Menurut BNSP (2006: 484) mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaban, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi
dan masyarakat.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/ MTs.
Dengan demikian, tujuan mata pelajaran IPA yang sesuai dengan hakikat IPA
sebagai proses adalah mengembangkan keterampilan proses siswa untuk
menyelidiki alam sekitar. sehingga kompetensi utama yang diharapkan setelah
siswa belajar IPA adalah keterampilan prosesnya.
Pembelajaran di SD akan efektif bila siswa aktif berpartisipasi dalam
proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru SD perlu menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran di SD. Prinsip-prinsip pembelajaran di SD menurut Depdiknas
(dalam Maslichah, 2006: 44) adalah “ Prinsip motivasi, prinsip latar, prinsip
menemukan, prinsip belajar melakukan (learning to do), prinsip belajar sambil
bermain, prinsip hubungan sosial”. Prinsip pembelajaran yang sesuai dengan
hakikat IPA sebagai proses adalah prinsip menemukan dan belajar melakukan.
Prinsip menemukan, pada dasarnya siswa sudah memiliki rasa ingin tahu yang
besar sehingga berpotensi untuk mencari tahu guna menemukan sesuatu.
Sedangkan, prinsip belajar sambil melakukan bahwa pengalaman yang diperoleh
melalui bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah dilupakan. Oleh karena
itu, dalam proses pembelajaran hendaknya siswa diarahkan untuk melakukan
suatu kegiatan dalam rangka menguasai kompetensi tertentu.
Secara khusus tujuan mata pelajaran IPA agar siswa memiliki kompetensi
sebagai berikut:
a. mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek fisik
dan materi, kehidupan dalam ekosistem, dan peranan manusia dalam
lingkungan sehingga bertambah keimanannya, serta mewujudkannya dalam
pengamalan ajaran agama yang dianutnya.
b. menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti;
cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif
dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi
sikap dalam melakukan pengamatan, percobaan, dan berdiskusi.
c. menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai
wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan
guna memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerja sama dengan orang lain.
d. mengembangkan pengalaman untuk menggunakan, mengajukan dan menguji
hipotesis melalui percobaan, merancang, dan merakit instrumen percobaan,
mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengomunikasikan
hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
e. mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip IPA untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
f. menguasai konsep dan prinsip IPA serta mempunyai keterampilan
mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendekatan Pembelajaran
(Berpusat Pada Guru atau Berpusat pada
Siswa)
Strategi Pembelajaran
Exposition-Discovery Learning atau Group-
Individual Learning
Metode Pembelajaran
(Ceramah, Diskusi, Demonstrasi, Simulasi,
dsb)
Model
Pembelajaran
Gambar 1.1 hubungan antara pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran
(Sudrajat, 2008)
b. Kegiatan Menanya
1) Kegiatan ini dilakukan melalui kegiatan membuat dan mengajukan
pertanyaan, tanya jawab dan sebagainya.
2) Kegiatan ini merupakan perwujudan dari rasa ingin tahu siswa terhadap
apa yang tidak dipahaminya.
3) Pada saat siswa menanya, guru harus memfokuskan pada pertanyaan yang
sesuai dengan cakupan materi.
4) Bentuk pertanyaan dari siswa dapat berupa pertanyaan faktual, konseptual,
prosedural atau hipotetik.
a) Contoh Pertanyaan Faktual:
“ Apa nama benda itu?”
“ Dimana itu terjadi?”
“ Kapan kejadiannya?”
Jawabannya berupa Fakta
b) Contoh Pertanyaan Konseptual:
“ Apa yang dimaksud dengan ...?”
“ Pengertian dari gaya itu apa?”
Jawabannya berupa Konsep
c) Contoh Pertanyaan Prosedural:
“ Bagaimana caranya?”
“ Bagaimana menggunakannya?”
“ Bagaimana melakukannya?”
Jawabannya berupa Prosedur
d) Contoh Pertanyaan Hipotetik
“ Mengapa bisa begitu?”
“ Mengapa itu terjadi?”
Jawabannya berupa Prinsip atau Generalisasi
Dalam proses kerja yang sesuai dengan kriteria ilmiah atau pendekatan
saintifik, para ilmuwan melakukan penalaran induktif (inductive reasoning) yang
memandang fenomena atau situasi spesifik kemudian menarik simpulan secara
keseluruhan, dan penalaran deduktif (deductive reasoning) yang memandang teori
umum untuk diterapkan pada fenomena atau situasi spesifik. Sesuai dengan
Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses yang menyatakan
bahwa “ Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu dan
tematik perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/ penelitian”.
Berdasarkan pernyataan tersebut, pendekatan saintifik memosisikan makna belajar
adalah “meneliti”. Sehingga lima kegiatan pokok dalam pendekatan saintifik
berbasis penelitian yang meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi/ mencoba, mengasosiasi dan mengomunikasikan idealnya dilakukan
secara terurut sesuai dengan prosedur pada metode ilmiah. Hal ini diperkuat
dengan pernyataan yang tertera pada Permendikbud Nomor 103 tahun 2014
tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah “
Pendekatan saintifik/ pendekatan berbasis proses keilmuan merupakan
pengorganisasian pengalaman belajar dengan urutan logis meliputi proses
pembelajaran mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/ mencoba,
mengasosiasi dan mengomunikasikan”. Dapat disimpulkan bahwa kelima
kegiatan pokok pada pendekatan saintifik seyogyanya dilakukan secara terurut
mulai dari kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/ mencoba,
mengasosiasi dan mengomunikasikan.
Pendekatan saintifik berbasis penelitian berhubungan erat
dengan prosedur metode ilmiah
j. Jika hal-hal yang harus ditemukan siswa banyak dan beragam, pendekatan
saintifik dapat dilaksanakan secara kelompok (kolaboratif).
Misalnya:
1) Kelompok 1 menemukan atau menyelidiki masalah A
2) Kelompok 2 menemukan atau menyelidiki masalah B
3) Kelompok 3 menemukan atau menyelidiki masalah C
1 2
3
PENENTUAN PERTANYAAN MENYUSUN PERECANAAN
MENYUSUN JADWAL
MENDASAR PROYEK
6 5 4
EVALUASI PENGALAMAN MENGUJI HASIL MONITORING
Merencanakan aktivitas
(project planning)
Memproses aktivitas
(project pre-actuating)
Mendemonstrasikan proyek
(project demonstration & disemination)
Menyempurnakan produk
(reflection and evaluation)
Menyusun laporan
(project report)
1) Menetapkan atau memilih tema atau topik adalah langkah awal yang harus
ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Topik dapat
muncul secara spontan dari minat siswa atau yang diusulkan guru, kemudian
diperhalus oleh guru bekerjasama dengan siswa. Topik proyek harus sesuai
dengan materi atau tema yang telah dipelajari. Sebelum membahas topik
proyek, guru perlu berdiskusi dan mencatat pengetahuan awal dan pengalaman
siswa yang berkaitan dengan topik. Hal ini penting untuk menghubungkan
pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki siswa dengan pengetahuan
baru yang akan diperolehnya.
2) Merencanakan aktivitas proyek dilakuan oleh siswa sesuai dengan jenis proyek
yang dipilihnya.
3) Rencana yang telah disusunnya diperiksa kembali untuk diproses pada tahap
memproses aktivitas proyek diantaranya berkaitan dengan alat dan bahan yang
dibutuhkan serta hal-hal terkait dengan proyek.
4) Penerapan atau pelaksanaan kegiatan untuk menyelesaikan proyek sesuai
dengan rencana yang telah disusun.
5) Kegiatan mendemontrasikan atau mendiseminasikan proyek melalui kegiatan
presentasi atau pajang karya.
6) Setelah mendapat masukan dari guru serta siswa lain, kegiatan dilanjutkan
dengan penyempurnaan produk atau hasil karya proyek.
7) Kegiatan diakhiri dengan penyusunan laporan proyek sederhana.
b. Kelemahan
1) Memerlukan waktu yang cukup bagi setiap siswa untuk membangun
pengetahuannya sendiri.
2) Memerlukan latihan agar siswa terbiasa belajar dengan pendekatan tersebut.
3) Pendekatan konstruktivisme yang diterapkan harus sesuai dengan
pembahasan materi ajar yang harus dipilih dengan sebaik-baiknya agar sesuai
dengan misi pendekatan konstruktivisme.
4) Memerlukan format penilaian yang berbeda.
5) Guru memerlukan kemampuan khusus untuk mengkaji berbagai teknik
pelaksanaan pendekatan konstruktivisme.
4. Pembelajaran dengan Pendekatan Berbasis Masalah
Sesuai dengan perkembangan jaman yang semakin kompleks dan banyak
macamnya, maka masalah-masalah kehidupan itupun muncul dan semakin
kompleks. Perkembangan jaman tersebut menuntut kita untuk berkompetisi
dalam memenuhi segala kebutuhan hidup dan memecahkan setiap masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menghadapi tantangan dan
perkembangan jaman tersebut, kurikulum pembelajaran di sekolah telah
memfokuskan pembelajaran pada Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning).
Pembelajaran berbasis masalah (probelm-based learning atau PBL) baru
muncul akhir abad ke 20, tepatnya dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn
(1980). Model ini muncul sebagai hasil penelitian mereka terhadap kemampuan
bernalar mahasiswa kedokteran di McMaster Medical School di Kanada. PBL
juga diteliti oleh de Goeij et.al. (1987) di universitas Limburg Belanda dan telah
menghasilkan kurikulum berbasis masalah dengan beberpa karakteristik yang
menarik di antaranya: (1) pada 6 minggu pertemuan awal dilakukan pembelajaran
tematik yang disusun multidisiplin; (2) materi program tersebut bersifat koheren
dan memiliki struktur yang komperhensif; (3) program mengandung sifat yang
berulang; (4) Selama 4 tahun ada peningkatan kesulitan secara bertahap. Jadi
secara umum PBL memiliki prinsip “belajar untuk menemukan”.
Pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan pembelajaran melalui
metode pemecahan masalah (problem solving). Problem solving menuntut
mahasiswa secara individual mencari jawaban dari serangkaian pertanyaan
berdasarkan informais yang diberikan dosen. Dipihak lain PBL mengarahkan
mahasiswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencari situasi masalah dan
melalui pencarian ini diharapkan dapat menguji kesenjangan dalam pengetahuan
dan keterampilan mereka untuk menentukan informasi mana yang perlu mereka
peroleh untuk menyelesaikan masalah dan mengolah situasi yang ada.
Hal tersebut sesuai dengan karakteristik PBL (Barrows dan Tamblyn,
1980) di antaranya yaitu:
a. kompleks, dalam mengorganisasikan fokus pembelajaran tidak ada satu
jawaban yang “benar” seperti keadaan nyata dalam kehidupan.
b. mahasiswa bekerja dalam kelompok-kelompok dalam memecahkan masalah,
mengidentifikasi kesenjangan dalam pembelajaran, dan mengembangkan
pemecahan yang mungkin.
c. mahasiswa mengumpulkan informasi baru melalui pembelajaran yang
diarahkannya sendiri (self-directed learning).
d. dosen hanya berperan sebagai fasilitator
e. permasalahan diarahkan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah dalam profesinya.
1.
Clarification of concepts
2. and terms (step 2)
Small-group
discussion Argumentation
Mayer (Tan, 2009: 148) mengemukakan bahwa dalam model PBL ini
kemandirian belajar siswa akan muncul ketika siswa menghubungkan
pengetahuan yang baru yang mereka dapatkan dalam sumber belajar internet
dengan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam memecahkan masalah
pembelajaran secara individual. “ Self-directed learning occurs when students
relate newly acquired knowledge to what they already know in resolving
individual learning issues.”
b. Langkah Pelaksanaan
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan Discovery Learning
di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan
belajar mengajar secara umum berikut ini.
1) Stimulation (Stimulasi/ Pemberian Stimulus )
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan keraguannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat
memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi
interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulasi dengan
menggunakan teknik bertanya yang bersifat “HOTS” ( High order thinking
skill ) yaitu dengan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi yang dapat
mendorong siswa pada kondisi internal untuk bereksplorasi. Dengan demikian,
seorang guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberikan stimulus
kepada siswa dengan tujuan mengaktifkan siswa dalam mengeksplorasi
konsep materi .
5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,
pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek,
apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
Lebih jauh lagi Sutardi dan Sudirjo (2007: 97) mengemukakan kelemahan
pendekatan kontektual sebagai berikut.
a. Bagi guru kelas, guru harus memiliki kemampuan memahami secara mendalam
dan komprehensif tentang: 1) konsep pendekatan kontekstual; 2) prinsip-
prinsip pendekatan kontekstual; 3) potensi perbedaan individual siswa di kelas;
4) sarana, media, alat bantu dan kelengkapan pembelajaran.
b. Bagi siswa diperlukan inisiatif, kreativitas dalam belajar, memiliki
pengetahuan awal yang memadai, tuntutan perubahan sikap dalam menghadapi
persoalan, dan siswa harus memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
Model pembelajaran kooperatif yang telah ditemukan oleh para ahli pada
umumnya dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.
b. Menyampaikan informasi.
c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar.
d. Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.
e. Evaluasi atau memberikan umpan balik.
f. Memberikan penghargaan.