Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN ILMU BEDAH MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

KUALITAS HIDUP SETELAH PERAWATAN KANKER RONGGA


MULUT

Nama : Novia Bani

Nim : J 111 10 284

Pembimbing : drg. Abul Fauzi, Sp.BM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


PADA BAGIAN ILMU BEDAH MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kanker atau Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma,
sesuai definisi Willis, adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan
tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal secara terus menerus walaupun
rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal dasar tentang neoplasma
adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.
Dalam penggunaan istilah kedokteran yang umum, neoplasma disebut sebagai tumor, dan
ilmu tentang tumor disebut onkologi ( dari oncos yaitu“tumor” dan logos adalah “ilmu”).
Dalam onkologi, pembagian neoplasma menjadi kategori jinak dan ganas yang didasarkan
pada penilaian tentang kemungkinan perilaku klinis neoplasma
Suatu tumor dikatakan jinak (benign) apabila gambaran mikroskopik dan makroskopiknya
mengisyaratkan bahwa tumor tersebut tetap akan terlokalisasi, tidak dapat menyebar ke tempat
lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal; pasien umumnya
selamat. Namun, tumor jinak dapat menimbulkan kelainan yang lebih dari sekedar benjolan
lokal dan kadang kadang tumor jinak menimbulkan penyakit serius (Kumar et al., 2012).
Tumor ganas (maligna) secara kolektif disebut kanker, yang berasal dari kata Latin untuk
kepiting, tumor melekat erat ke semua permukaan yang dipijaknya, seperti seekor kepiting.
Ganas, apabila diterapkan pada neoplasma, menunjukan lesi dapat menyerbu dan merusak
struktur di dekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastasis) serta menyebabkan kematian
(Kumar et al., 2012). Sehingga kanker rongga mulut merupakan suatu pertumbuhan sel kanker
yang dapat mengenai rongga mulut, meliputi bibir dan mukosa bibir, lidah, palatum, gingival,
dasar mulut dan mukosa pipi ( Lee et al., 2008).
Proses terjadinya neoplasma tidak dapat lepas dari siklus sel karena sistem kontrol
pembelahan sel terdapat pada siklus sel. Gangguan pada siklus sel dapat mengganggu proses
pembelahan sel sehingga dapat menyebabkan neoplasma. Kerusakan sel pada bagian kecilnya,
misalnya gen, dapat menyebabkan neoplasma ganas. Tetapi jika belum mengalami kerusakan
pada gen digolongkan pada neoplasma jinak, sel hanya mengalami gangguan pada faktor-
faktor pertumbuhan (growth factors) sehingga fungsi gen masih berjalan baik dan kontrol
pembelahan sel masih ada.
Pengobatan dapat dilakukan dengan cara operasi yang biasanya dirangkaian dengan
kemoterapi dan radioterapi. Bedah dapat menyebabkan mutilasi permanen, hilangnya organ
atau oerubahan fungsi mereka. Kemoterapi dan imunoterapi merupakan terapi adjuvant yang
relevan. Sedangkan radioterapi yang dengan atau tanpa kemoterapi dapat menyebabkan efek
samping sementara yang akan mereda pada akhir pengobatan. Meskipun demikian, dampak
ini telah banyak mampu membatasi keadaan pasien.

Kualitas hidup terkait kesehatan adalah sebuah konsep yang mencerminkan pengukuran
subjektif dari status kesehatan, umumnya dinilai dengan kuesioner generik atau penyakit
tertentu. Ada banyak penelitian tentang kualitas hidup dalam literatur; Namun, pencarian
literatur hanya menghasilkan beberapa penelitian tentang kualitas hidup pasca operasi yang
meneliti penerimaan perawatan bedah untuk pasien di Nigeria. Berdasarkan pengetahuan
penulis, tidak ada penelitian yang menyelidiki kualitas hidup pasca operasi pada pasien kanker
mulut yang melakukan perawatan bedah di Nigeria. Informasi yang diperoleh dari penelitian
ini sangat penting untuk meningkatkan hasil perawatan dan menjembatani kesenjangan antara
harapan pasien dan hasil bedah.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana mengevaluasi kualitas hidup pasca operasi pada pasien yang dirawat karena
kanker mulut.
C. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas hidup pasca operasi pada pasien
yang dirawat karena kanker mulut di sebuah rumah sakit tersier pemerintah di Nigeria Utara.

BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan tahapan siklus sel

Siklus sel adalah serangkaian peristiwa berulang yang dilalui sel. siklus sel termasuk
pertumbuhan, sintesis DNA, dan pembelahan sel. Dalam sel eukariotik, ada dua fase
pertumbuhan, dan pembelahan sel termasuk mitosis. Siklus sel dikendalikan oleh protein
regulator pada tiga pos pemeriksaan utama dalam siklus. Protein memberi sinyal sel untuk
memulai atau menunda fase berikutnya dari siklus. Sel eukariotik menghabiskan sebagian dari
“kehidupan” pada tahap interfase dari siklus sel, yang dapat dibagi ke dalam tiga fase, G1, S
dan G2. Selama interfase, sel melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Meskipun sel
memiliki banyak fungsi umum, seperti replikasi DNA, mereka juga memiliki fungsi spesifik
tertentu. Artinya, selama kehidupan sel jantung, sel jelas akan melakukan kegiatan tertentu
yang berbeda dari sel ginjal atau sel hati. Pembelahan sel adalah salah satu dari beberapa tahap
yang sel lalui selama masa hidup. Siklus sel adalah serangkaian peristiwa berulang yang
meliputi pertumbuhan, sintesis DNA, dan pembelahan sel. Siklus sel pada prokariota cukup
sederhana: sel tumbuh, DNA-nya bereplikasi, dan sel membelah. Pada eukariota, siklus sel
berlangsung lebih rumit.
1. Siklus Sel Eukariotik
Diagram pada Gambar di bawah merupakan siklus sel dari sel eukariotik. Siklus sel
eukariotik memiliki beberapa fase. Fase mitosis (M) sebenarnya meliputi mitosis dan
sitokinesis. Ini adalah ketika inti dan kemudian membagi sitoplasma. Tiga fase lainnya
(G1, S, dan G2) umumnya dikelompokkan bersama sebagai interfase. Selama interfase,
sel tumbuh, melakukan proses kehidupan rutin, dan mempersiapkan untuk membagi.
Gambar ini merupakan siklus sel pada eukariota. Gap Pertama, Sintesis, dan fase Gap Kedua membentuk interfase (I). fase M
(mitosis) meliputi mitosis dan sitokinesis. Setelah fase M, akan dihasilkan dua sel.

Pengaturan Siklus Sel

Jika siklus sel terjadi tanpa regulasi, sel mungkin pergi dari satu tahap ke tahap berikutnya
sebelum mereka siap. Siklus sel dikendalikan terutama oleh protein regulator. Protein ini
mengontrol siklus oleh sinyal sel untuk memulai atau menunda fase berikutnya dari siklus.
Mereka memastikan bahwa sel melengkapi fase sebelumnya sebelum pindah. Protein
regulator mengontrol siklus sel di pos pemeriksaan utama, yang ditunjukkan pada Gambar di
bawah ini. Ada sejumlah pos pemeriksaan utama.

 Pos pemeriksaan G1, sebelum masuk ke fase S, membuat keputusan kunci apakah sel
harus membagi.
 Pos pemeriksaan S menentukan apakah DNA telah direplikasi secara benar.
 Pos pemeriksaan mitosis spindle terjadi pada titik di mana semua kromosom metafase
harus selaras pada pelat mitosis.
Pos pemeriksaan dalam siklus sel eukariotik memastikan bahwa sel siap untuk melanjutkan sebelum bergerak ke
tahap berikutnya dari siklus.

