PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kanker atau Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma,
sesuai definisi Willis, adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan
tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal secara terus menerus walaupun
rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal dasar tentang neoplasma
adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.
Dalam penggunaan istilah kedokteran yang umum, neoplasma disebut sebagai tumor, dan
ilmu tentang tumor disebut onkologi ( dari oncos yaitu“tumor” dan logos adalah “ilmu”).
Dalam onkologi, pembagian neoplasma menjadi kategori jinak dan ganas yang didasarkan
pada penilaian tentang kemungkinan perilaku klinis neoplasma
Suatu tumor dikatakan jinak (benign) apabila gambaran mikroskopik dan makroskopiknya
mengisyaratkan bahwa tumor tersebut tetap akan terlokalisasi, tidak dapat menyebar ke tempat
lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal; pasien umumnya
selamat. Namun, tumor jinak dapat menimbulkan kelainan yang lebih dari sekedar benjolan
lokal dan kadang kadang tumor jinak menimbulkan penyakit serius (Kumar et al., 2012).
Tumor ganas (maligna) secara kolektif disebut kanker, yang berasal dari kata Latin untuk
kepiting, tumor melekat erat ke semua permukaan yang dipijaknya, seperti seekor kepiting.
Ganas, apabila diterapkan pada neoplasma, menunjukan lesi dapat menyerbu dan merusak
struktur di dekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastasis) serta menyebabkan kematian
(Kumar et al., 2012). Sehingga kanker rongga mulut merupakan suatu pertumbuhan sel kanker
yang dapat mengenai rongga mulut, meliputi bibir dan mukosa bibir, lidah, palatum, gingival,
dasar mulut dan mukosa pipi ( Lee et al., 2008).
Proses terjadinya neoplasma tidak dapat lepas dari siklus sel karena sistem kontrol
pembelahan sel terdapat pada siklus sel. Gangguan pada siklus sel dapat mengganggu proses
pembelahan sel sehingga dapat menyebabkan neoplasma. Kerusakan sel pada bagian kecilnya,
misalnya gen, dapat menyebabkan neoplasma ganas. Tetapi jika belum mengalami kerusakan
pada gen digolongkan pada neoplasma jinak, sel hanya mengalami gangguan pada faktor-
faktor pertumbuhan (growth factors) sehingga fungsi gen masih berjalan baik dan kontrol
pembelahan sel masih ada.
Pengobatan dapat dilakukan dengan cara operasi yang biasanya dirangkaian dengan
kemoterapi dan radioterapi. Bedah dapat menyebabkan mutilasi permanen, hilangnya organ
atau oerubahan fungsi mereka. Kemoterapi dan imunoterapi merupakan terapi adjuvant yang
relevan. Sedangkan radioterapi yang dengan atau tanpa kemoterapi dapat menyebabkan efek
samping sementara yang akan mereda pada akhir pengobatan. Meskipun demikian, dampak
ini telah banyak mampu membatasi keadaan pasien.
Kualitas hidup terkait kesehatan adalah sebuah konsep yang mencerminkan pengukuran
subjektif dari status kesehatan, umumnya dinilai dengan kuesioner generik atau penyakit
tertentu. Ada banyak penelitian tentang kualitas hidup dalam literatur; Namun, pencarian
literatur hanya menghasilkan beberapa penelitian tentang kualitas hidup pasca operasi yang
meneliti penerimaan perawatan bedah untuk pasien di Nigeria. Berdasarkan pengetahuan
penulis, tidak ada penelitian yang menyelidiki kualitas hidup pasca operasi pada pasien kanker
mulut yang melakukan perawatan bedah di Nigeria. Informasi yang diperoleh dari penelitian
ini sangat penting untuk meningkatkan hasil perawatan dan menjembatani kesenjangan antara
harapan pasien dan hasil bedah.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana mengevaluasi kualitas hidup pasca operasi pada pasien yang dirawat karena
kanker mulut.
C. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas hidup pasca operasi pada pasien
yang dirawat karena kanker mulut di sebuah rumah sakit tersier pemerintah di Nigeria Utara.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
Siklus sel adalah serangkaian peristiwa berulang yang dilalui sel. siklus sel termasuk
pertumbuhan, sintesis DNA, dan pembelahan sel. Dalam sel eukariotik, ada dua fase
pertumbuhan, dan pembelahan sel termasuk mitosis. Siklus sel dikendalikan oleh protein
regulator pada tiga pos pemeriksaan utama dalam siklus. Protein memberi sinyal sel untuk
memulai atau menunda fase berikutnya dari siklus. Sel eukariotik menghabiskan sebagian dari
“kehidupan” pada tahap interfase dari siklus sel, yang dapat dibagi ke dalam tiga fase, G1, S
dan G2. Selama interfase, sel melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Meskipun sel
memiliki banyak fungsi umum, seperti replikasi DNA, mereka juga memiliki fungsi spesifik
tertentu. Artinya, selama kehidupan sel jantung, sel jelas akan melakukan kegiatan tertentu
yang berbeda dari sel ginjal atau sel hati. Pembelahan sel adalah salah satu dari beberapa tahap
yang sel lalui selama masa hidup. Siklus sel adalah serangkaian peristiwa berulang yang
meliputi pertumbuhan, sintesis DNA, dan pembelahan sel. Siklus sel pada prokariota cukup
sederhana: sel tumbuh, DNA-nya bereplikasi, dan sel membelah. Pada eukariota, siklus sel
berlangsung lebih rumit.
