Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

Penguji Ujian:
dr. Yos Suwardi, SpKJ

Oleh:
Chintya Ayu Champaka
1420221109

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT KEPRESIDENAN PUSAT ANGKATAN
DARAT GATOT SOEBROTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2016

1
1. Obat-obatan antipsikotik atipikal yang diketahui (dosis, keterangan
mengenai obat, kelebihan & kekurangan obat)
2. Buat tulisan mengenai gangguan bipolar (etiologi, gejala, terapi)
3. Psikopatologi
a. Berbagai macam gangguan persepsi (derealisasi, dan lain-lain),
definisi, macam-macamnya
b. Gangguan psikomotor (agitasi, dan lain-lain)
c. Pengendalian impuls

I. ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL (APG-II)Z


1. Risperidon
a. Keterangan
Merupakan derivat benzisoksazol. Bekerja sebagai antagonis poten
pada serotonin (terutama 5-HT2A) dan dopamin (D2).
b. Dosis
Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari, dan besoknya dapat
dinaikkan menjadi 4 mg/hari. Sebagian besar ODS (orang dengan
skizofrenia) membutuhkan 4-6 mg/hari. Apabila respon tidak adekuat,
dianjurkan untuk menaikkan dosis hingga 8 mg/hari. Risperidon bisa
diberikan sekali sehari maupun dua kali sehari.
c. Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan risperidon yaitu ikatannya terhadap reseptor 5-HT2A adalah
20 kali lebih tinggi dibanding klozapin dan 170 kali lebih tinggi
dibanding haloperidol. Efek samping ekstrapiramidalnya lebih ringan
dibandingkan dengan haloperidol karena kemampuannya yang kurang
dalam menginduksi katalepsi.
Efek samping risperidon yaitu sedasi, merasa lelah, pusing, hipotensi
ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya gairah
seksual dan disfungsi ereksi. Mulut kering, mata kabur dan retensi urin
dapat terlihat pada beberapa ODS dan sifatnya hanya sementara.
Terjadinya efek samping ekstrapiramidal sangat bergantung pada
dosis. Distonia dapat terjadi pada dosis berkisar antara 4-16 mg/hari.

2
2. Quetiapin
a. Keterangan
Merupakan derivat dibenzotiazepin. Bekerja sebagai antagonis 5-HT1A
dan 5-HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik α1
dan α2. Afinitasnya sangat rendah terhadap kolinergik muskarinik dan
tidak terikat dengan reseptor benzodiazepin.
b. Dosis
Kisaran dosisnya yaitu 300-800 mg/hari.
c. Kelebihan dan kekurangan
Afinitas quetiapin yang rendah terhadap kolinergik menyebabkan
kurangnya risiko efek samping antikolinergik. Quetiapin lebih efektif
mengatasi psikopatologi global, memperbaiki respons klinik dan
perbaikan gejala positif skizofrenia. Bila dibandingkan dengan obat
APG-I, quetiapin lebih bermanfaat untuk neurokognitif.
Risiko efek samping ekstrapiramidal, abnormalitas konduksi kardiak,
efek antikolinergik, peningkatan prolaktin dan efek samping seksual
sangat rendah sedangkan risiko sedasi cukup tinggi.
3. Aripiprazol
a. Keterangan
Merupakan antipsikotika dihidroquinolinon. Secara kimia, tidak
berhubungan dengan antipsikotika lainnya. Secara farmakologik,
mekanisme kerjanya baru.
b. Dosis
Kisaran dosis yaitu antara 10-30 mg/hari.
c. Kelebihan dan kekurangan
Efek samping berupa rasa mual, insomnia dan akatisia.
4. Olanzapin
a. Keterangan
Merupakan derivat tienobenzodiazepin dan secara kimia, ia terkait
dengan klozapin, suatu dibenzodiazepin.
b. Dosis
Dosisnya berkisar antara 5-30 mg/hari.

3
c. Kelebihan dan kekurangan
Efek samping ekstrapiramidalnya rendah.
5. Klozapin
a. Keterangan
Merupakan APG-II pertama.
b. Dosis
150-600 mg/hari.
c. Kelebihan dan kekurangan
Klozapin menyebabkan agranulositosis sehingga selama
penggunannya, pemantauan yang ketat terhadap sistem hemopoeietik
harus dilakukan.

II. GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR


Menurut DSM-IV-TR, gangguan bipolar I didefinisikan sebagai gangguan dengan
perjalanan klinis satu atau lebih episode manik dan kadang-kadang episode
depresif berat. Suatu varian gangguan bipolar ditandai dengan episode hipomania
dan bukannya mania dikenal sebagai gangguna bipolar II.
Etiologi gangguan mood (gangguan bipolar) antara lain adalah:
1. Faktor biologis
Norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling
terkait di dalam patofisiologi gangguan mood
2. Faktor genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik yang
signifikan terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan
genetik terjadi melalui mekanisme yang kompleks.
3. Faktor psikososial
Terdapat pengamatan klinis yang bertahan lama bahwa peristiwa hidup
yang penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode gangguan
mood yang mengikuti.

