Anda di halaman 1dari 6

Kesejahteraan Janin

A. Konsep Dasar Pemantauan Kesejahteraan Janin


Pemantauan kesejahteraan janin merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan
kehamilan dan persalinan. Teknologi yang begitu cepat berkembang memberikan banyak
harapan akan semakin baiknya kualitas pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, melahirkan dan
nifas. Kemajuan ini tidak mudah untuk diikuti oleh Negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia, selain mahalnya harga peralatan, juga terbatasnya sumber daya manusia yang handal
dalam pengoperasionalan alat canggih tersebut.

B. Tata cara Pemantauan Kesejahteraan Janin


Banyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan kesejahteraan janin, dari
cara sederhana hingga yang canggih. Pembahasan ini memang dibuat sederhana agar mudah
dipahami.
Beberapa hal yang diperiksa selama pemantauan kesejahteraan janin (aktifitas
fisik janin) :
1. Gerakan Janin
a. Vindla dan James (1995): aktivitas janin pasif tanpa rangsangan sudah dimulai sejak
minggu ke-7 dan menjadi lebih canggih dan terkoordinasi pada akhir kehamilan.
b. De Vries dkk., (1985): mulai 8 minggu setelah haid terakhir, gerakan janin tidak
pernah berhenti dengan periode waktu lebih dari 13 menit.
c. Soronkin, dkk., (1982) antara minggu ke-20 sampai 30, gerakan tubuh umum menjadi
lebih teratur & janin mulai memperlihatkan siklus istirahat-aktivitas.
d. Pada trimester ketiga pematangan gerakan janin terus berlanjut sampai sekitar 36
minggu, pada saat ini, 80 % janin normal sudah dapat diketahui keadaan perilakunya.
e. Nijhuis dkk. (1982) mempelajari pola frekuensi denyut jantung janin, gerakan tubuh
umum, dan gerakan mata serta menjelaskan 4 keadaan perilaku janin :
1F : keadaan diam (tidur tenang), dengan variasi frekuensi DJJ yg sempit.
2F : gerakan kasar tubuh janin yg sering, gerakan mata kontinu, dan variasi frekuensi
DJJ yg lebih lebar. Analog dengan REM pada neonatus
3F : gerakan mata kuntinu tanpa gerakan tubuh & tdk ada akselarasi denyut jantung
4F : gerakan kasar tubuh disertai gerakan mata kontinu dan akselarasi DJJ. Setara
dengan terjaga pada neonatus.
USG(Ultrasonography)
USG merupakan alat bantu diagnostic yang semakin penting didalam
pelayanan kesehatan ibu hamil, bahkan mungkin saja suatu saat alat USG ini menjadi
sepertis tetoskop bagi dokter spesialis obstetric dan ginekologi. Salah satu fungsi penting
dari alat ini adalah menentukan usia gestasi dan pemantauan keadaan janin
(deteksidinianomali). Pemeriksaan panjang kepala-bokongjanin (CRL = crown rump
length) yang dilakukan pada kehamilan trimester pertama memiliki akurasi dengan
kesalahan kurang dari satu minggu dalam hal penentuan usia gestasi. Pengukuran