1. Siklus Sel Eukariotik
Diagram pada Gambar di bawah merupakan siklus sel dari sel eukariotik. Siklus sel
eukariotik memiliki beberapa fase. Fase mitosis (M) sebenarnya meliputi mitosis dan
sitokinesis. Ini adalah ketika inti dan kemudian membagi sitoplasma. Tiga fase lainnya
(G1, S, dan G2) umumnya dikelompokkan bersama sebagai interfase. Selama interfase,
sel tumbuh, melakukan proses kehidupan rutin, dan mempersiapkan untuk membagi.
Gambar ini merupakan siklus sel pada eukariota. Gap Pertama, Sintesis, dan fase Gap Kedua membentuk interfase (I). fase M
(mitosis) meliputi mitosis dan sitokinesis. Setelah fase M, akan dihasilkan dua sel.
Jika siklus sel terjadi tanpa regulasi, sel mungkin pergi dari satu tahap ke tahap berikutnya
sebelum mereka siap. Siklus sel dikendalikan terutama oleh protein regulator. Protein ini
mengontrol siklus oleh sinyal sel untuk memulai atau menunda fase berikutnya dari siklus.
Mereka memastikan bahwa sel melengkapi fase sebelumnya sebelum pindah. Protein
regulator mengontrol siklus sel di pos pemeriksaan utama, yang ditunjukkan pada Gambar di
bawah ini. Ada sejumlah pos pemeriksaan utama.
Pos pemeriksaan G1, sebelum masuk ke fase S, membuat keputusan kunci apakah sel
harus membagi.
Pos pemeriksaan S menentukan apakah DNA telah direplikasi secara benar.
Pos pemeriksaan mitosis spindle terjadi pada titik di mana semua kromosom metafase
harus selaras pada pelat mitosis.
Pos pemeriksaan dalam siklus sel eukariotik memastikan bahwa sel siap untuk melanjutkan sebelum bergerak ke
tahap berikutnya dari siklus.
Mekanisme lain untuk menghambat mdm2 adalah dengan onkogen, suatu protein mutan
konstitutif aktif yang terus-menerus memberitahu sel untuk tumbuh (E1A, Ras, c-Myc).
Onkogen kemudian mengaktifkan p53 untuk mengenali ketika hal ini terjadi dan
menghentikan siklus sel. Namun, onkogen tidak mengarah pada pengaktifan ATM atau
DNA-PK, pada kenyataannya, onkogen bahkan tidak mengarah pada fosforilasi p53 pada
domain MDM2-binding. Jadi, bagaimana onkogen menghambat mdm2 dengan cara
menginduksi ekspresi protein supresor tumor disebut p19ARF (Gambar ).
Gambar.Regulasi p53 dilakukan mdm2 pada p19ARF (alternate reading frame darilokus INK4a/ARF(CDKN2A))
Oleh karena itulah, mudah di pahami bahwa p53 adalah gen yang paling sering termutasi
pada kanker. Dan dari sini, Anda bisa mengetahui pentingnya gen ini. Pada sel normal, p53
penting pada kontrol ada kesalahan terjadi, sebagai contoh kerusakan DNA atau sel
terstimulasi oleh onkogen, dan segera mengentikan siklus sel untuk mencegah sel menjadi
kanker. Jadi, jika sel kehilangan p53, sel akan kehilangan fung hanya mutasi p53 termutasi
saja yang ditemukan pada sel kanker, tetapi juga overekspresi mdm2 (yang menghambat
p53), juga hilangnya p19ARF. pada jalur Rb, bahwa p16 p19ARF (alternate reading yang
sama, dan pada ka p19ARF hilang.
Checkpoint selanjutnya terdapat pada fase S yang berfungsi mendeteksi kerusakan DNA
yang direplikasi. Checkpoint replikasi DNA selesai. Checkpoint terdapat kerusakan DNA,
protein kinase ATR akan memfosforilasi Chk1, kemudian Chk1 memfosforilasi Cdc25C
pada serin kompleks cycB-Cdk1 yang bertanggung jawab pada progresi fase G Selain itu,
Chk1 juga memfosforilasi Cdc25A yang bertugas mengaktifkan kompleks cycE-Cdk2 dan
cycA-Cdk2 yang berperan pada progresi fase S. Dengan difosforilasinya Cdc25A oleh
Chk1, kompleks cyc-Cdk menjadi tidak aktif dan terjadi S arrest.
