Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13 per 100.000 penduduk /tahun (
Wilson, 1991 ) . Leukemia pada anak berkisar pada 3 – 4 kasus per 100.000 anak / tahun.
Untuk insidensi ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000 penduduk pertahun.
Sedang di Inggris, Jerman, dan Jepang berkisar 2 – 3 per 100.000 penduduk pertahun (
Rahayu, 1993, cit Nugroho, 1998 ) .
Pada sebuah penelitian tentang leukemia di RSUD Dr. Soetomo/FK Unair
selama bulan Agustus-Desember 1996 tercatat adalah 25 kasus leukemia akut dari 33
penderita leukemia. Dengan 10 orang menderita ALL ( 40% ) dan 15 orang menderita
AML (60 %) ( Boediwarsono, 1998 ). Berdasarkan dari beberapa pengertian mengenai
Leukemia maka penulis berpendapat bahwa leukemia merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya
kanker pada alat pembentuk darah.

B. Tujuan
1. Mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai penyakit Leukemia.
2. Mengetahui tata laksana dan asuhan keperawatan pada klien Leukimia.
3. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan yang muncul pada asuhan keperawatan
klien dengan penyakit Leukemia.
4. Mendeskripsikan rencana keperawatan yang dibuat pada asuhan keperawatan klien
dengan dengan Leukemia.
5. Mendeskripsikan tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada asuhan keperawatan
klien dengan Leukemia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah.
Leukemia adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah
bening. Semua kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya.
Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang
dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru
akan menggantikannya.
Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang, Sel-sel baru ini
terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama tidak mati seperti
seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan
sel-sel darah putih abnormal yang akhirnya mendesak sel-sel lain.
Beberapa pengertian menurut para ahli:

1. Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
2. Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum
tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G,
2002 : 248 )
3. Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)
4. Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka penulis berpendapat bahwa
leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel
leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.

2
B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :

1. Genetik
Adanya Penyimpangan Kromosom Insidensi leukemia meningkat pada
penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom,
Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis ( Wiernik, 1985; Wilson, 1991 ) . Kelainan-kelainan kongenital ini
dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21
atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada
aneuploidy.

2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik
dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran . Hal ini
berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (
Wiernik,1985 ) .

3. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan
dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (
Wiernik,1985; Wilson, 1991 ).

4. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian pada manusia
menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi
tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. ( Wiernik, 1985 ) .
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah

3
Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell
Leukemia . Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 19990).

5. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar
benzen. ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) Selain benzen beberapa bahan lain
dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak,
cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et. al,
1998 ) .

6. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II )
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML .
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan
kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).

C. Klasifikasi
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah
putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi
proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan infasi organ non hematologis, seperti
meninges, traktus gastrointestinal, ginjal, dan kulit.
Leukemia sering diklasifikasikan sesuai galur sel yang terkena, seperti limfositik
atau mielositik, dan sesuai maturitas sel ganas tersebut, seperti akut (sel imatur) atau
kronis (sel terdeferensiasi).

1. Leukemia mielogenus akut


Leukemia mielogenus akut (AML) mengenai sel stem hematopoetik yang
kelak berdiferensiasi kesemua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil,
eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia non limfositik
yang paling sering terjadi.

4
a. Manifestasi klinis
Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah
normal. Kepekaan terhadap infeksi terjadi akibat granulositopenia, kekurangan
granulosit; kelelahan dan kelemahan yang terjadi karena anemia; dan
keccendrungan perdarahan terjadi akibat trombositopenia, kekurangan jumlah
trombosit. Proliferasi sel leukemi dalam organ mengakibatkan berbagai gejala
tambahan; nyeri akibat pembesaran limpa atau hati; masalah kelenjar limfa; sakit
kepala atau muntah akibat leukemia meningeal (sering terjadi pada leukemia
limfositik); dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang.
Kelainan ini terjadi tanpa peringatan, dengan gejala terjadi dalam periode 1-6
bulan. Hitung sel darah menunjukan penurunan baik eritrosit maupun trombosit.
Meskipun jumlah leukosit total bisa rendah, normal atau tinggi, namun presentase
sel yang normal biasanya sangat menurun. Specimen sumsum tulang merupakan
penegak diagnose, menunjukan kelebihan sel blast imatur. Adanya batang Auer
didalam sitoplasma menunjukan adanya leukemia mielogenus akut (AML).