CRL ini juga merupakan satu-satunya parameter tunggal untuk penentuan usia gestasi
dengan kesalahan terkecil. Pengukuran diameter biparietal (DBP) atau panjang femur
memiliki kesalahan lebih dari satu minggu. Manfaat lain dari pemeriksaan USG adalah
penapisan anomaly congenital yang dilakukan rutin pada kehamilan 10–14 minggu dan 18–
22 minggu. Janin-janin dengan kelainan bawaan, terutama system saraf pusat dan jantung
akan memberikan perubahan dalam pola gerak janin dan hasil kardiotokografi. Jangan
sampai kesalahan interpretasi kardiotokografi terjadi akibat tidak terdeteksinya cacat
bawaan pada janin.
2. Observasi Gerak Janin
Pemantauan gerak janin sudah lama dilakukan dan banyak tata cara yang
diperkenalkan, tetapi tidak ada satu pun yang lebih superior dibanding lainnya. Gerak janin
ini dipantau sejak kehamilan 28 minggu setelah system susunan saraf pusat dan autonom
berfungsi dengan optimal. Pemantauan ini terutama dilakukan pada kehamilan resiko tinggi
terhadap terjadinya kematian janin atau asfiksia. Misalnya pada kasus pertumbuhan janin
terhambat. Ada dua cara pemantauan, yaitu cara :
a. Cara Cardiff
Pemantauan dilakukan mulai jam 9 pagi, tidur miring kekiri atau duduk, dan
menghitung berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai 10 gerakan janin. Bila
hingga jam 9 malam tidak tercapai 10 gerakan, maka pasien harus segera kedokter /
bidan untuk penanganan lebih lanjut.
b. Cara Sadovsky
Pasien tidur miring kekiri, kemudian hitung gerakan janin. Harus dapat dicapai
4 gerakan janin dalam satu jam, bila belum tercapai, waktunya ditambah satu jam lagi,
bila ternyata tetap tidak tercapai 4 gerakan, maka pasien harus segera berkonsultasi
dengan dokter/ bidan.
3. Pernafasan
Gambaran pada respirasi janin adalah gerakan dinding pada paradoks. Selama
inspirasi dinding dada justru kolaps dan abdomen menonjol (Jhonson dkk., 1988). Ada 2
jenis gerakan pernapasan:
a. Nafas tersengal-sengal (gasps atau sighs) yg terjdi dgn frekuensi 1-4/mnt
b. Letupan gerakan nafas irreguler (irreguler bursts of breathing) yg terjadi dgn laju
sampai 240 siklus/mnt (Dawes, 1974)
4. Produksi Cairan Ketuban
Pemeriksaan cairan amnion  pengkajian antepartum  resiko kematian janin 
perfusi uteroplasenta ↓  - aliran darah ginjal janin  frekuensi berkemih ↓ 
oligohidramion.
5. Frekuensi Denyut jantung
DJJ dipengaruhi oleh faktor anatomis, biomedis, farmakologis, kemoreseptor dalam
arteri karotik & arkus aortik. Reaktifitas DJJ dipengaruhi oleh usia gestasi janin. Minggu
ke-24 sampai ke-28 kira-kira 50% dari uji nonstres akan nonreaktif, dan pada minggu ke-
32 15% dari uji nonstres tetap nonreaktif (Druzim dan Gabbe, 1996).

