Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam tubuh manusia, terdapat alat transportasi yang berguna sebagai pengedar
oksigen dan zat makanan ke seluruh sel-sel tubuh serta mengangkut karbon dioksida dan
zat sisa ke organ pengeluaran. Alat transportasi pada manusia terkoordinasi dalam suatu
sistem yang disebut sistem peredaran darah. Sistem peredaran darah manusia terdiri atas
darah, jantung, dan pembuluh darah.
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan)
tingkat tinggi yang berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan
oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai
pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah
diawali dengan kata hemo atau hemato yang berasal dari kata Yunani yang berarti haima
yang berarti darah.
Darah manusia berwarna merah, namun dalam hal ini warna darah ada dua jenis
warna merah pada darah manusia. Warna merah terang menandakan bahwa darah
tersebut mengandung banyak oksigen, sedangkan warna merah tua menandakan bahwa
darah tersebut mengandung sedikit oksigen atau dalam arti lain mengandung banyak
karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan oleh adanya hemoglobin.
Hemoglobin adalah protein pernafasan (respiratory protein) yang mengandung besi (Fe)
dalam bentuk heme yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Darah
juga mengangkut bahan-bahan sisa metabolisme, obatobatan dan bahan kimia asing ke
hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.
Namun terdapat juga beberpa penyakit yang disebabkan karena kelainan darah
diantaranya ialah anemia yang disebabkan karena defisiensi hemoglobin serta produksi
darah yang terganggu, leukemia yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel darah putih
yang tak terkendali , serta hemophilia yang merupakan gangguan perdarahan yang
disebabkan oleh defisiensi herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi.

1
B. Rumusan Masalah
a) Apa definisi dari hematologi ?
b) Apa pengertian dari darah ?
c) Apa saja komposisi yang terdapat pada darah ?
d) Apakah yang dimaksud dengan plasma darah ?
e) Apasajakah bagian dari korpus sel ?
f) Apasajakah fungsi dari darah ?
g) Apa sajakah gangguan yang terjadi pada sistem hematologi ?

C. Tujuan.
a) Untuk mengetahui definisi dari hematologi
b) Untuk mengetahui pengertian dari darah
c) Untuk mengetahui komposisi yang terdapat pada darah
d) Untuk mengetahui yang dimaksud dengan plasma darah
e) Untuk mengetahui bagian dari korpus sel
f) Untuk mengetahui fungsi dari darah
g) Untuk mengetahui gangguan yang terjadi pada sistem hematologi.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Hematologi
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport. Darah
merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma
darah dan bagian korpuskuli.
Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang ilmu kedokteran mengenai
sel darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang berhubungan dengan sel serta organ
pembentuk darah. Setiap orang mengetahui bahwa pendarahan pada akhirnya akan
berhenti ketika terjadi luka atau terdapat luka lama yang mengeluarkan darah kembali.
Saat pendarahan berlangsung, gumpalan darah beku akan segera terbentuk dan mengeras,
dan luka pun pulih seketika. Sebuah kejadian yang mungkin tampak sederhana dan biasa
saja di mata Anda, tapi tidak bagi para ahli biokimia. Penelitian mereka menunjukkan,
peristiwa ini terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit. Hilangnya satu
bagian saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan sekecil apa pun padanya, akan
menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.
Darah harus membeku pada waktu dan tempat yang tepat, dan ketika keadaannya
telah pulih seperti sediakala, darah beku tersebut harus lenyap. Sistem ini bekerja tanpa
kesalahan sedikit pun hingga bagian-bagiannya yang terkecil. Jika terjadi pendarahan,
pembekuan darah harus segera terjadi demi mencegah kematian. Di samping itu, darah
beku tersebut harus menutupi keseluruhan luka, dan yang lebih penting lagi, harus
terbentuk tepat hanya pada lapisan paling atas yang menutupi luka. Jika pembekuan
darah tidak terjadi pada saat dan tempat yang tepat, maka keseluruhan darah pada
makhluk tersebut akan membeku dan berakibat pada kematian.

B. Pengertian Darah
Darah adalah cairan yang ada pada manusia sebagai alat transportasi berfungsi
untuk mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh,

3
mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh
terhadap virus atau bakteri.
Darah merupakan bagian dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total.
Darah berbentuk cairan yang berwarna merah dan agak kental. Darah merupakan bagian
penting dari system transport karena darah mengalir keseluruh tubuh dan berhubungan
langsung dengan sel-sel tubuh. Darah manusia berwarna merah, antara merah terang
apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada
darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang
mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-
molekul oksigen. Warna merah terjadi karena keadaannya tidak tetap tergantung pada
banyaknya oksigen dan karbondioksida didalamnya. Adanya oksigen dalam darah
diambil dengan jalan bernafas dan zat ini sangat berguna pada peristiwa pembakaran atau
metabolisme di dalam tubuh. Darah terdiri atas dua bagian, bagian cair yang disebut
plasma dan unsur –unsur padat yaitu sel-sel darah. Tiga jenis sel darah utama adalah sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit) sedangkan
cairan berwarna kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma

C. KOMPOSISI DARAH
Darah terdiri dari 55% Plasma Darah (bagian cair darah yang berwarna
kekuningan yang membentuk medium cairan darah) dan 45% Korpuskuler (bagian padat
darah). Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini memiliki rasa dan
bau yang khas, serta pH 7,4. Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua
kebiruan bergantung pada kadar oksigen yang dibawa oleh sel darah merah. Volume
darah total sekitar 5 L pada laki-laki dewasa dan kurang dari 5 L pada wanita dewasa.
Volume ini bervariasi pada ukuran tubuh dan berbanding terbalik pada jumlah jaringan
adiposa. Volume ini juga bervariasi sesuai dengan perubahan cairan darah dan
konsentrasi elektrolitnya.