b. Penatalaksanaan
Kemoterapi merupakan bentuk terpi utama dan pada beberapa kasus dapat
menghasilkan perbaikan yang berlangsung sampai setahun atau lebih. Obat yang
biasanya digunakan meliputi daunorobicin hydrochloride (cerubidine), cytarabin
(cytosar-U), dan mercaptopurine (purinethol). Asuhan pendukung terdiri atas
pemberian produk darah dan penanganan infeksi dengan segera. Apabila dapat
diperoleh jaringan yang cocok dari kerabat dekat, maka dapat dilakukan
transplantasi sumsum tulang untuk memperoleh sumsum tulang normal, setelah
terlebih dahulu dilakukan penghancuran sumsum lekemik dengan kemotrapi.
c. Prognosis
Pasien yang mendapatkan penanganan dapat bertahan hanya sampai 1 tahun,
dengan kematian yang biasanya terjadi akibat infeksi atau perdarahan. Schiller
(1992) melaporkan bahwa pasien yang berusia dibawah 40 tahun, angka
ketahanan hidup 5 tahunnya sekitar 2-5 bulan. Percobaan dengan kombinasi baru
obat kemoterapi masih terus dilakukan diberbagai pusat onkologi diseluruh dunia.

5
2. Leukimia Mielogenus Kronis
Leukemia mielogenus kronis (CML) juga dimasukkan dalam keganasan sel
stem myeloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut,
sehingga penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetic yang dinamakan kromosom
Philadelphia ditemukan pada 90% sampai 95% pasien dengan CML. CML jarang
menyerang individu berusia di bawah 20 tahun, namun insidensinya menignkat
sesuai pertambahan usia.

a. Manifestasi
Gambaran klinis CML mirip dengan gambaran AML, tetapi tanda dan gejalanya
lebih ringan. Banyak pasien yang menunjukkan tanda gejala selama bertahun-
tahun. Terdapat penignkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa.
Limpa sering membesar.

b. Penatalaksanaan dan Prognosis


Tetapi pilihan leukemia mielogenus kronis adalah buslfan (Myleran),
hydroxyurea, dan chlorambucil (Leukeran) sendiri atau dengan kortikosteroid.
Ketahanan hidup meningkat secara bermakna dengan transplantasi sumsum
tulang pada pasien yang berusia di bawah 50 tahun dengan donor HLA yang
sesuai. Interferon alfa merupakan alternative pilihan penanganan, namun sangat
mahal, mempunyai efek samping yang tidak menyenangkan dan tidak terbukti
memperpanjang ketahanan hidup. Fludarabin (Fludar) efektif bagi pasien yang
penyakitnya tidak berespons terhadap penanganan yang telah dilakukan atau terus
memberat setelah penanganan. Pada kebanyakan pasien, kelak akan mengalami
leukemia mielogenus akut dan biasanya resisten terhadap terapi apapun. Secara
keseluruhan, pasien dapat bertahan selama 3 sampai 4 tahun. Kematian biasanya
akibat infeksi atau perdarahan.

3. Leukimia Limfositik Akut.


Leukemia limfositik akut (ALL) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas
limfoblas. Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak
disbanding perempuan, dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15,
ALL jarang terjadi.

6
a. Manifestasi
Limfosit imatur berproliferasi dalan sumsum tulang dan jaringan perifer dan
menganggu perkembangan sel normal. Akibatnya, hematopoesis normal
terlambat, mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, sel darah merah, dan
trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan leukosit jumlahnya dapat
rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur. Manifestasi infiltrasi leukemia
ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada ALL dari pada bentuk leukemia lain
dan mengakibatkan nyeri karena pembesaran hati atau limpa, sakit kepala,
muntah karena keterlibatan meninges, dan nyeri tulang.

b. Penatalaksanaan dan Prognosis


Terapi ALL telah mengalami kemajuan, sekitar 60% anak mencapai ketahanan
hidup sampai 5 tahun. Bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi
vincristine, prednisone, daunorubicin, dan asparaginase untuk terapi awal dan
dilanjutkan dengan kombinasi mercaptopurine, methotrexate, vincristine, dan
prednisone untuk pemeliharaan. Radiasi untuk daerah kraniospinal dan injeksi
intratekal obat kemoterapi dapat membantu mencegah kekambuhan pada sistem
saraf pusat.