C. EFM (Electronic Fetal Monitoring)


EFM merupakan metode untuk memeriksa kondisi bayi dalam rahim dengan mencatat
setiap perubahan yang tidak biasa dalam denyut jantung nya. Menggunakan dua elektrode yang
dipasang pada fundus (untuk menilai aktifitas uterus) dan pada lokasi punctum maximum
denyut jantung janin pada perut ibu. Dapat menilai aktifitas jantung janin pada saat his /
kontraksi maupun pada saat di luar his / kontraksi. Menilai juga hubungan antara denyut
jantung dan tekanan intrauterin.
Tujuan EFM :
 Denyut jantung janin mengalami penyesuaian konstan karena menanggapi
lingkungan dan rangsangan lainnya.
 Monitor janin mencatat detak jantung bayi yang belum lahir dan grafik pada selembar
kertas.
 Pemantauan janin elektronik biasanya disarankan untuk kehamilan berisiko tinggi, saat
bayi berada dalam bahaya kesusahan.
 Alasan khusus untuk EFM meliputi: bayi dalam posisi sungsang, persalinan
premature.
Indikasi Pemeriksaan EFM :
 Oligohidramnion Hipertensi
 FHR abnormal
 Malpresentasi dalam persalinan
 DM, Kehamilan ganda
 Persalinan bekas SC
 Trauma abdomen
 Ketuban pecah lama
 Air ketuban kehijauan
 Kehamilan resiko tinggi
 Induksi persalinan.
 Persalinan prematur
Interpretasi EFM
 Pertimbangan interpretasi dipengaruhi
 Intrapartum/antepartum
 Fase persalinan (stage of labor)
 Usia kehamilan
 Presentasi janin  Malpresentasi
 Terapi induksi persalinan
 Monitoring langsung atau tidak langsung
 Janin normal : pada saat kontraksi : jika frekuensi denyut jantung tetap normal atau
meningkat dalam batas normal, berarti cadangan oksigen janin baik (tidak ada hipoksia).
 Pada janin hipoksia : tidak ada akselerasi, pada saat kontraksi justru terjadi deselerasi /
perlambatan, setelah kontraksi kemudian mulai menghilang (tanda insufisiensi plasenta).
Interpretasi Dasar EFM
Baseline djj
 Rerata djj (FHR) dalam keadaan stabil kecuali akselerasi dan deselerasi (110-160 dpm)
 Takikardia
 Bradikardia
Baseline Variability
 Normal 5 bpm antar kontraksi
 Ragu 5 bpm selama < 30 menit
 Abnormal < 5 bpm selama 90 menit
Kriteria Hasil EFM
a. Hasil Normal
 Detak jantung bayi yang belum lahir ini biasanya berkisar 120-160 denyut per menit
(bpm)
 Seorang bayi yang menerima cukup oksigen melalui plasenta akan bergerak
di sekitarnya.
 Strip monitor akan menunjukkan detak jantung bayi meningkat sebentar saat ia
bergerak (seperti denyut jantung orang dewasa meningkat ketika ia bergerak).
 Strip monitor bayi dianggap reaktif ketika detak jantung bayi meningkat setidaknya 20
bpm di atas denyut jantung dasar minimal 20 detik.
 Hal ini harus terjadi setidaknya dua kali dalam periode 20 menit.
 Pelacak denyut jantung reaktif (juga dikenal sebagai tes non-stres reaktif) dianggap
sebagai tanda baik bayi.
b. Hasil Tidak Normal
 Jika denyut jantung bayi turun sangat rendah atau naik sangat tinggi, hal ini menandakan
masalah serius. Dalam kedua kasus ini jelas bahwa bayi dalam kesusahan dan harus
disampaikan segera. Namun, banyak bayi yang mengalami masalah tidak memberikan
tanda-tanda yang jelas seperti itu.
 Selama kontraksi, aliran oksigen (dari ibu) melalui plasenta (untuk bayi) untuk sementara
dihentikan. Seolah-olah bayi harus menahan napas selama setiap kontraksi. Baik
plasenta dan bayi yang dirancang untuk menahan kondisi ini. Antara kontraksi, bayi
harus menerima lebih dari oksigen yang cukup untuk melakukannya dengan baik selama
kontraksi.
 Tanda pertama bahwa bayi tidak mendapatkan cukup oksigen antara kontraksi seringkali
penurunan detak jantung bayi setelah kontraksi (deselerasi akhir). Detak jantung bayi
pulih ke tingkat normal antara kontraksi, hanya untuk drop lagi setelah kontraksi
berikutnya. Ini juga merupakan tanda lebih halus dari marabahaya.
 Bayi-bayi ini akan melakukannya dengan baik jika mereka disampaikan dalam waktu
singkat. Kadang-kadang, tanda-tanda berkembang jauh sebelum pengiriman
diharapkan. Dalam kasus itu, C-section mungkin diperlukan.
EFM Akselerasi
