Anda di halaman 1dari 9

ketuban pecah lebih dari 24 jam

Air ketuban keruh bercampur mekonium (AKK) dapat menyebabkan sindrom aspirasi mekonium (SAM)
yang mengakibatkan asfiksia neonatorum yang selanjutnya dapat berkembang menjadi infeksi neonatal.
Sejak masa kehamilan sampai ketuban pecah, janin relatif terlindungi dari flora mikroba ibu oleh
membran/dinding korioamniotik, plasenta, dan faktor antibakteria dalam air ketuban. Beberapa
tindakan medis yang mengganggu integritas isi rahim seperti amniosintesis, cervical cerclage,
pengambilan contoh vili korialis transservikal, atau pengambilan contoh darah perkutaneus, dapat
memudahkan organisme normal kulit atau vagina masuk sehingga menyebabkan amnionitis dan infeksi
sekunder pada janin. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, bakteri vagina dapat bergerak naik dan pada
beberapa kasus menyebabkan inflamasi pada membran janin, tali pusat, dan plasenta. Infeksi pada janin
dapat disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang terinfeksi, dapat mengakibatkan neonatus lahir mati,
persalinan kurang bulan, atau sepsis neonatal. Organisme yang paling sering ditemukan dari air ketuban
yang terinfeksi adalah bakteri anaerobik, streptokokus kelompok B, Eschericia coli, dan mikoplasma
daerah genital. Saat bakteri mencapai aliran darah, sistem monosit-makrofag dapat menyingkirkan
organisme tersebut secara efisien dengan opsonisasi oleh antibodi dan komplemen sehingga bakteriemi
hanya terjadi singkat. Bakteremia tergantung dari usia pasien, virulensi dan jumlah bakteri dalam darah,
status nutrisi dan imunologis, waktu dan asal intervensi terapi, menyebabkan respon inflamasi sistemik
dari sumber infeksi berkembang luas.

HIRSCHPRUNG
Disebut juga megakolon kongenital, yaitu penyumbatan pada usus besar akibat
sebagian usus besar tidak memiliki sekumpulan syaraf (ganglion) yang mengendalikan
gerakan peristaltik. Hal ini menyebabkan kotoran menumpuk di usus besar. Kelainan ini
berkaitan dengan Sindrom Down. Gejala awal adalah bayi tidak mengeluarkan mekonium
dalam 24-48 jam. Setelah itu perut menggembung, muntah, berat badan tidak bertambah.
Kelainan ini bisa juga berlangsung hingga dewasa dengan gejala diare, muntah, perut
kembung
Pemeriksaan dan diagnosa dengan rontgen perut. Penatalaksaan meliputi kolostomi,
pengangkatan sebagian usus dan penyambungan kembali usus setelah beberapa bulan
kemudian. Operasi pemotongan usus biasanya dilakukan saat umur 1 tahun. Untuk
mengetahui bagian mana yang tidak memiliki ganglion, dilakukan biopsi (pengmabilan
contoh jaringan untuk diperiksa di lab).

BBLR
Adalah bayi baru lahir dengan berat badan saat lahir <2500 gram. Dibedakan menjadi
2 golongan :
Prematuritas murni
Lahir dari usia kehamilan <37 minggu. Disebut juga bayi prematur, Bayi kurang bulan.
Ciri: kartilago telinga belum ada, ada lanugo, refleks lemah, alat kelamin belum
sempurna, kulit tipis.
Dismaturitas
Lahir dari usia kehamilan normal (37-42 minggu), tapi berat lahir <2500 gr. Disebut
juga Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK), dismatur atau Intra Uterine Growth
Retardation (IUGR). Ciri : kulit keriput, kuku panjang.
Penyebab BBLR adalah dari faktor ibu, plasenta atau sebab yang tidak diketahui.
Kemungkinan komplikasi pada BBLR adalah hipotermi, hipoglikemia (dpt muncul
kejang), ikterus (hiperbilirubinemia), refleks hisap lemah (malas minum), infeksi. Pada
bayi KMK juga dapat terjadi Sindrom Aspirasi Mekonium (SAM).
Penatalaksanaan umum pada BBLR :
Stabilisasi suhu, observasi KU dan TTV
Jaga jalan nafas terbuka,
Bila bayi tidak diinfus, beri ASI seperti bayi sehat. Bila bayi diinfus, mulai beri
ASI pada hari ke-2 atau setelah kondisi stabil
Biarkan bayi menyusu ke ibu semaunya. Jika bayi sakit dan menghalangi proses
menyusu, beri ASI perasan melaui NGT (Naso-Gastrik Tube)
Jika terjadi gangguan nafas resusitasi, kejang antikonvulsan, dehidrasi 
cairan IV
Timbang BB setiap hari. Bayi 1500-2500 gr TDK BLH kehilangan >10% BB lahir
dlm 4-5 hr pertama
Bayi NORMAL butuh minum 150-180 ml/kg/hr. Pada BBLR diberikan jumlah
cairan secara bertahap sampai dicapai takaran yang sama. Bayi yang cukup minum
akan mengalami kenaikan BB. Kenaikan BB harus :
< 1500 : 150-200 gr/mgg (20-30 gr/hr)
> 1500 : 200-250 gr/mgg (30-35gr/hr)