Checkpoint pada siklus sel


Untuk menjamin bahwa DNA berduplikasi dengan akurat dan separasi dari kromosom
terjadi dengan benar, maka siklus sel melakukan mekanisme checkpoint. Checkpoint
bertugas mendeteksi kerusakan DNA. Apabila terdapat kerusakan DNA, checkpoint akan
memacu cell cycle arrest sementara untuk perbaikan DNA atau cell cycle arrest permanen
sehingga sel memasuki fase senescent. Bila mekanisme cell cycle arrest tidak cukup
menjamin DNA yang rusak diduplikasi, maka sel akan dieliminasi dengan cara apoptosis.
Faktor checkpoint pertama pada sel mamalia dikenal dengan restriction point (R) dan
muncul menjelang akhir G1. Pada checkpoint ini, DNA sel induk diperiksa apakah
terdapat kerusakan atau tidak. Bila terdapat DNA yang rusak, siklus sel dihentikan hingga
mekanisme repair DNA rusak telah selesai. Setelah melampaui R, sel menjadi commited
(komitment) untuk menyelesaikan keseluruhan satu siklus (no return point) dan
selanjutnya sel harus mampu melakukan replikasi DNA. Bila tidak melampaui R, sel
dapat kembali ke fase G0. Hilangnya kontrol dari R akan menghasilkan survival DNA
yang rusak.
p53 pathway
Pada checkpoint G1/S, kerusakan DNA dapat memacu cell cycle arrest dan proses ini
adalah p53-dependent. Secara umum, level p53 sel rendah karena diregulasi negatif oleh
mdm2 yang mentarget degradasi p53, namun kerusakan DNA dapat menginduksi aktivitas
p53 dengan cepat.
p53 dikontrol oleh mdm2 dan p19ARF. Level protein p53 secara normal adalah pada
konsentrasi rendah di dalam sel. Namun, sekali distimulasi, level protein secara cepat akan
meningkat sepanjang waktu paruhnya, sedangkan level mRNA relatif tidak berubah.
Regulasi p53 terjadi pada level protein (bukan DNA atau RNA) adalah hal yang sangat
kritikal pada aktivasinya. Regulator negatif p53 yaitu mdm2 yang merupakan suatu p53-
responsive gene (gen yang terekspresi melalui faktor transkripsi p53).
Sehingga dapat dibayangkan di sini ada loop umpan balik negatif di sini. p53 teraktifkan
dan kemudian meningkatkan level mdm2. Mdm2 kemudian menginaktifkan p53 dengan
cara mengikat kompleks atau mendegradasi p53. Jika sel ingin menaikkan level protein
p53 maka sel perlu menghambat mdm2. Hal itu tergantung pada rangsangan misal adalah
agen perusak DNA (radiasi, UV, obat kemoterapi). DNA damage agent akan menginduksi
aktivasi kinase (seperti ATM dan DNA-PK) yang dapat memfosforilasi critical residu
serin dalam domain Mdm2-binding domain dari p53.
Skematik dari domain p53
termasuk situs modifikasi post translasi (fosforilasi dan
asetilasi) yang terlibat dalam stabilisasi, aktivasi, atau
penekanan

Fosforilasi p53 pada serin- 15 dan serin-37 oleh


ATM atau protein kinase lain setelah terjadi kerusakan DNA dapat mencegah ikatan
MDM2 dengan p53. Jadi, ketika p53 terfosforilasi sini (Gambar), dia tidak bisa lagi
mengikat mdm2. Kemudian, inilah yang mampu menghilangkan penghambatan p53
dimediasi mdm2. DNA damage agent mengaktifkan p53 agar jika DNA rusak, bisa
menghasilkan selsel dengan mutasi yang merusak, yang kemudian dapat mengakibatkan
kanker. Jadi, p53 mengenali ketika sel telah mengalami kerusakan DNA dan menghentikan
siklus sel (cell cycle arrest) sehingga sel dapat memperbaiki kerusakan (repair), atau dalam
banyak kasus, hanya memberitahu sel untuk bunuh diri (apoptosis), yaitu dengan cara
menstimulasi transkripsi gen seperti p21 dan Bax sehingga siklus sel berhenti atau terjadi
apoptosis
Gambar . Onkogen dan DNA damage agent mengaktifkan p53 melalui mekanisme yang berbeda. p19ARF bertindak
sebagai perantara dalam aktivasi p53 oleh onkogen mitogenik seperti E1A, Ras, c-myc. Sebaliknya, aktivasi p53
karena DNA damage agent melibatkan de novo fosforilasi serin 15 pada domain p53 (dan residu lainnya) oleh kinase
seperti protein kinase DNA-dependent (DNA-PK) atau produk dari gen ataksia-telangiectasia (ATM). Activation of p53
by oncogenes does not involve phosphorylation on serine-15, and both serine-15 phosphorylation (not shown) and p53
activation following DNA damage are unimpaired in the absence of ARF. Oleh karena itu, dua jalur sinyal upstream ke
p53 secara fundamental berbeda

Mekanisme lain untuk menghambat mdm2 adalah dengan onkogen, suatu protein mutan
konstitutif aktif yang terus-menerus memberitahu sel untuk tumbuh (E1A, Ras, c-Myc).
Onkogen kemudian mengaktifkan p53 untuk mengenali ketika hal ini terjadi dan
menghentikan siklus sel. Namun, onkogen tidak mengarah pada pengaktifan ATM atau
DNA-PK, pada kenyataannya, onkogen bahkan tidak mengarah pada fosforilasi p53 pada
domain MDM2-binding. Jadi, bagaimana onkogen menghambat mdm2 dengan cara
menginduksi ekspresi protein supresor tumor disebut p19ARF (Gambar ).
Gambar.Regulasi p53 dilakukan mdm2 pada p19ARF (alternate reading frame darilokus INK4a/ARF(CDKN2A))

Oleh karena itulah, mudah di pahami bahwa p53 adalah gen yang paling sering termutasi
pada kanker. Dan dari sini, Anda bisa mengetahui pentingnya gen ini. Pada sel normal, p53
penting pada kontrol ada kesalahan terjadi, sebagai contoh kerusakan DNA atau sel
terstimulasi oleh onkogen, dan segera mengentikan siklus sel untuk mencegah sel menjadi
kanker. Jadi, jika sel kehilangan p53, sel akan kehilangan fung hanya mutasi p53 termutasi
saja yang ditemukan pada sel kanker, tetapi juga overekspresi mdm2 (yang menghambat
p53), juga hilangnya p19ARF. pada jalur Rb, bahwa p16 p19ARF (alternate reading yang
sama, dan pada ka p19ARF hilang.
Checkpoint selanjutnya terdapat pada fase S yang berfungsi mendeteksi kerusakan DNA
yang direplikasi. Checkpoint replikasi DNA selesai. Checkpoint terdapat kerusakan DNA,
protein kinase ATR akan memfosforilasi Chk1, kemudian Chk1 memfosforilasi Cdc25C
pada serin kompleks cycB-Cdk1 yang bertanggung jawab pada progresi fase G Selain itu,
Chk1 juga memfosforilasi Cdc25A yang bertugas mengaktifkan kompleks cycE-Cdk2 dan
cycA-Cdk2 yang berperan pada progresi fase S. Dengan difosforilasinya Cdc25A oleh
Chk1, kompleks cyc-Cdk menjadi tidak aktif dan terjadi S arrest.
Checkpoint yang terakhir, disebut spindle checkpoint, bertugas menjaga integritas genom
menjelang akhir mitosis. Jika terjadi kegagalan pada penempatan pasangan kromosom
pada spindle, akan terjadi mitosis arrest. Pada sel kanker, checkpoint tidak berfungsi
dengan baik dan siklus sel berlangsung tanpa kendali
2. Kanker dan Siklus Sel

Kanker adalah penyakit yang terjadi ketika siklus sel tidak lagi dapat diatur. Kanker bisa
terjadi karena DNA sel menjadi rusak. Kerusakan dapat terjadi karena paparan bahaya
seperti radiasi atau bahan kimia beracun. Sel kanker umumnya membagi lebih cepat
daripada sel normal. Mereka dapat membentuk suatu massa sel abnormal yang disebut
tumor (lihat Gambar di bawah). Sel-sel yang membelah dengan cepat mengambil nutrisi
dan ruang yang dibutuhkan sel normal. Hal ini dapat merusak jaringan dan organ dan
akhirnya menyebabkan kematian.
Sel-sel kanker yang tumbuh di luar kendali dan membentuk tumor.