Checkpoint yang terakhir, disebut spindle checkpoint, bertugas menjaga integritas genom
menjelang akhir mitosis. Jika terjadi kegagalan pada penempatan pasangan kromosom
pada spindle, akan terjadi mitosis arrest. Pada sel kanker, checkpoint tidak berfungsi
dengan baik dan siklus sel berlangsung tanpa kendali
2. Kanker dan Siklus Sel
Kanker adalah penyakit yang terjadi ketika siklus sel tidak lagi dapat diatur. Kanker bisa
terjadi karena DNA sel menjadi rusak. Kerusakan dapat terjadi karena paparan bahaya
seperti radiasi atau bahan kimia beracun. Sel kanker umumnya membagi lebih cepat
daripada sel normal. Mereka dapat membentuk suatu massa sel abnormal yang disebut
tumor (lihat Gambar di bawah). Sel-sel yang membelah dengan cepat mengambil nutrisi
dan ruang yang dibutuhkan sel normal. Hal ini dapat merusak jaringan dan organ dan
akhirnya menyebabkan kematian.
Sel-sel kanker yang tumbuh di luar kendali dan membentuk tumor.
B. Patofisiologi
Neoplasma atau tumor adalah transformasi sejumlah gen yang menyebabkan gen
tersebut mengalami mutasi pada sel DNA. Karsinogenesis akibat mutasi materi genetik ini
menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkontrol dan pembentukan tumor atau neoplasma.
Gen yang mengalami mutasi disebut proto-onkogen dan gen supresor tumor, yang dapat
menimbulkan abnormalitas pada sel somatik. Usia sel normal ada batasnya, sementara sel
tumor tidak mengalami kematian sehingga multiplikasi dan pertumbuhan sel berlangsung
tanpa kendali. Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi, fungsi, dan siklus
pertumbuhan, yang akhirnya menimbulkan disintegrasi dan hilangnya komunikasi antarsel.
Tumor diklasifikasikan sebagai benigna, yaitu kejadian neoplasma yang bersifat jinak dan
tidak menyebar ke jaringan sekitarnya. Sebaliknya, maligna disinonimkan sebagai tumor yang
melakukan metastatis, yaitu menyebar dan menyerang jaringan lain sehingga dapat disebut
tumor ganas.
Tumor yang agak jinak cenderung membentuk massa papiliferus dengan penyebaran ringan
kejaringan didekatnya. Tumor paling ganas menyebar cukup dalam serta cepat ke jaringan
didekatnya dengan penyebaran permukaan yang kecil, terlihat sebagai ulser nekrotik yang dalam.
Sebagian besar lesi yang terlihat terletak diantara kedua batas tersebut dengan daerah nekrose
yang dangkal pada bagian tengah lesi tepi yang terlipat serta sedikit menonjol. Walaupun terdapat
penyebaran lokal yang besar, tetapi anak sebar tetap berjalan. Metastase haematogenus terjadi
pada tahap selanjutnya.
Untuk terjadinya karsinogenesis diperlukan lebih dari satu mutasi. Bahkan
kenyataannya, beberapa serial mutasi terhadap kelas gen tertentu diperlukan untuk mengubah
suatu sel normal menjadi sel – sel tumor. Hanya mutasi pada gen tertentu yang berperan
penting pada divisi sel, apoptosis sel dan DNA repair yang akan mengakibatkan suatu sel
kehilangan regulasi terhadap poliferasinya.
Hampir semua sel neoplasma berasal dari satu sel yang mengalami mutasi karsinogenik. Sel
tersebut mengalami proses evolusi klonal yang akan menambah resiko terjadinya mutasi ekstra
pada sel desendens mutan. Sel – sel yang hanya memerlukan sedikit mutasi untuk menjadi ganas
diperkirakan bersumber dari tumor jinak. Ketika mutasi berakumulasi, maka sel tumor jinak itu
akan menjadi tumor ganas.
Proses karsinogenesis adalah proses bertahap suatu multisteps process. Sedikitnya ada tiga
tahapan, yaitu:
a. Inisiasi, proses inisiasi ini:
1. Karsinogen yang merupakan inhibitor adalah mutagen
2. Cukup terkena sekali paparan karsinogen
3. Keadaan ini permanen dan irreversible
4. Proses ini tidak mengubah ekspresi gen
b. Promosi, sifat – sifat promoter adalah:
1. Mengikuti kerja inisiator
2. Perlu paparan berkali – kali
3. Keadaan dapat reversible
4. Dapat mengubah ekspresi gen seperti: hiperplasia, induksi enzim, induksi diferensiasi
c. Progresi.
Pada progresi ini terjadi aktivasi, mutasi, atau hilangnya gen. pada progresi ini timbul
perubahan benigna menjadi pre-maligna dan maligna.
