Anda di halaman 1dari 48

REFERAT

GANGGUAN TIDUR

Pembimbing :

dr. Tubagus Erwin Kusuma, Sp.KJ (K)

Disusun oleh :

Mesiwisani (1420221124)

Chintya Ayu Champaka (1420221109)

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN


JIWA RUMAH SAKIT KEPRESIDENAN PUSAT ANGKATAN
DARAT GATOT SOEBROTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2016
Kata Pengatar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“GANGGUAN TIDUR” ini.
Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti kepaniteraan
klinik bagian Ilmu Kesehatan Jiwa. Referat ini terselesaikan atas bantuan dari banyak
pihak yang turut membantu. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Tubagus Erwin
Kusuma, SpKJ selaku pembimbing dan seluruh teman-teman kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Jiwa atas kerjasamanya selama penyusunan referat ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga referat ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta, Desember 2016

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan
pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh
semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah
maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang
normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-
perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta
menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi,
kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau
orang lain. (Edinger JD & Means MK, 2005)
Di Amerika Serikat, biaya kecelakaan yang berhubungan dengan gangguan
tidur per tahun sekitar seratus juta dolar. Insomnia merupakan gangguan tidur yang
paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa
melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang
serius. (Frost R, 2001)
Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan. Ada
beberapa dampak serius gangguan tidur misalnya mengantuk berlebihan di siang hari,
gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik
yang tidak semestinya dan penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit
jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam
atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang yang lama
tidurnya antara 7-8 jam per hari.
Menurut beberapa peneliti, gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5
kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang
tidurnya cukup. Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun
semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah kesehatan. Di
dalam praktek sehari-hari, kecenderungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa
menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering

3
menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat
hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan yang akan
dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang. (Colten, Harvey R. Et Al, 2006)

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tidur Normal


Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversibel yang ditandai
dengan keadaan relatif tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respons
terhadap stimulus eksternal dibandingkan dengan keadaaa terjaga. Pemantauan tidur
yang ketat merupakan bagian penting praktik klinis; gangguan tidur sering menjadi
gejala awal penyakitjiwa yang akan terjadi. Beberapa gangguan jiwa menyebabkan
perubahan khas fisiologi tidur.

II.1.1 ELEKTROFISIOLOGI TIDUR

Terdiri atas dua keadaan fisiologis: nonrapid eye movement (NREM) dan
rapid eye movement (REM). Pada tiur NREM, yang terdiri atas tahap 1 sampai 4,
sebagian besar fungsi fisiologis sangat berkurang dibadingkan dengan keadaan
terjaga. Tidur REM merupakan jenis tidur yang secara kualitatif berbeda, ditandai
dengan tingginya tingkat aktivitas otak dan tingkat aktivitas fisiologis yang
meyerupai tingkat aktivitas saat terjaga. Kira-kira 90menit setelah awitan tidur,
NREM menghasilkan episode REM pertama malam tersebut. Latensi REM 90menit
ini merupakan temuan malam tersebut. Latensi REM 90 menit ini merupakan temuan
yang konsisten pada orang dewasa normal: seperti pemendekan latensi REM sering
terjadi pada gangguan seperti gangguan depresif dan narkolepsi, Eletroesefalogram
(EEG) merekam gerakan mata konjugat cepat yang merupakan ciri pengidentifikasi
keadaan tidur (tidak ada atau hanya sedikit REM dalam tidur NREM); pola EEG
terdiri atas aktivitas cepat berteganggan renda dan acak dengan gelombang gigi
gerggaji. Elektromiiograf (EMG) menunjukkan berkuragnya tous otot yang yata.
Pada orang normal, tidur NREM merupakan keadaan tentram dibandingkan
saa terjaga. Denyut jantung secara khas melambat lima hingga sepuluh denyut per

5
menit dibawah tangkat saat terjaga sedang istirahat dan sangat teratur denyutnya.
Pernapasan juga dipengaruhi dan tekanan darah cenderung rendah, dengan beberapa
variasi dari menit ke menit. Potensial otot istirahat pada otot-otot tubuh lebih rendah
pada tidur REM daripada keadaan terjaga, Gerakan tubuh episodic dan involunter
terdapat pada tidur NREM. Meskipun ada, terdapat sedikit REM dan jarang ada
ereksi penis pada laki-laki. Aliran darah melalui sebagian besar jaringan, termasuk
aliran darah otak, sedikit berkurang.
Bagian tidr NREM yang paling dalam –tahap 3 dan 4- kadang-kadang disertai
ciri bangkitan yang tidak biasa. Jika orang dibangunkan 30 menit hingga 1 jam
setelah awitan tidur- biasanya pada tidur gelombang pendek- mereka akan mengalami
disorientasi dan pikiran menjadi kacau. Membangunkan dengan cepat dari tidur
gelombang pendek juga meyebabkan amnesia tehadap peristiwa selamadibangunkan
tersebut. Kekacauan saat bangun dari tahap 3 atau 4 dapat menghasilkan masalah
spesifik, termasuk enuresis, somnambulisme, dan mimpi buruk atau terror malam hari
tahap 4. Ukuran poligraffik selama tidur REM menunjukkan pola yang tidak teratur,
kadang-kadang mendekati pola terjaga ketika dibangunkan. Karena pengamatan ini,
tidur REM juga dinamakan tidur paradoksal. Denyut jantung pernapasan, dan
tekanan darah pada manusia semuanya tingi saat tidur REM –lebih tinggi daripada
selama tidur NREM dan sering lebih tinggi daripada saat bangun, Variabilitasnya dari
menit ke menit bahkan lebih mencolok dibandingkan kadar atau frekuensinya.
Pengunaan oksigen otak meningkat selama tidur REM. Respons ventilasi untuk
meningkatkan karbon dioksida (CO2) berkurang selama tidur REM, sehingg tidak
terdapat peningkatan volume tidal ketika tekanan parsial karbon dioksida meningkat
(PCO2). Termoregulasi berubah saat tidur REM. Berlawanan dengan keadaan
pegaturan suhu homeotermik yang terjadi saat keadaan terjaga atau selama tidur
REM, keadaan poikilotermik (suatu keadaan suhu hewan yang beragam sesuai
dengan perubahan suhu di sekitarnya) berlansung saattdur REM . Poikilotermia, yang
merupakan ciri kas reptile, menimbulkan kegagalan berespons terhadap perubahan
suuhu dan linkungan dengan menggigil atau berkeringat, yang bertujan untuk
mempertahankan suhu tubuh. Hampir semua periode REM pada laki-laki disertai

6
dengan ereksi penis parsial atau penuh. Temuan ini memiliki nilai klinis signifikan
dalam mengevaluasi penyebab ompotensi ; studi tumescence nocturnal penis
merupakan salah satu uji laboratorium tidur yang paling lazim diminta. Perubahan
fisilogis lain yang terjadi selama tidur REM adalah paralisis hamper total pada otot
rangka (postural). Karena inhibisi motoric ini, gerakan tubuh tidak ada selama tidur
REM. Mungkin ciri tidur REM yang paling khas adalah mimpi. Orang yang
terbangun saat tidur REM sering (60-90persen) melaporkan bahwa mereka
mengalami mimpi. Mimpi selama tidur REM secara khas abstrak dan aneh. Mimppi
dapat terjadi selama tidur NREM tetapi khasnya jelas dan bertujuan.
Sifat siklik pada tidur adalah regular dan dapat dipercaya; periode REM
terjadi kira-kira setiap 90-100 menit sepanjang malam. Periode REM pertama
cenderung menjadi yang paling singkat, biasanya berlangsung kurang dari 10 mnit;
periode REM selanjutnya masing-masing dapat berlangsung 15 hingga 40 menit.
Sebagian besar periode REM terjadi pada dua pertiga akhir malam, sedangkan
sebagian besar tidur tahap 4 terjadi pada sepertiga pertama malam. Pola tidur oini
berubah selama rentang hidup seseorang. Pada periode neonatus, tidur REM
menunjukkan lebih dari 50 persen waktu tidur dan pola EEG bergerak dari keadaan
siaga langsung ke keadaan REM tanpa melalui tahap 1 sampai 4. Neonatus tidur kira-
kira 16 jam sehari dengan periode bangun yang singkat. Pada usia 4 bulan, pola
bergeser sehingga presentase total tidur REM berkurang hingga kurang 40 persen dan
jatuh tertidur menjadi disertai periode tidur REM awal. Saat dewasa muda, distribusi
tahap tidur sebagai berikut :

NREM (75 persen)


Tahap 1:5 persen
Tahap 2:45 persen
Tahap 3:12 persen
Tahap 4: 13 persen
REM (25 persen)

7
Distribusi ini relatif tetap konstan sampai usia tua, walaupun pengurangan terjadi
pada tidur gelombang pendk dan tidur REM pada orang yang berusia lebih tua.

II.1.2 PENGATURAN TIDUR


Sebagian besar peneliti berpikir bahwa sebenarnya tidak ada ssatu pusat
pengendali tidur sederhana, melainkan terdapat sejumlah kecil system atau pusat
yang terutama terletak di batang otak dan saling mengaktifkan serta mnghambat satu
sama lain. Banyak studi jga menyokong peran serotonin dalam pengaturan tidur
pencegahan sintesis serotonin atau penghancuran nucleus rafe dorsalis batang otak,
yang terdiri atas hampir semua badan sel serotonergic otak, menguragi tidur cukup
lama. Sintesis dan pelepasan serotonin oleh neuron serotonergic dipengaruhi oleh
ketersediaan precursor asam amino neurotransmitter ini, seperti L-triptofan ingesti
sejumlah besar L-triptofn (1 sampai 15 gram) mengurangi latensi tidur serta banun di
malam hari. Sebaliknya defisiesi L-triptofan menyebabkan kurangnya waktu yang
dhabiskan pada tidur REM. Neuron yang mengandung norepinefrin dengan badan sel
yang terletak di locus ceuleus sangat mengganggu semua parameter tidur. Asetilkolin
otak juga terlibat di dalam tidur, terutama produksi tidur REM.
Gangguan Aktivitas kolinergik pusat menyebabkan perubahan tidur yang
diamati pada gangguan depresif berat. Dibandingkan dengan orang sehat dan kontrol
psikiatrik tanpa depresi, orang dengan depresi memiliki gangguan nyata pada pola
tidur REM. Pemberian agonis muskarinik, seperti arecoline, untuk pasien depresi
selama periode REM pertama atau kedua menhasilkan onset tidur REM yang cepat.
Depresi dapat disebabkan supersenitivitas terhadap asetilkolin yang mendasari.
Bahkan, kira-kira setengah perbaikan sementara ketika mereka kurang tidur atau jika
tidur dibatasi. Sebaliknya, reserpine (serpasil), salah satu dari sejumlah kecil obat
yang meningkatkan tidur REM, juga menimbulkan depresi.
Pasien demensia tipe Alzheimer mengalami gangguan tidur yang ditandai
dengan berkurangnya tidur REM dan tidur gelombang pendek. Hilangnya neuron
kolinergik di basal prosensefalon telah dikaitkan sebagai penyebab masalah ini.
Sekresi melatonin dari kelenjar pineal dihambat oleh cahaya terang, sehingga

8
konsentrasi serum melatonin terendah terdapat sepanjang siang hari. Nucleus
suprachiasmaticus hipotalamus dapat bekerja sebagai tempat anatomis pacu sirkadian
yang mengatur sekresi melatonin serta kinerja otak pada siklus tidur-bangun 24 jam.
Bukti menunjukkanbahwa dopamine memiliki efek menyiagakan. Obat-obat yang
meningkatkan dopamine orak cenderun menyebabkan bangun dan keadaan sadar,
sebaliknya, penyeka dopamine, seperti pimodzide (Ora) dan phenothiazine,
cenderung meningkatkan waktu tidur. Dorongan homeostatic yang didalilkan untuk
tiudr, mungki dalam bentuk zat edogen -proses s- dapat bertumpuk, selama keadaan
terjaga dan bekerja utnuk mencetuskan tidur. Senyawa lain-proses C- dapat bekerja
sebagai pengatur suhu tubuh selama tidur.

