A. DEFENISI
Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur 45
tahun dan merupakan penyebab kematian no. 4. pada seluruh populasi lebih dari 50%
kematian disebabkan oleh cedera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan
penyebab cedera kepala pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya. 75.000 orang
meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas
permanen (York, 2000).
Trauma kepala merupakan salah satu penyakit neurologi utama angka kejadian
kepala berkisar antara 132 sampai 367 per 100.000 penduduk. Kelompok populasi
berusia 15 sampai 24 tahun dan diatas 60 tahun merupakan kelompok dengan resiko
tertinggi. Frekuensi kejadian cedera kepala pada laki-laki dan perempuan adalah 2–2, 8:1
(Hufman, dkk, 1996, York, 2000).
Trauma kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi
otak disertai atau tanpa disertai perdarahan intestiri dan tidak menganggu jaringan otak
(Brunner & Suddarth, 2000).
B. ETIOLOGI
Tanda dan gejala cidera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama:
1. Tanda dan gejala fisik/sumatik
Nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus.
2. Tanda dan gejala kognitif
Gangguan memori, gangguan perhatian dan berpikir kompleks.
3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian
Kecemasan, iritabilitas.(Hoffman, dkk, 2006)
Gambaran klinis secara umum pada Trauma Kapitis :
D. PATOFISIOLOGI
Kerusakan otak dapat diakibatkan cedera primer atau cidera sekunder pada
kepala. Pada cedera primer kerusakan otak diakibatkan trauma itu sendiri, sedangkan
pada cedera sekunder kerusakan pada otak merupakan akibat dari
pembengkakan(swelling), perdarhan (hematom), infeksi, hipoksia cerebral, atau iskemia
yang terjadi setelah cedera primer. Cedera sekunder dapat terjadi dalam waktu yang
cepat, dalam hitungan jam dari terjadinya cedera primer( Lemote &Burke, 2000).
Selanjutnya dalam uraian patofisiologi ini akan dideskripsikan beberapa hal meliputi
terjadinya penurunan oksigendan glukosa kedalam otak, perubahan PH dalam otak dan
gangguan elektrolit didalam otak.
E. TAHAPAN
Menurut patologis:
1. Cedera kepala primer
Adalah kelainan patoligi otak yang timbul akibat langsung pada mekanisme
dinamik (acelerasi- decelerasi rotasi) yang menyababkan gangguan pada jaringan.
a. geger kepala ringan
b. memar otak
c. laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme,
fisioogi yang timbul setelah trauma.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejal, seperti:
a. hipotensi sistemik
b. hipoksia
c. hiperkapnea
d. udema otak
e. komplikasi pernapasan
f. infeksi/ komplikasi pada organ tubuh yang lain.
Menurut tingkatan :
1. Cedera kepala ringan
Klien bangun dan mungkin bisa berorientasi
GCS (13-15)
Kehilangan kesadaran atau amnesia <dari 30 menit
Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hamatom
2. Cedera kepala sedang
Klien mungkin konfusi/samnolen, namun tetap mampu untuk mengikuti
perintah sederhana
GCS (9-12)
Hilang kesadaran atau amnesia >30 menit tetapi <24 jam
Dapat disertai fraktuk tengkorak, disorientasi ringan
3. Cedera kepala berat
Klien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan
kesadaran
GCS (3-8)
Kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam
Mengalami kontusio serebral, laserasi, hematoma untrakranial.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Scan – CT
Mengidentifikasi adanya SOL.Hemorogi, menentukan Ukuran ventrikel,
pergeseraan cairan otak.
2. MRI
Sama dengan Scan –CT dengan atau tanpa kontras.
3. Angiografi Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG
Memperlihatkan keberadaan atau perkembangan gelombang
5. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (Fraktor) pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan) edema dan adanya frakmen tulang.
6. BAER (Brain Auditory Evoked)
Menentukan fungsi dari kortel dan batang otak .
7. PET (Positron Emission Tomografi)
Menunjukkan aktiitas metabolisme pada otak.
8. Pungsi Lombal CSS
Dapat menduga adanya perdarahan subarachnoi.
9. GDA (Gas Darah Arteri)
Mengetahui adanya masalah ventilasi oksigenasi yang dapat menimbulkan
10. Kimia/Elektrolit Darah
Pasien dengan trauma kepala berat sering mengalami gangguan pernapasan, syock
hipovolemik, gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit, tekanan intrakranial yang
tinggi, kejang-kejang, gangguan kardiovaskuler. Perlu mendapat penanganan yang tepat.
1) Medik
a) Manitol IV
Dosis awal 1 g / kg BB
Evaluasi 15 – 20 menit (bila belum ada perbaikan tambahan dosis 0,25
g / kg BB)
Hati-hati terhadap kerusakan ginjal
2) Steroid
Digunakan untuk mengurangi edema otak
3) Bikarbonas Natrikus
Untuk mencegah terjadinya asidosis
4) Antikonvulsan
Masih bersifat kontroversial
Tujuan : untuk profilaksis kejang
5) Terapi Koma
Merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara konservatif.
Terapi ini menurunkan metabolisme otak,mengurangi edema & menurunkan
TIK. Biasanya dilakukan 24 – 48 jam.
6) Antipiretik
Demam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan
metabolisme dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika penyebab
infeksi tambahkan antibiotik.
7) Sedasi
Gaduh, gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita
cidera otak dan dapat meningkatkan TIK. Lorazepam (ativan) 1 – 2 mg IV/IM
dapat diberikan dan dapat diulang pemberiannya dalam 2 – 4 jam. Kerugian :
tidak dapat memantau kesadaran penderita.
8) Antasida – AH2
Untuk mencegah perdarahan GIT : simetidin, ranitidin, famotidin.
Furosemid adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema lain. Dosis :
1 mg/kg BB IV, dapat diulang tiap 6 – 12 jam.
I. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Riwayat kesehatan : waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segara setelah
kejadian.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem respirasi : suara napas, pola napas, (kusmaull, cheyene stokes,
biot, hiperentilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan argan atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
Kesadaran GCS
Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang
otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor adakah kelumpuan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminal suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan dimulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah
tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola makan.
Waspadai fungsi ADH, aldosterson : retensi natrium dan
cairan.
Retensi urine, konstipasi, inkontenensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia
atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien dari keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaborasi.
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. Mosby.
Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
Mosby.
NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: North American
Nursing Diagnosis Association