D. PLASMA DARAH ( BAGIAN CAIR DARAH )


Plasma darah adalah salah satu penyusun darah yang berwujud cair serta
mempengaruhi sekitar 5% dari berat badan manusia. Plasma darah memiliki warna

4
kekuning-kuningan yang didalamnya terdiri dari 90% air, 8% protein, dan 0,9% mineral,
oksigen, enzim, dan antigen. Sisanya berisi bahan organik, seperti lemak, kolestrol, urea,
asam amino, dan glukosa.
Plasma darah merupakan cairan darah yang berfungsi untuk mengangkut dan
mengedarkan sari-sari makanan ke seluruh bagian tubuh manusia, dan mengangkut zat
sisa metabolisme dari sel-sel tubuh atau dari seluruh jaringan tubuh ke organ
pengeluaran.
Di dalam plasma darah terdapat beberapa protein terlarut yaitu:
1. Albumin berfungsi untuk memelihara tekanan osmotik
2. Globulin berfungsi untuk membentuk zat antibodi
Mekanisme pembekuan darah

Pembuluh darah robek

Trombin
Protombin

Fibrinogen Fibrin

Menyumbat luka

Pada gambar 1.1 Skema susunan darah manusia, disebutkan bahwa plasma darah terdiri
atas serum dan fibrinogen. Seperti yang telah dijelaskan diatas, fibrinogen adalah sumber
fibrin yang berfungsi dalam proses pembekuan darah, sedangkan serum adalah suatu
cairan berwarna kuning. Serum berfungsi sebagai penghasil zat antibodi yang dapat
membunuh bakteri atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh kita.

5
E. KORPUS SEL (Bagian padat sel).
1. Sel darah merah ( eritrosit ).

Sel darah merah atau yang juga disebut eritrosit berasal dari bahasa Yunani yaitu,
erythos yang berarti merah dan kytos yang berarti selubung / sel. Eritrosit merupakan
bagian sel darah yang mengandung hemoglobin (Hb). Fungsi utama daari sel darah
merah adalah mengikat oksigen dan karbon dioksida. Bagian sel darah merah yang
sangat berperan dalam mengikat oksigen adalah hemoglobin. Hemoglobin adalah
biomolekul yang mengikat oksigen. Sedangkan darah yang berwarna merah cerah
dipengaruhi oleh oksigen yang diserap dari paru-paru. Pada saat darah mengalir ke
seluruh tubuh, hemoglobin melepaskan oksigen ke sel dan mengikat karbondioksida.
Jumlah hemoglobin pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100 cc darah.
Normal Hb wanita 11,5 mg% dan laki-laki 13,0 mg%. Sel darah 5 merah memerlukan
protein karena strukturnya terdiri dari asam amino dan memerlukan pula zat besi,
sehingga diperlukan diet seimbang zat besi. Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah
ini bisa berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah.
Apabila kedua-duanya berkurang maka keadaan ini disebut animea, yang biasanya
disebabkan oleh pendarahan hebat, penyakit yang melisis eritrosit, dan tempat
pembuatan eritrosit terganggu.
Bentuk sel darah merah pada manusia adalah bikonkaf atau berbentuk piringan
pipih seperti donat dan tidak berinti. Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter
sekitar 6-8 µm dan tebalnya sekitar 2 µm, eritrosit termasuk sel paling kecil daripada
sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. Jumlah sel darah merah adalah jumlah
yang paling banyak dibandingkan jumlah sel darah lainnya. Secara normal, di dalam
darah seorang laki-laki dewasa terdapat 25 trilliun sel darah merah atau setiap satu
milimeter kubik (1 mm3) darah trdapat 5 juta sel darah merah. Pada perempuan dewasa,
jumlah sel darah merah per milimeter kubiknya sebanyak 4,5 juta.

6
Sel darah merah hanya mampu bertahan selama 120 hari. Proses dimana
eritrosit diproduksi dimaksud eritropoiesies. Sel darah merah yang rusak akhirnya akan
pecah menjadi partikel-partikel kecil di dalam hati dan limpa. Sebagian besar sel yang
rusak dihancurkan oleh limpa dan yang lolos akan dihancurkan oleh hati. Hati
menyimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang kemudian diangkut oleh darah ke
sumsum merah tulang untuk membentuk sel darah merah yang baru. Sumsum merah
tulang memproduksi eritrosit, dengan laju produksi sekitar 2 juta eritrosit per detik.
Produksi dapat distimulasi oleh hormon eritoprotein (EPO) yang disintesa ginjal.
Hormon ini sering digunakan para atlet dalam suatu pertandingan sebagai doping. Saat
sebelum dan sesudah meninggalkan sumsum tulang belakang, sel yang berkembang ini
dinamakan retikulosit dan jumlahnya sekitar 1% dari semua darah yang beredar

2. Sel darah putih ( leukosit ).

Sel darah putih, leukosit adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah
putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai
bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat
bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler / diapedesi. Jumlah sel
darah putih (leukosit) jauh lebih besar daripada sel darah merah. Namun jumlah sel
darah putih jauh lebih sedikit daripada sel darah merah. Pada orang dewasa setiap 1
mm3 darah terdapat 6.000 - 9.000 sel darah putih. Tidak seperti sel darah merah, sel
darah putih memiliki inti (nukleus). Sebagian besar sel darah putih bisa bergerak seperti
Amoeba dan dapat menembus dinding kapiler. Sel darah putih dibuat di dalam sumsum
merah, kelenjar limfa, dan limpa (kura). Sel darah putih memiliki ciri-ciri, antara lain
tidak berwarna (bening), bentuk tidak tetap (ameboid), berinti, dan ukurannya lebih
besar daripada sel darah merah.