II.1.3 FUNGSI TIDUR


Fungsi tidur telah diperiksa dengan berbagai cara. Sebagian besar peneliti
menyimpulkan bahwa tidur memberikan fungsi homeostatic yang bersifat
meyegarkan dan tampak penting untuk termoregulasi normal dan penyimpanan nergi.
Karena tidur NREM meningkat setelah olah raga dan kelaparan, tahap ini mungkin
terkait dengan kebutuhan metabolik yang memuaskan.

II.1.4 KURANG TIDUR


Periode kurang tidur yang berlangsung lama kadang-kadang menyebabkan kekacauan
ego, halusnasi dan waham. Membuat orang kuran tidur REM dengan membanunkan
mereka di awal siklus REM menimbulkan peningkatan jumlah periode REM dan
jumlah tidur REM (rebound increase) saat mereka dibiarkan tidur tanpa gangguan.
Pasien yang kekurangan tidur REM dapat menunjukkan iritabilitas dan letargi pada
penelitian menggunakan tikus, kekurangan tidur menimbulkan sindrom yang
mencakup penampilan lemah, lesi kulit, meningkatnya pemakaian energi, turunnya
sauhu tubuh, dan kematian. Perubahan neuroendokrin mencakup peningkatan
norepinefrin plasma serta penurunan kadar tiroksin plasma.

9
II.1.5 KEBUTUHAN TIDUR
Beberapa orang normalnya merupakan penidur pendek (short-sleeper) dan
hanya membutuhkan tidur kurang dari 6 jam setiap malam untuk dapat berfungsi
dengan adekuat. Peidur panjang (long-sleeper) adalah orang yang tidur lbih dari 9
jam setiap malam untuk dapat berfungsi dengan adekuat. Penidur panjang memiliki
periode REM yang lebih banyak serta lebih banyak REM di dalam setiap periode
(dikenal sebagai densitas REM) daripada penidur pendek. Pergerakkan ini kadang-
kadang dianggap sebagai ukuran instensitas tidur REM dan terkait denga kejelasan
mimpi. Penidur pndek mumnya efisien, ambisius, beradaptasi social, dan
menyenangkan. Pennidur panjang cenderung megalami depresi ringan, cemas, dan
mearik diri scara social. Meningkatnya kebutuhan tidur terjadi pada kerja fisik,
olahraga, penyakit, kehamilan, tekanan jiwa umum, dan meningkatnya aktivitas
mental. Periode REM meningkat setelah stimulus psikologis yang kuat, seperti situasi
belajar yang sulit serta stress dan setelah penggunaan bahan kimia atau obat yang
menurunkan katekolamin.

II.1.6 IRAMA TIDUR-BANGUN


Tanpa sinyal eksternal, jam tubuh alami mengikuti siklus 25 jam. Pengaruh
faktor eksternal –seperti siklus gelap-terang, rutinitas sehari-hari, periode makan, dan
pembuat sinkron eksternal lainnya- membawa orang pada waktu 24 jam. Tidr juga
dipengaruhi irama biologis, dalam periode waktu 24 jam, orang dewasa tidur seklai,
kadang-kadang dua kali. Irama ini tidak terdapat saat lahir tetapi berkembang setelah
2 tahun pertama kehidupan. Pada beberapa perempuan, pola tidur berubah selama
fase siklus menstruasi. Tidur siang yang dilakukan pada waktu yang berbeda di siang
hari sangat berbeda proposi tidur REM dan NREM-nya. Pada penidur malam yang
normal, tidur siang yang dilakukan pagi atau siang hari akan mencakup tidur REM
yang sangat banyak, sedangkan tidur siang yang dilakukan di sore hari atau awal
malam memiliki tidur REM yang jauh lebih sedikit. Siklus sirkadian nampaknya
mempengaruhi kecenderungan memiliki tidur REM . poa tidur secara fisiologis tidak
sama jika orang tidur di siang hari atau saat iasanya mereka terjaga; pengaruh

10
psikologis da perilaku dari tidur juga berbeda. Di dalama duia industry dan
komunikasi yang sering berfungsi terus selama 24 jam, interaksi ini menjadi semakin
bermakna. Bahkan pada orang yan bekerja malam hari, gangguan pada berbagai
irama menimbulkan masalah. Keadaan dalam tubuh orang ini tampaknya melibatkan
hambatan dan gangguan siklus jangka panjang.

II.2 Pendekatan Umum Terhadap Pasien dengan Gangguan Tidur


Untuk mendiagnosa pasien dengan keluhan gangguan tidur, psikiatri harus
mendiagnosis dengan kerangka kerja agar mendapatkan informasi yang dibutuhkan
yaitu informasi mengenai pasien sebagai perorangan dan kelainannya. Dua hal yang
penting : 1) berapa lama pasien mengalami keluhan gangguan tidur? Transien
insomnia dan insomnia jangka pendek, contohnya, biasanya terjadi pada pasien yang
mengalami stress atau gangguan lain, seperti mask rumah sakit, jet lag, kehilangan
sesuatu, atau perubahan dalam pengobatan. 2) Apakah pasien menderita sebelum
mengalami gangguan tidur? Apakah kondisi lain menyebabkan keluhan tidur, atau
berefek pada pengobatan yang mungkin dilakukan? Pada umumnya, karena gangguan
tidur biasanya merupakan suatu keadaan sekunder dari adanya penyakit lain,
pengobatan harus langsung dilakukan untuk keadaan medis penyebabnya psikiatri,
farmakologi, psikososial dan kelainan lain. (Kay & Tasman, 2006)

11
II.3 Gangguan Tidur

Gejala utama
Kebutuhan tidur tiap orang berbeda-beda; Banyak orang merupakan penidur
panjang (long-sleeper) yang memerlukan tidur 9 hingga 10 jam tidur di malam hari
dan yang lainnya adalah penidur pendek (short-sleeper), tetapi lama tidur tidak selalu
berhubugan dengan gangguan tidur.

12
Studi tahun 2002 pada lebih dari 1 juta laki-laki dan perempuan yang
menunjukan bahwa orang yang tidur lebih dari 8,5 jam setiap malam atau kurang dari
3,5 jam memiliki angka mortalitas 15 persen lebih besar daripada mereka yang tidur
rata-rata 7 jam seiap malam Tidak ada alasan yang diberikan untuk menjelaskan
temuan statistik ini. Dikesankan bahwa penidur pendek memiliki keadaan komorbid;
tetapi penjelasannya tetap tidak diketahui. Empat gejala utama yang menandai
sebagian besar gangguan tidur; insomnia, hypersomnia,parasomnia, dan gangguan
jadwal tidur-bangun. Gejala ini sering bertumpang tindih dan dijelaskan di bawah.

Insomnia
Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Gangguan ini
merupakan keluhan tidur yang paling laim ditemui dan dapat bersifat sementara atau
menetap.
Suatu periode singkat insomnia paling sering disebabkan ansietas, baik
sebagai gejala sisa suatu pengalaman yang mencemaskan atau antisipasi pengalaman
yang mencetuskan ansietas (ctj., ujian atau wawancara pekerjaan yang akan
berlangsung). Pada beberapa orang, insomnia sementara jenis ini dapat disebabkan
berkabung, kehilangan atau nyaris semua perubahan ataupun stress. Keadaan ini
cenderung tidak berat, meskipun episode psikotik atau depresi berat kadang dimulai
dengan insomnia akut. Terapi spesifik untuk keadaan ini biasanya tidak diperlukan,
Jika diindikasikan terapi dengan obat hipnotik, dokter dan pasien harus sama-sama
memahami bahwa terapi ini berdurasi singkat dan beberapa gejala seperti
kekambuhan singkat insomnia dapat terjadi jika obat di hentikan.
Insomnia menetap adalah kelompok keadaan yang cukup lazim ditemukan
dengan masalah yang paling sering adalah kesulitan untuk jatuh tertidur bukannya
untuk tetap mempertahankan tidur. Insomnia ini melibatkan dua masalah yang
kadang-kadang dapat dipisahkan, tetapi sering saling berkaian, yaitu : tegangan
somatisasi serta ansietas dan responsive asosiatif yang dipelajari. Pasien sering tidak
memiliki keluhan yang jelas selain insomnia. Mereka terutama dapat mengeluhkan
perasaan gelisah atau pikiran yang mendalam dan tampaknya membuat mereka tetap

13
terjaga. Kadang-kadang (tetapi tidaselalu), seorang pasien menjelaskan perburukan
gejala terjadi saat stress di tempat kerja atau di rumah dan perbaikan terjadi saat
sedang berlibur.

Hipersomnia
Hipersomnia tampak sebagai tidur yang berlebihan, rasa
mengantuk(somnolen) di siang hari yang berlebiha , atau kadang-kadang keduanya.
Istilah somnolem harus diberikan kepada pasien yang mengeluhkan keadaan
mengantuk dan memiliki kecenderungan yang tampak jelas untuk jatuh tertidur tiba-
tiba pada keadaan terjaga, yang mengalami serangan tidur, dan yang tidak dapat tetap
terjaga; istilah ini sebaiknya tidak digunakan untuk orang yang secara fisik lelah atau
letih. Meskipun demikian, perbedaannya tidak selalu jelas. Keluhan hypersomnia
jauh lebih jarang dibandingkan dengan keluhan insomnia. Narkolepsi hanyalah satu
keadaan yang dikenal menimbulkan insomnia. Menurut survey, keadaan yang paling
lazim menyebabkan hypersomnia adalah apnea tidur dan narkolepsi.
Hipersomnia sementara dan situasional merupakan gangguan pola tidur-
bangun normal; gangguan ini ditandai dengan kesulitan yang berlebihan untuk tetap
terjaga sert kecenderungan untuk tetap berada di tempat tidur dalam periode waktu
yang sangat lama atau sering kembali ke tempat tidur untuk tidur di siang hari. Pola
ini dialami tiba-tiba sebagai respons terhadap perubahan kehidupan, konflik, atau
kehilangan saat ini yang dapat diketahui. Gangguan ini jarang ditandai dengan
serangan tidur yang pasti atau tidur yang tidak dapat dihindari, tetapi lebih ditandai
oleh kelelahan atau jatuh tertidur lebih awal daripada biasanya dan kesulitan bangun
di pagi hari.