RESUSITASI NEONATUS
Tahapanresusitasi adalah sebagai berikut (lihat bagan):
A. Begitu bayi lahir, ajukan 5 pertanyaan :
1. Apakah air ketuban jernih tanpa mekonium?
2. Apakah bernafas atau menangis spontan?
3. Apakah tonus otot baik?
4. Apakah warna kulit merah muda?
5. Apakah bayi cukup bulan?
B. Jika semua jawaban “YA” berarti bayi sehat, dilakukan perawatan rutin pada BBL. Jika bayi
lahir tidak menangis, maka dilakukan LANGKAH AWAL (dalam 30 detik) yang terdiri dari:
a. Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu
b. Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi dengan gulungan kain di bawah bahu
c. Isap lendir dari mulut ke hidung
d. Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggososok punggung atau menyentil
ujung jari kaki dan mengganti kain basah dengan kering
e. Reposisi kepala bayi
f. Nilai bayi : usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung
C. Bila bayi tidak bernafas atau Denyut jantung <100x/mnt, lakukan Ventilasi Tekanan Positif
(VTP) dengan balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 x/menit
D. Nilai Bayi : Usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung
E. Bila bayi belum bernafas spontan dan denyut jantung <60x/menit, lakukan VTP dan kompresi
dada secara terkoordinasi selama 30 detik
F. Nilai bayi : Usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung
Bila denyut jantung <60x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi dada
Bila denyut jantung >60x/menit, hentikan kompresi dada, lanjutkan VTP
Patofisiologi TORCH
a. Toxoplasma
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang merupakan salah satu penyebab kelainan
kongenital yang cukup dominan dibandingkan penyebab lainnya yang tergolong dalam TORCH.
Hospes primernya adalah kucing. Kucing ini telah mempunyai imunitas, tetapi pada saat reinfeksi
mereka dapat menyebarkan kembali sejumlah kecil ookista. Ookista ini dapat menginfeksi
manusia dengan cara memakan daging, buah-buahan, atau sayuran yang terkontaminasi atau
karena kontak dengan faeces kucing. Dalam sel–sel jaringan tubuh manusia, akan terjadi
proliferasi trophozoit sehingga sel–sel tersebut akan membesar. Trophozoit akan berkembang dan
terbentuk satu kista dalam sel, yang di dalamnya terdapat merozoit. Kista biasanya didapatkan di
jaringan otak, retina, hati, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kelainan pada organ-organ
tersebut, seperti microcephali, cerebral kalsifikasi, chorioretinitis, dll. Kista toksoplasma
ditemukan dalam daging babi atau daging kambing. Sementara itu, sangat jarang pada daging sapi
atau daging ayam. Kista toksoplasma yang berada dalam daging dapat dihancurkan dengan
pembekuan atau dimasak sampai dagingnya berubah warna. Buah atau sayuran yang tidak dicuci
juga dapat menstranmisikan parasit yang dapat dihancurkan dengan pembekuan atau pendidihan.
Infeksi T.gondii biasanya tanpa gejala dan berlalu begitu saja. Setelah masa inkubasi selama lebih
kurang 9 hari, muncul gejala flu seperti lelah, sakit kepala, dan demam yang dapat muncul hampir
bersamaan dengan limpadenopati, terutama di daerah serviks posterior.
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan
atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis
bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata dan telinga, retardasi mental,
kejang-kejang dn ensefalitis.
b. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh enchepalitis. Pada infeksi awal,
virus akan masuk melalui traktus respiratorius yang kemudian akan menyebar ke kelenjar limfe
sekitar dan mengalami multiplikasi serta mengawali terjadinya viremia dalam waktu 7 hari. Janin
dapat terinfeksi selama terjadinya viremia maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi
plasenta terjadi pada 80% kasus dan risiko kerusakan jantung, mata, atau telinga janin sangat tinggi
pada trisemester pertama. Jika infeksi maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, 60%
bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17% pada minggu ke-14 dan
selanjutnya menjadi 6% setelah usia kehamilan 20 minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya
terinfeksi dan virus dapat menjadi laten pada bayi yang terinfeksi kongenital selama bertahun-
tahun.
c. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara kongenital saat bayi
atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat menyebabkan infeksi primer pada
dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa disebabkan reaktivasi virus yang telah
didapat sebelumnya. Infeksi kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama
kehamilan. Di negara berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama kehamilan, karena
sebagian besar orang telah terinfeksi dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi pada
ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus dengan pembesaran hepar dan lien,
trombositopenia, serta dapat menyebabkan retardasi mental. Bayi juga dapat terinfeksi selama
proses kelahiran karena terdapatnya CMV yang banyak dalam serviks. Penderita dengan infeksi
CMV aktif dapat mengekskresikan virus dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva, semen,
dan serviks. Virus juga didapatkan pada leukosit dan dapat menular melalui tranfusi.
d. Herpes Simpleks (HSV)
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam HSV 1 dan 2. HSV 1
biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan mata, sedangkan HSV 2 dapat menyebabkan lesi
genital. Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau kontak fisik lainnya. Melalui
inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV akan mengadakan replikasi pada sel epitel,
dengan waktu inkubasi 4 sampai 6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel akan
menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana virus akan
menyebar ke saraf sensoris perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti
penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami peningkatan. Akan tetapi,
untungnya herpes neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1 dalam 2.000 sampai 1 dalam
60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung dengan HSV pada saat melahirkan.
Risiko infeksi perinatal adalah 35--40% jika ibu yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer
pada akhir kehamilannya.

