Anda di halaman 1dari 13

Author :

Bevi Dewi Citra, S. Ked

Faculty of Medicine – University of Riau

Pekanbaru, Riau

2009

0
© Files of DrsMed – FK UR (http://www.Files-of-DrsMed.tk
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)

Pendahuluan
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang terletak di sebelah inferior buli-
buli dan membungkus uretra posterior.1 Paling sering mengalami pembesaran, baik
jinak maupun ganas.2 Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin keluar dari buli-buli.1 Benign Prostate
Hyperplasia (BPH) merupakan Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) yang menghambat
aliran urin dari buli-buli.3 Pembesaran ukuran prostat ini akibat adanya hiperplasia
stroma dan sel epitelial mulai dari zona periurethra.3,4

Gambar 1. Perbedaan aliran urin dari buli-buli pada prostat normal dan
prostat yang mengalami pembesaran5

Bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa ± 20 gram. Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona,
antara lain: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior
dan zona periurethra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona
transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.1,6

1
Insiden & Epidemiologi
Di seluruh dunia, hampir 30 juta pria yang menderita gejala yang berkaitan
dengan pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria mengalami hal yang sama.3
BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu
saluran kemih.1,4 Sebagai gambaran hospital prevalence, di RS Cipto Mangunkusumo
ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (1994-
-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama.2
Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin meningkat,
diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia berusia 60 tahun atau
lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah
(Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH.7 BPH mempengaruhi kualitas
kehidupan pada hampir 1/3 populasi pria yang berumur > 50 tahun.3

Etiologi
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis
yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat:1
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
testosteron. Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi
metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 α –
reduktase. DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. 1
NADPH NADP
Testosterone dihirotestosteron
5 α – reduktase
Gambar 2. Perubahan Testosteron menjadi Dihidrotesteron oleh enzim
5 α – reduktase1
2
Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 α – reduktase dan jumlah
reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel
prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih
banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.1

Gambar 3. Teori Dihidrotestosteron dalam Hiperplasia Prostat8

2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron


Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun,
sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen :
testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitivitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian
sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron yang menurun
merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
3
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih
besar.1
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel-
sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui
suatu mediator (growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari
DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.1
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan
antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel
prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat.
Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel
karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel
kelenjar prostat.1
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu
dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel
yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel
ini bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun
(misalnya pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga
terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas
sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel
epitel.1

4
Patofisiologi Hiperplasia Prostat
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan
intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-buli,
yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS).1
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks vesiko-
ureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan
jatuh ke dalam gagal ginjal.1

Manifestasi Klinis
Anamnesa
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada akhirnya
dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun manifestasi dan
beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan penderita
datang berobat, yakni adanya LUTS.4
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. Gejala obstruksi
antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah, intermitensi, miksi tidak puas,
menetes setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif terdiri dari: frekuensi, nokturia,
urgensi dan disuri.1
Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, bebeapa ahli/organisasi urologi
membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah international Prostatic Symptom
Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan
5
dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien. Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat,
yaitu:1,9
Ringan : skor 0-7
Sedang : skor 8-19
Berat : skor 20-35
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang, benjolan di
pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).1
3. Gejala diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.1

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan teraba
massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensi urin.1 Pemeriksaan colok dubur
atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang penting
pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat
dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada
pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, simetri,
indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.1,4,9
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul.
Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan
mungkin antara lobus prostat tidak simetri.1

6
Gambar 4. Pemeriksaan Colok Dubur5

Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih.1 Obstruksi uretra menyebabkan bendungan
saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti
hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis.1,9 Pemeriksaan kultur urin
berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Pemeriksaan sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel urotelium
yang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi adanya
diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli. Jika
dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor prostat (PSA).1

Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin,
yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan adanya :1
- kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)

7
- memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter bagian distal
yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)
- penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel, atau
sakulasi buli-buli
Pemeriksaan IVP tidak lagi direkomendasikan pada BPH.1 Pemeriksaan USG secara
Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan untuk mengetahui besar dan volume
prostat , adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk
melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari
kelainan lain pada buli-buli. Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS)
dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi
BPH yang lama.(purnomo, de jong)

Gambar 5. TransRectal Ultra Sound (TRUS)5

Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan mengukur:1,9
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan
lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.

8
Pengobatan
Tujuan terapi:1

- memperbaiki keluhan miksi


- meningkatkan kualitas hidup
- mengurangi obstruksi infravesika
- mengembalikan fungsi ginjal
- mengurangi volume residu urin setelah miksi
- mencegah progressivitas penyakit
1. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS<7, yaitu keluhan
ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien hanya diberikan
edukasi mengenai hal-hal yang dapat memperburuk keluhan :1
- Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol
- Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi, coklat)
- Kurangi makanan pedas atau asin
- Jangan menahan kencing terlalu lama
2. Medikamentosa
Tujuan:
- mengurangi resistensi otot polos prostat dengan adrenergik α blocker
- mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon testosteron
melalui penghambat 5α-reduktase
Selain itu, masih ada terapi fitofarmaka yang masih belum jelas mekanisme
kerjanya.1
3. Operasi
Pasien BPH yang mempunyai indikasi pembedahan:1
- Tidak menunjukkan pebaikan setelah terapi medikamentosa
- Mengalami retensi urin
- Infeksi Saluran Kemih berulang
- Hematuri

9
- Gagal ginjal
- Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran
kemih bagian bawah
Jenis pembedahan yang dapat dilakukan:1,9
- Pembedahan terbuka (prostatektomi terbuka)
Paling invasif dan dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (±100 gram).
- Pembedahan endourologi
Operasi terhadap prostat dapat berupa reseksi (Trans Urethral Resection of
the Prostat/TURP), Insisi (Trans Urethral Incision of the Prostate/TUIP)
atau evaporasi.1

Gambar 6. Trans Urethral Resection of the Prostat/TURP10

Selain tindakan invasif tersebut diatas, sekarang dikembangkan tindakan


invasif minimal, terutama yang mempunya resiko tinggi terhadap pembedahan.
Tindakan tersebut antara lain: termoterapi, Trans Urethral Needle Ablation of the
Prostat/TUNA, pemasangan stent, High Intensity Focused Ultrasound/HIFU
serta dilatasi dengan balon (Transuethral Ballon Dilatation/TUBD).1,9

10
Gambar 7. Algoritma Penatalaksanaan BPH3

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo. Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta: CV.Sagung Seto. 2007. 69-
85
2. Birowo & Rahardjo. Pembesaran Prostat Jinak. 2000.
http://fkui.co.id/urologi/ppj.mht [diakses Juni 2008]

3. Leveillee. Prostate Hyperplasia, Benign. 2006. http://www.emedicine.com.


[diakses 2 Juni 2008]
4. Fadlol & Mochtar. Prediksi Volume Prostat pada Penderita Pembesaran Prostat
Jinak. Indonesian J of Surgery 2005; XXXIII-4; 139-145

5. Anonim. Normal Prostate and Benign Prostate Hyperplasia. 2008.


http://www_med_nyu_edu/healthwise/media/medical/nci/cdr0000462221/jpg.mht
[diakses 1 Juni 2008]
6. Kim & Belldegrun (eds). Urology Dalam Schwartz’s Manual Of Surgery, 8th
Edition, Brunicardi et al (eds). USA: Mc Graw-Hill Medical Publishing Division.
2006. 1036-1060
7. Suryawisesa, Malawat, Bustan. Hubungan Faktor Geografis Terhadap Skor Gejala
Prostat Internasional (IPSS) Pada Komunitas Suku Makassar Usia Lanjut Tahun
1998. Ropanasuri 1998; XXVI – 4; 1-10
8. Anonim. The Development of Benign Prostate Hiperplasia. 1998.
http://www_lef_org/magazine/graphics/pros1mar98_jpg.mht.[diakses 6 Juni 2008]
9. Sjamjuhidayat & De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005. 782-6
10. Pheonix 5. Transurethral Prostatectomy. 2002.
http://www_phoenix5_org/glossary/graphics-turp/NIDDK/gif.mht [diakses 5 Juni
2008]

© Files of DrsMed – FK UR (http://www.Files-of-DrsMed.tk

12

Anda mungkin juga menyukai