Parasomnia
Parasomnia merupakan fenomena yang tidak diinginkan atau yang tidak biasa
yang terjadi tiba-tiba saat tidur atau terjadi pada ambang antara bangun dan tidur.
Parasomnia biasanya terjadi pada tahap 3 dan 4 sehingga dikaitkan dengan ingatan
buruk mengenai ganguan ini.

14
Gangguan Jadwal Tidur Bangun
Gangguan Jadwal tidur-bangun melibatkan pergeseran tidur dari periode
sirkadian yang diinginkan. Pasien lazimnya tidak dapat tidur keika mereka ingin
tidur, meskipu mereka bisa tidur pada waktu lain. Demikian juga, mereka tidak dapat
benar-benar bangun , tetapi mereka dapat bangun di waktu lain. Gangguan ini tidak
persis menimbulkan insomnia atau somnolen; ketikdakmampuan tidur dan bangun
dapat dicetuskan hanya jika kita menanyakan dengan teliti. Gangguan jadwal tidur-
bangun dapat dianggap sebagai ketidaksejajaran antara perilaku tidur dan bangun.

KLASIFIKASI
Menurut American Academy of Sleep Medicine, secara internasional gangguan tidur
dibagi menjadi 4, diantaranya:
1. Disomnia
a) Gangguan tidur Intrinsik
b) Gangguan tidur Ekstrinsik
c) Gangguan tidur Irama Sirkardian
2. Parasomnia
a) Gangguan Arousal
b) Gangguan Transisi Tidur-Bangun
c) Berhubungan dengan REM saat tidur
d) Parasomnia lain
3. Gangguan tidur berhubungan dengan mental, neurologis atau kelainan medis
yang lain
a) Berhubungan dengan Kelainan mental
b) Berhubungan dengan Kelainan Neurologis
c) Berhubungan dengan Kelainan medis lain
4. Gangguan tidur yang disengaja
Revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statitistical Manual of Mental Disorders
(DSM-IV-TR) menggolongkan gangguan tidur berdasarkan kriteria diagnosis klinis

15
dan perkiraan etiologi. Ketiga kategori utama gangguan tidur dalam DSM-IV-TR
adalah gangguan tidur primer, gangguan tidur yang berkaitan dengan gangguan jiwa
lainnya, dan gangguan tidur lainnya (akibat keadaan medis umum atau dicetuskan
oleh zat).

GANGGUAN TIDUR PRIMER


Disomnia
Insomnia Primer
Insomnia primer didiagnosis jika keluhan utama adalah tidur yang tidak
bersifat menyegarkan atau kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, dan
keluhan ini terus berlangsung sedikitnya satu bulan. Istilah primer menunjukkkan
bahwa insomnia bebas dari adanya gangguan fisik atau psikologis. Bangun psikologis
aau fisiologis dimalam hari yang makin sering serta pembelajaran negative untuk
tidur sering tampak. Pasien dengan insomnia primer secara umum memiliki
preokupasi mengenai tidur cukup. Semakin mereka mencoba tidur semakin besar rasa
frustasi dan penderitaan serta maki suli terjadinya tidur.

Terapi
Terapi insomnia primer merupakan salah satu terapi yang paling sulit pada
gangguan tidur. Ketika komponen yang dipelajari jelas, teknik deconditioning
mungkin berguna, pasien diminta mengggunakan tempat tidurnya hanya untuk tidur
dan bukan untuk hal lain; jika mereka tidak tertidur stelah 5 menit berada diatas
tempat tidur, mereka diminta segera banun dan melakukan hal lain. Kadang-kadang,
berganti tempat tidur atau ruangan lain berguna untuk pasien ini. Ketika ketegangan
somatisasi atau ketegangan otot tampak jelas, kaset relaksasi, meditasi transedental,
dan mempraktikan respons relaksasi serta biofeedback terkadang dapat membantu.
Psikoterapi belum terlalu beruna dalam terapi insomnia primer. Pengalaman seksual
yang memuaskan lebih meningkatkan tidur pada laki-laki daripada perempuan.

16
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Insomnia Primer

A. Keluhan yang dominan adaah kesulitan memulai atau mepertahankan tidur,


atau tidur yang tidak bersifat menyegarkan selama sedikitnya 1 bulan.
B. Gangguan tidur (atau kelelahan di siang hari yang terkait) menyebabkan
penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fugsi social,
pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
C. Gangguan tidur tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan nrkolepsi,
gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan, gangguan tidur irama
sirkadian atau parasomnia.
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain
(cth.,gangguan deresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, delirium)
E. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.,
penyalahgunaan suatu obat) atau keadaan medis umum.

Terapi Obat
Insomnia primer biasanya diterapi dengan benzodiazepine, zolpidem
(Ambien), zaleplon (Sonata), serta hipnotik lainnya. Obat hipnotk harus digunakan
hati-hati. Obat tidur yang bekerja lama (cth., flurazepam,quazepam) paling baik untuk
menangani insomnia malam hari; obat yang bekerja singkat (cth.,
zolpidem,triazolam) bergua untuk pasien yang mengalami kesulitan untuk jatuh
tertidur. Pada umumnya, obat tidur sebaiknya sebaiknya tidak diresepkan untukwaktu
lebih dari 2 minggu karena toleransi dan dapat terjadi putus obat.

Hipersomnia Primer
Didiagnosis jika tidak ada penyebab lain yang ditemukan untuk somnolen
berlebihan yang terjadi dalam waktu sedikitnya 1 bulan. Beberaa orang merupakan
penidur panjang yang, seperti pnidur pendek, menunjukkan variasi normal. Meskipun
panjang, struktur dan fisiologi tidur mereka normal. Efisiensi tidur dan jadwal tidur
bangun normal. Pasien ini tidak mengeluhkan kualitas tidur, rasa mengantuk di siang
hari, atau kesulitan dengan mood saat bangun, motivasi, dan kerja.
Beberapa orang memiliki keluhan subjektid berupa rasa kantuk tetapi tanpa
temuan objektid. Mereka tidak memiliki kecenderungan jatuh tertidur lebih sering
daripada normal dan tidak memiliki tanda objekif. Menurut DSM-IV-TR, gangguan

17
ini harus diberi kode sebagai berulang jika pasien memiliki periode rasa mengantuk
berlebihan yang berlangsung selama 3 hari dan terjadi beberapa kali dalam satu tahun
selama sedikitnya 2 tahun.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Hiersomnia Primer

A. Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk berlebihan untuk waktu


sedikitnya 1 bulan (atau kurang jika berulang) yang tampak baik dengan
episode tidur lama atau episode tidur siang hari yang terjadi hamper setiap
hari.
B. Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hedaya fungsi social, pekerjan, atau area gungsi penting lain.
C. Rasa mengantuk sebaiknya tidak disebabkan oleh insomnia dan tidak hanya
terjadi selama perjalanan gangguan tidur lain (cth.,narkoepsi, gangguan tidur
yang terkai degan pernapasa, gangguan tidur irama sirkadian, atau
parasomnia) dan tidak dapat disebabkan karena kurangnya tidur.
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain
(cth.,gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, delirium)
E. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.,
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.
Tentukan jika :
Berulang : jika terdapat periode rasa menantuk berlebihan yang berlangsung
sedikitnya selama 3 hari terjadi beberapa kali dalam sertahun selama sedikitnya 2
tahun.

Terapi
Terutama terdiri atas obat stmulan, seperti amfetamin, yang diberikan di pagi
atau sore hari. Obat antidepresan nonsedasi seperti buproprion dan stimulant baru
seperti modafonil juga mungkin berguna pada beberapa pasien.

Narkolepsi
Terdiri atas rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari serta manifestasi
abnormal tidur rapid eye movement (REM) yang terjadi setiap hari selama sedikitnya
3 bulan. Serangan tidur ini khasnya terjadi dua sampai enam kali sehari dan
berlangsung 10 hingga 20 menit. Serangan ini dapat terjadi pada saat yang tidak tepat
sepeeti saat makan, berbicara, menyetir dan saat berhubungan seksual. Tidur REM

18
mencakup halusinasi hipnagogik dam hipnopompik, katapleksi dan paralisis tidur.
Adanya tidur REM dalam 10 menit sejak onset tidur (periode REM) juga dianggap
bukti narkolepsi. Gangguan ini dapat berbahaya karena dapat menyebabkan
kecelakaan mobil dan industri.
Gangguan ini terdapat pada 0,12 sampai 0,16 persen orang dewasa dan
menujukkan sejumlah insiden familial. Narkolepsi dapat terjadi pada usia berapapun,
tetapi paling sering dimulai pada masa remaja atau dewasa muda, umuumnya
sebelum usia 30 tahun. Gangguan ini dapat berkembang dengan lambat atau
mencapai keadaan datar yang dipertahankan sepanjang hidup.
Yang sering dikaitkan dengan masalah ini ada katapleksi , yaitu hilangnya tonus otot
dengan tiba-tiba, seperti rahang, terkulai jatuhnya kepala, terkulai kelemahan lutut,
atau paralisis semua otot rangka disertai kolaps. Pasien sering tetap terjaga selama
episode kataleptik singkat; episode yang panjang biasanya menyatu dengan tidur dan
menunjukkan tanda elektroensefalografik (EEG) tidur REM.
Gejala lain mencakup halusinasi hipnagogik dan hipnopompik; pengalaman
persepsi yang jelas, baik auditorik maupun visual, terjadi saat onset tiduratau saat
bangun. Pasien sering ketakutan sesaat, tetapi dalam satu atau dua menit mereka
kembali ke kerangka pikiran yang benar-benar normal dan sadar bahwa sebenarnya
tidak ada apa-apa.
Gejala lain yang tidak lazim adalah paralisis tidur , paling sering terjadi saat
bangun di pagi hari; selama episode ini, pasien tampak bangun da sadar tetapi tidak
mampu meggerakka ototnya. Jika berlangsung lebih dari beberapa detik, seperti yang
sering terjadi pada narkolepsi, gejala ini dapat menjadi sangat tidak nyaman. (Episode
singkat paralisis tidur tersendiri terjadi pada banyak orang nonarkoleptik). Pasien
dengan narkolepsi melaporkan dapat jatuh tertidur denga segera di malam hari tetap
sering terbangun.
Suatu uji latensi tidur multipole siang hari menunjukkan onset tidur yang cepa
dan biasanya satu atau lebih periode REM onset tidur. Suatu jenis antigen leukosit
manusia yang disebut HLA-DR2 ditemukan 90 hingga 100 persen pasien dengan
narkolepsidan hanya10 hingga 35 persen pada orang yang tidak mengalami

19
narkolepsi. Studi lain menyebutkan bahwa pasien narkolepsi mempunyai kekurangan
neurotransmitter hipokretin, yang merangsang nafsu makan dan kesiagaan Studi lain
mengemukakan bahwa neuron hipokretin (sel Hrct) pada otak orang dengan
narkolepsi 85 hingga 95 persen lebih sedikit daripada orang nonnarkolepsi.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Narkolepsi

A. Serangan tidur yang menyegarkan dan tidak dapat ditahan yang terjadi setiap
hari selama sdikitnya 3 bulan.
B. Adanya satu atau kedua hal berikut :
1) Katapleksi (yi., episode singkat hilangnya tonus otot bilateral tiba-tiba,
paling sering berkaitan dengan emosi yang intens)
2) Gangguan unsur tidur rapid eye movement (REM) berulang ke dalam
transisi antara tidur dan bangun, sepertu yang ditunjukkan dengan
halusinasi hipnagogik atau hipnopompik atau paralisis tidur di awal atau
akhir episode tidur
C. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cyh.,
peyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum

Terapi
Tidak ada penyembuhan untuk narkolepsi, tetapi pengelolaan gejala mungkin
dilakukan. Suatu regimen untuk memaksa tidurr siang pada waktu yang teratur
kadang0kadang dapat membantu pasien dengan narkolepsi, dan pada beberapa kasus,
regimen itu sendiri, tanpa obat, hamper dapat menyembuhkan pasien.Jika obat
dibutuhkan, stimulant adalah obat yang paling lazin digunakan.
Modafinil (Provigil) suatu antagonis reseptor alfa1 adrenergik telah disetujui
U.S Food Drug Administration untuk mengurangi jumlah serangan tidur dan
meningkatkan kinerja psikomotor pada narkolepsi.

