Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mata merupakan alat optik pada manusia yang bertugas untuk
melihat objek dan melihat bayangan nyata, terbalik, dan diperkecil.
Perubahan jarak objek menyebabkan adanya perubahan terhadap jarak
fokus pada lensa mata. Hasil dari perubahan jarak lensa mata maka akan
dihasilkan besar daya akomodasi. Ketajaman penglihatan dipergunakan
untuk penggunaan kacamata atau tidak, yang dalam bahasa klinik biasa
dikenal dengan visus. Visus penderita bukan saja memberikan pengertian
pada optiknya (kacamata), tetapi memberikan pengertian yang lebih luas
lagi, yakni memberikan keterangan tentang baik atau buruknya fungsi
mata secara keseluruhannya. Oleh sebab itu, definisi visus adalah nilai
kebalikan sudut (dalam menit) terkecil dimana sebuah benda masih
kelihatan dan dapat dibedakan (James, 2005).
Sebagaimana halnya penilaian tanda-tanda vital merupakan bagian
dari pemeriksaan fisik, setiap pemeriksaan mata harus mencakup penilaian
ketajaman penglihatan, tidak perduli apakah ketajaman penglihatan
disebut atau tidak sebagai bagian dari keluhan utama. Penglihatan yang
baik adalah hasil kombinasi jalur visus neurologik yang utuh, mata yang
secara struktural sehat dan dapat memfokuskan secara tepat. Sebagai
analogi sebuah kamera video, agar dapat berfungsi dengan baik,
memerlukan kabel yang utuh, kotak kamera yang utuh, dan fokus yang
tepat. Penilaian ketajaman penglihatan lebih bersifat subyektif daripada
obyektif, karena memerlukan respon dari pihak pasien (Vaughan, 2010).
.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pemeriksaan visus atau pemeriksaan ketajaman penglihatan adalah
pemeriksaan fungsi mata untuk mengetahui sebab kelainan mata yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan (Ilyas, 2015).
Mata secara optik dapat disamakan dengan kamera potografis biasa,
karena mata tersebut memiliki suatu lensa (lensa mata), lubang lensa yang
berubah-ubah dan sebuah retina yang dapat disamakan dengan film. Sistem
mata terdiri dari humor akuous, lensa mata, humor vitreus dan retina (Guyton,
2013). Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas cahaya pada retina
kemudian akan dihantarkan oleh nevus optikus ke korteks cerebri (Pearce,
2012).

Gambar 1. Media Refraksi

B. Pemeriksaan Visus
Ketajaman penglihatan diukur dengan memperlihatkan sasaran dengan
berbagai ukuran yang terpisah pada jarak standar dari mata. Misalnya
menggunakan “Kartu Snellen” yang biasa terdiri dari deretan huruf yang

2
tersusun mengecil untuk menguji penglihatan jarak jauh. Setiap baris ditandai
sebuah angka yang disesuaikan jaraknya, baik dalam kaki ataupun meter, dan
semua huruf dalam baris tersebut dapat dibaca oleh mata normal (Vaughan,
2010).
Sesuai konvensi, ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak jauh 6
meter atau pada jarak dekat 30cm. untuk keperluan diagnosis, ketajaman
jarak adalah standar untuk perbandingan dan selalu diuji bagi masing-masing
mata secara terpisah. Ketajaman diberi skor dengan dua angka (misal 20/40)
(Vaughan, 2010).
Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan
penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata
yang mengakibatkan turunnya visus. Ketajaman penglihatan seseorang
mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut terdiri dari
visus jauh dan visus dekat.

1. Visus jauh
Visus jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat
benda-benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi. Untuk mengetahui hal tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan (Ilyas, 2015):
a. Snellen Chart
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan memakai
Snellen Chart atau dengan chart jenis lainnya, jika pada pasen buta
huruf menggunakan E chart, sedangkan pada anak-anak digunakan
Kindergarden chart. Kartu yang berisi angka dapat dipakai bagi
pasien yang tidak terbiasa dengan abjad inggris. Kartu “E-buta
huruf” dipakai untuk menguji anak-anak kecil atau yang memiliki
hambatan bahasa. Gambar “E” secara acak diputar dengan orientasi
yang berbeda. Untuk setiap sasaran, pasien diminta menunjukan
arah yang sesuai dengan arah ketiga “batang” gambar E,
kebanyakan anak dapat dites dengan cara ini sejak usia 3,5 tahun.

3
Gambar 2. Snellen Chart, E chart, Kindergarden Chart

Cara melakukan pemeriksaan visus dengan Snellen Chart


- Menanyakan kesediaan pasien untuk pemeriksaan
- Menanyakan kemampuan pasien dalam membaca huruf atau
angka. Bila pasien tidak bisa membaca dapat menggunakan
optotype angka, sedangkan bila pasien tidak bisa mengenali
huruf dan angka dapat menggunakan e chart
- Penderita duduk pada jarak 6 m dari optotype snellen, mata
yang satu ditutup.
- Penderita dipersilahkan untuk membaca huruf/gambar yang
terdapat pada optotype, dari yang paling besar sampai pada
huruf/gambar yang dapat terlihat oleh mata normal.
- Bila seseorang diragukan apakah penglihatannnya berkurang
akibat kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila

4
dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada
kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata.
Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di
depan mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media
penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun.

Tajam penglihatan dinyatakan dengan rasio pembilang dan


penyebut, dimana pembilang merupakan jarak mata dengan kartu
Snellen dan penyebut merupakan jarak dimana satu huruf tertentu
dapat dilihat mata normal. Sebagai contoh, bila tajam penglihatan
6/50 maka berarti pasen dapat melihat huruf pada jarak 6 meter,
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 50
meter (Ilyas, 2015)

b. Hitung Jari
- Apabila penderita tidak dapat melihat gambar yang terdapat
pada optotype, maka kita mempergunakan jari kita.
- Penderita diminta untuk menghitung jari pemeriksa, pada jarak
1-5 m.
- Notasi: x/60, x: jarak terakhir pasien dapat menghitung jari
- Contoh: 1/60 artinya pasien hanya dapat menghitung jari pada
jarak 1 m sedangkan orang normal dapat menghitung jari pada
jarak 60 m

Gambar 3. Hitung Jari

5
c. Lambaian Tangan
- Apabila penderita tidak dapat menghitung jari, maka
dipergunakan lambaian tangan pemeriksa pada jarak 1 meter
- Salah satu mata pasien ditutup
- Lakukan lambaian tangan di depan mata yang akan diperiksa
- Pasien diminta untuk mengenali arah bayangan lambaian
tangan
- visus dasar yaitu 1/300: pasien dapat melihat lambaian tangan
pada jarak 1 m sedangkan orang normal pada jarak 300 m

d. Persepsi Cahaya
- Apabiila pasien tidak dapat mengenali bayangan lambaian
tangan pada jarak 1 meter
- Pasien diminta untuk membedakan gelap dan terang
menggunakan sumber cahaya senter
- Bila pasien dapat membedakan gelap dan terang  visus dasar
yaitu 1/~
- Bila pasien tidak dapat membedakan gelap dan terang  visus
dasar: 0
- Bila pasien dapat membedakan gelap dan terang, pasien
diminta untuk mengenali arah datang sumber cahaya
- Bila pasien mengenali arah datang sumber cahaya  1/~ light
projection baik
- Bila pasien tidak dapat mengenali arah datang sumber cahaya
 1/~ light projection jelek

6
Gambar 4. Persepsi Sinar

2. Visus Dekat
Visus dekat merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat
benda-benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada
keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di
retina. Visus dekat dapat periksa dengan Reading Card/ Notasi Jaeger/
kartu membaca. Kelainan yang dapat dijumpai adalah presbiopi
(gangguan akomodasi yang dapat dijumpai pada semua orang setelah
usia lebih dari 40 tahun yang bukan merupakan kelainan patologis). Pada
pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat
yang berkekuatan tertentu, yaitu (Ilyas, 2015):
- S+ 1.00 D untuk usia 40 tahun
- S+ 1.50 D untuk usia 45 tahun
- S+ 2.00 D untuk usia 50 tahun
- S+ 2.50 D untuk usia 55 tahun
- S+ 3.00 D untuk usia 60 tahun

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi S+ 3.00 dioptri


adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada
keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak
33cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3.00
dioptri sehingga sinar yang keluar sejajar (Ilyas, 2015).

7
Gambar 5. Reading Card

Cara melakukan pemeriksaan visus dengan Reading Card:


- Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30 cm
- normalnya penderita dapat membaca hingga baris jaeger 2 (j2).
- Contoh penulisan: Add S+ 1.00 > J2

C. Visus Koreksi
Ketajaman penglihatan yang belum dikoreksi diukur tanpa
kacamata atau lensa kontak. Mengingat buruknya ketajaman penglihatan
yang belum dikoreksi dapat disebabkan oleh kelainan refraksi semata,
maka untuk menilai kesehatan mata secara lebih relevan, digunakan
ketajaman penglihatan yang terkoreksi (Vaughan, 2010).
Titik jauh mata tanpa bantuan bervariasi pada orang normal,
tergantung bentuk mata dan kornea. Mata emetrop secara alami berfokus
optimal pada penglihatan jauh. Mata ametrop (miopia, hipermetropia dan
astigmatik) memerlukan lensa koreksi agar terfokus dengan baik untuk
jarak jauh. Gangguan optik ini disebut kesalahan refraksi. Refraksi adalah

8
prosedur untuk menetapkan dan menghitung kesalahan optik tersebut
(American Academy of Ophtalmology 2005).
Refraksi adalah pembelokan suatu berkas cahaya. Refraksi terjadi
ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan tertentu ke
medium dengan kepadatan yang berbeda. Pada orang normal susunan
pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata normal disebut mata
emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat diretinanya pada
keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh
(Ilyas, 2015). Pada mata yang mengalami kelainan refraksi terjadi
ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur (Hartstein, 2015)
Macam kelainan refraksi diantaranya adalah:
1. Miopia
Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang
masuk mata tanpa akomodasi dibiaskan didepan retina. Miopia dapat
dikoreksi dengan lensa spheris concave/negatif (Hartono, 2007)
Cara mengukur Kekuatan Lensa Sferis (trial and error):
- Pasien duduk 6 meter dari Snellen chart.
- Pada mata dipasang trial frame.
- Satu mata ditutup dengan okluder.
- Dimulai pada mata sebelah kanan terlebih dahulu
- Penderita diperintahkan membaca snellen chart dari jarak 6 meter
- Lakukan pin hole
- Dipasang trial lens
- Pasien membaca mulai dari huruf terbesar sampai terkecil, ubah
lensa sampai huruf pada jarak 6/6 dapat dibaca dengan jelas, pilih
lensa yang negatif terkecil hingga mencapai visus koreksi terbaik
- Lakukan hal yang sama pada mata kiri
- Interpretasi: VOD 0,5 S -1,50 > 1,0

9
2. Hipermetropia
Hipermetropia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar
yang masuk mata tanpa akomodasi dibiaskan dibelakang retina. Pada
mata hipermetropia dikoreksi dengan lensa spheris convex/positif
(Vaughan, 2010).
Cara mengukur kekuatan lensa sferis (trial and error):
- Pasien duduk 6 meter dari Snellen chart.
- Pada mata dipasang trial frame.
- Satu mata ditutup dengan okluder.
- Dimulai pada mata sebelah kanan terlebih dahulu
- Penderita diperintahkan membaca snellen chart dari jarak 6 meter
- Lakukan pin hole
- Dipasang trial lens
- Pasien membaca mulai dari huruf terbesar sampai terkecil, ubah
lensa sampai huruf pada jarak 6/6 dapat dibaca dengan jelas, pilih
lensa yang positif terbesar hingga mencapai visus koreksi terbaik
- Lakukan hal yang sama pada mata kiri
- Interpretasi: VOS 0,6 S +2 > 1,0

3. Astigmatisme
Astigmatisme adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar
yang masuk tanpa akomodasi dibiaskan lebih dari satu titik. Pada mata
astigmatisme dikoreksi dengan lensa silinder (Vaughan, 2010)
Penentuan koreksi astigmatisme lebih kompleks dari berbagai
jenis teknik pemeriksaan refraksi subjektif yang dapat dilakukan. Uji
pengkabutan (fogging test) digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme
dengan menggunakan lensa positif untuk mengistirahatkan akomodasi.
Dengan mata istirahat pasien melihat kearah juring astigmatisme
(gambar ruji-ruji), bila garis vertikal terlihat jelas berarti garis ini
terproyeksi dengan baik di retina dan diperlukan koreksi bidang
vertikal menggunakan lensa silinder negatif dengan axis 180 derajat,

10
kekuatan lensa silinder ditambahkan hingga garis-garis pada juring
astigmat tampak sama jelas (Williams, 2014).

Gambar 6. Juring Astigmatisme

Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam


pemeriksaan dengan menggunakan astigmat dial:
- Ketajaman visus dipertahankan dengan menggunakan sferis.
- Lakukan fogging dan kipas astigmat untuk mencari aksis lensa
silindris yaitu dengan cara: garis paling tebal kemudian + 90 yang
disebut dengan aksis
- Lepas fogging lens
- Cari kekuatan lensa silinder yang diperlukan
- Tambahkan silinder + 0,25 D dengan axis seperti yang ditetapkan
- Jika pasien dapat membaca lebih baik dari sebelumnya  maka
disebut dengan astigmatisme hipermetropia  setelah itu ditambah
lensa C +0,5 D hingga mencapai visus koreksi terbaik
- Tetapi jika pasien membaca lebih buram  maka disebut dengan
astigmatisme miopia  maka lensa diganti dengan C -0,5 D hingga
mencapai visus koreksi terbaik

11
III. KESIMPULAN

1. Pemeriksaan visus adalah pemeriksaan fungsi mata untuk mengetahui


sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan
2. Visus jauh dapat diperiksa menggunakan Snellen Chart, hitung jari,
lambaian tangan, dan persepsi cahaya
3. Visus dekat dapat diperiksa dengan reading card/ notasi Jaeger/ kartu
membaca
4. Visus dapat dikoreksi menggunakan lensa spheris positif (+), negatif (-),
dan silinder

12
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology. 2005. Basic & Clinical Science Course.


Section 3 Optics, Refraction, and Contact Lenses.

Guyton. 2013. Fisiologi Manusia. 593-533, ed. 3. Jakarta: EGC.

Hartono. 2007. Refraksi dalam: ilmu Penyakit Mata. Yogyakarta: bagian


ilmu Penyakit mata FK UGM.

Hartstein, J. 2015. Review of Refraction. St Louis : The CV Mosby Company.

Ilyas, S. 2015. Ilmu Penyakit Mata Ed-5. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

James, B. 2005. Lecture Notes Oftalmologi Ed-9. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Pearce. E. 2012. Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis. 314-32. Jakarta:


Gramedia.

Vaughan. 2010. Oftalmologi Umum, 17th ed. Penerbit Widya Medika, Jakarta.

Williams W. 2014. Corneal and Refractive Anomali. Dalam: Wright K, Head


MD, editor. Textbook Of Ophthalomology. Waverly company. London.

13

Anda mungkin juga menyukai