Tahap perjalanan sel menjadi tumor yang tergambar dari tiga tahap
yaitu inisiasi, promosi, dan progresi
Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-
faktorpertumbuhan, misalnya gangguan hormonal dan metabolisme.
Faktor eksternal, misalnya trauma kronis, iritasi termal kronis (panas/dingin), kebiasaan
buruk yang kronis, dan obat-obatan.
1. Odontogenik
- Ameloblastoma
- Ameloblastic fibroma
- Ameloblastic fibroodontoma
- Odontoameloblastoma
- Complex Odontoma
- Compound Odontoma
- Odontogenik fibroma
- Odontogenik Myxoma
- Benigna cementoblastoma
2. Non odontogenic
a. Osteogenik neoplasm
- Cemento-ossifyng fibroma
Tumor benigna pada rongga mulut dapat dijumpai pada : pada jaringan Gusi
/ membran mukoperiosteal dari pros.alveolar RA/RB Fibroma, Hyperplasia,
pyogenic granuloma, pregnancy tumor, papilloma, hemangioma, peripheral
giant cell reparative granuloma, peripheral giant cell tumor, neuroma
Plak
Eritroplakia (merah)
Leukoplakia (putih)
Eritroleukoplakia (merah dan putih)
Eksofitik
Merah
Putih
Merah jambu
Kombinasi banyak warna
Ulserasi
Non-ulserasi
Krusta
Lesi hitam atau kecoklatan
Blep
Permukaan yang kasar
Nyeri atau tidak nyeri
Perdarahan
Maloklusi
Bengkak di leher
Susah menelan
Perubahan rasa kecap
Perubahan suara
Terbentuknya sel kanker dan kemampuannya untuk ‘berjalan’, metastasis, adalah suatu
proses yang sangat kompleks, yang melibatkan benyak gen didalamnya. Pada perjalanannya,
satu sel kanker harus melepaskan diri dari kelompoknya (primary tumor) untuk mengadakan
invasi kedaerah sekitarnya, berusaha menembus pembuluh lymph atau secara langsung
mencari pembuluh darah, berjuang melawan proses pertahanan tubuh (hos immune defense),
berhenti diorgan tujuannya dan memulai berkembang biak di lingkungan barunya (secondary
tumor).
Dengan kemampuan bermetastasis sel kanker untuk menembus jaringan normal, maka tumor
ganas primer dapat menyebarkan sel-sel kankernya ke seluruh tubuh. Metastasis tumor ganas
dapat melalui bermacam-macam, yaitu :
1. Infiltratif
Adalah penyebaran ke jaringan sekitarnya, terjadi secara perlahan-lahan, sel-sel kanker
menyebuk ke dalam jaringan sehat sekitarnya atau di dalam ruang antara sel.
2. Limfogen
Yaitu sel-sel kanker masuk ke dalam pembuluh limfe dan merupakan embolus masuk ke
dalam kelenjar getah bening regional dan melekat pada simpainya.
3. Hematogen
Yaitu lewat pembuluh darah. Masuknya sel-sel kanker ke dalam pembuluh darah.
4. Implantasi
Biasanya terjadi di meja operasi, misal : jika alat telah digunakan untuk operasi dan dipakai
untuk operasi lagi tanpa disterilkan terlebih dahulu.
5. Perkontinuitatum
Yaitu kontak langsung, misalnya tumor gaster menjalar ke ovarium
PEMBAHASAN
Terapi radiasi diberikan dalam bentuk terapi sinar eksternal atau implan brakiterapi (implan
brakiterapi interstisial primer digunakan untuk lesi kecil pada komisura anterior bibir, lidah,
dan lantai mulut [lesi T1]). Terapi radiasi jarang digunakan sebagai terapi primer dan biasanya
digunakan sebagai terapi cadangan pada pasien pasca-terapi pembedahan dan memiliki resiko
tinggi rekurensi (seperti pada tumor primer yang luas, [T3-T4]), tumor primer dengan margin
positif, terdapat bukti invasi perineural atau perivaskuler, tumor dengan kedalaman lebih dari
4 mm, metastasis nodus limfatikus dengan bukti adanya penyebaran ekstrakapsuler).
Prognosis untuk lesi dini (T1-T2) pada rongga mulut biasanya baik. Dengan tingkat bertahan
hidup selama 5 tahun mencapai 80% hingga 90%. Tingkat bertahan hidup pada pasien dengan
lesi lanjut (T3 dan T4) dapat bervariasi mulai dari 30% hingga 60%, tergantung pada faktor-
faktor lain yang mempengaruhi prognosis seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
B. Radioterapi
Selain pembedahan dan kemoterapi, radioterapi juga dikenal sebagai teknik perawatan
kanker pada daerah kepala dan leher.
Definisi
Radioterapi adalah suatu teknik perawatan kanker dengan menggunakan radiasi ionisasi
untuk mengendalikan sel-sel kanker.