B. Patofisiologi
Neoplasma atau tumor adalah transformasi sejumlah gen yang menyebabkan gen
tersebut mengalami mutasi pada sel DNA. Karsinogenesis akibat mutasi materi genetik ini
menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkontrol dan pembentukan tumor atau neoplasma.
Gen yang mengalami mutasi disebut proto-onkogen dan gen supresor tumor, yang dapat
menimbulkan abnormalitas pada sel somatik. Usia sel normal ada batasnya, sementara sel
tumor tidak mengalami kematian sehingga multiplikasi dan pertumbuhan sel berlangsung
tanpa kendali. Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi, fungsi, dan siklus
pertumbuhan, yang akhirnya menimbulkan disintegrasi dan hilangnya komunikasi antarsel.
Tumor diklasifikasikan sebagai benigna, yaitu kejadian neoplasma yang bersifat jinak dan
tidak menyebar ke jaringan sekitarnya. Sebaliknya, maligna disinonimkan sebagai tumor yang
melakukan metastatis, yaitu menyebar dan menyerang jaringan lain sehingga dapat disebut
tumor ganas.
Tumor yang agak jinak cenderung membentuk massa papiliferus dengan penyebaran ringan
kejaringan didekatnya. Tumor paling ganas menyebar cukup dalam serta cepat ke jaringan
didekatnya dengan penyebaran permukaan yang kecil, terlihat sebagai ulser nekrotik yang dalam.
Sebagian besar lesi yang terlihat terletak diantara kedua batas tersebut dengan daerah nekrose
yang dangkal pada bagian tengah lesi tepi yang terlipat serta sedikit menonjol. Walaupun terdapat
penyebaran lokal yang besar, tetapi anak sebar tetap berjalan. Metastase haematogenus terjadi
pada tahap selanjutnya.
Untuk terjadinya karsinogenesis diperlukan lebih dari satu mutasi. Bahkan
kenyataannya, beberapa serial mutasi terhadap kelas gen tertentu diperlukan untuk mengubah
suatu sel normal menjadi sel – sel tumor. Hanya mutasi pada gen tertentu yang berperan
penting pada divisi sel, apoptosis sel dan DNA repair yang akan mengakibatkan suatu sel
kehilangan regulasi terhadap poliferasinya.
Hampir semua sel neoplasma berasal dari satu sel yang mengalami mutasi karsinogenik. Sel
tersebut mengalami proses evolusi klonal yang akan menambah resiko terjadinya mutasi ekstra
pada sel desendens mutan. Sel – sel yang hanya memerlukan sedikit mutasi untuk menjadi ganas
diperkirakan bersumber dari tumor jinak. Ketika mutasi berakumulasi, maka sel tumor jinak itu
akan menjadi tumor ganas.
Proses karsinogenesis adalah proses bertahap suatu multisteps process. Sedikitnya ada tiga
tahapan, yaitu:
a. Inisiasi, proses inisiasi ini:
1. Karsinogen yang merupakan inhibitor adalah mutagen
2. Cukup terkena sekali paparan karsinogen
3. Keadaan ini permanen dan irreversible
4. Proses ini tidak mengubah ekspresi gen
b. Promosi, sifat – sifat promoter adalah:
1. Mengikuti kerja inisiator
2. Perlu paparan berkali – kali
3. Keadaan dapat reversible
4. Dapat mengubah ekspresi gen seperti: hiperplasia, induksi enzim, induksi diferensiasi
c. Progresi.
Pada progresi ini terjadi aktivasi, mutasi, atau hilangnya gen. pada progresi ini timbul
perubahan benigna menjadi pre-maligna dan maligna.
Tahap perjalanan sel menjadi tumor yang tergambar dari tiga tahap
yaitu inisiasi, promosi, dan progresi

Staging tumor pada rongga mulut


Sistem yang dipakai adalah American Join Commite For Cancer Staging and End Result
reporting (AJCCS). Sistem yang dipakai adalah T.N.M yaitu: T:Tumor primer, N: Kelenjar
getah bening regional, M: Metastasis jauh tumor primer dan dipakai pada rongga
mulut:2,3,4,15,16
T – Tumor primer
TX : Tumor yang belum dapat dideteksi
T0 : Tidak ada bukti tumor primer
TIS : Karsinoma insitu (tumor permukaan)
T1 : Tumor besarnya 2 cm atau lebih kecil
T2 : Tumor lebih besar dari 2 cm tetapi lebih kecil dari 4 cm
T3 : Tumor lebih besar dari 4 cm
T4 : Tumor telah melibatkan struktur di sekitarnya seperti tulang kortikal atau otot –
otot lidah
N – Kelenjar getah bening regional
NX : Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperkirakan
N0 : Tidak ada metastatis ke kelenjar getah bening regional
N1 : Metastatis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran kurang dari 3
cm
N2 : Metastatis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran 3 - 6 cm atau
bilateral atau melibatkan kelenjar getah bening multiple dengan ukuran kurang dari
6 cm atau melibatkan kelenjar getah bening kontra lateral dengan ukuran kurang
dari 6 cm
N2a : Metastatis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran 3 - 6
cm
N2b : Metastatis ke kelenjar getah bening multiple dengan ukuran kurang dari 6 cm
N2c : Metastatis ke kelanjar getah bening kontra lateral dengan ukuran kurang dari
6 cm
N3 : Metastatis ke kelenjar getah bening dengan ukuran lebih dari 6 cm