Pembagian menurut DSM-IV:


Berdasarkan DSM-IV, Gangguan bipolar digolongkan menjadi 4 kriteria :

4
Gangguan bipolar I
Terdapat satu atau lebih episode manik. Episode depresi dan hipomanik tidak
diperlukan untuk diagnosis tetapi episode tersebut sering terjadi
Gangguan bipolar II
Terdapat satu atau lebih episode hipomanik atau episode depresif mayor tanpa
episode manik.
Siklotimia
Adalah bentuk ringan dari Gangguan bipolar. Terdapat episode hipomania dan
depresi yang ringan yang tidak memenuhi kriteria episode depresif mayor.
Gangguan bipolar Yang Tidak Tergolongkan
Gejala-gejala yang dialami penderita tidak memenuhi kriteria Gangguan bipolar I
dan II. Gejala-gejala tersebut berlangsung tidak lama atau gejala terlalu sedikit
sehingga tidak dapat didiagnosa Gangguan bipolar I dan II.

Pembagian menurut PPDGJ III:


F31 Gangguan Afek bipolar
- Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada
waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi
dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang
khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih
lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali
pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah
peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lainnya (adanya
stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
- Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30)

5
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik
- Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30);
dan
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik , depresif, atau campuran) di masa lampau.
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
- Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala
Psikotik
- Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan
gejala psikotik (F30.2); dan
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran) di masa lampau
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
- Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi
ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala
Psikotik
- Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
- Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3);dan

6
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
- Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa
terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
- Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
- Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depres if atau campuran)
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
Gangguan Bipolar pada Anak-anak
Kebanyakan kasus gangguan bipolar didiagnosis pada usia dewasa, tetapi
penelitian membuktikan bahwa sebagian anak yang didiagnosa dengan depresi
sebenarnya menderita gangguan bipolar. Anak-anak dengan gangguan bipolar
sebaiknya tidak diberikan “label” tertentu yang dapat membuat mereka terhindar
dari pergaulannya. Anak-anak tersebut juga beresiko tinggi menderita gangguan
kecemasan dan juga Attention Deficit-Hyperactivity Disorder (ADHD).
Episode manik
Biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5
bulan, episode depesi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan)
meskipun jarang melebihi satu tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua
macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress
atau trauma mental lain (adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis)

7
Episode manik terdiri dari :
A. Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik (F31.0)
Pedoman diagnostik gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik (F31.0)
Untuk menegakkan diagnostik pasti:
1. Episode yang sekarang harus memenuhi kiteria hipomania (F30.0)
2. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, deprsif, atau campuran) di masa lampau.
Pedoman diagnostik hipomania (F 30.0)
1. Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F 30.1) afek yang
meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama
sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat
intensitas dan yang bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi
siklotima (F34.0) dan tidak disertai halusinasi atau waham.
2. Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang
sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat
atau menyeluruh maka diagnosis mania harus ditegakkan.

B. Gangguan afektif bipolar, episode kini manic tanpa gejala psikotik (F31.1)
Pedoman diagnostik gangguan bipolar episode kini manik tanpa gejala psikotik
menurut PPDGJ III (F31.1):
1. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
2. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran di masa lampau).

Pedoman diagnostik F30.1 mania tanpa gejala psikotik:


1. Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya satu minggu, dan cukup berat
sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial
yan biasa dilakukan.
2. Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi
aktivitas berlebih, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang
berkurang, ide-ide perihal kebesaran dan terlalu optimistik.

8
C. Gangguan afektif bipolar, episode kini manic dengan gejala psikotik (F31.2)
Pedoman diagnostik gangguan bipolar episode kini manik dengan gejala psikotik
menurut PPDGJ III (F31.2)
1. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2) dan
2. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran di masa lampau).
Pedoman diagnostik F30.2 mania dengan gejala psikotik :
1. Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (mania
tanpa psikotik)
2. Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi
waham kebesaan, iritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar, waham dan
halusinasi sesuai dengan keadaan afek tersebut.

Untuk mendiagnosis gangguan bipolar episode manik dengan anamnesis yang


terdiri dari alloanamnesis dengan keluarga, saudara, atau teman pasien yang
paham kondisi pasien, selain itu autoanamnesis atau anamnesis terhadap pasien
sendiri. Pemeriksaan lain seperti fisik diagnostik, status mentalis, laboratorium,
dan radiologi bila diperlukan.