Gangguan Tidur yang Terkait dengan Pernapasan


Ditandai dengan penghentian tidur yang meyebabkan rasa megantuk berlebihan atau
insomnia yang disebabkan gangguan pernapasan terkait tidur. Gangguan pernapasan
yang dapat terjadi selama tidur mencakup apnea, hypopnea, dan deaturasi oksigen.
Gangguan ini selalu menyebabkan hypersomnia. Dua gangguan sistem pernapasan

20
yang dapat menimbulkan hypersomnia adalah apnea tidur dan hipoventilasi alveolar
sentral. Kedua gangguan juga dapat menyebabkan insomnia tetapi lebih sering
menyebabkan hypersomnia.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Tidur yang Terkait dengan Pernapasan

A. Penghentian tidur, yang menyebabkan rasa mengantukberlebihan atau


insomnia yang dinilai disebabkan oleh keadaan pernapasan terkait-tidur
(cth.,sindrom apnea tidur sentral atau obstruktif maupun sindrom hipoventilasi
alveolar sentral)
B. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan gangguan jiwa lain dan tidak
disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.,penyalahgunaan obat,
suatu obat) atau keadaa medis umum lain (selain gangguan terkait-
pernapasan).
Catatan pemberian kode : beri kode juga gangguan pernapasan yangterkait tidur
pada aksis III

Sindrom Apnea Tidur Obstruktif


Banyak orang-lansia dan penderita obesitas,bahkan yang tanpa gejalakliinis-
lebih kecil kemungkinanya mengalami periode apnea dalam tidur, dan umumnya,
lebih banyak mengalami masalah pernapasan di dalam tidur daripada ketika bangun.
Apnea tidur mengacu pada penghentian aliran udara pada hidung atau mulut.
Berdasarkan konvensi, periode apnetik adalah periode yang berlangsung
selama 10 detik atau lebih. Apnea tidur dapat memi;iki beberapa tipe yang berbeda.
Pada apnea tidur sentral murni, upaya alliran udara dan pernapasan (abdomen dan
dada) berhenti saat episode apnetik dan mulai kembali saat bangun. Pada apnea tidur
obstruktif murni, aliran udara berhenti tetapi upaya pernapasan meningkatselama
periode apnea; pola ini mennjukkan adanya suatu obstruksi pada jalan napas dan
upaya yang bertambah oleh otot-otot abdomen dan thoraks untuk mendorong udara
melewati obstruksi ini. Episode juga berhenti saat bangun. Tipe campuran meliputi
unsur apnea tidur sentral dan obstruktif.
Apnea tidur biasanya dianggap patologis bila pasien mengalami sedikitnya 5
episode apnea dalam satu jam atau 30 episode sepanjang malam, pada kasus apnea

21
tidur ostrutif yang berat, pasien dapat mengalami sebanyak 300 episde apnea,
masing-masing diikuti denan terbangun. Dengan demikian, hamper tidak ada tidur
normal terjadi, meskipun pasien telah berada di atas tempat tidur dan sering
menganggap bahwa mereka telah tidur sepanjang malam.
Apnea tidur menjadi keadaaan yang berbahaya. Keadaan ini dianggap
menyebabkan sejumlah kematian yang tidak dapat dijelaskan serta kematian tiba-tiba
pada bayi dan anak-anak. Keadaan ini juga mungkin menyebabkan banyak kematia
paru dan jantung pada orang dewasa dan orang yang berusia lebih tua. Episode apnea
tidur dapat menimbulkan perubaha kardiovaskular termasuk aritmia dan perubahan
tekanan darah sementara utuk setiap episode apnea. Apnea tidur dapat berlangsung
lama menyebabkan peningkatan tekanan darah pulmonary dan juga akhirnya
peningkatan tekanan darah sistemik, perubahan kardiovaskular di dalam apnea tidur
dapat menyebabkan sejumlah besar kasus yang diagnosisnya adalah hipertensi
esensial.
Survey terkini pada pasien dengan rasa mengantuk di siang hari yang
gangguannya cukup serius bagi mereka untuk dievaluasi secara poligrafik di sentra
gangguantidur, 42 persen ditemukan menderita karena salah satu varian apnea tidur.
Diagnosis tentatif apnea tidr dapat dibuat bahkan tanpa perekaman
polisomnografik. Gambaran yang paling khas adalah laki-laki berusia pertengahan
atau tua yang melaporkan kelelahan dan ketidakmampuan untuk tetap terjaga di siang
hari, kadang-kadang dikaitkan degan depresi, perubahan mood, dan serangan tidur di
siang hari. Mereka mungkin mengeluhkan adanya hal-hal yan tidak biasa saaat tidur,
tetapi bisa juga tidak. Ketika anamnesis diperoleh dari pasanganatau teman tidur,
mereka melaporkan adanya mengorok yang keras, intermitten disertai megap-megap
pada saat tertentu. Orang yang mengamatinya kadang-kadang menginat periode
apnea saat pasien tampak mencoba bernapas tetapi tidak bisa. Pasien seperti itu
hamper pasti memiliki apnea tidur obsturktif. Dengan apnea sentral atau campuran,
keluhannya adalah bangun berulang dimalam hari, disertai sakit kepala di pagi hari
dan perubahan mood, tetapi tanpa kesulitan jatuh tertidur. Pada saat onset, pasien
dapat sama sekali tidak memiliki keluhan, meskipun pasangan tidur atau teman

22
sekamar melaporkan adanya mengorok dan tidur yang gelisah. Pasien obesitas
dengan gagguan ini dikatakan memiliki sindrom pickwickian. Pasien yang dicurigai
memiliki apnea tidur harus menjalani perekaman di laboratorium. Perekaman tidur
sepanjang malam yang lazim meliputi EEG, elektromiogram (EMG),
Elektrokardiogram (EKG), dan berbagai jenis uji pernapasan juga berguna.
Perekaman aliran udara dan upaya pernapasan biasanye pening untuk menegakkan
diagnosis. Keparahan episode apnea ditentukan dengan menggunakan oksimetri
untuk menukur saturasi oksigen sepanjang malam. Pengamatan EKG 24 jam kadang-
kadang berguna untuk mengamati perubahan jantung.

Nasal continuous positive airway presseure (Ncpap) adalah terapi pilihan


untuk apnea tidur ostruktif. Prosedur lain mencakup penurunan bera badan, operasi
hidung, trakeostomi, dan uvulopalatoplasty. Beberapa obat dapat menormalkan tidur
pada pasien dengan apnea. Antidepresan obat dapat menormalkan tidur pada pasien
dengan apnea. Antidepresantrisiklik dan SSRI kadan-kadang membantu dalam
menerapi apnea tidur dengan menurunkan jumlah waktu yang dihabiskan di dalam
tidur REM, tahap di dalam tidur saat episode apnea paling sering terjadi. Di samping
itu, teofilin telah terlihat mampu mengurangi jumlah episodeapnea; meskipun
demikian, obat ini dapat mengganggu keseluruhan kualitas tidur, sehingga membatasi
kegunaan umumnya. Jika apnea tidur telah ditegakkan atau diuriagai, pasien harus
menghindari penggunaan obat-obat sedative, termasuk alcohol, karena dapat sangat
memperburuk keadaan, yang kemudian dapat mengancam khidupan.

Hipoventilasi Alveolar Pusat


Mengacu pada beberapa keadaan yang ditandai dengan gangguan ventilasi
berupa kelainan pernapasan yang tampak atau sangat memburuk hanya saat idur
tanpa adanya episode apnea yang signifikan disfungsi ventilasi ditandai dengan tidak
adekuatnya volume tidak atau frekuensi pernapasan selama tidur. Kematian dapat
terjadi saat tidur (kutukan Ondine). Hipoventilasu alveolar pusat diterapi dengan
beberapa bentuk ventilasi mekanis (cth.,ventilasi nasal)

23
Gangguan Tidur Irama Sirkadian
Mencakup suatu kisaran luas keadaan yang melibatkan ketidaksejajaran antara
periode tidur yang sebenarnya dengan periode tidur yang diinginkan, DSM IV-TR
mendaftarkanempat jenis gangguan tidur irama sirkadian : tipe fase tidur tertunda,
tipe jet lag, tipe kerja bergiliran, dan tidak tergolongkan.

Tipe fase tidur tertunda


Gangguan tidur irama sirkadian tipe fase tidur tertunda ditandai dengan waktu
tidur dan waktu bangun yang lebih lambat dari yang diinginkan, waktu tidur
sebenarnya hamper pada jam yang sama setiap harinya, tidak dilaporkan adanya
kesulitan mempertahankan tidur saat tidur sudah mulai, dan ketidakmampuan
mendahului fase tidur dengan mendorong tidur serta waktu bangun seperti
biasanya.sering keluhan utama pasien adalah kesulitan jatuh tertidur pada waktu yang
diinginkan seperti biasa, dan gangguanpasien muungkin mungkin tampak menyerupai
onset tidur insomnia, rasa mengantuk di siag hari erring terjadi akibat tidak tidur.
Tipe fase tidur tertunda dapat diterapi dengan menunda waktu tidur selama
periode waktu beberapa hari secara beratahap sampai waktu tidur yng diinginkan
tercapai strategi ini berhasil jika dengan memajukan waktu tidur tidak berhasil.
Proses penyesuaian fase tidur dapat dibantu oleh penggunaan singkat agen hipnotik
dengan waktu paruh pendek, seperti triazolam, untuk mendorong tidur. Pendekatan
lain untuk mencapai tipe fase tidur tertunda adalah penggunaan terapi cahaya. Terapi
cahaya sore cenderung menunda tidur; pajanan cahaya pagi secara teratur cenderung
memajukan waktu tidur.