M – Metastatis jauh tumor primer


MX : Adanya metastatis jauh tidak dapat diperkirakan
M0 : Tidak ada metastatis jauh dari tumor primer
M1 : Ada metastasis jauh dari tumor primer
Dari TNM sistem di atas, maka derajat tumor dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Stage 1 : T1 N0 M0
Stage 2 : T2 N0 M0
Stage 3 : T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
Stage 4 : T4 N0 M0
T1, T2, atau T3 dengan N2 atau N3 dan M0
T1, T2 atau T3 N2 atau N3 dan M1
C. Neoplasma/Tumor
Penyakit tumor secara medis adalah terbentuknya sebuah neoplasma yang disebabkan oleh
pertumbuhan sel yang tidak wajar (abnormal). Dan beberapa sel yang mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat akan mengakibatkan sebuah benjolan pada permukaan organ
tertentu.
Penyakit tumor memiliki banyak sekali jenis yang berbeda-beda, namun menurut
sifatnya, penyakit tumor dibedakan menjadi dua jenis saja, yang pertama adalah penyakit
tumor jinak dan yang kedua adalah penyakit tumor ganas.
Klasifikasi Tumor
Pada sel neoplasma terjadi perubahan sifat, sehingga sebagian besar energi
digunakan untuk berkembang biak. Berdasarkan garis besarnya dan keganasannya
neoplasma atau tumor dapat diklasifikasikan menjadi : jinak (benigna) dan ke
pertumbuhan ganas (maligna atau kanker). Tumor jinak (benigna) dan tumor ganas (maligna
atau kanker) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:6
1. Tumor Jinak ( Benigna )
a. Pertumbuhannya ekspansif
Pertumbuhan ekspansif yaitu mendesak jaringan sehat sekitarnya sehingga jaringan
sehat yang terdesak membentuk simpai atau kapsul dari tumor, maka dikatakan
tumor jinak umumnya bersimpai atau berkapsul. Karena tidak ada pertumbuhan
infiltratif biasanya tumor jinak dapat digerakkan dari dasarnya.
b. Tidak bersifat residif
Tumor jinak yang berkapsul bila diangkat mudah dikeluarkan seluruhnya sehingga
tidak ada jaringan tumor tertinggal dan tidak menimbulkan kekambuhan.
c. Tidak bermetastase
Tumor jinak biasanya tidak dapat bermetatase sehingga tumor jinak tidak dapat
menyebar kejaringan sekitarnya. Tumor adalah suatu benjolan yang disebabkan oleh
pertumbuhan sel.
d. Pertumbuhan yang lambat
Dengan pertumbuhan yang lambat tumor tidak cepat membesar dan dari pemeriksaan
mikroskopik tidak ditemukan gambaran mitosis abnormal. Adanya gambaran mitosis
sugestif tumor itu ganas.
e. Tidak menyebabkan kematian
Tumor jinak tidak membahayakan atau mengancam jiwa, namun bila tumor tersebut
tumbuh didaerah vital maka tumor tersebut dapat mengancam jiwa.
2. Tumor Ganas ( Maligna atau Kanker )
a. Pertumbuhan infiltratif
Pertumbuhan infiltratif yaitu tumbuh bercabang menyebuk kedalam jaringan sehat
sekitarnya, menyerupai jari kepiting sehingga disebut kanker. Karena itu tumor ganas
biasanya sulit digerakkan dari dasarnya.
b. Residif
Tumor ganas sering tumbuh kembali ( residif ) setelah diangkat atau diberi pengobatan
dengan penyinaran. Keadaan ini disebabkan adanya sel tumor yang tertinggal,
kemudian tumbuh dan membesar membentuk tumor ditempat yang sama.
c. Metastase
Walaupun tidak semua, umumnya tumor ganas sanggup mengadakan anak sebar
ditempat lain melalui peredaran darah ataupun cairan getah bening.
d. Pertumbuhan yang cepat
Secara klinik tumornya cepat membesar dan secara mikroskopik ditemukan mitosis
normal ( bipolar ) maupun abnormal ( atipik ). Sebuah sel membelah menjadi dua
dengan membentuk bipolar spindle. Pada tumor yang ganas terjadi pembelahan
multiple pada saat bersamaan sehingga dari sebuah sel dapat menjadi tiga atau empat
anak sel. Pembelahan abnormal ini memberikan gambaran mikroskopik mitosis atipik
seperti mitosis tripolar atau multipolar.
e. Tumor ganas bila tidak diobati akan menyebabkan kematian
Berbeda dengan tumor jinak biasanya tidak menyebabkan kematian bila letaknya tidak
berada didaerah vital.
D. Tumor JinakRongga Mulut
Tumor/neoplasma jinak di rongga mulut dapat berasal dari sel odontogen atau non odontogen.
Tumor-tumor odontogen sama seperti pembentukan gigi normal, merupakan interaksi antara
epitel odontogen dan jaringan ektomesenkim odontogen. Dengan demikian proses
pembentukan gigi sangat berpengaruh dalam tumor ini. Sedangkan tumor non odontogen
rongga mulut dapat berasal dari epitel mulut, nevus/pigmen, jaringan ikat mulut, dan kelenjar
ludah. Neoplasma/tumor jinak adalah pertumbuhan jaringan baru abnormal yang tanpa
disertai perubahan atau mutasi gen. Faktor penyebab yang merangsang tumor jinak
digolongkan dalam dua kategori, yaitu :

 Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-
faktorpertumbuhan, misalnya gangguan hormonal dan metabolisme.

 Faktor eksternal, misalnya trauma kronis, iritasi termal kronis (panas/dingin), kebiasaan
buruk yang kronis, dan obat-obatan.

Klasifikasi Neoplasma Jinak (Benigna)

1. Odontogenik

a. Epitelium odontogenik (berdasarkan asal jaringan)

- Ameloblastoma

- Calcifyng epitelial odontogenik tumor (pinborg tumor)

- Clear cell odontogenik tumor

- Squamos odontogenik tumor

- Adenomatoid odontogenik tumor

b. Epitelium dan ectomesenkim odontogenic

- Ameloblastic fibroma

- Ameloblastic fibroodontoma
- Odontoameloblastoma

- Complex Odontoma

- Compound Odontoma

c. Ektomesenkim( dengan atau tanpa epitelium odontogenik)

- Odontogenik fibroma

- Odontogenik Myxoma

- Benigna cementoblastoma

2. Non odontogenic

a. Osteogenik neoplasm

- Cemento-ossifyng fibroma

b. Lesi tulang non neoplastic

- cherubism -central giant cell granuloma, dll

Tumor benigna pada rongga mulut dapat dijumpai pada : pada jaringan Gusi
/ membran mukoperiosteal dari pros.alveolar RA/RB Fibroma, Hyperplasia,
pyogenic granuloma, pregnancy tumor, papilloma, hemangioma, peripheral
giant cell reparative granuloma, peripheral giant cell tumor, neuroma

Pada tulang kortikal RA/RB Exostoses, torus palatina, torus mandibula,


chondroma, osteochondroma, osteoma atau diffus hyperostosis Dalam tulang
kanselus RA/RB Diffuse hyperostosis osteoma, ossifyng fibroma, asteoid
osteoma, ameloblastoma, myxoma, odontoma, dll Diatas atau dibawah
mukosa pipi Fibroma, neuro fibroma, lipoma,fibropapilloma, hemangioma,
epulis fisuratum, pleomorpic adenoma,dll Pada palatum Fibroma,
fibromatosis, fibropapilloma, myxofibroma, rhabdomyoma, mixed tumor, dll
Pada lidah Papilloma, hemangioma, rhabdomyoma, myoblastoma,
leiomyoma, lympangioma Pada dasar mulut Mixed tumor (plemorpic
adenoma), myxofibroma, dll

E. Kanker Rongga Mulut


Kanker rongga mulut merupakan suatu pertumbuhan sel kanker yang dapat mengenai
rongga mulut, meliputi bibir dan mukosa bibir, lidah, palatum, gingival, dasar mulut dan
mukosa pipi. Penyebab kanker rongga mulut adalah multifaktorial. Tidak satu pun penyebab
kanker rongga mulut ditemukan secara pasti, tetapi kedua faktor ekstrinsik dan intrinsik
mungkin berhubungan. Faktor ekstrinsik terdiri dari kebiasaan merokok, minuman alkohol,
infeksi sifilis, dan terpapar sinar matahari (hanya kanker bibir). Faktor intrinsik terdiri dari
penyakit sistemik, seperti anemia defisiensi besi. Keturunan tidak menjadi faktor penyebab
utama dari kanker rongga mulut. Selain itu, beberapa kasus kanker rongga mulut berhubungan
dengan lesi prakanker, khususnya leukoplakia. Tumor ganas rongga mulut dapat berasal dari
jaringan epitel atau jaringan ikat. Tumor ganas yang berasal dari jaringan epitel antara lain
karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel basal, sedangkan contoh yang berasal dari jaringan
ikat adalah fibrosarkoma. Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor
ganas pada umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan
sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya
mencengkeram alat tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat membuat anak sebar
(metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah
dan pembuluh getah bening dan tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker
ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi
alat tersebut menjadi terganggu.

Tabel : Sistem Klasifikasi Stadium pada Kanker Rongga Mulut


Klasifikasi Kanker Rongga Mulut
Menurut Regezi et al. (2008) Berdasarkan lokasinya kanker rongga mulut dibagi atas
beberapa lokasi, yaitu :
1. Karsinoma di bibir, sebanyak 25-30% pada kanker rongga mulut dan tersering di bibir
bawah. Menurut Neville et al. (2002) hampir 90% lesi terdapat di bibir bawah.
2. Karsinoma di lidah, insiden ini sebanyak 25-40% dan menurut Neville et al. (2002),
karsinoma ini merupakan lokasi tersering pada kejadian kanker rongga mulut yang
biasanya terletak di bagian postero-lateral, permukaan ventral lidah (20%) dan 4% di
dorsal. Kejadian karsinoma lidah sebanyak lebih dari 50% dari kanker rongga mulut di
Amerika Serikat.
3. Karsinoma di dasar lidah, karsinoma ini menduduki urutan kedua tersering pada
karsinoma rongga mulut sebanyak 15-20% dan menurut Neville et al. (2002), dasar lidah
paling sering di jumpai pada laki-laki, dan dewasa ini meningkat juga pada perempuan.
Karsinoma di dasar lidah memiliki jumlah 35% pada bagian dalam rongga mulut, dan
lokasi terseringnya di garis tengah lidah dekat dengan frenulum
4. Karsinoma di mukosa bukal dan gingiva, lesi mukosa bukal bersamaan dengan lesi
gingiva memiliki insiden 10% pada squamous cell carcinoma rongga mulut.
5. Karsinoma di gingiva, lesi mukosa bukal bersamaan dengan lesi gingiva memiliki insiden
10% pada squamous cell carcinoma rongga mulut.
6. Karsinoma di palatum, kanker ini memiliki insiden sebanyak 10-20% pada karsinoma
rongga mulut. Namun, kejadian kanker di palatum durum masih sangat jarang dibanding
palatum molle.
Gejala Klinis Kanker Rongga Mulut
Lesi dapat menimbulkan nyeri lokal atau kesulitan menelan tetapi banyak yang asimtomatik
sehingga lesi diabaikan. Akibatnya banyak yang terdiagnosis sampai tahap lanjut yang tidak
dapat diobati lagi
Menurut Wood dan Sawyer (1997), gejala kanker rongga mulut sebagai berikut:

Plak
Eritroplakia (merah)
Leukoplakia (putih)
Eritroleukoplakia (merah dan putih)
Eksofitik
Merah
Putih
Merah jambu
Kombinasi banyak warna
Ulserasi
Non-ulserasi
Krusta
Lesi hitam atau kecoklatan
Blep
Permukaan yang kasar
Nyeri atau tidak nyeri
Perdarahan
Maloklusi
Bengkak di leher
Susah menelan
Perubahan rasa kecap
Perubahan suara
Terbentuknya sel kanker dan kemampuannya untuk ‘berjalan’, metastasis, adalah suatu
proses yang sangat kompleks, yang melibatkan benyak gen didalamnya. Pada perjalanannya,
satu sel kanker harus melepaskan diri dari kelompoknya (primary tumor) untuk mengadakan
invasi kedaerah sekitarnya, berusaha menembus pembuluh lymph atau secara langsung
mencari pembuluh darah, berjuang melawan proses pertahanan tubuh (hos immune defense),
berhenti diorgan tujuannya dan memulai berkembang biak di lingkungan barunya (secondary
tumor).

Dengan kemampuan bermetastasis sel kanker untuk menembus jaringan normal, maka tumor
ganas primer dapat menyebarkan sel-sel kankernya ke seluruh tubuh. Metastasis tumor ganas
dapat melalui bermacam-macam, yaitu :
1. Infiltratif
Adalah penyebaran ke jaringan sekitarnya, terjadi secara perlahan-lahan, sel-sel kanker
menyebuk ke dalam jaringan sehat sekitarnya atau di dalam ruang antara sel.
2. Limfogen
Yaitu sel-sel kanker masuk ke dalam pembuluh limfe dan merupakan embolus masuk ke
dalam kelenjar getah bening regional dan melekat pada simpainya.
3. Hematogen
Yaitu lewat pembuluh darah. Masuknya sel-sel kanker ke dalam pembuluh darah.
4. Implantasi
Biasanya terjadi di meja operasi, misal : jika alat telah digunakan untuk operasi dan dipakai
untuk operasi lagi tanpa disterilkan terlebih dahulu.
5. Perkontinuitatum
Yaitu kontak langsung, misalnya tumor gaster menjalar ke ovarium

F. Perawatan Kanker Rongga Mulut


Menurut Epstein (1994), pilihan perawatan tergantung pada beberapa yaitu:
1. Tipe sel dan derajat diferensiasi
2. Bagian yang terlibat, ukuran serta lokasi dari tumor primer
3. Keterlibatan jaringan getah bening
4. Ada tidaknya keterlibatan tulang
5. Kemampuan tercapainya tepi tumor pada waktu operasi
6. Kemampuan mempertahankan fungsi komunikasi
7. Kemampuan mempertahankan fungsi menelan
8. Status fisik dan mental pasien
9. Komplikasi yang mungkin terjadi
10. Kerja sama (kooperatif ) pasien
Beberapa tipe perawatan dari tumor pada rongga mulut yaitu:
1. Pembedahan
2. Radioterapi
3. Kemoterapi
4. Pembedahan dan radioterapi
5. Kemoradioterapi
6. Cryosurgery
7. Laser
BAB III

PEMBAHASAN

A. Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut


Penatalaksanaan bervariasi dengan sifat dari lesi, cara yang dipilih dokter, dan pilihan
pasien. Pembedahan reseksi, terapi kemoterapi, atau kombinasinyamungkin saja menjadi
efektif.
1. Kanker bibir, lesi kecil dieksisi dengan bebas , lesi yang lebih besar mungkin
ditangani dengan terapi radiasi.
2. Kanker lidah ditangani secara agresif, angka kekambuhnya tinggi.
3. Diseksi leher radikal untuk metastasis kanker oral ke saluran limfatik pada region
leher.
Saat ini terdapat 5 metode yang spesifik untuk pengobatan keganasan kepala dan
leher:
1. Terapi radiasi
2. Eksisi pembedahan
3. Eksisi dengan laser
4. Kemoterapi
5. Kombinasi
Eksisi pembedahan merupakan pilihan utama penatalaksanaan pada kanker rongga mulut.
Pembatasan margin yang adekuat dari jaringan normal (sekurang-kurangnya 1-1,5 cm) harus
dilakukan secara hati-hati untuk memastikan reseksi yang tepat. Defek pembedahan dapat
ditinggalkan sehingga bisa sembuh sendiri, atau ditutup dengan penutupan primer, dengan
dipasangi skin graft split-thickness, dengan rekonstruksi flap rotasional, atau rekonstruksi flap
bebas bila defeknya luas. Diseksi leher dilakukan pada penyakit kanker yang dapat terbukti
secara klinis, dan secara elektif dilakukan untuk tumor primer yang luas atau tumor dengan
kedalaman invasi lebih besar dari 4 mm atau terdapat faktor-faktor yang dapat memperburuk
prognosis. Diseksi leher tradisional untuk lesi rongga mulut adalah dengan menggunakan
teknik diseksi leher supraomohyoid (tingkat I-III), meskipun terdapat beberapa data yang
memasukkan nodus limfatikus tingkat IV karena adanya kemungkinan metastasis yang
terlewat. Tumor primer yang dekat dengan garis tengah membtuhkan diseksi leher secara
bilateral karena terdapat resiko penyebaran kanker ke arah kontralateral sebesar 20%.

Terapi radiasi diberikan dalam bentuk terapi sinar eksternal atau implan brakiterapi (implan
brakiterapi interstisial primer digunakan untuk lesi kecil pada komisura anterior bibir, lidah,
dan lantai mulut [lesi T1]). Terapi radiasi jarang digunakan sebagai terapi primer dan biasanya
digunakan sebagai terapi cadangan pada pasien pasca-terapi pembedahan dan memiliki resiko
tinggi rekurensi (seperti pada tumor primer yang luas, [T3-T4]), tumor primer dengan margin
positif, terdapat bukti invasi perineural atau perivaskuler, tumor dengan kedalaman lebih dari
4 mm, metastasis nodus limfatikus dengan bukti adanya penyebaran ekstrakapsuler).

Prognosis untuk lesi dini (T1-T2) pada rongga mulut biasanya baik. Dengan tingkat bertahan
hidup selama 5 tahun mencapai 80% hingga 90%. Tingkat bertahan hidup pada pasien dengan
lesi lanjut (T3 dan T4) dapat bervariasi mulai dari 30% hingga 60%, tergantung pada faktor-
faktor lain yang mempengaruhi prognosis seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

B. Radioterapi

Selain pembedahan dan kemoterapi, radioterapi juga dikenal sebagai teknik perawatan
kanker pada daerah kepala dan leher.
Definisi
Radioterapi adalah suatu teknik perawatan kanker dengan menggunakan radiasi ionisasi
untuk mengendalikan sel-sel kanker.
Mekanisme Kerja
Radioterapi merupakan pengobatan kanker dengan menggunakan radiasi ionisasi.
Radiasi ionisasi dibagi menjadi dua yaitu korpuskular dan elektromagnetik. Radiasi
korpuskular terdiri dari elektron, proton dan neutron. Radiasi elektromagnetik terdiri dari
sinar X atau sinar Gamma. Di dalam klinik digunakan radiasi elektromagnetik. Radiasi
ionisasi mempengaruhi atom dan molekul sel serta menghasilkan radikal bebas yang
tersebar ke dalam sel yang kemudian merusak target yaitu DNA dan mengakibatkan
kematian atau kehilangan kapasitas reproduksi sel. Sewaktu kandungan DNA
berduplikasi selama mitosis, sel-sel yang mempunyai aktivitas mitosis yang lebih tinggi
akan lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan sel-sel yang aktivitas mitosisnya lebih
rendah. Kerja radiasi ada yang secara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect).
Pada kerja radiasi secara langsung DNA dibelah sehingga mengganggu proses duplikasi.
Pada radiasi secara tidak langsung, air (H2O) dibagi menjadi dua elemen, H+ dan OH-,
yang akhirnya bereaksi dengan DNA dan mengganggu proses duplikasi.
Indikasi dan Kontraindikasi
Pasien yang menerima radioterapi dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu pasien
yang menjalani radioterapi sebagai perawatan kuratif dan pasien yang menjalani
radioterapi sebagai perawatan paliatif. Kelompok kuratif adalah :
1. Kasus - kasus dengan kanker sangat sensitif terhadap radioterapi
2. Kasus - kasus yang setelah pembedahan menunjukkan tingkat keberhasilan yang
rendah.
3. Kasus - kasus dengan lesi terletak di permukaan, yang mana jika diangkat
dengan pembedahan akan meninggalkan bekas luka yang besar
4. Kasus - kasus kontraindikasi anastesi
Pasien yang usianya sangat muda seharusnya tidak memperoleh perawatan
radioterapi. Bila radiasi mengenai organ kritis dan tidak dapat dihindari maka
radioterapi sebaiknya tidak dilakukan. Radiasi selama kehamilan dapat menyebabkan
gangguan yang sangat serius terhadap fetus. Leist melaporkan bahwa adanya kasus
mikrosepalus,gangguan terhadap perkembangan kepala serta gangguan perkembangan
gigi pada anakanak dari 21 wanita yang menerima sinar X selama masa kehamilan.
Keuntungan dari radioterapi termasuk fakta bahwa (1) anatomi normal dan fungsi
dipertahankan, (2) anestesi umum tidak diperlukan, dan (3) operasi penyelamatan tersedia
jika radioterapi gagal.
Kekurangan terutama mencakup fakta-fakta yang (1) efek samping yang umum; (2) obat
jarang, terutama untuk tumor besar; dan (3) operasi berikutnya lebih sulit dan berbahaya
dan kelangsungan hidup berkurang lebih lanjut.
C. Kesehatan Mulut dan Penyakit dalam Terapi Kanker Rongga Mulut

Komplikasi terapi kanker tergantung pada jenis keganasan dan lokasi, modalitas
pengobatan yang digunakan (yaitu, agen, sequencing, tingkat pengiriman, dosis), dan
faktor tuan rumah. Misalnya, tingkat keparahan mucositis lisan setelah terapi radiasi
tergantung pada radiasi pengion digunakan, tingkat di mana itu disampaikan, dan total
dosis yang diberikan.

Manifestasi dari terapi kanker mungkin termasuk mucositis dan ulserasi mulut, infeksi,
pendarahan, nyeri, xerostomia, ORN, hilangnya rasa, trismus, dan karies. Ini memerlukan
pencegahan dan manajemen.

Efek jangka panjang radioterapi terhadap daerah irradiasi adalah berkurangnya


suplai darah pada daerah tersebut. Proses devaskularisasi mengakibatkan efek yang
merugikan terhadap kemampuan penyembuhan jaringan lokal. Apabila dilakukan
pembedahan terhadap rahang, misalnya pencabutan gigi , penyembuhan terhadap tulang
dan jaringan sekitarnya tidak sempurna, sel-sel tulang dan vaskularisasi pada jaringan
tulang bisa mengalami injuri yang irreversibel dan tulang rahang mungkin mati. Keadaan
ini disebut dengan osteoradionekrosis dan perawatannya sangat sulit. Insiden terjadinya
osteoradionekrosis pada pasien yang menerima dosis radiasi kurang dari 5000 cGy
umumnya tidak terjadi, tetapi apabila dosis radiasi antara 6000 cGy sampai 7000 cGy
osteoradionekrosis lebih sering terjadi dan apabila dosis radiasi lebih dari 7500 cGy
terjadinya osteoradionekrosis sepuluh kali lebih tinggi.27 Osteoradionekrosis dapat
terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah radioterapi dan bisa terjadi secara
spontan atau pada umumnya terjadi akibat trauma. Gambaran klinis osteoradionekrosis
antara lain kehilangan jaringan lunak dan tulang, timbulnya rasa sakit, fistula orofasial,
fraktur patologis, nekrosis jaringan lunak, supurasi dan terbukanya tulang secara spontan
terjadi kira-kira satu tahun setelah radioterapi dihentikan. Mandibula lebih beresiko
terhadap osteoradionekrosis daripada maksila, karena vaskularisasi pada mandibula lebih
jelek daripada maksila, stuktur tulang mandibula yang lebih padat serta mandibula lebih
sering terlibat sebagai daerah radiasi dibandingkan maksila.
D. Pencegahan Pengobatan dan Perencanaan Sebelum, Selama, dan Setelah Terapi
Kanker

Pencegahan penyakit mulut dan perencanaan pengobatan secara hati-hati sangat


penting untuk meminimalkan penyakit mulut sesuai kebutuhan dengan kemungkinan
konsekuensi yang merugikan intervensi operasi. Orang dewasa dengan dengan kanker
kepala ganas dan penyakit leher sayangnya sering memiliki kebersihan mulut yang buruk
dan kurang peduli dengan perawatan kesehatan mulut. Sebagian besar (97%)
membutuhkan perawatan kesehatan mulut sebelum radioterapi atau kemoterapi untuk
kanker. Hampir sepertiga dari pasien perlu perawatan mulut sebelum transplantasi
sumsum tulang.

Hal yang sangat penting yang harus diperhatikan adalah kebutuhan untuk konseling
psikososial; pasien harus dikonseling secara hati-hati untuk memastikan mereka dapat
menyesuaikan, setidaknya sebagian, dengan komplikasi terapi kanker.

Banyak pasien yang menjalani operasi kepala dan kanker leher, terutama dari leher,
dapat memiliki komplikasi pasca operasi yang mengancam jiwa. Ini sering dapat
diprediksi dengan penilaian pra operasi menggunakan kuesioner tertentu skala kegiatan,
penilaian penyalahgunaan alkohol, dan jumlah trombosit, karena trombositosis
mengidentifikasi pasien berisiko terinfeksi luka.