7
Berdasarkan ada tidaknya granula di dalam plasma, leukosit dibagi:
a) Leukosit Bergranula (Granulosit)
1) Neutrofil adalah sel darah putih yang paling banyak yaitu sekitar 60%. Plasmanya
bersifat netral, inti selnya banyak dengan bentuk yang bermacam-macam dan
berwarna merah kebiruan. Neutrofil bertugas untuk memerangi bakteri pembawa
penyakit yang memasuki tubuh. Mula 7 mula bakteri dikepung, lalu butir-butir di
dalam sel segera melepaskan zat kimia untuk mencegah bakteri berkembang biak
serta menghancurkannya.
2) Eosinofil adalah leukosit bergranula dan bersifat fagosit. Jumlahnya sekitar 5%.
Eosinofil akan bertambah jumlahnya apabila terjadi infeksi yang disebabkan oleh
cacing. Plasmanya bersifat asam. Itulah sebabnya eosinofil akan menjadi merah
tua apabila ditetesi dengan eosin. Eosinofil memiliki granula kemerahan. Fungsi
dari eosinofil adalah untuk memerangi bakteri, mengatur pelepasan zat kimia, dan
membuang sisasisa sel yang rusak.
3) Basofil adalah leukosit bergranula yang berwarna kebiruan. Jumlahnya hanya
sekitar 1%. Plasmanya bersikap basa, itulah sebabnya apabila basofil ditetesi
dengan larutan basa, maka akan berwarna biru. Sel darah putih ini juga bersifat
fagositosis. Selain itu, basofil mengandung zat kimia anti penggumpalan yang
disebut heparin.
b) Leukosit Tidak Bergranula (Agranulosit).
1) Limfosit adalah leukosit yang tidak memiliki bergranula. Intiselnya hampir
bundar dan terdapat dua macam limfosit kecil dan limfosit besar. 20% sampai 30%
penyusun sel darah putih adalah limfosit. Limfosit tidak dapat bergerak dan berinti
satu. Berfungsi sebagai pembentuk antibodi.
2) Monosit adalah leukosit tidak bergranula. Inti selnya besar dan berbentuk bulat
atau bulat panjang. Diproduksi oleh jaringan limfa dan bersifat fagosit.
3) Antigen adalah apabila ada benda asing ataupun mikroba masuk ke dalam tubuh,
maka tubuh akan menganggap benda yang masuk tersebut adalah benda asing.
Akibatnya tubuh memproduksi zat antibodi melalu sel darah putih untuk
menghancurkan antigen. Glikoprotein yang terdapat pada hati kita, dapat menjadi
antigen bagi orang lain apabila glikoprotein tersebut disuntikkan kepada orang

8
lain. Hal ini membuktikan bahwa suatu bahan dapat dianggap sebagai antigen
untuk orang lain tetapi belum tentu sebagai antigen untuk diri kita sendiri. Hal
tersebut juga berlaku sebaliknya.
Leukosit yang berperan penting terhadap kekebalan tubuh ada dua macam:
a) Sel Fagosit akan menghancurkan benda asing dengan cara menelan
(fagositosis). Fagosit terdiri dari dua macam:
(1). Neutrofil, terdapat dalam darah.
(2). Makrofag, dapat meninggalkan peredaran darah untuk masuk kedalam
jaringan atau rongga tubuh.
b) Sel Limfosit
Limfosit terdiri dari :
(1). T Limfosit (T sel), yang bergerak ke kelenjar timus (kelenjar limfa di dasar
leher)
(2).B Limfosit (B Sel) Keduanya dihasilkan oleh sumsum tulang dan diedarkan
ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah, menghasilkan antibodi yang
disesuaikan dengan antigen yang masuk ke dalam tubuh. Seringkali virus
memasuki tubuh tidak melalui pembuluh darah tetapi melalui kulit dan
selaput lendir agar terhindar dari lukosit. Namun selsel tubuh tersebut tidak
berdiam diri. Sel-sel tersebut akan menghasilkan interferon suatu protein
yang dapat memproduksi zat penghalang terbentuknya virus baru (replikasi).
Adanya kemampuan ini dapat mencengah terjadinya serangan virus.

3. Keping darah merah ( trombosit )


Dibandingkan dengan sel darah lainnya, keping darah memiliki ukuran yang
paling kecil, bentuknya tidak teratur, dan tidak memiliki inti sel. Keping darah dibuat di
dalam sumsum merah yang terdapat pada tulang pipih dan tulang pendek. Setiap 1 mm3
darah terdapat 200.000 – 300.000 butir keping darah. Trombosit yang lebih dari 300.000
disebut trombositosis, sedangkan apabila kurang dari 200.000 disebut trombositopenia.
Trombosit hanya mampu bertahan 8 hari. Meskipun 9 demikian trombosit mempunyai
peranan yang sangat penting dalam proses pembekuan darah.

9
Pada saat kita mengalami luka, permukaan luka tersebut akan menjadi kasar.
Jika trombosit menyentuh permukaan luka yang kasar, maka trombosit akan pecah.
Pecahnya trombosit akan menyebabkan keluarnya enzim trombokinase yang terkandung
di dalamnya. Enzim trombokinase dengan bantuan mineral kalsium (Ca) dan vitamin K
yang terdapat di dalam tubuh dapat mengubah protombin menjadi trombin. Selanjutnya,
trombin merangsang fibrinogen untuk membuat fibrin atau benang-benag. Benang-
benang fibrin segera membentuk anyaman untuk menutup luka sehingga darah tidak
keluar lagi.