Mekanisme Kerja
Radioterapi merupakan pengobatan kanker dengan menggunakan radiasi ionisasi.
Radiasi ionisasi dibagi menjadi dua yaitu korpuskular dan elektromagnetik. Radiasi
korpuskular terdiri dari elektron, proton dan neutron. Radiasi elektromagnetik terdiri dari
sinar X atau sinar Gamma. Di dalam klinik digunakan radiasi elektromagnetik. Radiasi
ionisasi mempengaruhi atom dan molekul sel serta menghasilkan radikal bebas yang
tersebar ke dalam sel yang kemudian merusak target yaitu DNA dan mengakibatkan
kematian atau kehilangan kapasitas reproduksi sel. Sewaktu kandungan DNA
berduplikasi selama mitosis, sel-sel yang mempunyai aktivitas mitosis yang lebih tinggi
akan lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan sel-sel yang aktivitas mitosisnya lebih
rendah. Kerja radiasi ada yang secara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect).
Pada kerja radiasi secara langsung DNA dibelah sehingga mengganggu proses duplikasi.
Pada radiasi secara tidak langsung, air (H2O) dibagi menjadi dua elemen, H+ dan OH-,
yang akhirnya bereaksi dengan DNA dan mengganggu proses duplikasi.
Indikasi dan Kontraindikasi
Pasien yang menerima radioterapi dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu pasien
yang menjalani radioterapi sebagai perawatan kuratif dan pasien yang menjalani
radioterapi sebagai perawatan paliatif. Kelompok kuratif adalah :
1. Kasus - kasus dengan kanker sangat sensitif terhadap radioterapi
2. Kasus - kasus yang setelah pembedahan menunjukkan tingkat keberhasilan yang
rendah.
3. Kasus - kasus dengan lesi terletak di permukaan, yang mana jika diangkat
dengan pembedahan akan meninggalkan bekas luka yang besar
4. Kasus - kasus kontraindikasi anastesi
Pasien yang usianya sangat muda seharusnya tidak memperoleh perawatan
radioterapi. Bila radiasi mengenai organ kritis dan tidak dapat dihindari maka
radioterapi sebaiknya tidak dilakukan. Radiasi selama kehamilan dapat menyebabkan
gangguan yang sangat serius terhadap fetus. Leist melaporkan bahwa adanya kasus
mikrosepalus,gangguan terhadap perkembangan kepala serta gangguan perkembangan
gigi pada anakanak dari 21 wanita yang menerima sinar X selama masa kehamilan.
Keuntungan dari radioterapi termasuk fakta bahwa (1) anatomi normal dan fungsi
dipertahankan, (2) anestesi umum tidak diperlukan, dan (3) operasi penyelamatan tersedia
jika radioterapi gagal.
Kekurangan terutama mencakup fakta-fakta yang (1) efek samping yang umum; (2) obat
jarang, terutama untuk tumor besar; dan (3) operasi berikutnya lebih sulit dan berbahaya
dan kelangsungan hidup berkurang lebih lanjut.
C. Kesehatan Mulut dan Penyakit dalam Terapi Kanker Rongga Mulut
Komplikasi terapi kanker tergantung pada jenis keganasan dan lokasi, modalitas
pengobatan yang digunakan (yaitu, agen, sequencing, tingkat pengiriman, dosis), dan
faktor tuan rumah. Misalnya, tingkat keparahan mucositis lisan setelah terapi radiasi
tergantung pada radiasi pengion digunakan, tingkat di mana itu disampaikan, dan total
dosis yang diberikan.
Manifestasi dari terapi kanker mungkin termasuk mucositis dan ulserasi mulut, infeksi,
pendarahan, nyeri, xerostomia, ORN, hilangnya rasa, trismus, dan karies. Ini memerlukan
pencegahan dan manajemen.
Hal yang sangat penting yang harus diperhatikan adalah kebutuhan untuk konseling
psikososial; pasien harus dikonseling secara hati-hati untuk memastikan mereka dapat
menyesuaikan, setidaknya sebagian, dengan komplikasi terapi kanker.
Banyak pasien yang menjalani operasi kepala dan kanker leher, terutama dari leher,
dapat memiliki komplikasi pasca operasi yang mengancam jiwa. Ini sering dapat
diprediksi dengan penilaian pra operasi menggunakan kuesioner tertentu skala kegiatan,
penilaian penyalahgunaan alkohol, dan jumlah trombosit, karena trombositosis
mengidentifikasi pasien berisiko terinfeksi luka.
Adanya efek samping pada rongga mulut yang timbul akibat perawatan
radioterapi kanker pada daerah kepala dan leher, menjadikan pemeliharaan kesehatan
rongga mulut pasien sebagai salah satu prosedur penting dalam melaksanakan perawatan
radioterapi. Sebab apabila kesehatan rongga mulut pasien diabaikan, akibatnya akan
memperparah efek samping yang dirasakan pasien setelah radioterapi. Cara yang paling
efektif untuk menghindari masalah tersebut adalah dengan melakukan tindakan
perlindungan rongga mulut pasien, dimana peran dari dokter gigi dibutuhkan pada masa
sebelum, selama dan setelah radioterapi.