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Tidur Irama Sirkadian

A. Pola gangguan tidur berulang atau menetap yang menyebabkan rasa kantuk
yang berlebihan atau insomnia akibat ketidaksesuaian antara jadwal tidur-
bangun yag dibutuhkan oleh lingkugan seseorang dan poa tidur-bangun
sirkadiannya.
B. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau

24
hendaya fungsi social, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
C. Gangguan inni tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan tidur lain atau
gangguan jiwa lain.
D. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat
(cth.,penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis uumum.
Tentukan tipenya:
Tipe fase tidur tertunda (delayed) : pola onset tidur dan waktu bangun tertunda
yang menetap, degan ketidakmampuan untuk jatuh tertidur dan terbangun pada
waktu lebih awal yang diinginkan.
Tipe jet lag : tasa mengantuk dan sadar yang terjad pada saat yang tidak tepat
dibandigkan dengan waktu setempat, terjadi setelah perjalanan berulang melintasi
lebih dari satu zona waktu.
Tipe kerja giliran (shift work) : insomnia selama periode tidur utama tau rasa
mengantuk yang berlebihan selama periode bangun yang utama karena pekerjaan
degan giliran malam atau sering berubahnya jadwal bergiliran
Tipe tidak tergolongkan

Tipe Jet-Lag
Bergantung pada lama perjalanan dari Timur-ke-Barat dan sensitivitas
individu, tipe jet lag biasanya hilang spontan dalam 2 hingga 7 hari; tidak ada terapi
spesifik yang diperlukan. Beberapa orang merasa bahwa mereka dapat mencegah
gejala ini dengan mengubah waktu makan dan waktu tidur dengan arah yang tepat
sebelum bepergian. Orang lain merasakan bahwa gejala jet lag (lelah dan lain lain)
sebenarnya berkaitan dengan kurangnya tidur dan bahwa dengan tidur yang cukup
akan membantu. Melatonin yang dikonsumsi secara oral sesuai waktu yang
diresepkan berguna untuk beberapa orang.

Tipe Kerja Giliran


Gangguan Tidur Irama sirkadian tipe kerja giliran terjadi pada orang yang
berulang kali mengubah jadwal kerja mereka dengan cepat dan kadang-kadang pada
orang dengan jadwal tidur yang kacau yang dibuat sendiri. Gejala yang paling sering
adalah periode campuran insomnia dan somnolen, tetapi banyak gejala dan masalah
somatik lain, termasuk ulkus lambung, diakibatkan pola ini setelah beberapa waktu.

25
Beberapa remaja dan dewasa muda tampak bertahan dengan baik terhadap perubahan
tersebut dan menunjukkan beberapa gejala, tetapi lansia dan orang-orang yang
sensitif terhadap perubahan jelas terpengaruh.
Gejala umumnya memburuk beberapa hari pertama setelah berganti ke jadwal
baru, tetapi pada beberapa orang gangguan pola tidur-bangun berlangsung untuk
waktu yang lama. Pendorongan jam tidur baru dan terapi cahaya dapat membantu
pekerja menyesuaikan diri dengan jadwal baru mereka. Banyak orang tidak pernah
benar-benar beradaptasi dengan jadwal giliran yang tidak biasa karena mereka
mempertahankan perubahan pola hanya 5 hari dalam seminggu dan kembali ke pola
awal populasi pada hari lepas kerja dan saat liburan.
Jadwal kerja giliran adalah area penting yang belum sepenuhnya diteliti,
terutama mengenai pembagian jadwal yang tidak biasa dan berubahnya penggiliran
jadwal yang dialami sebagian, yang besar pekerja saat ini. Sensitivitas seseorang
terhadap pergantian jadwal sangat beragam tetapi tubuh kebanyakan orang biasanya
tidak dapat beradaptasi dengan kerja giliran; dengan demikian, orang-orang ini
sebaiknya tidak bekerja berdasarkan giliran tersebut. Secara temperamental, beberapa
orang disebut “burung hantu” yang suka terjaga di malam hari dan tidur di siang hari,
dan yang lainnya disebut “burung perkutut” yang bangun dan tidur lebih dini.
Masalah khas biasanya terdapat pada dokter dalam masa pendidikan, yang
sering harus bekerja 36 hingga 48 jam tanpa tidur. Keadaan ini berbahaya bagi dokter
maupun pasiennya. Sudah selayaknya pengajar kedokteran mengembangkan lebih
banyak pergiliran bagi dokter dalam masa pendidikan.

Tak Tergolongkan
Sindrom Memajukan Fase Tidur
Sindrom memajukan fase tidur ditandai dengan onset tidur dan waktu bangun yang
lebih awal dari yang diinginkan, jumlah jam setiap hari sebenarnya sama saja, tidak
ada laporan mengenai kesulitan untuk mempertahankan tidur begitu tidur dimulai,
dan ketidakmampuan menunda fase tidur dengan mendorong waktu tidur dan bangun
seperti biasanya. Tidak seperti tipe fase tidur tertunda, keadaan ini tidak mengganggu

26
pekerjaan atau hari-hari sekolah. Keluhan utamanya adalah ketidakmampuan untuk
tetap terjaga di sore hari dan tidur di pagi hari sampai waktu biasa yang diinginkan.

Pola Tidur-Bangun Kacau


Pola tidur-bangun kacau didefinisikan sebagai perilaku tidur dan bangun yang tidak
teratur dam beragam serta yang mengganggu pola tidur-bangun biasa. Keadaan ini
dikaitkan dengan seringnya tidur siang pada waktu yang tidak teratur dan istirahat di
tempat tidur yang berlebihan. Tidur di malam hari lamanya tidak adekuat dan
keadaan ini dapat tampak seperti insomnia, meskipun jumlah total tidur dalam 24 jam
normal untuk usia pasien.

Disomnia yang Tidak Tergolongkan


Menurut DSM-IV-TR, disomnia yang tidak tergolongkan mencakup insomnia,
hipersomnia, dan gangguan irama sirkadian yang tidak memenuhi kriteria disomnia
apapun (Tabel 21.2-6).

MIOKLONUS NOKTURNAL

Mioklonus nokturnal terdiri atas kontraksi mendadak yang sangat stereotipik


pada otot-otot tungkai saat tidur. Pasien secara subjektif tidak menyadari kedutan
tungkai tersebut. Keadaan ini dapat terjadi pada kira-kira 40 persen orang yang
berusia di atas 65 tahun.

Gerakan tungkai berulang ini terjadi setiap 20 hingga 60 detik dengan ekstensi
ibu jari kaki dan fleksi mata kaki, lutut, dan pinggul. Sering bangun, tidur yang tidak
menyegarkan, dan rasa mengantuk di siang hari adalah gejala utama. Tidak ada terapi
untuk mioklonus nokturnal yang secara universal efektif. Terapi yang mungkin
berguna mencakup benzodiazepine, levodopa (Larodopa), quinine, dan pada kasus
yang jarang, opioid.

27
Tabel 21.2-6

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Disomnia yang Tidak Tergolongkan

Kategori disomnia yang tidak tergolongkan adalah untuk insomnia, hipersomnia, atau
gangguan irama sirkadian yang tidak memenuhi kriteria disomnia spesifik apapun.
Contoh-contohnya mencakup:
1. Keluhan insomnia atau hipersomnia yang secara klinis bermakna dan
disebabkan oleh faktor lingkungan (cth., bising, cahaya, seringnya gangguan)
2. Rasa mengantuk berlebihan yang disebabkan oleh kurang tidur yang terus
menerus
3. “(restless legs syndrome)”
4. Gerakan ekstremitas periodik
5. Situasi saat klinisi telah menyimpulkan disomnia ada tetapi tidak dapat
menentukan apakah primer, akibat keadaan medis umum, atau dicetuskan zat
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin

RESTLESS LEGS SYNDROME

Pada sindrom ini, penderita merasakan sensasi dalam berupa adanya rasa
merayap di dalam betis baik saat duduk atau tidur. Disestesia ini jarang menimbulkan
rasa nyeri tetapi merupakan penderitaan berat dan menyebabkan dorongan yang
hampir tidak dapat ditahan untuk menggerakkan tungkai, sehingga, sindrom ini
mengganggu tidur dan jatuh tertidur. Sindrom ini memuncak pada usia pertengahan
dan terdapat pada 5 persen populasi.

Tidak ada terapi yang telah ditegakkan untuk sindrom ini. Gejalanya dapat
diredakan dengan gerakan dan pemijatan tungkai. Jika diperlukan farmakoterapi,
benzodiazepine, levodopa, quinine, opioid, propranolol (Inderal), valproate
(Depakene) dan carbamazepine (Tegretol) dapat bermanfaat.

28
SINDROM KLEINE-LEVIN

Sindrom Kleine-Levin adalah keadaan yang relatif jarang dan terdiri atas
episode berulang tidur yang lama (pasien dapat dibangunkan) dengan menyelingi
periode tidur normal dan bangun. Selama episode hipersomnia, periode bangun
biasanya ditandai dengan penarikan diri dari kontak sosial dan berusaha kembali ke
tempat tidur secepat mungkin; pasien juga dapat menunjukkan apati, iritabilitas,
kebingungan, makan dengan rakus, kehilangan inhibisi seksual, waham, halusinasi,
disorientasi yang jelas, hendaya daya ingat, pembicaraan inkoheren, eksitasi atau
depresi, dan sikap galak. Demam yang tidak dapat dijelaskan terjadi pada sejumlah
kecil pasien.

Sindrom Kleine-Levin jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus dengan ciri yang
mengesankan diagnosis ini telah dilaporkan. Pada sebagian besar kasus, beberapa
periode hipersomnia, masing-masing berlangsung selama satu atau beberapa minggu,
dialami oleh pasien selama satu tahun. Dengan beberapa pengecualian, serangan
pertama terjadi antara usia 10 dan 21 tahun. Telah dilaporkan kejadian yang jarang
dengan onset pada dekade keempat dan kelima kehidupan. Sindrom ini tampak
hampir selalu sembuh sendiri, dan remisi penuh terjadi spontan sebelum usia 40
tahun pada kasus dengan onset dini.

SINDROM YANG TERKAIT-MENSTRUASI

Sejumlah perempuan mengalami hipersomnia nyata yang intermitten, perubahan pola


perilaku, dan makan dengan rakus pada saat atau segera sebelum onset menstruasi
mereka. Kelainan EEG yang tidak spesifik serupa dengan kelainan yang berkaitan
dengan sindrom Kleine-Levin telah didokumentasikan dalam beberapa keadaan.
Faktor endokrin mungkin terlibat, tetapi kelainan yang spesifik di dalam pengukuran
endokrin laboratorium belum dilaporkan. Kadar serotonin di dalam cairan
serebrospinal telah teridentifikasi pada satu pasien.