Infeksi hepatitis pada ibu hamil


Merupakan masalah yang serius. Infeksi hepatitis B ditularkan melalui cara horizontal yaitu melalui
parenteral dengan terpapar darah, semen, sekresi vagina, saliva dan vertikal ibu ke janin. Penularan
secara vertikal dapat melalui beberapa cara yaitu melaui plasenta, kontaminasi darah selama
melahirkan, transmisi fekal-oral pada masa puerperium atau permulaan partus, transmisi melalui laktasi
(Akbar,1996; Reinus,1999; Cunningham,2001).

Pengaruh Hepatitis B Terhadap Janin/Neonatus


3,5 % Risiko keseluruhan dari infeksi neonatal kira-kira 75% jika ibu terinfeksi pada trimester ketiga atau
masa nifas ; dan risiko ini jauh lebih rendah (5-10%) jika ibu terinfeksi pada awal kehamilan. Sebagian
besar infeksi pada bayi baru lahir kemungkinan terjadi saat persalinan dan kelahiran atau melalui kontak
ibu bayi, daripada secara transplasental.

Walaupun sebagian besar bayi-bayi menunjukkan tanda infeksi ikterus ringan, mereka cenderung
menjadi carrier. Status carrier ini dipertimbangkan akan menjadi sirosis hepatis dan karsinoma
hepatoseluler. Infeksi kronik terjadi kira-kira 90% pada bayi yang terinfeksi, 60% pada anak < 5 tahun
dan 2%-6% pada dewasa. Diantaranya, seseorang dengan infeksi kronik HBV, risiko kematian dari sirosis
dan karsinoma hepatoselular adalah 15% - 25%. Infeksi HBV bukan merupakan agen teratogenik.
Bagaimanapun, terdapat insidens berat lahir rendah yang lebih tinggi diantara bayi-bayi dengan ibu yang
menderita infeksi akut selama hamil. Pada satu penelitian hepatitis akut maternal (tipe B atau non-B)
tidak mempengaruhi insidens dari malformasi kongenital, lahir mati, abortus, atau malnutrisi
intrauterin. Tetapi, hepatitis akut menyebabkan peningkatan insidens prematuritas. Antepartum
Infeksi hepatitis B kadang tidak disadari karena hanya menimbulkan demam ringan. Hanya 30%
penderita yang mengalami kuning, mual, muntah, dan nyeri perut kanan atas. Oleh karena itu, diagnosis
ditegakkan dengan mengandalkan pemeriksaan darah yang spesifik untuk hepatitis B (HbsAg, anti-HBs)
dan fungsi hati yaitu enzim SGOT dan SGPT. Infeksi hepatitis B tidak menyebabkan kematian atau
kecacatan pada janin. Namun infeksi saat kehamilan kerap berkaitan dengan berat lahir rendah dan lahir
prematur. Penularan ke bayi lebih besar terjadi jika ibu terinfeksi pada trimester ke tiga, yaitu 10% pada
trimester pertama dan 60-90% pada trimester ketiga.

Yang harus dilakukan oleh ibu hamil


a. Mendapat kombinasi antibodi pasif (immunoglobulin) dan imunisasi aktif vaksin hepatitis B. b. Tidak
minum alkohol
c. Menghindari obat-obatan yang hepatotoksis seperti asetaminofen yang dapat memperburuk
kerusakan hati
d. Tidak mendonor darah, bagian tubuh dan jaringan. Tidak menggunakan alat pribadi yang dapat
terpapar darah dengan orang lain
e. Menginformasikan pada dokter anak, dokter Kebidanan dan bidan bahwa mereka carrier hepatitis B,
Memastikan bahwa bayi mereka mendapat vaksin hepatitis B waktu lahir, umur 1 bulan, dan 6 bulan.
f. Kontrol sedikitnya setahun sekali ke dokter
g. Mendiskusikan risiko penularan dengan pasangan mereka dan mendiskusikan pentingnya konseling
dan pemeriksaan

Persalinan
Walaupun persalinan secara seksio sesarea sudah dianjurkan dalam arti untuk penurunan transmisi HBV
dari ibu ke anak, jenis persalinan ini tidak berarti secara bermakna dapat menghentikan transmisi HBV.
Tetapi seksio sesarea sangat disarankan oleh Centers for Disease Control (CDC) dan American College of
Obstetricians and Ginyecologists (ACOG).

Bayi baru lahir


Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi (termasuk carrier HBsAg kronik) harus di terapi dengan kombinasi
dari antibodi pasif (immunoglobulin) dan aktif imunisasi dengan vaksin hepatitis B.

Apakah boleh menyusui


Dengan imunoprofilaksis hepatitis yang sesuai, menyusui tidak memperlihatkan risiko tambahan untuk
penularan dari carrier virus hepatitis B Asalkan bayi sudah mendapatkan HBIG dan vaksin hepatitis B
selama 12 jam pertama kelahiran, maka ibu dapat menyusui tanpa khawatir si kecil tertular. Awasi juga
keadaan puting ibu, agar tidak terluka atau lecet. Setiap ibu selesai menyusui, puting susu dibersihkan
dengan air hangat tanpa sabun. Sabun dapat membuat kulit kering dan mudah luka.

Rekomendari untuk perempuan


Advisory Committee on Immunization Practice, mereka merekonmendasikan semua perempuan hamil
diperiksa HbsAg pada masa kehamilan awal. Setiap bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif atau ibu
yang HbsAg-nya tidak diketahui, harus mendapat vaksin hepatitis B dan HBIG (hepatitis B
Immunoglobulin). Booster vaksin hepatitis B kemudian diberikan dua kali yaitu saat bayi berusia 1 bulan
dan usia 3-6 bulan. Setelah vaksin diberikan lengkap, maka pada usia 9-18 bulan, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan HbsAg dan anti-HBs. Bila pemeriksaan anti-HBs dilakukan sebelum usia 9 bulan, bisa jadi
anti-HBS positif akibat pemberian HBIG dan bukan antibodi yang dihasilkan oleh si bayi.