- Perlindungan Rongga Mulut Sebelum Radioterapi
a. Memeriksa dan menghilangkan sumber infeksi dan iritasi dalam rongga mulut
b. Menjelaskan kepada pasien mengenai pentingnya perlindungan rongga mulut
untuk memperkecil efek samping perawatan kanker pada rongga mulut.
Tindakan perlindungan terhadap rongga mulut yang dapat dilakukan antara lain
menyikat gigi dan lidah 2 - 3 kali sehari menggunakan sikat gigi halus. Pemakaian
denta al floss diperbolehkan jika pasien telah dilatih dengan tepat sehingga tidak
menimbulkan trauma. Pasien dengan kebersihan rongga mulut yang buruk atau
dengan penyakit peridontal dapat menggunakan obat kumur setiap hari sampai
kesehatan jaringan meningkat, diindikasikan obat kumur yang tidak mengandung
alkohol sebab dapat mengakibatkan dehidrasi jaringan. Aplikasi fluor bagi pasien
yang beresiko karies, merestorasi gigi yang karies, tonjol gigi yang tajam dibulatkan
untuk mencegah iritasi mekanis dan gigi yang memiliki prognosis yang buruk
sebaiknya dicabut sebelum radioterapi dimulai. Untuk meningkatkan kesehatan
rongga mulut dan mengurangi resiko infeksi, sebaiknya dilakukan skeling dan
pemberian antibiotik profilaktik, selain itu pasien dianjurkan untuk menghentikan
konsumsi tembakau dan alkohol sebelum radioterapi dimulai, karena tembakau dan
alkohol dapat mengiritasi mukosa.
Dokter gigi sebaiknya mengamati keadaan rongga mulut pasien setiap minggu
selama perawatan radioterapi untuk mengurangi keparahan efek samping. Tindakan
perlindungan terhadap rongga mulut yang dapat dilakukan selama menjalani
perawatan radioterapi antara lain melakukan penyikatan gigi dengan sikat gigi yang
halus 2-3 kali sehari menggunakan pasta gigi mengandung fluor, tetapi jika pasien
tidak dapat mentolerirnya akibat mukositis akan timbul rasa terbakar atau pedih pada
rongga mulut, untuk itu penyikatan gigi cukup dilakukan menggunakan air saja.
Dental floss jangan digunakan apabila pasien tidak dapat mencegah trauma jaringan.
Kumur – kumur dua kali sehari untuk meminimalkan jumlah bakteri dan jamur di
rongga mulut dengan obat kumur. Dokter gigi sebaiknya tetap mengamati
kemampuan pasien dalam membuka mulut selama menjalani radioterapi sebab
radiasi dapat menyebabkan fibrosis pada otot pengunyahan yang membuat pasien
sulit membuka mulut. Aplikasi krim pelembut dan pelindung bibir dan bagi pasien
yang memakai gigi tiruan dianjurkan untuk melepaskan gigi tiruan selama
radioterapi.
Dokter gigi sebaiknya mengamati keadaan rongga mulut pasien sekali dalam 1-
3 bulan pada dua tahun pertama setelah radioterapi dihentikan, dan selanjutnya setiap
3-6 bulan setelah itu. Setelah lima tahun kemudian , pasien dapat melakukan
kunjungan berkala ke dokter gigi sekali dalam setahun. Tindakan perlindungan
rongga mulut yang dapat dilakukan setelah radioterapi antara lain menyikat gigi 2 –
3 kali sehari menggunakan sikat gigi halus, selain itu pasien sebaiknya menggunakan
dental floss setiap hari. Obat kumur untuk mencegah infeksi dan meringankan
xerostomia diperlukan, serta konsumsi diet nonkariogenik dan aplikasi fluor untuk
mencegah karies. Apabila jaringan gingiva mudah berdarah, pasien sebaiknya
menyikat gigi dengan menggunakan kain kasa yang dilingkarkan ke jari dan
sebelumnya telah dibasahi terlebih dahulu dengan larutan antimikroba, contohnya
klorheksidin. Pemakaian gigi tiruan dihindari selama enam bulan setelah radioterapi
selesai dan pada waktu pemasangan gigi tiruan dilakukan dengan hati – hati untuk
mencegah iritasi dan trauma.
