Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makin meningkatnya harapan hidup makin kompleks penyakit yang


diderita khususnya lansia, termasuk lebih sering terserang hipertensi. Hipertensi
merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia.
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit stroke, gagal jantung
dan penyakit koroner, dimana penyakit ini diperkirakan lebih besar insidennya
terjadi pada usia lanjut dibandingkan pada orang yang lebih muda (Ilmu Penyakit
Dalam, volume 7, 2006). Dari studi Framingham (dalam Sannet, 2007)
menyatakan bahwa setelah usia pertengahan dan lansia, 90% populasi mengalami
hipertensi didalam sisa hidupnya dan 60% diantaranya adalah hipertensi sistolik
terisolasi, yaitu terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah diastolik.

Tekanan darah adalah ukuran gaya yang diberikan oleh karena darah
mengalir melalui arteri. Tekanan darah tinggi atau hipertensi yaitu naiknya
tekanan pada pembuluh darah arteri yang disebabkan oleh daya pompa jantung
dengan kekuatan dan pembuluh darah arteriol menyempit sehingga aliran darah
memerlukan tekanan yang besar untuk melawan dinding pembuluh darah tersebut
(Silbernagl dan Lang, 2000).

Menurut WHO defenisi dan klasifikasi tingkat tekanan darah (mmHg)


dikategorikan menjadi optimal apabila sistolik <120 dan diastolik <80, normal
sistolik <130 diastolik <85, normal-tinggi sistolik 130-139 diastolik 85-89,
hipertensi derajat I (ringan) sistolik 140-159 diastolik 90-99, hipertensi derajat II
(sedang) sistolik 160-179 diastolik 100-109, hipertensi derajat III (berat) apabila
sistolik ≥180 diastolik ≥110 (Ilmu Penyakit Dalam, Vol 7, 2006)..
Insiden hipertensi pada lanjut usia cukup tinggi. Setelah umur 69 tahun,
prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%. Pada penelitian di Rotterdam,
Belanda ditemukan dari 7983 penduduk berusia di atas 55 tahun, prevalensi
hipertensi (≥160/95 mmHg) meningkat sesuai dengan umur, lebih tinggi pada
perempuan (39%) dari pada laki-laki (31%). Pada tahun 1988-1991 National
Health and Nation Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada
kelompok umur 65-74 tahun secara keseluruhan sekitar 49,6% hipertensi derajat I,
18,2% hipertensi derajat II, dan 6,5% hipertensi derajat III. Pada semua umur,
diagnosis hipertensi memerlukan pengukuran berulang pada keadaan istirahat,
tanpa ansietas, tanpa kopi, alkohol, atau tanpa merokok. Banyak penelitian
menunjukkan bahwa pentingnya penanganan hipertensi pada lanjut usia, dimana
terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler.

Penatalaksanaan hipertensi terdiri dari terapi farmakologik dan non-


farmakologik. Dalam terapi farmakologik, umur dan adanya penyakit merupakan
faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan distribusi obat, karena harus
dipertimbangkan dalam memberikan obat anti hipertensi. Menurut JNC VI pilihan
pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi lanjut usia adalah dieuretik
atau penyekat beta, sedangkan pengobatan non-farmakologik meliputi
menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alkohol, dan
meningkatkan aktivitas fisik melalui aerobik (dikutip dari RA Tuti Kuswardhani,
Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia, 2006).

Upaya penatalaksanaan hipertensi secara nonfarmakologi mempunyai


banyak pilihan terutama bagi penderita hipertensi ringan, diantaranya mengurangi
berat badan, berhenti merokok dan alkohol, serta melakukan olah raga ringan
seperti aerobik. Saat berolahraga jalan cepat, jogging, mendayung, berenang, atau
mengikuti aktivitas aerobik lainnya, tekanan darah akan naik cukup banyak.
Misalnya melakukan latihan-latihan aerobik yang keras, tekanan darah sistolik
dapat naik menjadi 150-200 mmHg dari tekanan sistolik ketika istirahat sebesar
110-120 mmHg. Sebaliknya setelah latihan aerobik selesai, tekanan darah akan
turun sampai dibawah normal dan berlangsung selama 30-120 menit. Penurunan
ini terjadi karena pembuluh darah mengalami pelebaran dan relaksasi
(Simanungkalit & Pasaribu, 2007: 27).

Pada penderita hipertensi, penurunan itu akan nyata sekali kalau olahraga
aerobik dilakukan berulang-ulang, lama kelamaan penurunan tekanan darah tadi
berlangsung lebih lama. Itulah sebabnya latihan olahraga secara teratur akan dapat
menurunkan tekanan darah. Selain itu latihan olahraga juga dapat menyebabkan
aktifitas saraf, reseptor hormon, dan produksi hormon-hormon tertentu menurun.

Menurut penelitian William Fry, 10 menit tertawa sama dengan setengah


jam berlatih mendayung yang dianggap sebagai latihan aerobik terbaik untuk
mengembalikan kondisi tubuh. Selain itu, berbagai penelitian telah banyak
dilakukan oleh para ahli tentang dampak tertawa pada tubuh manusia. Cousin
mencatat bahwa 10 menit tertawa mempunyai efek analgesik selama 2 jam.
Pramano (dalam Herwin, 2007) menyatakan bahwa 20 menit tertawa setara
dengan berolah raga ringan selama 2 jam. Fakta ini sangat penting untuk lanjut
usia yang mempunyai keterbatasan fisik.

Tertawa merupakan suatu metode terapi dengan menggunakan humor dan


tawa dalam rangka menyelesaikan masalah, baik dalam bentuk gangguan fisik
maupun mental. Penggunaan tawa dalam terapi akan menghasilkan perasaan lega
dan pereda stress dan rasa sakit.

Tertawa merupakan aksi tubuh secara rithmis, bersuara, ekspiratoris dan


involunter sebagai respon fisiologis terhadap humor (Mashuri, 2007). Apabila
humor diberikan sebagai satu-satunya stimulasi untuk menghasilkan tawa, dalam
terapi disebut terapi humor. Namun jika dikombinasikan dengan hal lain untuk
menciptakan tawa alami disebut terapi tertawa (Ariana dan Atika, 2005). Terapi
humor dapat diberikan dalam bentuk media, seperti VCD, notes, badut dan komik.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka saya tertarik untuk mengetahui


“Bagaimana pengaruh terapi humor dalam menurunkan hipertensi pada usia lanjut
di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar ”.
Adapun tujuan saya tertarik melakukan penelitian ini adalah untuk
mengetahui seberapa berpengaruhnya terapi humor terhadap penyembuhan
hipertensi pada lansia yang ada di panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu
Batunsangkar.

Anda mungkin juga menyukai