F. Fungsi Darah
Darah memiliki bagian yang cair (plasma darah) dan bagian yang padat (sel darah).
Bagian – bagian tersebut memiliki fungsi tertentu dalam tubuh. Secara garis besar, fungsi
utama darah adalah sebagai berikut:
1. Sebagai alat pengangkut (transportasi).
Fungsi darah sebagai alat pengangkut adalah mengedarkan sari-sari makanan ke
seluruh sel tubuh, mengedarkan hormon, serta mengangkut sisa-sisa pembakaran dari
sel-sel tubuh ke alat pengeluaran. Hormon adalah suatu zat kimia yang dihasilkan
oleh kelenjar tak bersaluran atau kelenjar buntu (endokrin). Sari makanan dan hormon
diedarkan oleh plasma darah, sedangkan oksigen diangkut oleh sel-sel darah merah
2. Menjaga suhu tubuh dengan cara memindahkan panas dari organ tubuh yang aktif ke
organ tubuh yang kurang aktif sehingga suhu tubuh tetap stabil, yaitu berkisar antara
36 – 37oC. Darah beredar mengangkut oksigen untuk keperluan oksidasi. Melalui
peristiwa oksidasi, dihasilkan energi lain dalam bentuk panas. Panas sebagai hasil
oksidasi dalam tubuh, terutama digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh
manusia, yaitu lebih kurang 37°C. Pada waktu suhu udara panas, darah dan pembuluh
darah di kulit akan memindahkan panas ke udara di sekitamya sehingga suhu tubuh
tidak akan terus meningkat
3. Sebagai pertahanan tubuh.
Bagian tubuh yang berfungsi sebagai alat pertahanan tubuh, yaitu sel – sel darah putih
dan keping – keping darah. Sel darah putih berfungsi membunuh kuman yang masuk
ke tubuh sedangkan keping – keping darah berfungsi menutup luka.

10
4. Pembekuan darah yang dilakukan oleh keping darah (trombosit).
5. Plasma merupakan pengangkut utama zat gizi dan produk sampingan metabolik ke
organ-organ tujuan untuk penyimpanan atau ekskresi.
6. Eosinofil berperan untuk melakukan fagositosis, yaitu memusnahkan setiap sel asing
yang memasuki tubuh.

G. Gangguan pada sistem peredarah darah


Banyak penyakit serta kelainan yang disebabkan oleh sistem peredaran darah manusia. Di
bawah ini adalah beberapa penyakit ataupun kelainan yang disebabkan oleh sel – sel
darah :
1. Anemia
a) Pengertian
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel
darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah
merah berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang
memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya
ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah
merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat
mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh
Anemia didefinisikan sebagai kondisi dimana terjadinya penurunan konsentrasi
eritrosit atau hemoglobin pada darah sampai dibawah normal, hal ini terjadi apabila
keseimbangan antara kehilangan darah (lewat perdarahan atau penghancuran sel) dan
produksi darah terganggu. Dengan kata lain, anemia terjadi apabila kadar eritrosit
atau hemoglobin dalam darah menurun dan mengakibatkan penurunan fungsi
utamanya
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008).
Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah
eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal (Dallman dan Mentzer, 2006).

11
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) Anemia didefinisikan sebagai keadaan di
mana level Hb rendah karena kondisi patologis.
Dari pengertian yang didefinisikan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
anemia adalah istilah yang menunjukkan jumlah sel darah merah dan hemoglobin
yang rendah dan tingkat hematokrit di bawah normal. Anemia bukanlah penyakit,
tetapi merupakan refleksi dari keadaan penyakit atau gangguan yang disebabkan
fungsi tubuh. Anemia fisiologis terjadi ketika ada kekurangan hemoglobin untuk
membawa oksigen ke jaringan.

b) Klasifikasi anemia
1) Anemia Mycrocytic Hypocrom
Anemia mycrocytic hypocrom adalah anemia dengan ciri ukuran sel darah merah
lebih kecil dari ukuran normal dan berwarna coklat, yang disebabkan karena
kekurangan ion Fe sebagai komponen hemoglobin. Patofisiologi simpanan zat
besi habis, kadar serum menurun, dengan gejala klinis timbul karena jumlah
hemoglobin tidak adekuat untuk mengangkut oksigen keseluruh jaringan tubuh.
Dengan manifestasi klinik diantaranya kulit dan mukosa tampak pucat, fertigo,
keletihan, depresi, takikardi, aminore.
2) Anemia Sel Sabit ( Haemolitic)
Anemia sel sabit merupakan bentuk anemia yang bersifat kronis dan bersifat
bawaan dimana sebagian atau seluruh hemoglobin normal diganti dengan
hemoglobin abnormal. Penyebabnya bermacam-macam yaitu kturunan,
crythoblastosis, malaria, autoimun dank arena bahan kimia tertentu.
3) Anemia Megoblastic
Anemia megoblastic adalah sekelompol anemia yang ditandai oleh adanya
eritoblas yang besar yang terjadi akibat gangguan maturasi inti sel tersebut yang
disebut megaloblas. Anemia megaloblas disebabkan oleh defisiensi B12, asam
volat, gangguan metabolism vitamin B12 dan asam volat, gangguan sintesis DNA
akibat dari : defisiensi enzim congenital dan didapat setelah pemberian obat
siatatic tertentu. Patofisiologinya defisiensi aman volat dan vitamin B12jelas akan

12
mengganggu sintesis DNA hingga terjadi gangguan maturasi sel dengan akibat
timbulnya sel sel megaloblas.
4) Anemia apalastic
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel hematopoitik
dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoitik dalam sumsum tulang. Anemia aplastik dapat
terjadi karena disebabkan oleh beberpa faktor, diantaranya ialah Faktor
congenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti
mikrosepali, strabismus, anomaly jari, kelainan ginjal, dsb. Faktor didapat dari
bahan kimia (benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb, ), obat, radiasi, faktor
individu, infeksi, keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin dan idiopatik.
Ditandai dengan pucat, lemah, perdarahan, demam, tanpa organomegali.

c) Tanda-tanda terjadinya anemia


Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), tanda-tanda Anemia meliputi:
(a) Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)
(b) Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
(c) Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan
menjadi pucat.
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga
golongan besar yaitu sebagai berikut:
(1) Gejala umum anemia
Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome.
Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada
semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian
rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala
tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah:
 Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat
beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.