4. Leukimia Limfositik Kronis


Leukimia limfosit kronis (CLL) cenderung merupakan kelainan ringan yang
terutama mengenai individu antara usia 50-70 tahun. Negara- Negara barat
melaporkan penyakit ini sebagai leukemia yang umum terjadi.

a. Manifestasi klinis
Kebanyakan pasien tidak menunjukan gejala dan baru terdiagosa pada saat
pemeriksaan fisik atu penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang mungkin
terjadi adalah sehubungan dengan adanya anemia, infeksi, atau pembesaran nodus
limfe. Dan organ abdominal. Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin normal atau
menurun. Terjadi penurunan jumlah limfosit. (limfositopenia).
Penatalaksanaan medis dan prognosis. Apabila ringan, CLL tidak memerlukan
penanganan. Kemoterapi dengan kortikosteroid dan chlorambucil (leukeran)
sering digunakan apabila gejalanya berat. Banyak pasien yang tidak berespon

7
terhadap terapi ini dapat mencapai perbaikan dengan pemberian fludarabine
monofospat, 2-chorodeoxyadenosien (2-CBA), atau pentostatin. Efek samping
utama obat ini adalah penekanan sumsum tulang, yang termanifestasi dengan
adanya infeksi seperti pneumocystis carinii, listeria, mikobakteria, virus herpes
dan sitomegalovirus. Penanganan intra vena dengan immunoglobulin cukup
efektif mencegah masalah ini pada pasien tertentu. Ketahanan hidup rata-rata
pasien dengan CLL adalah 7 tahun.

b. Komplikasi
Komplikasi leukemia meliputi perdarahan dan infeksi, yang merupakan penyebab
utama kematian. Pembentukan batu ginjal, anemia, dan masalah gastrointestinal
merupakan komplikasi lain.
Risiko perdarahan berhubungan dengan tingkat defisiensi trombosit
(trombositopenia) angka trombosit rendah ditandai dengan memar (ekimosis) dan
petekia (bintik perdarahan-perdarahan atau keabuan sebesar ujung jarum
dipermukaan kulit). Pasien juga dapat mengalami perdarahan berat jika jumlah
trombositnya turun sampai di bawah 20.000 per mm3 darah. Dengan alas an yang
tidak jelas, demam dan infeksi dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan.
Karena kekurangan granulosit matur dan normal, pasien selalu dalam keadaan
terancam infeksi. Kemungkinan terjadinya infeksi meningkat sesuai derajat
netropenia, sehingga jika granulosit berada di bawah 100/ml darah sangat
mungkin terjadi infeksi sistemik. Disfungsi imun mempertinggi resiko infeksi.
Penghancuran sel besar-besaran yang terjadi selama pemberian kemoterapi atau
meningkatkan kadar asam urat dan membuat pasien rentan mengalami
pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal. Maka pasien memerlukan asupan
cairan yang tinggi untuk mencegah kristalisasi asam urat dan pembentukan batu.
Masalah gastrointestinal dapat terjadi akibat infiltrasi leukosit abnormal ke organ
abnominal selain akibat toksisitas obat kemoterapi. Sering terjadi anoreksia,
mual, muntah, diare, dan lesi mukosa mulut.

8
D. Patofisiologi
Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang
muncul dari perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol
mekanisme kontrol seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya
perubahan pada kode genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan
pertumbuhan sel dan diferensiasi.
Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel
normal. Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak lengkap dan lambat serta
bertahan hidup lebih lama dibandingkan sel normal.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut:
1. Pilek tidak sembuh-sembuh& sakit kepala.
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi, Merasa lemah atau letih.
3. Demam, keringat malam dan anorexia
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, memar tanpa sebab, Mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah, bercak
keunguan di kulit, atau bintik-bintik merah kecil di bawah kulit)
6. Nyeri pada tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen, Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut (akibat pembesaran
limpa).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik
2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
6. PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mungkin meningkat
9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10. Copper serum : meningkat

9
11. Zink serum : menurun
12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.

G. Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan
kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung
pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua
obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:

a. Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena). Melalui
kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah
balik besar, seringkali di dada bagian atas – Perawat akan menyuntikkan obat ke
dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan
mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode
ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum
seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :

1) Fase Induksi Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase.
Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau
tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari
5%.
2) Fase Profilaksis Sistem saraf pusatPada fase ini diberikan terapi
methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk

10
mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan
hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
3) Konsolidasi pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang
beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan
pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan
sementara atau dosis obat dikurangi.

b. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan
melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia
limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal
yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan
sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum
tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemia.

c. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi
tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah
mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien
mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh
biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)

d. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)


Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang
tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel
leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien

11
akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel
yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel
darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di
rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari
infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan
sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang
akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan
klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa
keperawatan. (Budi Anna Keliat, 1994).
Pengkajian pada leukemia meliputi :
1. Riwayat penyakit
2. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
a. Pucat
b. Kelemahan
c. Sesak
d. Nafas cepat
3. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
a. Demam
b. Infeksi
4. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
a. Ptechiae
b. Purpura
c. Perdarahan membran mukosa
5. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
a. Limfadenopati
b. Hepatomegali
c. Splenomegali
6. Kaji adanya pembesaran testis
7. Kaji adanya :
a. Hematuri
b. Hipertensi
c. Gagal ginjal
d. Inflamasi disekitar rectal
e. Nyeri

13
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
5. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan

C. Rencana Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi.
Intervensi :
a. Pantau suhu dengan teliti
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
b. Tempatkan Px dalam ruangan khusu
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya Px dari sumber infeksi
c. Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik
mencuci tangan dengan baik.
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif.
d. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
e. Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti
tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi.
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi.
f. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism
g. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler.

14
h. Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia.
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh.
i. Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia


Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi :
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam aktifitas sehari-hari.
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
b. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau
penyambungan jaringan.
c. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau
dibutuhkan.
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan
intervensi.
d. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri

3. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah


trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi :
a. Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah
ekimosis.
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia.
b. Cegah ulserasi oral dan rectal.
Rasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah.
c. Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi.
Rasional : untuk mencegah perdarahan

15
d. Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan
e. Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi
cepat, dan pucat).
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan.
f. Hindari obat-obat yang mengandung aspirin.
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit.
g. Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan
hidung.
Rasional : untuk mencegah perdarahan.

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan munta
Tujuan :
a. Tidak terjadi kekurangan volume cairan
b. Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi :
a. Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
b. Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
c. Kaji respon Px terhadap anti emetic.
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil.
d. Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
e. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
f. Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi

16
5. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang
dapat diterima anak
Intervensi :
a. Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan
atau keefektifan intervensi
b. Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif,
alat akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
c. Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian
atau obat
d. Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
e. Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,


radioterapi, imobilitas.
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
a. Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah
perianal
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
b. Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
c. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
d. Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi
dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi

17
e. Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering.
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit.
f. Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
g. Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan

7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi :

a. Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna
rambut anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional : untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap
kerontokan rambut
b. Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari,
angin atau dingin
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
c. Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus
Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
d. Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin
warna atau teksturnya agak berbeda.
Rasional : untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan
rambut baru
e. Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin ,
misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional : untuk meningkatkan penampilan.

18
BAB 1V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Penulis berpendapat bahwa leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada
alat pembentuk darah.
Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang
muncul dari perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol
mekanisme kontrol seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya
perubahan pada kode genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan
pertumbuhan sel dan diferensiasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Brtunner, Sudadarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Susanne, RN, dkk. 2000, Medical Surgical Nursing, Amerika : Lippincott.

Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177, Cawson 1982; De Vita Jr.,1985, Archida, 1987;
Lister, 1990; Rubin,1992.

20

Anda mungkin juga menyukai