Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

K DENGAN RESIKO PERILAKU


KEKERASAN AKIBAT SKIZOFRENIA DI RUANG TANJUNG
BLUD RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANJAR

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan


Pendidikan Program Diploma III Keperawatan
di STIKes Muhammadiyah Ciamis

Disusun oleh :

ARIF NUGRAHA
NIM : 13DP277007

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
C I AM I S
2016
STIKes Muhammadiyah Ciamis
Program Studi D.III Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. K DENGAN GANGGUAN RESIKO


PERILAKU KEKERASAN AKIBAT SKIZOFRENI A DI RUANG TANJUNG
BLUD RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANJAR

ARIF NUGRAHA
NIM: 13DP277007

INTISARI
Karya tulis ini dilatarbelakangi oleh adanya penderita gangguan jiwa di Ruang Tanjung
Rumah Sakit Umum Kota Banjar dari bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2016 didapatkan
data yang paling sering muncul diagnosa gangguan jiwa adalah kasus skizofrenia yaitu sebanyak
111 kasus. Dari kasus gangguan jiwa yang diakibatkan skizofrenia muncul isolasi sosial: menarik
diri yang dapat mengakibatkan terganggunya pemenuhan kebutuhan dasar, sehingga perlu segera
mendapatkan perawatan secara komprehensif.
Tujuan dalam penulisan ini adalah: untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam
melaksanakan asuhan keperawatan langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-
spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan
Metode yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah metode deskriptif
yang berbentuk studi kasus dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
Pengkajian pada klien, dari hasil pengkajian klien cukup kooperatif dalam mengemukakan
semua perasaan dan masalahnya. Data yang muncul pada saat pengkajian adalah resiko perilaku
kekerasan Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien diantaranya: Perilaku kekerasan
Penulis melakukan tindakan bina hubungan saling percaya, identifikasi masalah, identifikasi aspek
positif yang dimiliki klien, nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini, pilih kemampuan yang
akan dilatih, nilai kemampuan pertama yang telah dipilih-pilih kemampuan kedua yang dapat
dilaksanakan, pilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan dan masukan dalam jadwal kegiatan
pasien.
Kesimpulan dalam penulis melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien dilakukan
dengan cara wawancara dengan petugas kesehatan Ruang Tanjung, karena klien bersikap kurang
kooperatif dalam tahap pelaksanaan tidak ditemukan perbedaan antara teori dengan kenyataan di
lapangan, dan penulis mendapat hambatan dalam melakukan SP, karena klien kurang kooperatif,
tetapi tidak ada hambatan pada SP keluarga karena pihak keluarga kooperatif.

Kata Kunci: Asuhan Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan


Daftar Pustaka 12 buah (2005 – 2013)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa

merupakan tantangan yang unik karena masalah keperawatan jiwa

mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah kesehatan

fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan disebabkan oleh

berbagai hal (Erlinafsiah, 2011).

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2010

memperkirakan 450 juta orang diseluruh dunia mengalami gangguan

mental,sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini

dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada

usia tertentu selama hidupnya.

Penderita gangguan jiwa berat dengan usia diatas 15 tahun di

Indonesia mencapai 0,46%. Hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa

di Indonesia yang menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data

tersebut diketahui bahwa 11,6% dari 19 juta penduduk Indonesia

mengalami masalah gangguan mental emosional (Riset kesehatan

Dasar, 2011). Sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita gangguan

jiwa mencapai 1,7 juta per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang

(Riset kesehatan dasar, 2014). Tahun 2014 dan 2015.

1
2

Prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis

disebut psikosis/skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih

tinggi dibanding daerah perkotaan. Di daerah pedesaan,

proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu anggota

rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah

dipasung mencapai 18,2%. Sementara di daerah perkotaan,

proporsinya hanya mencapai 10,7%. Nampaknya, hal ini

memberikan konfirmasi bahwa tekanan hidup yang dialami

penduduk pedesaan lebih berat dibanding penduduk perkotaan,

dan mudah diduga salah satu bentuk tekanan hidup itu, meski

tidak selalu adalah kesulitan ekonomi (Riset kesehatan Dasar,

2014). Allah SWT berfirman dalam surat al-Baqoroh ayat 155

Artinya:Dan sungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan

sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.

Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

…………..
3

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menunjukan jumlah

penderita gangguan jiwa di Jawa Barat melonjak Pada tahun 2014

tercatat 296.943 orang yang mengalaminya sedangkan

berdasarkan hasil pendataan tim Dinkes Jabar pada 2015, jumlah

penderita gangguan jiwa mencapai 465.975 orang (Dinkes Jabar,

2015).

Data yang diperoleh darI Dinas Kesehatan Kota Banjar pada

tahun 2014 penderita gangguan jiwa skizofrenia dangan gangguan

psikotikkroni klain sebanyak 156 orang, pada tahun 2015 penderita

gangguan jiwa skizofrenia dangan gangguan psikotikkronik lain

sebanyak 191 orang, sedangkan pada bulan Januari sampai

dengan bulan Juni Tahun 2016 terdapat 176 orang.