Perlindungan Rongga Mulut Pasien Kanker Rongga Mulut

Adanya efek samping pada rongga mulut yang timbul akibat perawatan
radioterapi kanker pada daerah kepala dan leher, menjadikan pemeliharaan kesehatan
rongga mulut pasien sebagai salah satu prosedur penting dalam melaksanakan perawatan
radioterapi. Sebab apabila kesehatan rongga mulut pasien diabaikan, akibatnya akan
memperparah efek samping yang dirasakan pasien setelah radioterapi. Cara yang paling
efektif untuk menghindari masalah tersebut adalah dengan melakukan tindakan
perlindungan rongga mulut pasien, dimana peran dari dokter gigi dibutuhkan pada masa
sebelum, selama dan setelah radioterapi.
- Perlindungan Rongga Mulut Sebelum Radioterapi

Tujuan perlindungan rongga mulut sebelum radioterapi dimulai ada dua :

a. Memeriksa dan menghilangkan sumber infeksi dan iritasi dalam rongga mulut
b. Menjelaskan kepada pasien mengenai pentingnya perlindungan rongga mulut
untuk memperkecil efek samping perawatan kanker pada rongga mulut.

Tindakan perlindungan terhadap rongga mulut yang dapat dilakukan antara lain
menyikat gigi dan lidah 2 - 3 kali sehari menggunakan sikat gigi halus. Pemakaian
denta al floss diperbolehkan jika pasien telah dilatih dengan tepat sehingga tidak
menimbulkan trauma. Pasien dengan kebersihan rongga mulut yang buruk atau
dengan penyakit peridontal dapat menggunakan obat kumur setiap hari sampai
kesehatan jaringan meningkat, diindikasikan obat kumur yang tidak mengandung
alkohol sebab dapat mengakibatkan dehidrasi jaringan. Aplikasi fluor bagi pasien
yang beresiko karies, merestorasi gigi yang karies, tonjol gigi yang tajam dibulatkan
untuk mencegah iritasi mekanis dan gigi yang memiliki prognosis yang buruk
sebaiknya dicabut sebelum radioterapi dimulai. Untuk meningkatkan kesehatan
rongga mulut dan mengurangi resiko infeksi, sebaiknya dilakukan skeling dan
pemberian antibiotik profilaktik, selain itu pasien dianjurkan untuk menghentikan
konsumsi tembakau dan alkohol sebelum radioterapi dimulai, karena tembakau dan
alkohol dapat mengiritasi mukosa.

- Perlindungan Rongga Mulut Selama Radioterapi

Tujuan perlindungan rongga mulut selama radioterapi ada dua :

a. Memelihara kesehatan rongga mulut selama perawatan radioterapi


b. Mengatasi efek samping yang disebabkan oleh radioterapi

Dokter gigi sebaiknya mengamati keadaan rongga mulut pasien setiap minggu
selama perawatan radioterapi untuk mengurangi keparahan efek samping. Tindakan
perlindungan terhadap rongga mulut yang dapat dilakukan selama menjalani
perawatan radioterapi antara lain melakukan penyikatan gigi dengan sikat gigi yang
halus 2-3 kali sehari menggunakan pasta gigi mengandung fluor, tetapi jika pasien
tidak dapat mentolerirnya akibat mukositis akan timbul rasa terbakar atau pedih pada
rongga mulut, untuk itu penyikatan gigi cukup dilakukan menggunakan air saja.
Dental floss jangan digunakan apabila pasien tidak dapat mencegah trauma jaringan.
Kumur – kumur dua kali sehari untuk meminimalkan jumlah bakteri dan jamur di
rongga mulut dengan obat kumur. Dokter gigi sebaiknya tetap mengamati
kemampuan pasien dalam membuka mulut selama menjalani radioterapi sebab
radiasi dapat menyebabkan fibrosis pada otot pengunyahan yang membuat pasien
sulit membuka mulut. Aplikasi krim pelembut dan pelindung bibir dan bagi pasien
yang memakai gigi tiruan dianjurkan untuk melepaskan gigi tiruan selama
radioterapi.

- Perlindungan Rongga Mulut Setelah Radioterapi

Tujuan perlindungan rongga mulut setelah radioterapi ada dua :

a. Memelihara kesehatan rongga mulut


b. Menjelaskan kepada pasien mengenai pentingnya perlindungan gigi dan
rongga mulut untuk meningkatkan kualitas hidup

Dokter gigi sebaiknya mengamati keadaan rongga mulut pasien sekali dalam 1-
3 bulan pada dua tahun pertama setelah radioterapi dihentikan, dan selanjutnya setiap
3-6 bulan setelah itu. Setelah lima tahun kemudian , pasien dapat melakukan
kunjungan berkala ke dokter gigi sekali dalam setahun. Tindakan perlindungan
rongga mulut yang dapat dilakukan setelah radioterapi antara lain menyikat gigi 2 –
3 kali sehari menggunakan sikat gigi halus, selain itu pasien sebaiknya menggunakan
dental floss setiap hari. Obat kumur untuk mencegah infeksi dan meringankan
xerostomia diperlukan, serta konsumsi diet nonkariogenik dan aplikasi fluor untuk
mencegah karies. Apabila jaringan gingiva mudah berdarah, pasien sebaiknya
menyikat gigi dengan menggunakan kain kasa yang dilingkarkan ke jari dan
sebelumnya telah dibasahi terlebih dahulu dengan larutan antimikroba, contohnya
klorheksidin. Pemakaian gigi tiruan dihindari selama enam bulan setelah radioterapi
selesai dan pada waktu pemasangan gigi tiruan dilakukan dengan hati – hati untuk
mencegah iritasi dan trauma.

E. Kualitas Hidup yang Berkaitan dengan Terapi Kanker Rongga Mulut

Pengukuran kualitas hidup bagi pasien kanker paska kemoterapi sangat diperlukan
untuk melihat sejauh mana pengobatan mempengaruhi kehidupan pasien. Aspek aspek
dalam kualitas hidup termasuk komponen fisik, emosional dan fungsional. Status
fungsional mengacu pada kemampuan melakukan aktifitas yang berhubungan dengan
kebutuhan dan ambisi, atau peran social yang diinginkan oleh pasien, pada tahap yang
paling dasar mengacu terhadap melakukan aktifitas sehari hari. Komponen fisik terkait
cara seseorang menanggapi dan menerima keadaan fisiknya. Penderita kanker setelah
menjalani kemoterapi akan mengalami kerontokan rambut, keluhan gantrointestinal
(muntah, diare), kelelahan fisik, infertile dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas
sehari hari. Seorang pasien yang menanggapi perubahan fisiknya secara negative setelah
menjalani kemoterai akan merasa tidak puas terhadap keadaan fisiknya sehingga
menurunkan kualitas hidup. Konsep emosional berhubungan dengan mood pasien. Dapat
berupa positif atau negative, meliputi perasaan stres atau penuh percaya diri terhadap
keberhasilan terapi yang diberikan.

Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas hidup penderita tumor ganas kepala dan
leher, Sebelum dilakukakan terapi terlebih dahulu dilakukan penilaian yang cermat
terhadap kesehatan umum pasien, kemungkinan follow up, dan perluansan tumor serta
metastasisnya. Tumor yang kecil dapat diobati secara adekuat dengan terapi radiasi dan
pembedahan. Untuk tumor yang besar biasanya dilakukan pengobatan kombinasi berupa
terapi radiasi dan pembedahan dengan terapi radiasi dilakukan sebelum dan pasca bedah.
Tumor rekuren yang tidak dapat diatasi dengan radiasi dan pembedahan ditindak lanjut
dengan kemoterapi.