29
GANGGUAN TIDUR SAAT HAMIL

Gangguan tidur lazim terjadi pada perempuan yang sedang hamil. Terdapat beberapa
faktor hormonal yang turut berperan di dalam gangguan ini, termasuk perubahan
kadar estrogen, progesteron, kortisol dan melatonin dari kadar dasarnya. Di samping
itu, perubahan fisiologi pernapasan maternal, perawakan tubuh, dan pada trimester
ketiga, gerakan janin semuanya dapat berperan mengurangi kuantitas dan kualitas
tidur.

TIDUR YANG TIDAK CUKUP

Tidur yang tidak cukup didefinisikan sebagai keluhan yang sungguh-sungguh akan
adanya rasa mengantuk di siang hari disertai gejala terbangun pada seseorang yang
terus-menerus gagal memperoleh tidur setiap hari yang cukup untuk menyokong
keadaan terjaga yang penuh siaga. Orang ini secara volunter dan kronis, tetapi tidak
menyadari, bahwa dirinya mengalami kurang tidur. Diagnosis biasanya dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis, termasuk kenyenyakan tidur. Beberapa orang,
terutama pelajar dan pekerja giliran, yang ingin tetap beraktivitas di siang hari dan
melakukan pekerjaan malam hari mereka, dapat benar-benar membuat mereka kurang
tidur sehingga menimbulkan somnolen pada waktu yang seharusnya terjaga.

SLEEP DRUNKENNESS

Keadaan ini merupakan bentuk abnormal bangun berupa tidak adanya kesadaran
jernih pada transisi dari tidur menjadi benar-benar bangun, yang berlebihan dan lama.
Keadaan bingung berkembang dan sering mrnimbulkan ketidaknyamanan individu
atau sosial serta kadang-kadang menyebabkan tindakan kriminal. Yang penting pada
diagnosis ini adalah tidak adanya kurang tidur. Kondisi ini jarang terjadi, dan
mungkin terdapat kecenderungan familial. Sebelum menegakkan diagnosis, klinisi
harus memeriksa tidur pasien dan menyingkirkan keadaan seperti apnea, mioklonus
nokturnal, narkolepsi dan penggunaan alkohol serta zat lain secara berlebihan.

30
Tabel 21.2-7

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Mimpi Buruk

A. Bangun berulang dari periode tidur utama atau tidur siang, dengan ingatan
yang rinci mengenai mimpi yang lama dan sangat menakutkan, biasanya
melibatkan ancaman terhadap kelangsungan hidup, keamanan atau harga diri.
Bangun biasanya terjadi selama paruh kedua periode tidur.
B. Saat bangun dari mimpi yang menakutkan, orang tersebut dengan cepat
memiliki orientasi dan kesiagaan (berlawanan dengan kebingungan dan
disorientasi yang ditemukan pada teror tidur dan beberapa bentuk epilepsi)
C. Pengalaman mimpi atau gangguan terjadi akibat bangun, menyebabkan
penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan
atau area fungsi penting lain
D. Mimpi buruk tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain (cth.,
delirium, gangguan stres pascatrauma) dan tidak disebabkan efek fisiologis
langsung suatu zat (cth., penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis
umum
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin.

PARASOMNIA

Gangguan Mimpi Buruk

Mimpi buruk adalah mimpi yang lama dan menakutkan yang membuat orang
terbangun dengan rasa ketakutan (Tabel 21.2-7). Seperti mimpi lain, mimpi buruk
hampir selalu terjadi selama tidur REM dan biasanya setelah periode REM yang
panjang di akhir malam. Beberapa orang sering mengalami mimpi buruk sebagai
keadaan yang berlangsung seumur hidup; yang lainnya mengalami mimpi buruk
terutama saat stres dan sakit. Kira-kira 50 persen populasi dewasa mungkin

31
melaporkan mimpi buruk sewaktu-waktu. Biasanya tidak ada terapi spesifik yang
diperlukan untuk gangguan mimpi buruk. Agen yang menekan tidur REM, seperti
obat trisiklik, dapat mengurangi frekuensi mimpi buruk, dan benzodiazepine juga
telah digunakan. Berlawanan dengan keyakinan popular, tidak ada akibat yang
membahayakan dan membangunkan orang yang sedang mengalami mimpi buruk.

Gangguan Teror Tidur

Gangguan teror tidur adalah terbangun pada sepertiga awal malam selama tidur
non-REM (NREM) yang dalam (tahap 3 dan 4). Gangguan ini hampir selalu diawali
dengan jeritan atau tangisan pilu dan disertai manifestasi perilaku ansietas hebat yang
hampir mendekati panik (Tabel 21.2-8).

Khasnya, pasien bangun di atas tempat tidur dengan ekspresi ketakutan,


berteriak keras, dan kadang-kadang bangun secepatnya dengan perasaan terteror yang
intens. Pasien mungkin tetapi bangun dalam keadaan disorientasi tetapi lebih sering
jatuh tertidur, dan seperti pada berjalan di malam tidur, mereka melupakan episode
ini. Episode teror malam setelah teriakan asli sering berkembang menjadi episode
berjalan sambil tidur. Rekaman poligrafik teror malam mirip pada gangguan berjalan
sambil tidur; bahkan, kedua keadaan tampak sangat berkaitan. Teror malam, sebagai
episode terpisah, sering terjadi pada anak-anak. Kira-kira 1 sampai 6 persen anak
memiliki gangguan ini, yang lebih lazim pada anak laki-laki daripada anak
perempuan dan cenderung menurun di dalam keluarga..

Teror malam dapat mencerminkan kelainan neurologis ringan, mungkin di


lobus temporalis atau struktur yang mendasari, karena jika teror malam dimulai pada
masa remaja dan dewasa muda, teror ini menjadi gejala pertama epilepsi lobus
temporal. Namun, pada kasus teror malam yang khas, tidak terdapat tanda-tanda
epilepsi lobus temporal atau gangguan bangkitan lain yang terlihat sesuai klinis
maupun pada perekaman EEG.

32
Tabel 21.2-8

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Teror Tidur

A. Episode berulang bangun tidur secara tiba-tiba, biasanya terjadi pada sepertiga
pertama episode tidur utama dari dimulai dengan teriakan panik
B. Rasa takut yang hebat serta tanda adanya bangkitan otonom, seperti
takikardia, pernapasan cepat, dan berkeringat selama episode ini
C. Relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk menenangkan pasien
selama episode ini
D. Tidak ingat mimpi dengan rinci dan terdapat amnesia untuk episode ini
E. Episode ini menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
F. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.,
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin

Meskipun terkait erat dengan berjalan sambil tidur dan kadang-kadang terkait
enuresis, teror malam berbeda dengan mimpi buruk. Teror malam hanya disebabkan
bangun dalam keadaan terteror. Pasien umumnya tidak dapat mengingat mimpi tetapi
kadang-kadang dapat mengingat kembali satu gambaran yang menakutkan.

Terapi spesifik untuk gangguan teror malam jarang diperlukan. Pemeriksaan


situasi keluarga yang menimbulkan stres mungkin penting, dan terapi individual serta
keluarga kadang-kadang berguna. Pada kasus yang jarang, jika diperlukan obat,
diazepam (Valium) dengan dosis kecil pada waktu tidur memperbaiki keadaan dan
kadang-kadang benar-benar menghilangkan serangan.

33
Gangguan Berjalan Sambil Tidur

Gangguan ini, yang juga dikenal sebagai somnambulisme, terdiri atas rangkaian
perilaku kompleks yang diawali pada sepertiga pertama malam selama tidur NREM
yang dalam (tahap 3 dan 4) dan sering, meskipun tidak selalu, dilanjutkan – tanpa
kesadaran penuh atau ingatan mengenai episode tersebut – untuk meningalkan tempat
tidur dan berjalan berkeliling (Tabel 21.2-9).
Somnambulisme adalah suatu keadaan perubahan dari kesadaran, dimana
fenomena tidur dan bangun bercampur pada saat sama2.
Pasien duduk dan kadang-kadang melakukan tindakan motorik pervasif seperti
berjalan, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berbicara, berteriak dan bahkan
menyetir. Perilaku ini kadang-kadang berakhir dengan terbangun disertai beberapa
menit kebingungan; lebih sering lagi, mereka kembali tidur tanpa mengingat
peristiwa berjalan sambil tidur ini. Bangun yang diinduksikan dari tidur tahap 4
kadang-kadang dapat menimbulkan keadaan ini. Contohnya, pada anak, terutama
yang memiliki riwayat berjalan sambil tidur, suatu serangan kadang-kadang dapat
dicetuskan dengan membuat mereka berdiri sehingga menghasilkan pembangunan
parsial selama tidur tahap 4.

Tabel 21.2-9

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Berjalan di dalam Tidur

A. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat sedang tidur dan berjalan
berkeliling, bisanya terjadi pada sepertiga pertama episode tidur utama
B. Selama berjalan didalam tidur, orang tersebut memiliki wajah yang kosong,
dan menetap, relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk berbicara
dengan mereka dan sangat sulit untuk dibangunkan
C. Saat bangun (baik dari episode berjalan didalam tidur maupun pada keesokan
harinya) orang ini akan mengalami amnesia tentang episode tersebut

34
D. Dalam beberapa menit setelah bangun dari episode berjalan diidalam tidur,
tidak ada aktifitas atau perilaku mental yang terganggu (meskipun pada
awalnya bisa terdapat episode singkat bingung dan disorientasi)
E. Berjalan didalam tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna
atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
F. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh:
penyalahgunaan zat, atau obat) atau keadaan medis umum
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin

Berjalan sambil tidur biasanya dimulai antara usia 4 dan 8 tahun. Prevalensi
puncaknya kira-kira pada usia 12 tahun. Gangguan ini lebih lazim pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan, dan kira-kira 15 persen anak kadang-kadang
mengalami episode ini. Gangguan ini cenderung menurun di dalam keluarga.
Kelainan neurologis ringan mungkin mendasari keadaan ini; episode ini sebaiknya
tidak murni dianggap psikogenik, meskipun periode yang menyebabkan stres
dikaitkan dengan peningkatan episode berjalan di dalam tidur pada orang yang
mengalami. Kelelahan berat atau kurang tidur sebelumnya memperburuk serangan.
Gangguan ini kadang-kadang berbahaya karena mungkin terjadi cedera kecelakaan.
Terapi terdiri atas upaya mencegah cedera dan obat yang menekan tidur tahap 3 dan
4. Pelaku berjalan sambil tidur ini dapat dibangunkan selama episode tanpa ada
pengaruh buruk.