13
 Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-
kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada
ekstremitas.
 Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta
rambut tipis dan halus
(2) Gejala Khas Masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai
berikut:
(a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
(b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
(c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
(d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tandatanda infeksi.
(3) Gejala akibat penyakit dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul karena
penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia defisiensi
besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan
gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti
jerami.
Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya menyebabkan
kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas
dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
(a) Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang
(b) Glositis : iritasi lidah
(c) Keilosis : bibir pecah-pecah
(d)Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

d) Etiologi
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1) Gangguan pembentukan eritrosit

14
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi
tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino,
serta gangguan pada sumsum tulang.
2) Perdarahan
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah
merah dalam sirkulasi. Perdarahan yang disebabkan karena perdarahan akut
(mendadak), kecelakaan, pembedahan, persalinan, pecahnya pembuluh
darah,perdarahan kronik (menahun), perdarahan menstruasi yang sangat banyak,
serta hemophilia.

e) Patofisiologi
Insiden anemia mencerminkan hilangnya kegagalan sumsum atau sel darah
merah yang berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi karena
kekurangan gizi, paparan racun, invasi tumor atau sebagian besar karena penyebab
yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemplisis (kehancuran), ini bisa karena cacat sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel-sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama pada sel fagosit atau sistem
retikuloendotelial, terutama di hati dan limpa. Maslah sampingan dari proses ini
adalah bilirubin akan memasuki aliran darah. Setiap peningkatan penghancuran sel
darah merah (hemolisis) segera tercermin oleh peningkatan bilirubin plasma
(konsentrasi normal ≤ 1 mg / dl, kadar di atas 1,5 mg / dl mengakibatkan ikterus di
sklera).
Jika penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi pengalaman, (yang
hemplitik kelainan) kemudian muncul dalam hemoglobin plasma (hemoglobinemia).
Jika konsentrasi plasma melebihi kapasitas plasma haptoglobin (hemoglobin
mengikat protein) maka akan mengikat semua, hemoglobin akan menyebar dalam
glomerulus ginjal lalu masuk ke dalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan tentang apakah anemia pada pasien yang disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah biasanya memadai
untuk diperoleh dasar yaitu. retikulosit dihitung dalam sirkulasi darah, dan derajat

15
proliferasi muda sel darah merah dalam sumsum tulang serta bagaimana
pematangannya, seperti yang terlihat di biopsi, dan kehadiran atau tidak adanya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia (Wiwik, h, & Hariwibowo, A. S 2008).

f) Dampak anemia
1. Anak-anak.
 Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
 Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak.
 Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena system imun menurun
2. Remaja Putri
 Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
 Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
 Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.
 Mengakibatkan muka pucat.
3. Wanita
 Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit.
 Menurunkan produktivitas kerja.
 Menurunkan kebugaran
4. Ibu hamilMenimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan.
 Meningkatkan risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau BBLR
(<2,5 kg).
 Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan/atau bayinya.

g) Pencegahan anemia
Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain
sebagai berikut:
1) Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan,
ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua,
kacang-kacangan, dan tempe
2) Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan
penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.

16
3) Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid

h) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% –
50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit) penurunan Hb/Ht dan total
SDM.
2. Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel
bentuk bulan sabit.
3. Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya
hemoglobin S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang
diwariskan (trait)
4. Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin abnormal
dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait.
5. LED : meningkat
6. GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2
7. Bilirubin serum : meningkat
8. LDH : meningkat
9. IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
10. Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang
11. Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang (Doenges E.M, 2002).
12. Nilai normal sel darah :
a. Eritrosit (juta/mikro lt) umur bbl 5,9 (4,1 – 7,5), 1 Tahun 4,6 (4,1 – 5,1), 5
Tahun 4,7 (4,2 -5,2), 8 – 12 Tahun 5 (4,5 -5,4).
b. Hb (gr/dl)Bayi baru lahir 19 (14 – 24), 1 Tahun 12 (11 – 15), 5 Tahun 13,5
(12,5 – 15), 8 – 12 Tahun 14 (13 – 15,5).
c. Leokosit (per mikro lt) Bayi baru lahir 17.000 (8-38), 1 Tahun 10.000 (5 –
15), 5 Tahun 8000 (5 – 13), 8 – 12 Tahun 8000 (5-12).
Trombosit (per mikro lt) Bayi baru lahir 200.000, 1 Tahun 260.000, 5 Tahun
260.000, 8 – 12 Tahun 260.000.
d. Hemotokrit (%0)Bayi baru lahir 54, 1 Tahun 36, 5 Tahun 38, 8 – 12 Tahun
40

17
2. Leukimia
a) Pengertian
Leukemia merupakan penyakit neoplastik yang ditandai adanya proliferasi
abnormal dari sel-sel hematopoitik. (Sylvia Anderson, 1995)
Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam
darah berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun
menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah
normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam
klinik. (Ngastiyah, 1997)
Leukemia adalah kanker dari sel-sel darah. Penyakit tersebut disebabkan
oleh pertumbuhan sel-sel darah putih yang tak terkendali. Leukemia terjadi jika
proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih dalam sumsum tulang
menghasilkan perubahan ke arah keganasan.