 Akselerasi – peningkatan sesaat FHR 15 dpm selama sekurangnya 15 detik
 Arti klinis tidak ditemukannya akselerasi pada KTG normal masih belum jelas
 Ditemukannya akselerasi pada KTG memiliki korelasi dengan outcome janin (bayi) yang
baik
EFM Deselerasi
Perlambatan sementara dibawah tingkat basal 15dpm selama  15 detik.
a. Deselerasi Dini:
 Kompresi kepala pada jalan lahir
 Penurunan DJJ dimulai saat kontraksi dan kembali ke basal setelah kontraksi berakhir
 Perlu diperhatikan terutama bila ditemukan pada awal proses persalinan atau
pemeriksaan antenatal
 Jika ada deselerasi dini : dalam batas normal, observasi. Kemungkinan akibat
turunnya kepala, atau refleks vasovagal
b. Deselerasi Lambat
 Penurunan FHR tetap berlangsung meskipun kontraksi uterus telah kembali ke basal
 Adanya deselerasi lambat yang berulang meningkatnya resiko asidosis arteri
umbilikalis dengan nilai Apgar <7 pada menit ke 5 dan meningkatkan resiko serebral
palsy.
 Jika ada deselerasi lambat : indikasi untuk terminasi segera.
Penyebab deselerasi lambat :
o Insufisiensi akut dan kronik pembuluh feto-plasenter
o Terjadi pada kontrasi uterus yang memanjang
o Dirangsang oleh hipoksemia
o Dihubungkan dengan asidosis metabolik dan respiratorik
o Biasanya ditemukan pada pasien hipertensi/preeklampsiaCommon pada pasien dengan
PIH, DM, IUGR atau lainnya, diabetes mellitus dari kekurangan plasenta.
c. Deselerasi variabel
 Konfigurasi FHR tidak ritmik dan konsisten
 Rule of 60 (decrease of 60 bpm,or rate of 60 bpm and longer than 60 sec)
 Disebabkan oleh kompresi tali pusat atau plasenta
 Sering ditemukan pada keadaan oligohidramnion atau ketuban pecah dini
 Sering menimbulkan RDS/Sindroma distres pernafasan meskipun ringan
 Potensial menimbulkan asidosis bila muncul berulang kali
 Jika ada deselerasi variabel (seperti deselerasi dini tetapi ekstrim), hal ini merupakan
tanda keadaan patologis misalnya akibat kompresi pada tali pusat (oligohidramnion,
lilitan tali pusat, dan sebagainya). Juga indikasi untuk terminasi segera.
 Batasan waktu untuk menilai deselerasi : tidak ada.
 Seharusnya penilaian ideal sampai waktu 20 menit, tapi dalam praktek, kalau
menunggu lebih lama pada keadaan hipoksia atau gawat janin akan makin
memperburuk prognosis.
 Kalau grafik denyut datar terus : keadaan janin non-reaktif.
 Uji dengan bel ("klakson"…ngooook), normal frekuensi denyut jantung akan
meningkat.
Masalah dan kenyataan penggunaan EFM
 Pemantauan denyut jantung janin secara elektronik saat ini “harus” dilakukan pada
kehamilan resiko tinggi.
 Masalah perbedaan interpretasi termasuk “over confidence” ditemukan tidak
hanya antar dokter pemeriksa tetapi pada seorang pemeriksa yang memeriksa hasil KTG
yang sama 2 kali
 Meningkatkan kejadian seksio sesarea (RR 1.41)
 Meningkatkan persalinan bedah obstetrik pervaginam (RR 1.20)
 Tidak mempengaruhi kejadian cerebral palsy
 Menurunkan rerata kejang neonatorum (RR 0.51)
 Tidak mempengaruhi nilai APGAR

D. Pemeriksaan Penunjang lainnya :


Antara lain Fetal salp stimulation,dan fetal acoustic stimulation. Pemeriksaan tersebut
merupakan tindakan invasif yang memerlukan peralatan canggih dan tenaga kesehatan yang
terampil karena memiliki resiko pada ibu dan janin. Bukti dari adanya kegawatan janin adalah
ditemukannya kadar pH darah janin yang rendah, dan hal ini berkaitan juga dengan rendahnya
nila APGAR. Pemeriksaan penunjang ini harus sangat selektif dalam pemilihannya, artinya
harus ada indikasi medis yang benar, dan dilakukan pada tempat yang benar pula.

Daftar Pustaka

Endjun JJ, Santana S, Resistantie N, STANDARISASI PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN


: Pengalaman RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad / FK UPN Veteran, Jakarta, 2006.
Faradisa IS, Sardjono TA, Purnomo MH, TEKNOLOGI PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN
DI INDONESIA, Seminar Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi di Industri 2017, ITN
Malang, Februari 2017.

Anda mungkin juga menyukai