Parasomnia yang tidak Tergolongkan

Tabel 21.2-10

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Parasomnia yang Tidak Tergolongkan

1. Gangguan perilaku tidur REM: aktivitas motorik, sering dengan ciri


kekerasan, yang timbul saat tidur REM. Tidak seperti berjalan sambil tidur,

35
episode ini cenderung terjadi di akhir malam dan disertai dengan daya ingat
yang jelas terhadap mimpi
2. Paralisis tidur; ketidakmampuan melakukan gerakan volunter selama transisi
antara keadaan terjaga dan tidur. Episode ini dapat terjadi saat onset tidur
(hipnagogik) atau saat bangun (hipnopompik). Episode ini biasanya disertai
ansietas berat, dan pada beberapa kasus, rasa takut akan kematian yang
mengancam. Paralisis tidur terjadi lebih lazim sebagai gejala tambahan dari
narkolepsi dan pada kasus-kasus tersebut, sebaiknya tidak diberi kode terpisah
3. Situasi ketika klinisi telah menyimpulkan adanya parasomnia tetapi tidak
dapat menentukan apakah hal ini merupakan kelainan primer, akibat kelainan
klinis, atau dicetuskan oleh zat

Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin

BRUKSISME TERKAIT-TIDUR

Bruksisme, atau menggertakkan gigi, dapat terjadi saat bangun maupun saat
tidur dan masing-masing memiliki faktor penyebab yang berbeda3. Pada bruksisme
terkait-tidur, hal ini terjadi sepanjang malam, paling menonjol pada tahap 2. Menurut
dokter gigi, 5 hingga 10 persen populasi mengalami bruksisme yang cukup berat
untuk menimbulkan kerusakan yang jelas pada gigi. Keadaan ini sering tidak
diperhatikan oleh yang mengalami, kecuali rasa sakit di rahang pada pagi hari, tetapi
teman tidur atau teman sekamar terus-menerus terbangun akibat bunyi tersebut.
Terapi mencakup prosedur pemasangan dental bite plate dan ortodentik korektif.

GANGGUAN PERILAKU TIDUR RAPID EYE MOVEMENT

Gangguan perilaku tidur REM adalah keadaan kronis dan progresif yang
terutama ditemukan pada laki-laki. Gangguan ini ditandai dengan hilangnya atonia

36
saat tidur REM dilanjutkan munculnya perilaku kekerasan dan kompleks. Intinya,
pasien dengan gangguan ini melakukan apa yang ada di mimpinya. Cedera berat pada
pasien atau teman tidur adalah risiko utama. Timbulnya perburukan gangguan
dilaporkan pada pasien dengan narkolepsi yang telah diterapi dengan psikostimulan
dan obat trisiklik dan pada pasien dengan depresi dan gangguan obsesif-kompulsif
yang telah diterapi dengan fluoxetine (Prozac). Gangguan perilaku tidur REM
diterapi dengan clonazepam (Klonopin), 0.5 sampai 2.0 mg per hari. Carbamazepine,
100 mg tiga kali sehari, juga efektif untuk mengendalikan gangguan ini.

BERBICARA SAMBIL TIDUR (SOMNILOQUY)

Berbicara sambil tidur lazim pada anak dan dewasa. Gangguan ini telah
dipelajari secara luas di laboratorium tidur dan ternyata terjadi pada semua tahap
tidur. Isi pembicaraan biasanya meliputi beberapa kata yang sulit dibedakan. Episode
berbicara yang lama berisikan mengenai kehidupan dan kekhawatiran orang yang
mengalaminya, tetapi orang ini tidak mengaitkan mimpi mereka selama tidur dan
juga tidak sering mengungkapkan rahasia tersembunyi. Episode berbicara sambil
tidur kadang-kadang menyertai teror malam dan berjalan sambil tidur. Berbicara
sambil tidur saja tidak memerlukan terapi.

MEMBENTURKAN KEPALA TERKAIT TIDUR (JACTATIO CAPITIS


NOCTURNA)

Membenturkan kepala terkait tidur merupakan istilah untuk perilaku tidur


terutama terdiri atas membenturkan kepala ke depan ke belakang dengan ritmik,
biasanya jarang, membenturkan seluruh tubuh, terjadi tepat sebelum atau selama
tidur. Biasanya, perilaku ini diamati di dekat periode pratidur dan bertahan sampai
tidur ringan. Perilaku ini jarang bertahan sampai atau terjadi pada tidur NREM dalam.
Terapi terdiri atas upaya untuk mencegah cedera.

37
PARALISIS TIDUR

Paralisis tidur familial ditandai dengan ketidakmampuan mendadak untuk melakukan


gerakan volunter, baik tepat pada onset tidur atau saat terbangun di malam atau pagi
hari.

GANGGUAN TIDUR AKIBAT GANGGUAN JIWA LAIN

DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan jiwa lain sebagai keluhan gangguan tidur


yang berkaitan dengan gangguan jiwa lain sebagai keluhan gangguan tidur yang
disebabkan oleh gangguan jiwa yang dapat didiagnosis tetapi cukup berat untuk
memperoleh perhatian klinis.

INSOMNIA AKIBAT GANGGUAN JIWA LAIN (AKSIS I atau AKSIS II)

Insomnia yang terjadi selama sedikitnya 1 bulan dan jelas disebabkan gejala
perilaku dan psikologis gangguan jiwa yang dikenal baik secara klinis, digolongkan
disini (Tabel 21.2-11). Kategori ini mencakup suatu kelompok keadaan yang
heterogen. Masalah tidur biasanya, tetapi tidak selalu, merupakan kesulitan untuk
jatuh tertidur dan akibat ansietas yang merupakan bagian dari berbagai gangguan jiwa
yang masuk dalam daftar. Insomnia lebih lazim pada perempuan daripada laki-laki.
Pada kasus yang sangat jelas, yang ansietasnya memiliki akar psikologis, terapi
psikiatrik ansietas (cth., psikoterapi individual, psikoterapi kelompok, atau terapi
keluarga) sering meredakan insomnia.

Insomnia yang terkait dengan gangguan depresif berat melibatkan onset tidur
yang relatif normal tetapi disertai bangun berulang pada paruh kedua malam dan
bangun sangat dini di pagi hari, biasanya dengan mood yang tidak nyaman di pagi
hari (pagi hari merupakan waktu terburuk pada sebagian besar pasien gangguan
depresif berat). Polisomnografi menunjukkan berkurangnya tidur tahap 3 dan 4,
sering disertai latensi REM singkat, dan periode REM pertama yang lama.
Penggunaan pengurangan tidur parsial atau total dapat mempercepat respons terhadap
obat anti-depresan.

38
Tabel 21.2-11

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Insomnia akibat Gangguan Jiwa Lain

A. Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur,


atau tidur yang tidak menyegarkan, untuk sedikitnya 1 bulan, yang disertai
kelelahan di siang hari atau gangguan fungsi di siang hari
B. Gangguan tidur (atau gejala sisa di siang hari) menyebabkan penderitaan yang
secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi
penting lain
C. Insomnia dianggap terkait dengan gangguan aksis I atau II lain (cth.,
gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan
penyesuaian ansietas) tetapi cukup berat sehingga memerlukan perhatian
klinis tersendiri
D. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain (cth.,
narkolepsi, gangguan tidur terkait pernapasan, parasomnia)
E. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.,
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin

Hipersomnia akibat Gangguan Jiwa Lain (Aksis I atau II)

Hipersomnia yang terjadi untuk selama sedikitnya 1 bulan dan terkait dengan
gangguan jiwa ditemukan di dalam berbagai keadaan, termasuk gangguan mood.
Rasa mengantuk di siang hari yang berlebihan mungkin dilaporkan pada tahap awal
banyak gangguan depresif ringan dan secara khas pada fase depresi gangguan bipolar
I. Untuk waktu yang singkat, hipersomnia kadang-kadang disebabkan berkabung
tanpa penyulit. Gangguan jiwa lain – seperti gangguan kepribadian, gangguan
disosiatif, gangguan somatoform, fugue disosiatif, dan gangguan amnestik – dapat

39
menyebabkan hipersomnia (Tabel 21.2-12). Terapi gangguan primer tersebut harus
memberikan perbaikan pada hipersomnia.

Tabel 21.2-12

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Hipersomnia akibat Gangguan Jiwa Lain

A. Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk yang berlebihan setidaknya 1


bulan seperti adanya episode tidur lama atau episode tidur siang yang terjadi
hampir setiap hari
B. Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting lain
C. Hipersomnia dianggap terkait dengan gangguan Aksis I atau II lain (cth.,
gangguan depresif berat, gangguan distimik) tetapi cukup berat sehingga
memerlukan perhatian klinis tersendiri
D. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain (cth.,
narkolepsi, gangguan tidur terkait pernapasan, parasomnia) atau kurang tidur
E. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (cth.,
penyalahgunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin

GANGGUAN TIDUR LAIN

DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan tidur yang disebabkan oleh keadaan medis


sebagai keluhan gangguan tidur akibat efek fisiologis keadaan medis pada sistem
tidur-bangun. Gangguan tidur terkait zat muncul akibat penggunaan atau penghentian
penggunaan suatu zat.

40
Gangguan Tidur akibat Keadaan Medis Umum

Setiap gangguan tidur (cth., insomnia, hipersomnia, parasomnia atau kombinasi)


dapat disebabkan oleh keadaan medis umum (Tabel 21.2-13). Hampir setiap keadaan
medis yang disertai rasa nyeri atau tidak nyaman (cth., artritis atau angina) dapat
menimbulkan insomnia. Beberapa keadaan disertai insomnia bahkan ketika rasa nyeri
dan tidak nyaman tidak khas muncul. Keadaan-keadaan ini mencakup neoplasma, lesi
vaskular, dan keadaan degeneratif serta traumatik. Keadaan lain, terutama penyakit
endokrin dan metabolik, sering meliputi beberapa gangguan tidur. Mewaspadai
kemungkinan adanya keadaan tersebut serta melakukan anamnesis medis yang baik
biasanya dapat membawa diagnosis yang tepat. Terapinya, kapanpun memungkinkan
adalah penatalaksanaan keadaan medis yang mendasari.

Tabel 21.2-13

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Tidur Akibat Keadaan Medis Umum

A. Gangguan tidur menonjol yang cukup berat sehingga memerlukan perhatian


klinis tersendiri
B. Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa gangguan tidur merupakan akibat fisiologis langsung suatu keadaan
medis umum
C. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain (cth:
gangguan penyesuaian yang stresornya adalah penyakit medis serius)
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama onset delirium
E. Gangguan ini tidak memenuhi kriteria gangguan tidur terkait pernapasan atau
narkolepsi
F. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
Tentukan tipenya:
Tipe insomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah insomnia.

41
Tipe hipersomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah hipersomnia.
Tipe parasomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah parasomnia.
Tipe campuran: jika terdapat lebih dari satu gangguan tidur dan tidak ada
yang dominan.
Catatan kode: masukkan nama keadaan medis umum pada aksis i. Cth: gangguan
medis akibat penyakit paru obstruktif tipe insomnia; juga beri kode keadaan medis
umum pada aksis III
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin

Bangkitan Epileptik Terkait Tidur

Hubungan antara tidur dan epilepsi cukup rumit. Gangguan tidur, apnea tidur
khususnya, dapat memperburuk bangkitan. Bangkitan, pada gilirannya, dapat
mengganggu struktur tidur, terutama REM. Ketika bangkitan hampir selalu terjadi
saat tidur, keadaan ini disebut epilepsi tidur.