Cunningham, at All, Obstetri William 21th , EGC, Jakarta, 2005

Menurut Saifuddin (2002) pelayanan antenatal mencakup banyak hal namun dalam penerapan
operasional dikenal standar minimal “7T” yang terdiri dari :
1. Timbang berat badan
Selama kehamilan antara 0,3 – 0,5 kg per minggu. Bila dikaitkan dengan umur kehamilan kenaikan berat
badan selama hamil muda ± 1 kg, selanjutnya pada trimester II dan III masing – masing bertambah 5 kg.
Pada akhir kehamilan pertambahan berat total adalah 9 – 12 kg. Bila ada kenaikan berat badan yang
berlebihan perlu dipikirkan kearah adanya resiko seperti bengkak, kehamilan kembar, hidramnion, dan
anak besar (Depkes, 1997).
2. Ukur tekanan darah
Selama hamil tekanan darah dikatakan tinggi bila lebih dari 140/90 mmHg. Bila tekanan darah
meningkat, yaitu sistolik 30 mmHg atau lebih dan atau diastolik 15 mmHg atau lebih. Kelainan ini dapat
berlanjut menjadi preeklamsia dan eklamsia kalau tidak ditangani dengan tepat (Depkes, 1997).
3. Ukur tinggi fundus uteri
Ukuran tinggi fundus uteri normal adalah sebagai berikut:
12 Minggu : Tinggi fundus uteri 1 – 2 jari diatas symphysis.
16 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan antara symphysis–pusat.
20 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat.
24 Minggu : Tinggi fundus uteri setinggi pusat.
28 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari diatas pusat.
32 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan pusat-Proc.xyphoideus.
36 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah Proc.xyphoideus.
40 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan antara Proc.xyphoideus-pusat (Mochtar, 1998).
4. Pemberian imunisasi TT
Pemberian TT baru akan menimbulkan efek perlindungan apabila diberikan sekurang-kurangnya dua kali
dengan interval minimal 4 minggu. Kecuali jika sebelumnya ibu pernah mendapat TT dua kali pada
kehamilan yang lalu atau pada masa calon pengantin maka TT cukup diberikan satu kali saja. Dosis
pemberian imunisasi TT yaitu 0,5 cc IM pada lengan atas. Adapun syarat pemberian imunisasi TT adalah
sebagai berikut :
a) Bila ibu belum pernah mendapat imunisasi TT atau meragukan diberikan II sedini mungkin sebanyak
dua kali dengan jarak minimal dua minggu.
b) Bila ibu pernah mendapat imunisasi TT dua kali, diberikan suntikan ulang/boster satu kai pada
kunjungan antenatal yang pertama (Depkes RI, 1997).
5. Pemberian tablet zat besi
Pada dasarnya pemberian tablet zat besi dimulai dengan pemberian satu tablet sehari sesegera mungkin
setelah rasa mual hilang.
Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 ug, minimal 90 tablet. Tablet
besi sebaiknya tidak diminum bersama kopi atau teh karena akan mengganggu penyerapan (Saifuddin,
2002). Sebaiknya tablet besi diminum bersama air putih ataupun air jeruk. Selain itu perlu diberitahukan
juga bahwa ada kemungkinan tinja menjadi berwarna hitam setelah ibu minum obat ini, hal tersebut
adalah normal (Depkes, 1997).
6. Tes terhadap penyakit menular seksual.
Selama kehamilan, ibu perlu dilakukan tes terhadap penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS,
Gonorrhoe, Siphilis. Hal tersebut dikarenakan sangat berpengaruh pada janin yang dikandungnya.
Apabila ditemukan penyakit – penyakit menular seksual harus segera ditangani.
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
Persiapan rujukan perlu disiapkan karena kematian ibu dan bayi disebabkan keterlambatan dalam
mencapai fasilitas pelayanan kesehatan (Saifuddin, 2002). Perlu diingat juga bahwa pelayanan antenatal
hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat dilakukan oleh dukun bayi.

Hal – hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan keadaan Gawat Janin:

1. Denyut jantung janin (DJJ)


Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin:
1.Bradikardi.
Denyut jantung janin kurang dari 120 denyut per menit.
2.Takikardi.
Akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (>160) dapat dihubungkan dengan demam pada
ibu yang sekunder terhadap infeksi intrauterine. Prematuritas atropine juga dihubungkan dengan
denyut jantung janin yang meningkat.
3.Variabilitas denyut jantung dasar yang menurun.
Yang berarti depresi system saraf otonom janin oleh medikasi ibu (atropine , skopolamin,
diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesic narkotik).
4.Pola deselerasi.
Deselerasi lanjut menunjukkan hipoksia janin yang disebabkan oleh insufisiensi uteriplasenter.
Deselerasi yang bervariasi tidak berhubungan dengan kontraksi uterus adalah lebih sering dan
muncul untuk menunjukkan kompresi sementara waktu saja dari pembuluh darah umbilicus.
Peringatan tentang peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan atau tiadanya
variabilitas, bradikardia yang menetap dan pola gelombang sinus.4,7

2. Air ketuban hijau dan kental (mekonium)


Mekonium akan keluar dari usus pada keadaan stres hipoksia, telah terbukti bahwa
pasase mekonium disebabkan karena rangsangan saraf dari saluran pencernaan yang sudah
matur. Pada saat janin aterm, saluran pencernaan menjadi matur, terjadi stimulasi vagal dari
kepala atau kompresi tali pusat yang akan menyebabkan timbulnya peristaltik dan relaksasi dari
spinkter ani yang menyebabkan keluarnya mekonium. Walaupun etiologinya belum dipahami
dengan baik, namun efek dari mekonium telah diketahui.8,9
Pasase mekonium pada janin yang matur difasilitasi oleh myelinisasi serabut saraf,
peningkatan tonus parasimpatis dan bertambahnya konsentrasi motilin (suatu peptida yang yang
merangsang kontraksi usus). Ditemukan adanya hubungan antara kejadian gawat jain dengan
peningkatan kadar motilin. 8,9
Mekonium secara langsung merubah air ketuban, menekan efek antibakteri dan
selanjutnya meningkatkan risiko infeksi perinatal, juga dapat mengiritasi kulit janin sehingga
meningkatkan kejadian erythema toksikum. Namun komplikasi yang paling berbahaya dari
keluarnya mekonium in utero adalah aspirasi air ketuban yang mengandung mekonium sebelum,
selama dan sesudah persalinan.8
Mekonium menyebabkan inflamasi dan obstruksi jalan nafas. Mekonium yang teraspirasi
ke jalan nafas akan menimbulkan fenomena katup bola dimana udara yang melewati mekonium
pada saat inspirasi akan terperangkap di bagian distal pada saat ekspirasi, menyebabkan
peningkatan resistensi ekspirasi paru, kapasitas residu fungsional dan diameter anteroposterior
rongga dada.9
Udara yang terjebak di bagian distal saluran pernafasan menyebabkan hiperekspansi
alveoli dan atelektasis dan menimbulkan terjadinya ventilasi yang tidak seimbang dan shunt
intrapulmoner. Kebocoran udara terjadi pada sekitar 50 % bayi dengan aspirasi mekonium, dan
umumnya terjadi pada saat dilakukan tindakan resursitasi. Hipertensi pulmonar merupakan
komplikasi yang sering ditemukan.8,9

3. Pemeriksaan pH darah janin


Pengambilan contoh darah janin diindikasikan bilamana pola denyut jantung janin
abnormal atau kacau. Jika pH kulit kepala yang lebih besar dari 7,25, hal ini menandakan pH
normal. Sedangkan pH kulit kepala yang kurang dari 7,20 menandakan hipoksia janin dengan
asidosis. Jika hal ini terdeteksi maka persiapan kelahiran segera dilakukan. Sksiosesaria
dianjurkan, kecuali jika kelahiran pervaginam sudah dekat. 1,7
Jika terjadi pH patologis, hal ini membuat rangsangan pada kemoreseptor, yang mengakibatkan :
- Takikardi.
- Irama detak jantung irreguler ; rangsangan saraf simpatikus dan saraf vagus yang bersamaan.
- Detak jantung menurun dan irama tidak teratur.
- Rangsangan saraf vagus mempengaruhi sfingter ani terbuka sehingga mekonium keluar.
- Metabolisme anaerobik membuat cadangan glukosa menurun dan kontraksi melemah sehingga
terjadi kegagalan total dan janin mati.

Serotinus/postterm
adalah kehamilan lebih dari 42 minggu dengan berdasarkan perhitungan kehamilan dengan HPHT dan
belum terjadi persalinan

Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang dikemukaan adalah hormonal, yaitu kadar
progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus
terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti herediter, karena postmaturitas sering dijumpai
pada suatu keluarga tertentu (Rustam, 1998).

Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh dan reseptor
terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan
lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan
psikologis atau kelainan pada rahim (Manuaba, 1998).

Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar esterogen pada kehamilan normal
umumnya tinggi. Faktor hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan
telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Factor lain adalah
hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.

Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42
minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri
spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan
tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air
ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi
yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi, yaitu
30% prepartum, 55% intrapartum, dan 15% postpartum.

Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara
pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor
pelvik (pelvic score).

Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain :

1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.


2. Induksi dengan oksitosin.
3. Bedah seksio sesaria.

The American College of Obstetricians and Gynecologist mempertimbangkan bahwa kehamilan


postterm (42 minggu) adalah indikasi induksi persalinan. Penelitian menyarankan induksi
persalinan antara umur kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin dan biaya
monitoring janin lebih rendah.

Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus memenuhi beberapa syarat,
antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada disproporsi
sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai mendatar,
dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus dilakukan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai