Laporan Penyuluhan Wenny
Laporan Penyuluhan Wenny
1. Latar Belakang
Acquired Imune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang di sebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV
ditemukan dalam cairan tubuh terutama darah, cairan sperma, cairan vagina, air
susu ibu. Virus tersebut akan merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan
mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh manusia sehingga mudah
untuk terjangkit penyakit infeksi (Depkes RI, 2003).
Prevalensi kasus HIV menurut WHO (2015) menunjukkan jumlah orang dengan
HIV berjumlah 17.325 jiwa dan AIDS tercatat berjumlah 1.238 jiwa. Setiap hari
sekitar 6.300 orang terinveksi HIV, 700 orang pada anak-anak berusia dibawah 15
tahun, sekitar 5.500 infeksi pada orang remaja/dewasa muda berusia 15 tahun
keatas, yaitu 47% wanita, 39% remaja usia 15-24 tahun. Berdasarkan data WHO
2013, sekitar 95% orang terinfeksi HIV adalah dari negara berkembang (WHO:
2013).
Di Negara Indonesia kasus HIV/AIDS cukup memprihatinkan, HIV/AIDS di
Indonesia sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1987 hingga kini jumlah
penderitanya semakin meningkat, secara kumulatif jumlah penderita HIV/AIDS di
Indonesia dari 1 April 1987 sampai dengan 30 Juni 2014 mencapai 142.950
penderita HIV dan 55.623 penderita AIDS, dan telah merenggut 9.760 jiwa (Ditjen
PP& PL Kemenkes RI,2014).
Banyaknya jumlah penderita HIV/AIDS juga disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, maupun oral),
trasfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-
cairan tubuh tersebut (Pratiwi, 2011). Tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS,
sejalan dengan penurunan derajat imunitas. Secara imunologis, sel T yang terdiri
dari limfosit T-helpar, disebut limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik
secara kuantitas maupun kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik
akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar
protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+
yang kemudian menghambat aktivitas sel yang mempresentasikan antigen. Setelah
HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya bagian sampul tersebut
melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk ke dalam sel
membran. Pada bagian inti tersebut enzim reverse transcripatase yang terdiri dari
DNA polimerase dan ribonuclease. Pada inti yang mengandung RNA, dengan
enzim DNA polimerase menyusun DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuclease
memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase kemudian membentuk DNA kedua dari
DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan. HIV provirus yang berada pada
limfosit CD4+, kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel limfosit CD4
mengalami sitolisis. Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh, juga
menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di
otak, sel - sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel- sel epitel
pada usus, dan sel langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak
adalah encepalopati dan pada sel epitel usus adalah diare yang kronis. Gejala-gejala
klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut biasanya baru disadari setelah
beberapa waktu lamanya gejala selama bertahun- tahun. Sepanjang perjalanan
penyakit tersebut sel CD4+ mengalami penurunan jumlahnya dari 1000/ul sebelum
terinfeksi menjadi sekitar 200 – 300/ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun (Dian, 2007).
Pengetahuan HIV/AIDS menjadi sangat penting bagi masyarakat dikarenakan
pengetahuan menjadi salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi masyarakat
dalam cara mendeteksi dini penyakit HIV. Pemahaman masyarakat tentang deteksi
dini penyakit HIV yang kurang harus menjadi perhatian utama karena hal ini akan
memicu munculnya penularan penyakit infeksi akan lebih luas. Upaya untuk
mengurangi semakin tingginya angka penularan HIV/AIDS juga dilakukan oleh
pemerintah. Upaya yang di berikan pada kalangan masyarakat antara lain,
pemerintah melakukan sosialisasi HIV/AIDS berupa informasi-informasi tentang
deteksi dini HIV/AIDS. Informasi –informasi tersebut di sediakan untuk menambah
pengetahuan masyarakat tentang deteksi dini HIV/AIDS. Pada kenyataannya,
meskipun pemerintah telah banyak melakukan sosialisasi tentang HIV/AIDS yang
ditujukan untuk menurunkan angka penularan HIV/AIDS, namun hal tersebut tidak
memperoleh hasil secara maksimal. Hal ini dibuktikan masih kurangnya perhatian
masyarkat tentang gejala dari penyakit tersebut. Masyarakat harus bisa pertama
mengevaluasi penyakit kulit yang tidak kunjung sembuh, penurunan berat badan
secara drastis yang belum pernah dialami dalam riwayat kesehatannya, flu yang
terjadi dalam jangka waktu panjang serta berulang dengan masih tingginya angka
HIV/AIDS di kalangan masyarakat. Sementara itu, kondisi tersedianya berbagai
sarana informasi tentang deteksi dini HIV/AIDS masih kurang, baik itu berupa
bacaan yang mendidik maupun penyuluhan dari pihak-pihak yang terkait. Hal ini
akan mempertinggi angka kejadian HIV/AIDS (Wulandari, 2013).
Pemerikasaan dini terhadap HIV/AIDS perlu dilakukan karena penularannyapun
sangat cepat dan bersifat asimtomatik. Antiretroviral digunakan dalam
pengobatan infeksi HIV. Obat-obatan ini hanya bekerja melawan infeksi itu
sendiri dengan cara memperlambat reproduksi HIV dalam tubuh dan tidak
menyembuhkan penyakit tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan
dini berupa pemeriksaan VCT. Untuk memulai menjalani VCT tidaklah perlu
merasa takut karena konseling dalam VCT dijamin kerahasiaannya karena tes ini
dilakukan dengan berdialog dengan petugas kesehatan langsung. Maka dari itu,
hendaknya masyarakat mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk
deteksi dini penyakit HIV/AIDS agar terhindar dari HIV/AIDS (Amirudin, 2013).
2. Identifikasi Masalah
Prevalensi HIV/AIDS semakin meningkat setiap tahun dan menjadi
penyebab kematian yang cukup tinggi didunia. Hal ini dikarenakan kurangnya
pemahaman masyarakat mengenai cara penularan HIV/AIDS dan bahaya yang
ditimbulkannya. Maka diperlukan tindakan intervensi untuk mencegah
terjadinya HIV/AIDS pada masyarakat salah satunya penyuluhan pentingnya
pengetahuan mengenai HIV/AIDS.
4. Jumlah 30 enit
b. Faktor Pendukung
Kegiatan intervensi didukung dengan pembuatan media berupa leaflet, dan
slide tentang pentingnya pengetahuan HIV/AIDS di puskesmas berseri
Pangkalan Kerinci.
c. Kendala
Kendala selama melakukan intervensi adalah jumlah peserta hanya sedikit
sehingga perlu penyampaian secara lebih luas.