Terapi gangguan bipolar ditujukan pada beberapa tujuan:


1. Keamanan pasien harus terjamin
2. Evaluasi diagnostik lengkap pada pasien harus dilakukan
3. Rencana terapi yang ditujukan tidak hanya pada gejala saat itu tetapi
kesejahteraan pasien di masa mendatang juga harus dimulai
Farmakoterapi:
SSRI adalah obat antidepresan yang paling luas digunakan di USA yaitu
citalopram, escitalopram, buproprion, venlafaksin, fluovoxamin dan nefazodon.
Semua agen ini lebih aman daripada obat trisiklik dan tetrasiklik termasuk MAOI.

9
III. PSIKOPATOLOGI
1. Gangguan persepsi
a. Depersonalisasi
Suatu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan
subyektif dengan gambaran seseorang mengalami atau merasakan diri
sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata.
Dapat juga diartikan sebagai kehilangan atau perubahan temporer
dalam perasaan yang biasa mengenai realitas diri sendiri. Dalam suatu
tahap depersonalisasi, orang akan merasa terpisah dari dirinya sendiri
dan lingkungan sekitarnya.
b. Derealisasi
Perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak nyata.
Dapat juga diartikan sebagai suatu perasaan tidak nyata mengenai
dunia luar yang mencakup perubahan yang aneh dalam persepsi
mengenai lingkungan sekitar, atau dalam perasaan mengenai periode
waktu juga dapat muncul.
c. Halusinasi
Persepsi sensorik palsu yang tidak dikaitkan dengan stimulus eksternal
yang nyata; mungkin terdapat interpretasi berupa waham atas
pengalaman halusinasi tersebut namun mungkin pula tidak.
d. Ilusi
Persepsi atau interpretasi yang salah akan stimulus sensorik eksterna
yang nyata.
2. Gangguan psikomotor
a. Ekopraksia: peniruan gerakan seseorang oleh orang lain secara
patologis
b. Katatonia dan abnormalitas postur: ditemukan pada skizofrenia
katatonik dan beberapa kasus penyakit otak, seperti ensefalitis
c. Negativisme: tahanan tanpa motif terhadap semua usaha untuk
menggerakkan atau terhadap semua instruksi
d. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan sementara yang dipicu
oleh berbagai keadaan emosional

10
e. Stereotipi: pola tindakan fisik atau berbicara yang tetap dan berulang
f. Manerisme: gerakan involunter yang menjadi kebiasaan dan mendarah
daging
g. Otomatisme: tindakan dilakukan secara otomatis yang biasanya
melambangkan aktivitas simbolik bawah sadar
h. Mutisme: menjadi bisu tanpa abnormalitas struktural
i. Hipoaktivitas (hipokinesis): penurunan aktivitas motorik dan kognitif,
seperti pada retardasi psikomotor; perlambatan secara nyata pada
proses pikir, bicara dan gerakan
j. Mimikri: aktivitas motorik imitatif sederhana pada masa kanak-kanak
k. Agresi: tindakan penuh tenaga dan bertujuan yang dapat bersifat verbal
maupun fisik; lawan motorik dari afek gusar, marah atau benci
l. Abulia: penurunan rangsang untuk bertindak dan berpikir, akibat sikap
tidak peduli akan konsekuensi dari tindakannya; akibat defisit
neurologis
m. Anergia: tidak berenergi (anergi)
n. Koprofagia: memakan kotoran atau feses
o. Diskinesia: kesulitan melakukan gerakan volunter, seperti pada
gangguan ekstrapiramidal
p. Rigiditas otot: keadaan ketika otot tetap tak dapat digerakkan; ditemui
pada skizofrenia
q. Bradikinesia: kelambanan aktivitas motorik disertai penurunan gerakan
spontan normal
r. Khorea: gerakan acak, menyentak, cepat, involunter dan tak bertujuan
s. Konvulsi: kontraksi atau spasme otot yang hebat dan involunter
t. Distonia: kontraksi badan atau ekstremitas yang lambat dan tertahan;
dapat ditemui pada distonia akibat obat
3. Pengendalian impuls: kemampuan untuk menahan impuls, dorongan, atau
godaan untuk melakukan suatu tindakan
Gangguan pengendalian impuls yang tidak digolongkan di mana pun:
a. Kleptomania (curi patologis)

11
Gambaran pentingnya berupa kegagalan berulang untuk menolak
impuls mencuri benda yang tidak diperlukan untuk penggunaan pribadi
atau karena nilai uangnya.
Kriteria diagnostik berdasarkan DSM-IV-TR:
A. Kegagalan berulang untuk menolak impuls untuk mencuri
benda yang tidak diperlukan untuk penggunaan pribadi atau
karena nilai uangnya
B. Perasaan tegang yang meningkat sesaat sebelum melakukan
pencarian
C. Kesenangan, kepuasan, atau rasa lega pada saat melakukan
pencurian
D. Pencurian tidak dilakukan untuk menunjukkan kemarahan atau
balas dendam serta bukan sebagai respons atas waham atau
halusinasi
E. Pencurian sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tingkah
laku, episode manik, atau gangguan kepribadian antisosial

Terapi dapat berupa psikoterapi berorientasi tilikan dan terapi perilaku.