Pengukuran kualitas hidup bagi pasien kanker paska kemoterapi sangat diperlukan
untuk melihat sejauh mana pengobatan mempengaruhi kehidupan pasien. Aspek aspek
dalam kualitas hidup termasuk komponen fisik, emosional dan fungsional. Status
fungsional mengacu pada kemampuan melakukan aktifitas yang berhubungan dengan
kebutuhan dan ambisi, atau peran social yang diinginkan oleh pasien, pada tahap yang
paling dasar mengacu terhadap melakukan aktifitas sehari hari. Komponen fisik terkait
cara seseorang menanggapi dan menerima keadaan fisiknya. Penderita kanker setelah
menjalani kemoterapi akan mengalami kerontokan rambut, keluhan gantrointestinal
(muntah, diare), kelelahan fisik, infertile dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas
sehari hari. Seorang pasien yang menanggapi perubahan fisiknya secara negative setelah
menjalani kemoterai akan merasa tidak puas terhadap keadaan fisiknya sehingga
menurunkan kualitas hidup. Konsep emosional berhubungan dengan mood pasien. Dapat
berupa positif atau negative, meliputi perasaan stres atau penuh percaya diri terhadap
keberhasilan terapi yang diberikan.
Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas hidup penderita tumor ganas kepala dan
leher, Sebelum dilakukakan terapi terlebih dahulu dilakukan penilaian yang cermat
terhadap kesehatan umum pasien, kemungkinan follow up, dan perluansan tumor serta
metastasisnya. Tumor yang kecil dapat diobati secara adekuat dengan terapi radiasi dan
pembedahan. Untuk tumor yang besar biasanya dilakukan pengobatan kombinasi berupa
terapi radiasi dan pembedahan dengan terapi radiasi dilakukan sebelum dan pasca bedah.
Tumor rekuren yang tidak dapat diatasi dengan radiasi dan pembedahan ditindak lanjut
dengan kemoterapi.
Tingkat insidensi untuk rongga mulut dan kanker oropharyngeal telah meningkat
dalam beberapa tahun terakhir. Perawatan bedah untuk kanker rongga mulut memiliki
efek penting pada kualitas hidup,yang didefenisikan sebagai perbedaan yang dirasakan
antara status aktual dan standar ideal pasien. Aspek estetika dan fungsional sebagai gejala
dari akibat luka operasi bedah dan reseksi kanker yang berkaitkan dengan pra atau pasca
operasi radioterapi. Berkaitan juga dengan persepsi diri pasien dan kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sosial sehari-hari. Dalam beberapa kasus,
keadaan seperti kolostomi permanen atau shunt vaskular untuk dialisis biasanya dapat
disembunyikan oleh pasien selama interaksi sosial. Namun, untuk pasien kasus kanker
kepala dan leher sulit untuk menyembunyikan perubahan fungsional yang terjadi pasca
perawatan sehingga memiliki dampak negatif pada kepercayaan diri dan harga diri dan
pasien tersebut. Perbaikan dalam perawatan telah mengakibatkan penurunan angka
kematian dan akibatnya lebih banyak pasien dari sebelumnya hidup dengan sequelaes
penyakit. Sequelaes ini dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Dengan demikian,
pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan (HRQOL) semakin penting sebagai ukuran
hasil yang berharga, khususnya di bidang kanker mulut.
Kualitas Hidup (QoL) terdiri dari empat aspek utama: fungsi fisik, fungsi psikologis,
interaksi sosial dan penyakit, dan gejala terkait perawatan. Penerimaan perawatan bedah
untuk pasien akan kembali berfungsi sebaik sebelum operasi fisik, psikologis, dan fungsi
sosial merupakan hal yang masih memerlukan penelitian. Kuesioner generik memberikan
informasi berharga dengan menafsirkan status fungsional di lingkup yang lebih luas dari
kehidupan. Selain itu, karena mereka tidak spesifik untuk kanker mulut, mereka
berpotensi memungkinkan perbandingan dengan populasi bebas dari penyakit ini.
Namun, karena anatomi kompleks rongga mulut itu diinginkan untuk langkah-langkah
HRQOL generik dengan penggunaan yang berhubungan dengan kualitas kesehatan mulut
tertentu dari kehidupan (OHRQoL) tindakan. Kuesioner ini lebih sensitif dalam menilai
dampak dari kondisi rongga mulut pada kehidupan sehari-hari. Banyak penelitian yang
berhubungan dengan kualitas hidup di kepala dan kanker leher telah didasarkan pada
kelompok heterogen pasien sehubungan dengan situs dan tahap tumor, dan sering
retrospektif. Hanya beberapa studi prospektif telah berfokus pada anatomi situs tertentu.
Informasi lain mengenai pasca operasi penyesuaian kualitas hidup dan faktor-faktor yang
mempengaruhi tersebar di seluruh literatur sebagai pengamatan pribadi atau tayangan
klinis, meskipun sangat sedikit telah didukung oleh analisis statistik.
Pasien yang dirawat dengan operasi ditemukan memiliki peningkatan skor kualitas
hidup meskipun fakta bahwa tidak semua pasien ini telah menerima rekonstruksi penuh
pada saat dievaluasi. Menimbang bahwa kualitas hidup secara keseluruhan diukur setelah
perawatan bedah, dapat dijelaskan bahwa perbaikan dalam aspek penampilan merupakan
hal penting dari hasil bedah pada pasien.
Perbedaan yang paling penting yang ditemukan dalam sesuatu yang berhubungan
dengan makan, dan berbicara. Masalah makan terkait dengan sering mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan pada pasien dengan kanker mulut. Di sisi lain, masalah dengan
berbicara bisa disebabkan oleh pembatasan dalam mobilitas lidah (paling sering dikaitkan
dengan lokasi kanker mulut). Hal ini dapat mengakibatkan percakapan yang sulit
dipahami dan sangat berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
Aspek bahu mencatat skor tertinggi karena tak satu pun dari pasien pada penelitian ini
memiliki baik diseksi leher secara radikal ataupun operasi di bahu untuk rekonstruksi.
Aspek saliva mencatat skor yang sama karena aspek ini digunakan untuk menilai
xerostomia karena radioterapi. Semua pasien yang menyelesaikan formulir ini menerima
perawatan bedah saja. Aspek 'pengunyahan' memiliki skor rata-rata terburuk. Hal ini
mungkin karena kurangnya rekonstruksi tulang dan rehabilitasi prostetik pada sebagian
besar pasien. Penilaian keseluruhan pasien dari kualitas hidup mereka yang baik
meskipun kelemahan ini terlihat jelas.
Perawatan kanker di Nigeria sering dibatasi oleh kurangnya pengembangan
frastructural, penanganan pasien yang terlambat, dan kurangnya keuangan. Tidak adanya
scan tomografi terkomputerisasi (CT-scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan
frozen section untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan penentuan stadium kanker
mulut bisa menyesatkan para ahli bedah dan membatasi ruang lingkup perawatan.
Atchison et al.21 menyelidiki hubungan antara penilaian klinisi objektif dari hasil pasca
operasi pada perawatan fraktur mandibula dan penilaian subjektif pasien yang
menemukan bahwa kedua kelompok mungkin memiliki persepsi yang berbeda. Hasil
penilaian pasien sering terbatas pada aspek yang berhubungan dengan estetika dan atau
gangguan fungsional. Penelitian ini pada fraktur mandibula mengungkapkan bahwa
harapan pasien dan dokter mungkin berbeda. Ini juga dapat dilihat pada bedah kanker,
karena kebanyakan pasien yang tidak berpendidikan, awalnya hanya peduli dengan
menghilangkan beban tumor saja.
Banyak pasien menetapkan harapan mereka terutama pada perawatan pembedahan
dan tidak melihat keuntungan sejak awal. Juga, mungkin ada kanker 'faktor ketakutan'
yang akan meningkatkan penerimaan mereka terhadap eksisi bedah saja jika mereka
menganggap diri mereka dapat terbebas dari beban tumor. Pertimbangan lain adalah
presentasi akhir dari pasien kami sering dengan merusak, massa fungating dengan bau
yang tidak sedap.
Alat penilaian kualitas hidup menyediakan banyak kebutuhan bagi pasien mengenai
persepsi diri dan kesan perawatan yang dapat diterima. Pemahaman lebih lanjut dari
kebutuhan dan persepsi pasien akan menghasilkan penatalaksanaan pasien yang lebih
baik dan skor kualitas hidup akhirnya lebih baik. Meskipun penelitian ini adalah penilaian
subjektif pada pasien setelah review pascaoperasi 6 bulan, itu menyoroti pentingnya
penelitian kualitas hidup pada pasien kanker mulut yang dirawat. Penelitian selanjutnya
bisa bertujuan untuk membandingkan kualitas hidup antara pasien dengan modalitas
perawatan yang berbeda.
BAB IV
KESIMPULAN
Aspek 'Penampilan,' 'hiburan,' dan 'pengunyahan' yang diidentifikasi sebagai penentu yang
paling penting dari kualitas hidup pasca operasi pada pasien dengan kanker mulut dalam penelitian
ini. Juga, peningkatan skor kualitas hidup pasca operasi menunjukkan bahwa intervensi
diindikasikan untuk kasus operasi. Penelitian kualitas hidup dapat menjadi panduan bagi pengasuh
untuk merencanakan perawatan berdasarkan harapan pasien, sehingga membuat penalatalaksaan
yang lebih holistik.
Maher et al. mengatakan bahwa selalu ada perbedaan yang signifikan antara persepsi
mengenai dampak harian cacat pasca operasi dengan kualitas hidup. Kecenderungan dokter adalah
untuk melebih-lebihkan secara objektif pengobatan dan meremehkan masalah yang lebih
subjektif. Penelitian berguna dalam perawatan mulai pra-operasi, selama konseling pasien,dan
menawarkan kemungkinan untuk memberikan informasi lebih rinci mengenai gejala sementara
atau persisten dan cacat akibat pengobatan, selalu mengingat bahwa perpanjangan hidup pasien
selalu memiliki harga dalam hal kualitas hidup residual.