Tingkat insidensi untuk rongga mulut dan kanker oropharyngeal telah meningkat
dalam beberapa tahun terakhir. Perawatan bedah untuk kanker rongga mulut memiliki
efek penting pada kualitas hidup,yang didefenisikan sebagai perbedaan yang dirasakan
antara status aktual dan standar ideal pasien. Aspek estetika dan fungsional sebagai gejala
dari akibat luka operasi bedah dan reseksi kanker yang berkaitkan dengan pra atau pasca
operasi radioterapi. Berkaitan juga dengan persepsi diri pasien dan kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sosial sehari-hari. Dalam beberapa kasus,
keadaan seperti kolostomi permanen atau shunt vaskular untuk dialisis biasanya dapat
disembunyikan oleh pasien selama interaksi sosial. Namun, untuk pasien kasus kanker
kepala dan leher sulit untuk menyembunyikan perubahan fungsional yang terjadi pasca
perawatan sehingga memiliki dampak negatif pada kepercayaan diri dan harga diri dan
pasien tersebut. Perbaikan dalam perawatan telah mengakibatkan penurunan angka
kematian dan akibatnya lebih banyak pasien dari sebelumnya hidup dengan sequelaes
penyakit. Sequelaes ini dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Dengan demikian,
pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan (HRQOL) semakin penting sebagai ukuran
hasil yang berharga, khususnya di bidang kanker mulut.

Kualitas Hidup (QoL) terdiri dari empat aspek utama: fungsi fisik, fungsi psikologis,
interaksi sosial dan penyakit, dan gejala terkait perawatan. Penerimaan perawatan bedah
untuk pasien akan kembali berfungsi sebaik sebelum operasi fisik, psikologis, dan fungsi
sosial merupakan hal yang masih memerlukan penelitian. Kuesioner generik memberikan
informasi berharga dengan menafsirkan status fungsional di lingkup yang lebih luas dari
kehidupan. Selain itu, karena mereka tidak spesifik untuk kanker mulut, mereka
berpotensi memungkinkan perbandingan dengan populasi bebas dari penyakit ini.
Namun, karena anatomi kompleks rongga mulut itu diinginkan untuk langkah-langkah
HRQOL generik dengan penggunaan yang berhubungan dengan kualitas kesehatan mulut
tertentu dari kehidupan (OHRQoL) tindakan. Kuesioner ini lebih sensitif dalam menilai
dampak dari kondisi rongga mulut pada kehidupan sehari-hari. Banyak penelitian yang
berhubungan dengan kualitas hidup di kepala dan kanker leher telah didasarkan pada
kelompok heterogen pasien sehubungan dengan situs dan tahap tumor, dan sering
retrospektif. Hanya beberapa studi prospektif telah berfokus pada anatomi situs tertentu.
Informasi lain mengenai pasca operasi penyesuaian kualitas hidup dan faktor-faktor yang
mempengaruhi tersebar di seluruh literatur sebagai pengamatan pribadi atau tayangan
klinis, meskipun sangat sedikit telah didukung oleh analisis statistik.

Pasien yang dirawat dengan operasi ditemukan memiliki peningkatan skor kualitas
hidup meskipun fakta bahwa tidak semua pasien ini telah menerima rekonstruksi penuh
pada saat dievaluasi. Menimbang bahwa kualitas hidup secara keseluruhan diukur setelah
perawatan bedah, dapat dijelaskan bahwa perbaikan dalam aspek penampilan merupakan
hal penting dari hasil bedah pada pasien.
Perbedaan yang paling penting yang ditemukan dalam sesuatu yang berhubungan
dengan makan, dan berbicara. Masalah makan terkait dengan sering mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan pada pasien dengan kanker mulut. Di sisi lain, masalah dengan
berbicara bisa disebabkan oleh pembatasan dalam mobilitas lidah (paling sering dikaitkan
dengan lokasi kanker mulut). Hal ini dapat mengakibatkan percakapan yang sulit
dipahami dan sangat berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
Aspek bahu mencatat skor tertinggi karena tak satu pun dari pasien pada penelitian ini
memiliki baik diseksi leher secara radikal ataupun operasi di bahu untuk rekonstruksi.
Aspek saliva mencatat skor yang sama karena aspek ini digunakan untuk menilai
xerostomia karena radioterapi. Semua pasien yang menyelesaikan formulir ini menerima
perawatan bedah saja. Aspek 'pengunyahan' memiliki skor rata-rata terburuk. Hal ini
mungkin karena kurangnya rekonstruksi tulang dan rehabilitasi prostetik pada sebagian
besar pasien. Penilaian keseluruhan pasien dari kualitas hidup mereka yang baik
meskipun kelemahan ini terlihat jelas.
Perawatan kanker di Nigeria sering dibatasi oleh kurangnya pengembangan
frastructural, penanganan pasien yang terlambat, dan kurangnya keuangan. Tidak adanya
scan tomografi terkomputerisasi (CT-scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan
frozen section untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan penentuan stadium kanker
mulut bisa menyesatkan para ahli bedah dan membatasi ruang lingkup perawatan.
Atchison et al.21 menyelidiki hubungan antara penilaian klinisi objektif dari hasil pasca
operasi pada perawatan fraktur mandibula dan penilaian subjektif pasien yang
menemukan bahwa kedua kelompok mungkin memiliki persepsi yang berbeda. Hasil
penilaian pasien sering terbatas pada aspek yang berhubungan dengan estetika dan atau
gangguan fungsional. Penelitian ini pada fraktur mandibula mengungkapkan bahwa
harapan pasien dan dokter mungkin berbeda. Ini juga dapat dilihat pada bedah kanker,
karena kebanyakan pasien yang tidak berpendidikan, awalnya hanya peduli dengan
menghilangkan beban tumor saja.
Banyak pasien menetapkan harapan mereka terutama pada perawatan pembedahan
dan tidak melihat keuntungan sejak awal. Juga, mungkin ada kanker 'faktor ketakutan'
yang akan meningkatkan penerimaan mereka terhadap eksisi bedah saja jika mereka
menganggap diri mereka dapat terbebas dari beban tumor. Pertimbangan lain adalah
presentasi akhir dari pasien kami sering dengan merusak, massa fungating dengan bau
yang tidak sedap.
Alat penilaian kualitas hidup menyediakan banyak kebutuhan bagi pasien mengenai
persepsi diri dan kesan perawatan yang dapat diterima. Pemahaman lebih lanjut dari
kebutuhan dan persepsi pasien akan menghasilkan penatalaksanaan pasien yang lebih
baik dan skor kualitas hidup akhirnya lebih baik. Meskipun penelitian ini adalah penilaian
subjektif pada pasien setelah review pascaoperasi 6 bulan, itu menyoroti pentingnya
penelitian kualitas hidup pada pasien kanker mulut yang dirawat. Penelitian selanjutnya
bisa bertujuan untuk membandingkan kualitas hidup antara pasien dengan modalitas
perawatan yang berbeda.
BAB IV

KESIMPULAN

Aspek 'Penampilan,' 'hiburan,' dan 'pengunyahan' yang diidentifikasi sebagai penentu yang
paling penting dari kualitas hidup pasca operasi pada pasien dengan kanker mulut dalam penelitian
ini. Juga, peningkatan skor kualitas hidup pasca operasi menunjukkan bahwa intervensi
diindikasikan untuk kasus operasi. Penelitian kualitas hidup dapat menjadi panduan bagi pengasuh
untuk merencanakan perawatan berdasarkan harapan pasien, sehingga membuat penalatalaksaan
yang lebih holistik.

Maher et al. mengatakan bahwa selalu ada perbedaan yang signifikan antara persepsi
mengenai dampak harian cacat pasca operasi dengan kualitas hidup. Kecenderungan dokter adalah
untuk melebih-lebihkan secara objektif pengobatan dan meremehkan masalah yang lebih
subjektif. Penelitian berguna dalam perawatan mulai pra-operasi, selama konseling pasien,dan
menawarkan kemungkinan untuk memberikan informasi lebih rinci mengenai gejala sementara
atau persisten dan cacat akibat pengobatan, selalu mengingat bahwa perpanjangan hidup pasien
selalu memiliki harga dalam hal kualitas hidup residual.

Anda mungkin juga menyukai