahasa yaitu bahasa lokal dan bahasa Internasional / Inggris. Penerapan ini
sangat penting karena tujuan GHS adalah untuk melindungi umat manusia dan lingkungan hidup
dari bahaya bahan kimia, sehingga penting untuk memandatkan seluruh sistem agar terdapat dalam
bahasa lokal, hal ini agar memudahkan dalam hal mengerti dan memahami isi dan kandungan dari
MSDS dan Label yang terdapat pada bahan kimia.
Oleh karena itu, penterjemahan guide GHS atau yang kita kenal dengan nama Purple
Book sangatlah penting karena GHS Purple Book akan menjadi acuan dalam penentuan klasifikasi
bahaya beserta kategorinya, pembuatan MSDS, Label, dll. Diharapkan agar pemerintahan dapat
segera merampungkan penterjemahan Purple Book ke GHS ke dalam bahasa Indonesia secara
penuh dan mensosialisasikannya kepada pihak terkait. Oleh karena itu, sebaiknya hasil
terjemahan purple book GHS dapat tersedia di berbagai situs pemerintahan seperti Depnaker, Badan
POM, dll untuk di download oleh pengguna lokal selain juga disosialisasikan dalam bentuk hard
cover.
Penting untuk diketahui bahwa penerapan GHS tidak akan mempengaruhi sistem penandaan
transportasi yang sudah terlebih dahulu ada yaitu UN-RTDG, IATA, IMDG, dll. Sistem penandaan
transportasi sudah terlebih dahulu diseragamkan dan distandardisasi sebelum isu GHS diangkat
sehingga GHS hanya akan mempengaruhi sistem penandaan pada produk atau kemasan dari produk
tanpa mempengaruhi penandaan pada kendaraan / alat transportasi yang akan mengirimkan atau
membawa bahan kimia.
Kedua sistem ini, baik GHS maupun DG Transport Standards akan berdiri sendiri-sendiri namun
tetap memiliki keterkaitan antar satu dengan yang lainnya.