b) Klasifikasi Leukimia
Berdasarkan perbedaan tipe leukemia dibedakan menjadi dua yaitu Leukemia Akut
dan Leukemia Kronis.
1) Leukemia Akut
Leukemia akut mempunyai kejadian yang cepat dengan tipe yang progresif,
dimana pasien dapat meninggal beberapa hari atau beberapa bulan jika tidak
diobati. Menurut French-American-British (FAB), Leukemia Akut terdiri dari
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dan Leukemia Myeloid Akut (LMA)
a. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Adanya kerusakan pada limfoid dengan karakteristik proliferasi sel limfoid
imatur pada sumsum tulang. Limpadenopati, hepatosplenomegali dan
gangguan susunan saraf pusat dapat terjadi pada jumlah leukosit sampai
dengan 100.000/mm3.
Secara morfologis LLA dibagi menjadi 3, yaitu:
(1) L1: Jenis LLA yang paling banyak pada masa anak-anak, sel
limfoblas kecil-kecil.
(2) L2 : LLA pada orang dewasa, sel lebih besar, inti ireguler,

18
populasi sel heterogen.
(3) L3: Sel-sel besar, populasi sel homogeny.
b.Leukemia Myeloid Akut (LMA)
Pada leukemia jenis ini terjadi kerusakan dalam pertumbuhsn dan pematangan
sel megakariosit, monosit, granulosit dan eritrosit. Prognosisnya dalam jangka
panjang biasanya jelek.
Menurut FAB, LMA terdiri atas:
(1) M1 : Myelositik leukemia akut tanpa diferensiasi
(2) M2 : Myelositik leukemia akut dengan diferensiasi
(3) M3 : Promyelositik leukemia akut
(4) M4 : Myelomonositik leukemia akut
(5) M5 : Monositik leukemia akut dengan deferensiasi
(6) M5A : Monoblastik leukemia akut tanpa diferensiasi
(7) M6 : Eritroleukemia

2) Leukemia Kronis
a. Leukemia myelogenous kronik (LMK)
Terjadi akibat kerusakan murni di pluripotent stem cell. Pada pemeriksaan
darah perifer ditemukan adanya leukositosis dan trombositosis. Ditemukan
juga adanya peningkatan produksi dari granulosit seperti netropil, eosinophil
dan basofil.
b.Leukemia lympositik kronik (LLK)
Karakteristik leukemia jenis ini adalah adanya proliferasi awal limfosit B.
Hasil pemeriksaan darah perifer ditemukan peningkatan jumlah sel limfosit
baik matur maupun imatur. Peningkatan jumlah limfosit akan memfiltrasi
kelenjar limfe, hati, limpa dan sumsum tulang. Perkembangan penyakit ini
mulai stage 0 – IV sampai dengan 5 tahun.

19
c) ETIOLOGI
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit leukemia.
1. Host
Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA
merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan
puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39 tahun,
sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK
merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden
leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden
yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan
dengan kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker.
Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun.
Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak.
Leukemia terjadi paling sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada
anak-anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4 tahun.
Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di The Los Angeles
County-University of Southern California (LAC+USC) Medical Centre
melaporkan bahwa penderita leukemia menurut etnis terbanyak yaitu
hispanik (60,9%) yang mencerminkan keseluruhan populasi yang dilayani
oleh LCA + USA Medical Center. Dari pasien non-hispanik yang umum
berikutnya yaitu Asia (23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan Kaukasia
(4,6%).
Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20
kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada
penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital,

20
sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi,
sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat
dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara
kandung penderita naik 2-4 kali.19 Selain itu, leukemia juga dapat terjadi
pada kembar identik.
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif
leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75; CI=1,32-10,99) artinya
orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali memiliki riwayat
keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
leukemia.
2. Agent
Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada
binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai
salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan
dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di
dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang
menyebabkan leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis
cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien
dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi
tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro
Karibia dan Amerika Serikat.
Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali
meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap
sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita

21
leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian
tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom
atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih
banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan
tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang
diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih
banyak.
Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol,
fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18
Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya
Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko
terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang
yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene
dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.
Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya
leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita
leukemia terutama LMA.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan
risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control
memperlihatkan bahwa merokok lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko
kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita
LMA kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan
orang yang tidak menderita LMA. Penelitian di Los Angles (2002),
menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan merokok.
Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa perokok berat
dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada

22
orang yang merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya
merokok.
3.Lingkungan (Pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan
pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di
Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok petani.
Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control meneliti hubungan ini,
pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di
bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu
rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian atau peternakan mempunyai
risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang menderita
leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan dibanding
orang yang tidak menderita leukemia.

d) Patofisiologi
Leukemia mempunyai sifat khas proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel
darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.
Ada dua masalah terkait dengan sel leukemia yaitu adanya overproduksi dari sel
darah putih, keduan adanya sel-sel abnormal atau imatur dari sel darah putih,
sehingga fungsi dan strukturnya tidak normal. Produksi sel darah putih yang sangat
meningkat akan menekan elemen sel darah yang lain seperti penurunan produksi
eritrosit mengakibatkan anemia, trombosit menjadi menurun mengakibatkan
trombositopenia dan leukopenia dimana sel darah putih yang normal menjadi
sedikit. Adanya trombositopenia mengakibatkan mudahnya terjadi infeksi. Sel-sel
kanker darah putih juga dapat menginvasi pada sumsum tulang dan periosteum
yang dapat mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan nyeri tulang. Disamping itu
infiltrasi keberbagai organ seperti otak, ginjal, hati, limpa, kelenjar limfe
menyebabkan pembesaran dan gangguan pada organ terkait.

23
e) Manifestasi Klinik
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,
neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.
1) Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan
sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah,
letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga
ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi, hipermetabolisme. Nyeri tulang
bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur.
2) Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya
terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit
yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan
kesadaran, napas sesak, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga
menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
3) Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang
mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata,
penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu
makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat
malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
4) Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas.
Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat
desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit
berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia yang
bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi.

24
f) Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi
o Hemoglobin (Hb) rendah
o Trombositopenia
o Leukosit meningkat dapat lebih dari 200.000/mm3, normal atau menurun,
dapat kurang dari 1.000/mm3
2. Apusan darah tepi
Adanya sel muda (mieloblas, promielosit, limfoblast, monoblast, eritroblast)
3. Sumsum tulang
Merupakan test diagnostic yang sangat penting untuk mendiagnostik dan
menentukan tipe sel maligna Adanya hiperseluler, sel sumsum tulang diganti
sel leukosit.
4. Pemeriksaan immunophenotyping
Untuk menentukan jenis sel leukemia
5. Lumbal pungsi
Menentukan ada atau tidaknya sel-sel blast dalam system saraf pusat, 5% kasus
leukemia terjadi kelainan
6. Radiografi
MRI dan CT Scan kepala dan tubuh untuk mendeteksi adanya lesi, infeksi di
tempat lain.

g) Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan leukemia ditentukan berdasarkan klasifikasi, prognosis dan
penyakit penyerta.
1.Radioterapi dan kemoterapi, dilakukan ketika sel leukemia sudah terjadi
metastasis. Kemoterapi dilakukan juga pada fase induksi remisi yaitu keadaan
dimana gejala klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum tulang
menghilang serta pada fase post remisi yang bertujuan mempertahankan
remisi selama mungkin.

25
2. Terapi modalitas, untuk mencegah komplikasi, karena adanya pansitopenia,
anemia, perdarahan dan infeksi. Pemberian antibiotic dan mungkin tranfusi
dapat diberikan.
3. Pencegahan terpaparnya mikroorganisme dengan isolasi
4. Transplantasi sumsum tulang, merupakan alternatif terbaik dalam
penanganan leukemia. Terapi ini juga biasa dilakukan pada pasien dengan
lymphoma, anemia aplastic

3. Hemofilia
a) Pengertian
Hemofillia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu
haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia
adalah suatu penyakit yang diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak
tersebut dilahirkan. Dari pada seorang penderita hemofillia tidak dapat membeku
dengan sendirinya secara normal. Jika terjadi luka, darah akan terus keluar karena
darah yang seharusnya membeku tidak jadi beku dengan sendirinya secara normal.
Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofillia tidak secepat dan
sebanyak orang lain yang normal. Jika terjadi luka, darah akan keluar karena darah
yang seharusnya membeku tidak jadi membeku atau bisa membeku tetapi dalam
waktu yang lebih panjang di bandingkan dengan orang normal.
Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi
herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi (Wong, 2003). Hemofilia
merupakan penyakit pembekuan darah kongenital yang disebabkan karena
kekurangan faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan faktor IX. Faktor
tersebut merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang sangat
dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalam pembentukan bekuan fibrin
pada daerah trauma (Hidayat, 2006). Hemofilia merupakan gangguan koagulasi
kongenital paling sering dan serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor
VIII, IX atau XI yang ditentukan secara genetic (Nelson, 1999). Hemofilia
merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai,
bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten (Price & Wilson, 2005).

26
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui
kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka
hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa
sifat saja (carrier)
Hemofilia adalah penyakit yang bersifat menurun (genetik), maksudnya
dapat diturunkan pada keturunannya. Penderita penyakit ini tidak dapat
menghentikan pendarahan akibat luka karena darahnya sukar membeku.

b) Etiologi
1. Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor
pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada
kulit atau perdarahan spontan atau perdarahan yang berlebihan setelah suatu
trauma.
2. Faktor didapat
Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II (protrombin) yang terdapat pada
keadaan berikut:
(1) Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor
darah khususnya faktor II mengalami gangguan.
(2) Defisiensi vitamin K, hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif,
fistula biliaris, absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena
gangguan pertumbuhan bakteri usus.
(3) Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain
(4) Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat
antagonistik terhadap protrombin.
(5) Disseminated intravascular coagulation (DIC)

c) Patofisiologi

Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak


kekurangan factor pembekuan VII (hemofiliaA) atau faktor IX (hemofilia B atau
penyakit Christmas). Keadaan ini adalah penyakit kongenital yang diturunkan oleh

27
gen resesif X-linked dari pihak ibu. Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma
yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor
tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera.
Hemofilia berat terjadi bila kosentrasi factor VIII dan IX plasma kurang dari 1%.
Hemofilia sedang terjadi bila kosentrasi plasma antara 1% dan 5%, dan hemofilia
ringan terjadi bila kosentrasi plasma antara 5% dan 25% dari kadar normal.
Manifestasi klinisnya bergantung pada umur anak dan hebatnya defisiensi factor
VIII dan IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan, timbul spontan atau
setelah trauma yang relative ringan. Tempat perdarahan paling umum adalah di
dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha. Otot yang
paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah, gastroknemius, dan iliopsoas.
Karena kemajuan dalam bidang pengobatan, hampir semua pasien hemofilia
diperkirakan dapat hidup normal (Betz & Sowden, 2002).
Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII antihemophlic
factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor utama dalam
pembentukan tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan
dalam darah lebih sedikit, yang dapat memperberat penyakit. Trombosit yang
melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan
melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang sangat penting untuk mengawali
system pembekuan, sehingga untaian fibrin memendek dan mendekatkan pinggir-
pinggir pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah tersebut. Setelah
pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem fibrinolitik yang mengandung antitrombin
yang merupakan protein yang mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan
darah dalam keadaan cair.
Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk
proses pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet) yang dapat
memperpanjang periode perdarahan, tetapi tidak pada tingat yang lebih cepat.
Defisiensi faktor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang lama karena
stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa perdarahan yang memanjang, dengan
adanya defisiensi faktor VIII, merupakan petunjuk terhadap penyakit von
willebrand. Perdarahan pada jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdahan pada

28
sendi dan otot merupakan tipe yang paling sering terjadi pada perdarahan internal.
Perubahan tulang dan kelumpuhan dapat terjadi setelah perdarahan yang berulang-
ulang dalam beberapa tahun. Perdarahan pada leher, mulut atau dada merupakan hal
yang serius, sejak airway mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial merupakan
salah satu penyebab terbesar dari kematian. Perdarahan pada gastrointestinal dapat
menunjukkan anemia dan perdarahan pada kavum retroperitoneal sangat berbahaya
karena merupakan ruang yang luas untuk berkumpulnya darah. Hematoma pada
batang otak dapat menyebabkan paralysis (Wong, 2001). Ganguan pembekuan darah
itu dapat terjadi; Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis
tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses
pembekuan darah yang terjadi antara orang normal(gambar 1) dan penderita
hemofilia (gambar 2). Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan pembuluh darah yang
terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang
berperan dalam menghentikan perdarahan.
Setiap sel di dalam tubuh memiliki struktur – struktur yang disebut
kromosom (chromosomes). Didalam ilmu kimia, sebuah rantai kromosom yang
panjang disebut DNA. DNA ini disusun kedalam ratusan unit yang di sebut gen yang
dapat menentukan beberapa hal, seperti warna mata seseorang. Setiap sel terdiri dari
46 kromosom yang disusun dalam 23 pasang. Salah satu pasangnya dikenal sebagai
kromosom seks, atau kromosom yang menentukan jenis kelamin manusia. Wanita
memiliki dua kromosom X dalam satu pasang, dan pria memiliki satu kromosom X,
dan satu kromosom Y dalam satu pasang.

d) Komplikasi
1. Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai
benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor
diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu inhibitor
terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX
sebagai benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita hemofilia dengan
inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan mulai terjadi segera setelah

29
darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat
menghentikan pedarahan.
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan
berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat
disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara
normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi
yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak
perdarahan makin besar kerusakan. Sendi yang paling sering rusak adalah sendi
engsel seperti, lutut, pergelangan kaki, siku.
Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan
dari samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi peluru yang mempunyai
penunjang lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti bahu, panggul, sendi pada
pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang – kadang mengalami perdarahan.
Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah.
Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi
yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang
tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma,
cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan membuat
hidup mereka normal (Betz & Sowden, 2002)

e) Pemeriksaan diagnostic
1. Uji skrining untuk koagulasi darah
a. Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
b. Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
c. Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik)
d. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
e. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)

30
2.Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
3. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit
hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum glutamic-
oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali, bilirubin). (Betz & Sowden, 2

31
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport. Darah
merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma
darah dan bagian korpuskuli. Dalam arti lain hematologi juga dikenal sebagai cabang
ilmu kedokteran mengenai sel darah, organ pembentuk darah, dan kelainan yang
berhubungan dengan sel serta organ pembentuk darah.
Darah adalah cairan yang ada pada manusia sebagai alat transportasi berfungsi
untuk mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh,
mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh
terhadap virus atau bakteri.
Darah terdiri dari 55% Plasma Darah (bagian cair darah) dan 45% Korpuskuler
(bagian padat darah). Plasma Darah (bagian cair darah) terdiri dari plasma. Korpuskuler
(bagian padat darah) terdiri dari :
1. Sel Darah Merah (Eritrosit)
2. Sel Darah Putih (Leukosit)
3. Keping Darah (Trombosit)
Darah didalam tubuh kita mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Alat pengangkut zat-zat dalam tubuh, seperti sari-sari makanan, oksigen, zat-zat sisa
metabolisme, hormon, dan air.
2. Menjaga suhu tubuh dengan cara memindahkan panas dari organ tubuh yang aktif ke
organ tubuh yang kurang aktif sehingga suhu tubuh tetap stabil, yaitu berkisar antara
36 – 37oC.
3. Membunuh bibit penyakit atau zat asing yang terdapat dalam tubuh oleh sel darah
putih.
4. Pembekuan darah yang dilakukan oleh keping darah (trombosit)

32
B. Saran

Bila kita sebagai calon perawat bila mendapatkan kasus klien dengan gangguan
sistem hematologi terutama pada anak atau bayi sesegera mungkin lakukan pemeriksaan
khusus dan Penatalaksaan tranfusi untuk perdarahan di lakukan dengan teknik virisidal
yang di ketahui efektif membunuh virus-virus yang dapat menyebabkan infeksi lain
akibat tranfusi, dan di sebut sebagai standar terbaru rekombinan sehingga dapat
menghilangkan resiko tertular virus.

33
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. M, Mary F.M, Alice C.G, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Handayani,Wiwik & Sulistyo, Andi Hariwibowo. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Penerbit Salemba Medika:Jakarta

Hall and Guyton. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Huda, Amin dan Hardhi Kusuma. Aplikasi: Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA. Media Action: 2013

Murwani,Arita. 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Mitra Cendikia Press: Yogjakarta

Price, Sylvia Anderson. Fisiologi Proses-proses Penyakit, Alih Bahasa: Peter Anugerah. Jakarta:
EGC. 1995

Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol 3. Edisi 8. Jakarta
: EGC.

Suryo. 1986. Genetika Manusia.Gajah Mada University Press: Yogjakarta

.Sofa. 2016. “Asuhan Keperawatan Anak dengan Anemia”. In http://sofaners.wordpress.com.


Diakses pada 1 Oktober 2016.

34

Anda mungkin juga menyukai