Sakit Kepala Cluster Terkait Tidur dan Hemikrania Paroksismal Kronik

Sakit kepala cluster terkait tidur adalah sakit kepala unilateral berat yang sering
timbul saat tidur dan ditandai dengan pola serangan on-off. Hemikrania paroksismal
kronik adalah sakit kepala unilateral sejenis yang terjadi setiap hari dengan onset
yang lebih sering tetapi hanya berlangsung singkat dan tanpa distribusi tidur yang
lebih besar. Kedua tipe sakit kepala vaskular tersebut merupakan contoh keadaan
yang diperberat oleh tidur dan muncul sehubungan dengan periode tidur REM;
hemikrania paroksismal sebenarnya adalah tidur REM yang terkunci.

Sindrom Menelan Abnormal Terkait Tidur

Sindrom menelan abnormal merupakan suatu keadaan saat tidur dengan penelanan
yang tidak adekuat sehingga mengakibatkan aspirasi saliva, batuk, dan tersedak.
Sindrom ini disertai dengan terbangun yang singkat dan silih berganti.

42
Asma Terkait Tidur

Asma yang diperberat oleh tidur pada beberapa orang dapat menimbulkan gangguan
tidur yang signifikan.

Gejala Kardiovaskular Terkait Tidur

Gejala kardiovaskular terkait tidur berasal dari gangguan irama jantung, inkompetensi
miokardial, insufisiensi arteria koronaria dan variabilitas tekanan darah, yang dapat
dicetuskan atau diperberat oleh fisiologi kardiovaskular yang diubah oleh tidur atau
yang dimodifikasi oleh keadaan tidur.

Refluks Gastroesofagus Terkait Tidur

Refluks gastroesofagus terkait tidur merupakan suatu gangguan berupa pasien


terbangun dari tidur merupakan suatu gangguan berupa pasien terbangun dari tidur
dengan rasa nyeri terbakar di substernal atau rasa nyeri menyeluruh atau rasa sempit
di dada atau rasa pahit di rmulut. Batuk, tersedak, dan rasa tidak nyaman pernapasan
yang samar juga dapat terjadi berulang.

Hemolisis Terkait Tidur (Hemoglobinuria Nokturnal Paroksismal)

Hemoglobinuria nokturnal paroksismal adalah anemia hemolitik kronis didapat yang


jarang, berupa adanya hemolisis intravaskular yang menimbulkan hemoglobinemia
dan hemoglobinuria. Hemolisis dan hemoglobinuria yang ditimbulkan dipercepat saat
tidur, dan urine pagi hari berwarna merah kecoklatan. Hemolisis berkaitan dengan
periode tidur, bahkan jika periode digeser.

Gangguan Tidur yang Dicetuskan Zat

Setiap gangguan tidur (cth., insomnia, hipersomnia, parasomnia atau


kombinasi) dapat disebabkan oleh suatu zat (Tabel 21.2-14). Menurut DSM-IV-TR,
klinisi juga harus merinci apakah onset gangguan terjadi saat intoksikasi atau putus
zat.

43
Somnolen yang berkaitan dengan dengan toleransi atau putus zat akibat
stimulan sistem saraf pusat lazim terjadi pada orang-orang dengan putus zat
amfetamin, kokain, kafein dan zat terkait. Somnolen dapat dikaitkan dengan depresi
berat, yang kadang-kadang mencapai proporsi bunuh diri. Penggunaan depresan SSP
yang berlangsung lama, seperti alkohol, dapat menyebabkan somnolen. Penggunaan
alkohol berat di sore hari menimbulkan rasa mengantuk dan kesulitan bangun
keesokan harinya. Reaksi ini dapat memberikan masalah diagnostik ketika pasien
tidak mengakui penyalahgunaan alkohol.

Insomnia dikaitkan dengan toleransi atau putus obat sedatif-hipnotik, seperti


benzodiazepine, barbiturat, dan kloral hidrat. Dengan penggunaan agen tersebut
dalam waktu lama – biasanya dilakukan untuk menerapi insomnia akibat sumber-
sumber yang berbeda – toleransi meningkat, dan obat kehilangan efek mencetuskan
tidur; pasien kemudian sering meningkatkan dosis. Pada penghentian obat secara
tiba-tiba, keadaan tidak dapat tidur yang parah mencuat, sering disertai ciri umum
putus zat. Secara khas, pasien mengalami peningkatan sementara keparahan
insomnia.

Penggunaan agen hipnotik jangka-panjang (lebih dari 30 hari) ditoleransi


dengan baik oleh sejumlah pasien, tetapi yang lainnya mulai mengeluhkan gangguan
tidur, paling sering bangun singkat multiple di malam hari. Perekaman menunjukkan
gangguan arsitektur tidur, berkurangnya tidur tahap 3 dan 4, meningkatnya tidur
tahap 1 dan 2, serta fragmentasi tidur sepanjang malam. Klinisi harus waspada akan
stimulan SSP sebagai penyebab yang mungkin untuk insomnia dan harus ingat bahwa
berbagai obat untuk menurunkan berat badan, minuman yang mengandung kafein,
dan obat adrenergik yang digunakan sekali-sekali oleh pasien asmatik semuanya
dapat menimbulkan insomnia ini. Alkohol dapat membantu mencetuskan tidur tetapi
sering menyebabkan bangun di malam hari. Penggunaan alkohol di sore hari dapat
menimbulkan kesulitan untuk jatuh tertidur di malam hari.

44
Untuk alasan yang tidak selalu jelas, beragam obat kadang-kadang
menimbulkan masalah tidur sebagai efek samping. Obat ini mencakup antimetabolit
dan agen kemoterapeutik kanker lain, sediaan tiroid, agen antikonvulsan, obat
antidepresan, obat mirip hormon adrenokortikotropik (ACTH), kontrasepsi oral, α-
metildopa, dan antagonis reseptor β-adrenergik.

Agen lain tidak menimbulkan gangguan tidur saat digunakan, tetapi memiliki
efek ini setelah putus zat. Hampir setiap obat dengan agen sedasi atau tranquilizer,
termasuk saat ini benzodiazepine, phenothiazine, obat trisiklik sedasi, dan berbagai
narkotika, termasuk marijuana dan opioid, dapat memiliki efek ini.

Alkohol adalah depresan SSP dan menimbulkan masalah serius dengan


depresan SSP lain, saat pemberian – mungkin terkait dengan timbulnya toleransi –
dan setelah putus zat. Insomnia setelah mengonsumsi alkohol jangka panjang kadang-
kadang berat dan berlangsung selama beberapa minggu atau lebih lama. Klinisi
sebaiknya tidak memberikan obat yang berpotensi menimbulkan ketergantungan pada
pasien yang baru saja pulih dari ketergantungan; jika mungkin, obat tidur harus
dihindari.

Di antara para perokok, kombinasi ritual relaksasi dan kecenderungan dosis


rendah nikotin untuk menyebabkan sedasi sebenarnya dapat membantu tidur, tetapi
dosis tinggi nikotin dapat mengganggu tidur, terutama onset tidur. Perokok secara
khas tidur lebih sedikit daripada orang yang tidak merokok. Putus zat nikotin dapat
menyebabkan pusing atau terbangun dari tidur.

Tabel 21.2-14

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Tidur yang Dicetuskan Zat

A. Gangguan tidur yang menonjol dan cukup berat sehingga memerlukan


perhatian klinis tersendiri

45
B. Terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
baik (1) atau (2):
1) Gejala pada kriteria a terjadi selama, atau dalam sebulan sejak,
intoksikasi atau putus zat.
2) Penggunaan obat secara etiologis terkait dengan gangguan tidur
C. Gangguan ini sebaiknya tidak disebabkan oleh gangguan tidur yang bukan
dicetuskan zat. Bukti bahwa gejala sebaiknya disebabkan oleh gangguan tidur
yang bukan dicetuskan zat dapat mencakup hal berikut: gejala mendahului
onset penggunaan zat (atau penggunaan obat), gejala berlangsung untuk suatu
periode waktu tertentu (cth: sekitar satu bulan) setelah penghentian dari putus
zat akut atau intoksikasi berat atau sangat berlebihan jika mengingat jenis atau
jumlah zat yang digunakan. Atau durasi penggunaannya; atau terdapat bukti
lain yang mengesankan adanya gangguan tidur yang dicetuskan oleh bukan
zat tersendiri (cth: riwayat episode yang terkait dengan bukan zat)
D. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan delirium
E. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain
Catatan: diagnosis harus ditegakkan selain diagnosis intoksikasi atau putus zat
hanya jika gejala tidur berlebihan dengan gejala yang biasanya dikaitkan dengan
sindrom intoksikasi atau putus zat dan jika gejala cukup berat sehingga
membutuhkan perhatian klinis tersendiri.
Kode gangguan tidur yang dicetuskan oleh zat-(sebutkan zatnya)
Alkohol, amfetamin, kafein, kokain, opioid, sedatif, hipnotik, atau ansiolitik,
zat lainnya (atau tidak diketahui)

Tentukan tipenya:
Tipe insomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah insomnia.
Tipe hipersomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah hipersomnia.
Tipe parasomnia: jika gangguan tidur yang dominan adalah parasomnia.

46
Tipe campuran: jika terdapat lebih dari satu gangguan tidur dan tidak ada
yang dominan.

Tentukan jika:
Dengan onset saat intoksikasi: jika kriteria terpenuhi untuk intoksikasi dengan
zat dan gejala timbul selama sindrom intoksikasi.
Dengan onset saat putus zat: jika kriteria terpenuhi untuk intoksikasi untuk
putus zat dan gejala timbul selama, atau segera setelah sindrom putus zat
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC. American Psychiatric Association;
copyright 2000, dengan izin.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Edinger JD, Means MK. 2005. Overview of insomnia: Definitions,


epidemiology, differential diagnosis, and assessment. In: Kryger MH, Roth T,
Dement WC, eds. Principles and Practice of Sleep Medicine. 4th ed.
Philadelphia: Elsevier/Saunders. Pp. 702–713 Colten, Harvey R. Et Al. 2006.
Sleep Disorders And Sleep Deprivation: An Unmet Public Health Problem.
National Academy Of Sciences : Washington, Dc
2. Frost R. Sleep Disorder. Dalam: Introductory Textbook of Psychiatry,
Andreasen NC, Black DW. eds, 3rd ed. Am Psychiatric Publ. Inc, Washington
DC, London. 2001
3. Colten, Harvey R. Et Al. 2006. Sleep Disorders And Sleep Deprivation: An
Unmet Public Health Problem. National Academy Of Sciences : Washington,
Dc
4. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC. 2010
5. Kay Jerald & Tasman Allan. Essentials of Psychiatry. USA: John Wiley &
Sons Ltd.2006
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995
7. Prasad, Krishna et. al. A Review of Current Concepts in Bruxism – Diagnosis
and Management. Diunduh dari: www.nitte.edu.in/journal/December
2014/131.pdf tanggal 7 Desember 2016.
8. American Academy of Sleep Medicine. International classification of sleep
disorders, revised: Diagnostic and coding manual. Chicago, Illinois:
American Academy of Sleep Medicine, 2001.

48

Anda mungkin juga menyukai