Berdasarkan catatan dan pelaporan di Ruang Tanjung

Rumah Sakit Umum Kota Banjar yang di rawat inap dalam periode

tahun 2015-2016 dapat dilhat pada tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1
Daftar Penderita Gangguan Jiwa di RSU Kota Banjar
Periode Januari-Desember 2014-2016

TAHUN
No Diagnosa Jumlah
2014 2015 Juni 2016
1 Skizofrenia 48 63 31 111
2 Depresi 18 32 16 66
3 Restradasi Mental 0 0 2 2
Jumlah 66 95 49 179

Sumber :Catatan Rekam Medik RSU Kota Banjar tahun 2016


4

Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa klien penderita gangguan jiwa

di RSU Kota Banjar dari tahun 2014sampai bulan Januari-Juni 2016

mengalami peningkatan sebesar 57% per tahun. Dari data diatas

dapat disimpulkan bahwa penderita skizofrenia merupakan penyebab

gangguan jiwa tertinggi di RSU Kota Banjar yaitu sebanyak 140 orang

dari 186 orang.Hal ini merupakan suatu permasalahan bagi petugas

kesehatan khususnya perawat untuk bisa melakukan asuhan

keperawatan secara komprehensif dan professional dalam mengatasi

tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh skizofrenia.

Pasien dengan skizofrenia yang hidup di komunitas

biasanya tidak akan jatuh pada kategori prilaku kekerasan yang

persistem tetapi mereka dapat menunjukkan prilaku kekerasan

dan agresif yang akut. Hal ini mungkin merupakan

dekompensasi akut sekunder pada ketidak patuhan pasien

minum obat. Dekompensasi juga dapat berhubungan dengan

kegagalan regimen pengobatan. Gambaran klinis seperti

halusinasi commanding mengalami perburukan. Penelitian

melaporkan bahwa 24 – 44% prilaku kekerasan dilakukan oleh

individu dengan skizofrenia selama fase akut dalam penyakitnya.

Kadar neuroleptik dalam darah berkorelasi terbalik dengan

kejadian berbahaya pada pasien skizofrenia yang dirawat


5

Berdasarkan hasil jurnal penelitian Fanada (2012) yang

dilakukan di Rawat Inap Bangau Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Palembang tentang Perawat dalam Penerapan Therapi

Psikoreligius untuk menurunkan tingkat stress pada pasien prilaku

kekerasan menunjukkan dengan melakukan kegiatan therapi

religius shalat dan dzikir secara rutin dan disertai perasaan ikhlas

serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respon yang baik

serta besar kemungkinan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker

bahkan penyakit kejiwaan yaitu dapat membantu menurunkan

stress pada pasien prilaku kekerasan seperti yang tercantum dalam

Q.S. Al - Imran ayat 164 :

Artinya: Sunggunya Allah telah memberi karunia kepada

orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka

seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan

kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan

mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan

sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-

benar dalam kesesatan yang nyata (Q.S. Al-Imran: 164).


6

Mengingat semakin besarnya permasalahan kesehatan jiwa

seperti kasus gangguan emosional dan gangguan jiwa berat serta

beban yang ditanggung pemerintah bersama masyarakat, maka

peningkatan derajat kesehatan jiwa, pencegahan gangguan jiwa,

serta penanggulangan masalah kesehatan jiwa di masyarakat tidak

akan berhasil tanpa pengembangan upaya kesehatan jiwa berbasis

masyarakat. Upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat yaitu

dengan cara pemberdayaan serta membangun kemandirian

masyarakat dibidang kesehatan jiwa (Kemenkes RI, 2016).

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi

gangguan jiwa sesuai dengan: UUD Nomor 18 Tahun 2014

Tentang Kesehatan Jiwa Pasal 1 bahwa program keswa perlunya

pelayanan kesehatan yang optimal dari berbagai disiplin ilmu

termasuk asuhan keperawatan.

Maka berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk

menyusun karya tulis dengan judul :

“Asuhan Keperawatan Tn. k dengan Perilaku Kekerasan

Akibat Skizofrenia di RuangTanjung RSU Kota Banjar” dengan

harapan dapat memberikan asuhan keperawatan yang

komprehensif dan professional sehingga angka kesembuhan kasus

tersebut dapat ditingkatkan.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum
7

Mampu menerapkan asuhan keperawatan secara

langsung dan komprehensip meliputi aspek bio-fisiko-sosio-

spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien

dengan prilaku kekerasan berdasarkan kiat dan ilmu

keperawatan menggunakan pola pikir ilmiah.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian secara komprehensip dan

menghasilkan data real.

b. Membuat diagnosa keperawatan sesuai prioritas.

c. Membuat rencana asuhan keperawatan.

d. Melakukan tindakan keperawatan sesuai standar.

e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan.

C. Metode Telaahan

Metode telaahan yang di gunakan dalam penulisan karya tulis

ini adalah metode studi kasus dengan pendektan proses

keperawatan.adapun teknik pengumpulan data yang penulis

gunakan adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Dengan cara tanya jawab atau menanyakan segala hal

yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi klien guna

memperoleh data yang subjektif yang di butuhkan.data yang di

hsilkan dari wawancara yang di tujukan kepada klien di sebut


8

data primer sedangkan data yang di dapat dari wawncara yang

di lakukan kepada keluarga di sebut dengan data sekunder.

2. Observasi

Dengan mengamati klaien,keluarga,lingkungan rumah

sakit maupun di rumah.

3. Studi Literatur

Yaitu bahan-bahan bacaan untuk mendapatkan teori yang

di hubungkan dengan masalah sesuai dengan yang di hadapi

pada klaien dengan gangguan jiwa prilaku kekerasan.

4. Studi Dokumentasi

Yaitu pengumpulan data dengan mempelajari data yang

pokusnya klien dengan catatan yang berhubungan dengan

asuhan keperawatan klien.

D. Sistematika Penulisan

Dalam penyusuhan karya tulis ini penulis menggunakan

sistemmatika sebagai berikut.

BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode

penulisan dan sistematika penulisan..

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Terdiri dari konsep dasar yang mencakup pengertian

perilaku kekerasan,rentang respon,perilaku kekerasan


9

faktor predisposisi perilaku kekerasan,manifestasi perilku

kekerasan,asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian

perencanaan,implementasi dan evalIuasi.

BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Terdiri dari tinjauan kasus yang meliputi pengkajian,

pengumpulan data, diagnosa keperawatan, perencanaan,

implementasi, pelaksanaan, evaluasi serta

pembahasangkan.sedangkan pembahasan han masalh.

BAB IV : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan berisi hasil pembahasan dan masalh muncul

sedangkan rekomendasi berisi tentang penyelsaian

masalah yang muncul.


10

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar

1. Skizofrenia

a. Definisi

Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang

mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi,

dan perilaku sosial. Di dalam otak yang terserang skizofrenia,

terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi

tersebut. (Yosef, 2009: 211).

Pada penyakit ini terjadi kemunduran intelegensi

sebelum waktunya, sebab itu dinamakan: demensia

(kemunduran intelegensi) Prekox (muda sebelum waktunya)

(Maramis, 2005: 215).

b. Etiologi

Etiologi dari skizofrenia dapat dibagi beberapa bagian

(Maramis, 2005) diantaranya :

1) Keturunan

Hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga

penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar

satu telur, tetapi ini juga tergantung dari lingkungan

individu.

10
11

2) Endokrin

Teori ini dikemukakan berhubungan dengan sering

timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu

kehamilan dan purperium.

3) Metabolisme

Penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak

sehat.Ujung ekstremitas agak sianosis, nafsu makan

berkurang dan berat badan menurun.

4) Susunan saraf pusat

Ada yang mencari penyebab skizofrenia ke arah kelainan

susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau korteks

otak.Tetapi kelainan patologis yang ditemukan itu mungkin

disebabkan oleh perubahan postmortem.

c. Tanda dan Gejala

1) Menurut Bleuler dalam Maramis (2005)

a) Gejala primer

(1) Gangguan proses pikir

(2) Gangguan emosi

(3) Gangguan kemauan

b) Gejala sekunder

(1) Waham

(2) Halusinasi
12

(3) Gejala katatonik atau gangguan psikomotorik

yang lain

2) Menurut Hawari (2006) gejala skizofrenia dibagi menjadi

dua yaitu negatif dan positif.

(a) Gejala positif

(1) Delusi, yaitu suatu keyakinan yang tak rasional

(tidak masuk akal) tapi diyakini kebenarannya.

(2) Kekacauan alam pikir

(3) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa

rangsangan (stimulus) misalnya mendengar

suara-suara atau bisikan-bisikan padahal tak ada

sumber dari suara atau bisikan itu.

(4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, bicara dengan

semangat dan gembira berlebihan.

(5) Merasa dirinya orang besar

(6) Pikirannya penuh dengan kecurigaan.

(b) Gejala negatif

(1) Alam perasaannya (affect) yang tumpul dan

mendatar dan ini terlihat dari wajahnya yang tak

menunjukkan ekspresi.

(2) Menarik diri atau mengasingkan diri, tak mau

bergaul atau kontak dengan orang lain dan suka

melamun.
13

(3) Kontak emosional amat miskin, sukar diajak

bicara, pendiam.

(4) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan

sosial.

(5) Kesulitan dalam berpikir abstrak

(6) Tidak ada upaya dan usaha, tidak ada dorongan

kehendak atau inisiatif, tidak ada spontanitas,

monoton serta tak ingin apa-apa.

(7) Pola pikir stereotif.

d. Faktor Predisposisi dan Presipitasi

Menurut Stuart (2007) mengemukakan bahwa faktor

predisposisi dan presipitasi skizofrenia sebagai berikut :

1) Faktor Predisposisi

a) Faktor tumbuh kembang

Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial

berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang

individu mulai dari bayi sampai dewasa lanjut. Untuk

mengembangkan hubungan sosial yang positif setiap

tugas perkembangan daun kehidupan diharapkan

dilalui dengan sukses.Bila salah satu tugas

perkembangan tidak terpenuhi, maka menghambat

terhadap tahap perkembangan selanjutnya dan dapat

menimbulkan suatu gangguan.


14

b) Faktor sosial budaya

Nilai-nilai, norma-norma adat dan kebiasaan yang ada

sudah menjadi budaya dalam masyarakat merupakan

hal-hal yang dapat memperbaharui sosial budaya dan

keadaan sosial dengan nilai-nilai yang dianut oleh

seorang, maka hal tersebut dapat menjadi hambatan

alam pikiran klien.

c) Faktor Biologi

Faktor keturunan juga merupakan salah satu

pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan

sosial.Pada klien yang mengalami gangguan jiwa

sering kali ditemukan riwayat keturunan oleh kedua

orang tuanya melaui gen-gen pada anaknya.

2) Faktor Presipitasi

a) Stressor psikologis

Stressor ini dapat dicetuskan dengan adanya

kehilangan sesuatu yang berharga atau kegagalan

dalam mencapai harapan, bisa kehilangan seseorang

yang dicintai, kehilangan pekerjaan perceraian atau

segala kejadian yang menyebutkan gangguan pada

psikologis lain.
15

b) Stressor Budaya

Adanya pertentangan antara nilai dalam masyarakat

dengan nilai yang dianut oleh individu dapat

menimbulkan suatu perasaan tertekan atau dapat

memacu timbulnya perilaku menantang.

e. Macam-macam Skizofrenia menurut Maramis (2005)

1) Skizofrenia simplek, sering timbul pertama kali pada masa

pubertas. Gejala utamanya adalah kedangkalan emosi,

kemunduran kemauan dan timbulnya perlahan-lahan

sekali.

2) Skizofrenia katatonis, timbul pertama kali umur antara 15-

30 tahun dan biasanya akut serta didahului oleh stress

emosional.

3) Skizofrenia akut, timbul mendadak sekali dan pasien

seperti dalam keadaan mimpi, kesadarannya mungkin

berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan

dunia luar maupun dirinya berubah. Semuanya seakan

punya arti khusus.

4) Skizofrenia hebefrenik, permulaannya perlahan-lahan dan

sering timbul pada masa remaja antara 15-25 tahun.

Gejala yang mencolok adalah gangguan proses pikir,

gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi waham

dan halusinasi banyak sekali.


16

5) Skizofrenia paranoid gejalanya didominasi oleh waham

yang relatif stabil dan halusinasi.

6) Skizofrenia residual, keadaan skizofrenia dengan gejala

primernya tetapi tidak jelas adanya gejala sekunder.

7) Jenis skizo-efektif, jenis ini cenderung untuk menjadi

sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi

serangan.

2. Perilaku Kekerasan

a. Pengertian

Menurut Stuart (2011), perilaku kekerasan atau agresi

adalah sikap atau perilaku kasar atau kata-kata yang

menggambarkan perilaku amuk, permusuhan dan potensi

untuk merusak secara fisik. Perilaku kekerasan merupakan

suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang

dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

orang lain maupun lingkungan, disertai dengan amuk dan

gaduh gelisahyang tidak terkontrol (Townsend, 2010). Perilaku

kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun

psikologis yang dapat membahayakan diri sendiri mauupun

lingkungan (Fitria, 2011).

Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa perilaku kekerasan atau tindak kekerasan


17

merupakan salah satu dari ungkapan perasaan marah dan

bermusuhan sebagai respon terhadap kecemasan atau

kebutuhan yang tidak terpenuhui yang mengakibatkan

hilangnya kontrol dan kesadaran diri dimana individu bisa

berperilaku menyerang ataumelakukan suatu tindakan yang

dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

b. Proses Terjadinya prilaku kekerasan

Menurut Stuart (2011), kemarahan diawali oleh adanya

stressor yang berasal dari internal atau eksterna.Stressor

internal seperti penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan

stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian,

hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan

sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan

atau gangguan pada sistem individu (Disruption and loss). Hal

yang terpenting adalah bagaimana individu memaknai setiap

kejadian yang menyedihkanataumenjengkelkan tersebut

(personal meaning).

Bila seseorang memberi makna positif, misalnya :

macet adalah waktu untuk istirahat, penyakit adalah sarana

penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persyarafan

telinga maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif

(compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution).

Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala


18

sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan

kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat ia

marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak

berdaya dan sengsara (helplessness). Perasaan itu akan

memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang

diekspresikan keluar (ekspressedoutward) dengan kegiatan

yang kontruktif dapat menyelesaikan masalah.Kemarahan

yang diekspresikan dengan kegiatan destruktif dapat

menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (guilt).

Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala

psikomatis (painfullsymptom).

Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3

cara yaitu :

1) Mengungkapkan secara verbal: Bicara dengan kata-kata

kotor,bicara kasar.

2) Menekan: Mendominasi, meremehkan.

3) Menentang: Berdebat, penuh dengan rasa curiga.

Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif

sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri

atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan dan bila

cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat

diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan


19

tampak sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan

mengamuk.

c. Tanda dan Gejala

1) Muka merah dan tegang

2) Pandangan tajam

3) Mengatupkan rahang dengan kuat

4) Mengepalkan tangan

5) Jalan mondar-mandir

6) Bicara kasar

7) Suara tinggi, menjerit atau berteriak

8) Mengancam secara verbal atau fisik

9) Melempar atau memukul benda/oranglain

10) Merusak barang atau benda

11) Tidak mempunyai kemampuan mencegah atau

mengontrol perilaku kekerasan

d. Penyebab Perilaku Kekerasan

Menurut stearen kemarahan adalah kombinasi, dari

segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam,

sakit hati, dan pristasi beberapa faktor yang mempengaruhi

terjadinya kemarahan, yaitu prustasi, hilangnya harga diri,

kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.

1) Prustasi seorang yang mengalami hambatan dalam

mencapai tujuan atau keinginan yang diharapkannya


20

menyebabkan ia menjadi prustasi, dia merasa terancam

dan cemas jika ia tidak mampu menghadapi rasa prustasi

itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan

keadaan sekitarnya misalnya kekerasan.

2) Hilangnya harga diri : pada dasarnya manusia mempunyai

kebutuhan yang sama untuk dihargai jika kebutuhan itu

tidak terpenuhi akibatnya individu tesrsebut mungkin akan

merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas

tersinggung, lekas marah dan sebagainya.

Kebutuhan akan status dan perestise manusia pada

umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan

dirinya, ingin dihargai dan disukai statusnya.

e. Rentang Respon

Menurut Stuart (2009), perilaku kekerasan dianggap

sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan

(panik).

Respon Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 2.1 rentang respon prilaku kekerasan


21

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif,

pasif dan agresif sampai kekerasan. Dari gambar tersebut

dapat disimpulkan bahwa

1) Asertif

Individu dapat mengungkapkan marah tanpa

menyalahkan orang

2) Frustasi

Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan

tidak dapat menemukan alternatif.

3) Pasif

Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

4) Agresif

Perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk

menuntut tetapi masih terkontrol.

5) Kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta

hilangnya kontrol.

Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan

unkapan kemarahan yang dimana investasikan dalam

bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk

komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu.

Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin

menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju,


22

tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti

atau diremehkan. ”Rentang respon kemarahan individu

dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon

yang tidak normal (maladaptif).

f. Etiologi

1) Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2011), faktor-faktor yang

mendukung terjadinya perilaku kekerasan adalah

a) Faktor biologis

(1) Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan

disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar

yang kuat.

(2) Phsycomatic theory (teori psikomatik)

Pengalaman marah adalah akibat dari respon

psikologis terhadap stimulus eksternal, internal

maupun lingkungan.Dalam hal ini sistem limbik

berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan

maupun menghambat rasa marah

b) Faktor psikologis

(1) Frustasion aggresion theory (teori argesif frustasi)

Menurut teori perilaku kekerasan terjadi sebagai

hasil akumulasi frustasi yang terjadi apabila


23

keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal

atau terhambat. Keadaan tersebut dapat

mendorong individu berperilaku agresif karena

perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku

kekerasan.

(2) Behavioral theory (teori perilaku)

Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat

dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang

mendukung reinforcement yang diterima pada

saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi

kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua

aspek ini menstimulai individu mengadopsi

perilaku kekerasan.

(3) Existential theory (teori eksistensi)

Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu

kebutuhan dasar manusia apabila kebutuhan

tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku

konstruktif maka individu akan memenuhi

kebutuhannya melalui perilaku destruktif.

c) Faktor sosio kultural

(1) Social enviroment theory (teori lingkungan)

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap

individu dalam mengekspresikan marah. Budaya


24

tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)

dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap

perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-

olah perilaku kekerasan diterima.

(2) Social learning theory ( teori belajar sosial )

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara

langsung maupun melalui proses sosialisasi.

2) Faktor Presipitasi

Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan

bagi setiap individu bersifat buruk.Stressor tersebut dapat

disebabkan dari luar maupun dalam. Stressor yang

berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan,

kematian, krisis dan lain-lain. Dari dalam adalah putus

hubungan dengan seseorang yang berarti, kehilangan

rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang

kontrol, menurunnya percaya diri dan lain-lain.Selain itu

lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang

mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat

memicu perilaku kekerasan.

g. Manifestasi Klinis

Menurut Stuart (2011), tanda dan gejala perilaku

kekerasan diantaranya adalah :


25

1) Fisik: mata melotot atau pandangan tajam, tangan

mengepal,rahang mengatup, wajah memerah dan tegang

serta postur tubuh kaku.

2) Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor,

berbicaradengannada keras, kasar dan ketus.

3) Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau

orang lain merusak lingkungan, amuk atau agresif.

4) Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa

terganggu, dendam,jengkel, tidak berdaya, bermusuhan

mengamuk, ingin berkelahi,menyalahkan dan menuntut.

5) Intelektual: mendominasi,cerewet,kasar,berdebat,

meremehkan dan tidakjarang mengeluarkan kata-kata

bernada sarkasme.

6) Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-

raguan, tidak bermoral dan kreatifitas terhambat.

7) Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan,

ejekan.

8) Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan

penyimpangan seksual.

h. Mekanisme Koping

Perawat perlu menidentifikasi mekanisme klien,

sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan

mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan


26

marahnya.mekanisme koping yang umum digunakan adalah

mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,

proyeksi, resepsi denial dan reaksi formasi.

i. Gangguan mental yang berkaitan dengan perilaku kekerasan

Walaupun kebanyakan gangguan jiwa tidak berbahaya,

beberapa pasien diantaranya menunjukan peningkatan resiko

timbulnya perilaku kekerasan (catatan : penyakit medis yang

serius pada awalnya dapat memperlihatkan perilaku

kekerasan).

3. Dampak Prilaku Kekerasan terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

Menurut Abraham Maslow kebutuhan dasar manusia

terdiri dari lima hirarki kebutuhan yang terletak dalam suatu

kontinue, yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan

keselamatan, kebutuhan untuk dicintai dan rasa saling memiliki,

kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.

a. Kebutuhan fisiologis

1) Kebutuhan oksigen

Klien dengan perilaku kekerasan biasanya sering

mengalami peningkatan kebutuhan oksigen, karena klien

lebih sering melakukan aktivitas yang memerlukan banyak

oksigen.

2) Kebutuhan nutrisi
27

Klien dengan perilaku kekerasan sering ditemukan

penurunan aktivitas termasuk juga dalam hal makan dan

minum, sehingga masukan makan dan minum terganggu.

3) Kebutuhan istirahat tidur

Klien dengan perilaku kekerasan kurang meningkat atau

curiga yang berlebih kemungkinan mengalami gangguan

istirahat tidur.

b. Kebutuhan rasa aman

Klien dengan perilaku kekerasan tidak mudah percaya dan

curiga kepada orang lain, sehingga membuat ia merasa tidak

nyaman berhubungan dengan orang lain.

c. Kebutuhan cinta mencintai

Klien dengan prilaku kekerasan mengalami gangguan dalam

hubungan interpersonal, sehingga sulit untuk memenuhi

kebutuhan mencintai dan dicintai lingkungannya.

d. Kebutuhan harga diri

Perasaan rendah diri atau harga diri rapuh banyak ditemui

pada klien dengan prilaku kekerasan.

e. Kebutuhan aktualisasi diri

Prilaku kekerasan merupakan gangguan , dimana klien tidak

mampu membina interaksi dengan orang lain, sehingga tidak

bisa mencapai aktualisasi karena koping yang digunakan

maladaptif (Hadiansyah, 2011).


28

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Prilaku Kekerasan

1. Pengkajian

Menurut Keliat (2010), data yang perlu dikaji pada pasien

dengan perilaku kekerasan yaitu pada data subyektifklien

mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, mengatakan

dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan menuntut.pada

data obyektif klien menunjukkan tanda-tanda mata melotot dan

pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah

memerah dan tegang, postur tubuh kaku dan suara keras.

a. Pengumpulan Data

Tujuan dari pengumpulan data adalah menilai status

kesehatan dan kemungkinan adanya masalah keperawatan

yang memerlukan intervensi dari perawat. Data yang

dikumpulkan bisa berupa data objektif yaitu data yang dapat

secara nyata melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh

perawat. Sedangkan data subjektif yaitu data yang disampaikan

secara lisan oleh klien dan keluarganya. Data ini didapat melalui

wawancara perawat kepada klien dan keluarganya.

Untuk dapat menyaring data yang diperlukan, umumnya

yang dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis

pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Sistematika

pengkajian, meliputi:
29

1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,

pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajiannya

nomor rekam medik, diagnosa medis dan identitas

penanggung jawab.

2) Keluhan utama dan alasan masuk, tanyakan pada klien atau

keluarga apa yang menyebabkan klien datang ke rumah

sakit saat ini serta bagaimana hasil dari tindakan orang

tersebut.

3) Faktor predisposisi, menanyakan kepada klien atau

keluarganya :

a) Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa atau

tidak

b) Apakah ya, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya.

c) Klien pernah melakukan, mengalami atau menyaksikan

penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,

kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.

d) Apakah anggota keluarga ada yang mengalami

gangguan jiwa.

e) Pengalaman klien yang tidak menyenangkan (kegagalan

yang terulang lagi, penolakan orang tua, harapan orang

tua yang tidak realistis) atau faktor lain, misalnya kurang

mempunyai tanggung jawab personal.


30

4) Aspek fisik atau biologis, observasi tanda-tanda vital

(tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan klien), ukur tinggi

badan dan berat badan klien.

5) Psikososial, membuat genogram minimal tiga generasi yang

dapat menggambarkan hubungan klien dengan keluarga.

Masalah yang terkait dengan komunikasi pengembalian

keputusan dan pola asuh.

6) Status mental meliputi pembicaraan, penampilan, aktivitas

motorik, alam perasaan, afek, interaksi selama wawancara,

persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, emosi,

tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan

daya tilik diri.

7) Kebutuhan persiapan pulang, kemampuan klien dalam

makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat, tidur,

penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas di

dalam rumah dan di luar rumah.

8) Mekanisme koping, didapat melalui wawancara pada klien

atau keluarga baik adaptif maupun maladaptif.

9) Masalah psikososial dan lingkungan, di dapat dari klien atau

keluarga bagaimana tentang keadaan lingkungan klien,

masalah pendidikan dan masalah pekerjaan.

10) Pengetahuan, apakah klien mengetahui tentang kesehatan

jiwa.
31

11) Aspek medik, obat-obatan klien saat ini baik obat fisik,

psikofarmako dan therapi lain.

b. Masalah keperawatan

Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah

klien dari kelompok data yang dikumpulkan, kemungkinan

kesimpulan adalah sebagai berikut (Keliat, 2006 : 2012):

1) Isolasi sosial : menarik diri

2) Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran

3) Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri

4) Gangguan konsep diri : harga diri rendah

5) Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik

6) Defisit perawatan diri

7) Ketidakefektifan koping keluarga

8) Gangguan pemeliharaan kesehatan,

2. Diagnosa Keperawatan

a. Analisa Data

Data-data yang mendukung dalam analisa data menurut

(Keliat , 2010):

1) Risiko mencederai dir, orang lain dan lingkungan

a) Data Subyektif :Pasien mengatakan benci atau kesal

pada seseorang. Pasien suka membentak dan

menyerang orang yang mengusiknya jika sedang


32

kesal atau marah.Riwayat perilaku kekerasan atau

gangguan jiwa lainnya (Azizah, 2011).

b) Data Objektif : Mata merah, wajah agak merah. Nada

suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,

menjerit, memukul diri sendiri/orang lain. Ekspresi

marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

Merusak dan melempar barang-barang (Stuart,

2011).

2) Resiko Perilaku kekerasan

a) Data Subjektif :Klien mengatakan jengkel dengan

orang lain, mengungkapkan rasa permusuhanyang

mengancam, klien merasa tidak nyaman, klien merasa

tidak berdaya, ingin berkelahi, dendam.

b) Data Objektif :Tangan dikepal, tubuh kaku,

ketegangan otot seperti rahang terkatup, nada suara

tinggi, waspada, pandangan tajam, reflek cepat,

aktivitas motor meningkat, mondar-mandir, merusak

secara langsung benda-benda yang berada dalam

lingkungan, menolak, muka merah, nafas pendek.

3) Harga diri rendah

a) Data Subyektif : Mengungkapkan ketidakmampuan

dalam meminta bantuan orang lain dan


33

mengungkapkan rasa malu serta tidak bisa jika diajak

melakukan sesuatu (Videbeck, 2009).

b) Data Obyektif :Tampak ketergantungan dengan orang

lain, tampak sedih serta tidak melakukan aktivitas

yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak

murung (Keliat, 2010)

b. Pohon Masalah

Menurut Keliat (2010), pohon masalah perilaku kekerasan

adalah sebagai berikut :

Resiko menciderai diri sendiri, orang


lain dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan Masalah utama

Gangguan konsep diri : harga


diri rendah

Gambar 2.3. Pohon Masalah Resiko Perilaku Kekerasan

Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau

penilaian tehadap pola respon klien baik aktual maupun

potensial. Rumusan diagnosa terdiri dari PE dan PES, yaitu

permasalahan (P), etiologis (E) dan Simptom (S) atau gejala

sebagai data penunjang. Diagnosa keperawatan yang

mungkin timbul pada klien dengan resiko perilaku kekerasan,

menurut (Keliat, 2010) yaitu :

1) Resiko mencederai orang lain.


34

2) Perilaku kekerasan.

3) Defisit keperawatan diri.

4) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

5) Intoleransi aktivitas

6) Berduka disfungsional.

3. Rencana Keperawatan

Menurut Keliat (2010), Rencana Keperawatan pada diagnosa

pasien dengan resiko perilaku kekerasan seperti pada tabel 2.2

dibawah ini.
35

Tabel 2.2

Rencana Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan

NO DX Perencanaan
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
1 2 3 4 5
1. Perilaku Pasien mampu : Setelah…. Pertemuan pasien SP 1 ( Tgl ……….. )
kekerasan  Mengidentifikasi mampu :  Identifikasi penyebab,
penyebab dan  Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala serta
tanda perilaku tanda, gejala, dan akibat akibat perilaku kekerasan
kekerasan perilaku kekerasan  Latih cara fisik 1 : tarik
 Menyebutkan jenis  Memperagakan cara fisik 1 nafas dalam
perilaku kekerasan untuk mengontrol perilaku  Masukan dalam jadwal
yang pernah di kekerasan harian pasien
lakukan
 Menyebutkan cara
mengontrol
perilaku kekerasan
 Mengontrol
perilaku kekerasan
secara : fisik, sosial
/ verbal, spritual,
terapi
psikofarmaka
Setelah…. Pertemuan pasien Sp 2 ( Tgl ……)
mampu :  Evaluasi Sp 1
 Menyebutkan kegiatan yg  Latih cara fisik 2 : Pukul
sudah dilakukan kasur / bantal
 Memperagakan cara fisik  Masukan dalam jadwal
untuk mengontrol perilaku harian pasien
kekerasan
36

Sp 3 ( Tgl ……. )
 Evaluasi Sp 1 & 2
 Latih secara sosial / verbal
:
 Menolak dgn baik
 Meminta dgn baik
 Mengungkapkan dgn baik
 Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah…. Pertemuan pasien Sp 4 ( Tgl ….. )
mampu :  Evaluasi Sp 1,2 & 3
 Menyebutkan kegiatan yang  Latih secara spiritual
sudah dilakukan Berdo’a
 Memperagakan cara spiritual Sholat
 Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah…. Pertemuan pasien Sp 5 ( Tgl… )
mampu :  Evaluasi Sp 1,2,3 & 4
 Menyebutkan kegiatan yg  Latih patuh obat :
sudah di lakukan  minum obat secara teratur
 Memperagakan cara patuh dngn perinsip 5 B
obat  Susun jadwal minum obat
dngn teratur
 Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien

Keluarga mampu : Setelah…. Pertemuan Sp 1 ( Tgl… )


merawat pasien di rumah keluarga mampu :  Identifikasi masalah
 Menjelaskan yg dirasakan kelg
penyebab, tanda / dalam merawat
gejala,a akibat serta pasien
37

mampu  Jelaskan tentang P-


memperagakan cara K dari : penyebab,
merawat akibat, dan cara
merawat
 Latih 2 cara
merawat
 RTL kelg / jadwal
ntuk merawat
pasien
Setelah…. Pertemuan Sp 2 ( Tgl …. )
keluarga mampu :  Evaluasi Sp 1
Menyebutkan kegiatan yg  Latih ( simulasi ) 2 cara lain
sudah dilakukan dan mampu untuk merawat pasien
merawat serta dapat  Latih langsung ke pasien
membuat RTL  RTL kelg / jadwal kelg
untuk merawat pasien

Setelah…. Pertemuan Sp 3 ( Tgl …. )


keluarga mampu :  Evaluasi Sp 1 & 2
 Menyebutkan kegiatan yg  Latih langsung ke pasien
sudah dilakukan dan mampu  RTL kelg / jadwal kelg
merawat serta dapat untuk merawat pasien
membuat RTL

Setelah…. Pertemuan Sp 4 ( Tgl …. )


keluarga mampu :  Evaluasi Sp 1, 2 & 3
 Melaksanakan follow up dan  Latih langsung ke pasien
rujuk serta mampu  RTL keluarga : follow up &
menyebutkan kegiatan yang rujukan
sudah dilakukan
38

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan langkah ketiga dalam tahap proses

keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan

keperawatan) yang telah di rencanakan (Hidayat , 2008).

Tindakan keperawatan pada klien dengan prilaku kekerasan secara umum adalah

sebagai berikut:

SP 1 : Membantu pasien mengontrol emosi, menjelaskan cara-cara

mengontrol emosi, dengan cara menarik napas perlahan-lahan.

SP2 : Melatih pasien mengontrol emosi dengan cra kedua, dengan cara

memukul benda-lunak atou bantal.

SP3 : latih secara sosial/verbal dengan cara menplak dengan

baik,meminta dengan baik dan mengungkapkan dengan baik.

SP4 : latih secara spiritual,seperti solat dan berdo’a.

SP 1 Keluarga : identifikasi masalah yang dirasakan keluarga.dalam merawat

pasien.

SP 2 Keluarga :latih langsung ke pasien

SP 3 Keluarga : RTL keluarga/jadwal untuk merawat pasien

5. Evaluasi
39

Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada

respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Evaluasi proses atau pormatif dilakukan setiap selesai melakukan

tindakan.Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP sebagai pola

pikirnya. (Keliat, 2011)

S : Respons subjektif klien terhadap intervensi keperawatan yang telah

dilaksanakan.

O : Respons objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

A : Analisa ulang data sujektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah

masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang

kontradikdif dengan masalah yang ada.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada renspon klien.
DAFTAR PUSTAKA

Depag RI, (2010) Al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta : Aksara

Erlinafsiah, 2010. Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa, Jakarta: Trans
Info Media.

Hadiansyah, 2011. Tersedia dalam http//Ia-Hadiansyah.blogspot.com/2011/10/


Perilaku kekerasan

Heryawan, A. , 2011. Tersedia dalam http//www.ahmadheryawan.com/lintas-jabar/


lintas-jawa-barat/kesehatan/935-gangguan-jiwa-di-jabar-tertinggi.

http://refreshyourmind-newbie.blogspot.com/2009/10/jumlah-orang-Indonesia-yang-
terkena-html.

Keliat, 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

-----------, 2010. MKMP Jiwa, Jakarta: EGC.

Maramis, 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University


Press.

RSU Kota Banjar, 2012. Catatan Rekam Medik Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum
Kota Banjar.

Stuart, 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC.

Tim Diklat Cimahi, 2011. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: RSJ Cimahi.

Yani, 2013. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Yosep, I., 2009. Teknik Prosedural Keperawatan. Jogjakarta: D-Medika.

Anda mungkin juga menyukai