SSRI dan obat trisiklik tampak efektif.
b. Piromania (bakar patologis)
Piromania adalah perilaku membuat api secara berulang, disengaja dan
bertujuan.
Kriteria diagnostik menurut DSM-IV-TR:
A. Membuat api secara disengaja dan bertujuan pada lebih dari
satu kesempatan
B. Ketegangan atau rangsangan afektif sebelum tindakan
C. Terpesona dengan, berminat pada, rasa ingin tahu mengenai,
atau tertarik dengan api dan konteks situasionalnya (cth.,
pernak-pernik, penggunaan, akibat)
D. Kesenangan, kepuasan, atau rasa lega ketika membuat api, atau
ketika menyaksikan atau berpartisipasi dengan kejadian
sesudahnya
E. Pembuatan api ini tidak dilakukan untuk mendapatkan
keuntungan, keuangan, sebagai ekspresi terhadap ideologi
sosiopolitik, untuk menutupi aktivitas kriminal, untuk
menunjukkan kemarahan atau balas dendam, untuk
memperbaiki keadaan kehidupan seseorang, sebagai respons
terhadap waham atau halusinasi, atau sebagai akibat penilaian
yang terganggu (cth., pada demensia, retardasi mental,
intoksikasi zat)
F. Pembuatan api sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan
tingkah laku, episode manik, atau gangguan kepribadian
antisosial

12
c. Judi patologis
Judi patologis ditandai dengan judi maladaptif yang berulang dan
menetap dan menimbulkan masalah ekonomik serta gangguan yang
signifikan di dalam fungsi pribadi, sosial dan pekerjaan.
Kriteria diagnostik menurut DSM-IV-TR:
A. Perilaku judi yang berulang dan menetap seperti yang
ditunjukkan oleh lima (atau lebih) hal berikut:
(1) Preokupasi terhadap perjudian
(2) Kebutuhan untuk berjudi dengan jumlah uang yang
semakin meningkat untuk memperoleh kegairahan yang
diinginkan
(3) Memiliki upaya berulang yang tidak berhasil untuk
mengendalikan, mengurangi atau menghentikan judi
(4) Gelisah atau mudah marah ketika mencoba mengurangi
atau menghentikan judi
(5) Berjudi sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah atau
untuk melegakan mood disforik
(6) Setelah kehilangan uang berjudi, sering kembali esok
harinya untuk membalas
(7) Berbohong kepada anggota keluarga, terapis atau yang
lainnya untuk menutupi sejauh mana keterlibatannya
dengan perjudian
(8) Melakukan tindakan ilegal, seperti pemalsuan, penipuan,
pencurian atau penggelapan untuk membiayai judi
(9) Merusak atau kehilangan hubungan, pekerjaan, pendidikan,
atau kesempatan karir yang bermakna karena judi
(10) Mengandalkan orang lain untuk memberikan uang guna
memulihkan situasi keuangan yang disebabkan oleh judi
B. Perilaku berjudi ini sebaiknya tidak disebabkan oleh episode
manik

d. Trikotilomania
Ciri penting trikotilomania adalah mencabut rambut secara berulang,
yang dapat menyebabkan kehilangan rambut yang jelas. Gejala klinis
lainnya mencakup peningkatan ketegangan sebelum menarik rambut
dan rasa menyenangkan, kepuasan atau lega ketika mencabut rambut.
Kriteria diagnostik menurut DSM-IV-TR:
A. Mencabut rambut secara berulang sehingga menyebabkan
kehilangan rambut yang terlihat jelas
B. Rasa ketegangan yang meningkat sesaat sebelum mencabut
rambut atau ketika mencoba menolak perilaku ini

13
C. Kesenangan, kepuasan, perasaan lega ketika mencabut rambut
D. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan jiwa
lain dan tidak disebabkan oleh keadaan medis umum (cth.,
keadaan dermatologis)
E. Gangguan ini menyebabkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau area
fungsi penting lainnya

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa


di Indonesia III Cetakan Pertama. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta
2. Maslim, Rusdi, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik Edisi Ketiga. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya: Jakarta.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, 2011.
Konsensus Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia. Perhimpunan Dokter
Spesialis Kedokteran JiwaIndonesia : Jakarta.
4. Kaplan, HI dan Sadock BJ, Grebb JA, 2010. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1.
Edisi ke-7. Binarupa Aksara: Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai