6 - Bab IV Analisis Hipo
6 - Bab IV Analisis Hipo
MENGETAHUI
SUPERVISOR
RESUME
I. IDENTIFIKASI
Tn. M/ 23 tahun/ Belum Menikah/ Islam/ Warga Negara Indonesia/ Suku Palembang/
SMP/ Buruh/ Jalan Waringin Laut RT 20.02 Kelurahan Karang Jaya, Gandus,
Palembang/ Berobat ke IGD RS Dr. Ernaldi Bahar pada tanggal 24 Januari 2017
III.STATUS NEUROLOGIKUS
Tidak ada kelainan
Riwayat Premorbid
Bayi : Lahir normal, cukup bulan, ditolong oleh dukun
Anak : Pendiam, suka menyendiri, sedikit teman
Remaja : Pendiam, tertutup, sedikit teman
Dewasa : Pendiam, tertutup, sedikit teman
Riwayat Pendidikan
SD, tamat, tidak pernah tinggal kelas, nilai rata-rata
SMP, tidak tamat.
Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai buruh
Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah
Riwayat Keluarga
Laki-laki
os Perempuan
Psikopatologi
Keadaan umum:
Compos mentis, perhatian adekuat, sikap kooperatif, ekspresi fasial
cenderung datar, verbalisasi jelas, cara bicara lancar, kontak fisik-mata-verbal ada,
tingkah laku normoaktif.
Keadaan spesifik:
- Keadaan afektif: inappropriate
- Hidup emosi: labil, terkendali, unecht, sukar dirabarasakan
- Keadaan dan fungsi intelek: daya ingat baik, amnesia tidak ada,
orientasi baik, discriminative judgement terganggu, discriminative
insight terganggu, taraf intelegensi sesuai, tidak ada kemunduran
intelektual.
- Kelainan sensasi dan persepsi: Halusinasi auditorik (+) mendengar
bisikan yang menyuruhnya untuk mengamuk
- Keadaan proses berpikir: Waham curiga (+) terhadap orang sekitar,
bentuk pikiran autistik (+)
- Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan: Impulsivitas ada dan
kegaduhan umum ada (menurut alloanamnesis dengan suami pasien).
- Kecemasan (anxiety) yang terlihat secara nyata (covert) tidak ada.
- Reality Testing Ability (RTA) terganggu dalam pikiran dan perilaku.
5
FORMULASI DIAGNOSTIK
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
F20.0 Skizofrenia paranoid
F20.2 Skizofrenia katatonik
TERAPI
Psikofarmaka:
Haloperidol 1,5 mg 2x1 tab
Trifluoperazine 5 mg 2 x ½ tab
Psikoterapi:
Individual: Menjalin komunikasi interpersonal dengan pasien untuk dapat
mengerti alasan pasien mencurigai orang sekitar dan apa yang
dikhawatirkan pasien untuk membantu membangkitkan kepercayaan
diri pasien
Memotivasi pasien untuk rutin kontrol dan minum obat secara teratur
Memberi edukasi pada pasien untuk rajin beribadah dan mengisi
waktu dengan kegiatan yang bermanfaat untuk menghindari
timbulnya halusinasi
Keluarga: Memberi edukasi pada keluarga agar terus mendukung pasien untuk
rutin kontrol dan minum obat secara teratur
Memotivasi keluarga agar tetap bersabar dalam menghadapi kondisi
pasien dan terus memberi dukungan sosial kepada pasien
Lingkungan: Tidak menjauhi pasien dan membiarkan pasien berinteraksi dengan
lingkungannya
PROGNOSIS
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam: dubia ad bonam
7
Fase Oral berlangsung dari usia 0 sampai 18 bulan. Titik kenikmatan terletak pada
mulut, dimana aktifitas yang paling utama adalah menghisap dan menggigit.
Tahap Anal yang berlangsung dari usia 18 bulan sampai 3-4 tahun. Titik kenikmatan
di tahap ini adalah anus. Memegang dan melepaskan sesuatu adalah aktifitas yang
paling dinikmati.
Tahap Phallic berlangsung antara usia 3 sampai 5, 6 atau 7 tahun. Titik kenikmatan
di tahap ini adalah alat kelamin, sementara aktivitas paling nikmatnya adalah
masturbasi.
Tahap Laten berlangsung dari usia 5, 6, atau 7 sampai usia pubertas ( sekitar 12
tahun). Dalam tahap ini, Freud yakin bahwa rangsangan-rangsangan seksual ditekan
sedemikian rupa demi proses belajar
Tahap Genital dimulai pada saat usia pubertas, ketika dorongan seksual sangat jelas
terlihat pada diri remaja, khususnya yang tertuju pada kenikmatan hubungan seksual.
Mastrubasi, seks, oral, homo seksual dan kecenderungan-kecenderungan seksual yang
kita anggap biasa saat ini, tidak dianggap Freud sebagai seksualitas yang normal.
Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungasegenap
neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus
striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks area
4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus
striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan
bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh karena
komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang pada
hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit
striatal asesorik.
Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratumglobus
palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari
globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3,
yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-striatum.
Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi
ekstrapiramidal dikarenakan inhibisi transmisi dopaminrgik di ganglia basalis. Pada
pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan psikotik lainnya terjadi disfungsi pada
sitem dopamin sehingga antipsikotik tipikal berfungsi untuk menghambat transmisi
dopamin di jaras ekstrapiramidal dengan berperan sebagai inhibisi dopaminrgik yakni
antagonis reseptor D2 dopamin. Namun penggunaan zat-zat tersebut menyebabkan
gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak reseptor D1 dan D2
dopamin. Gangguan jalur striatonigral dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik
sehingga bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik tipikal
(seperti haloperidol, fluphenazine) merupakan inhibitor dopamin ganglia basalis yang
lebih poten, dab sebagai akibatnya menyebabka efek samping gejala ekstrapiramidal yang
lebih menonjol. Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi
distonia akut, tardive diskinesia, akatisia, dan parkinsonism (Sindrom Parkinson). Obat
antispikosis dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut:
Reaksi Distonia Akut (Acute Dystonia Reaction)
Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu atau lebih
kelompok otot skeletal yang lazimnya timbul dalam beberapa menit. Kelompok otot yang
paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi
sebagai tortikolis, disartria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa.
Suatu ADR lazimnya mengganggu sekali bagi pasien. Dapat nyeri atau bahkan dapat
mengancam kehidupan dengan gejala-gejala seperti distonia laring atau diafragmatik.
Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan
dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira-kira 10% pasien,
lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang
berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat
11
Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisia hanya dapat
ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme
yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia.
Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi neuroleptik dan pasien sudah
pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi
sehingga menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien.
Sindrom Parkinson
Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis
pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan bertahun-
tahun. Patofisiologi parkinsonisme akibat neuroleptik melibatkan penghambatan reseptor
D2 dalam kaudatus pada akhir neuron dopamin nigrostriatal, yaitu neuron yang sama
yang berdegenerasi pada penyakit Parkinson idiopatik. Pasien yang lanjut usia dan wanita
berada dalam resiko tertinggi untuk mengalami parkinsonisme akibat neuroleptik.
Manifestasinya meliputi berikut :
Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan, penurunan
ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyah yang
dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia
hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas,
apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan
dengan gejala negatif skizofrenia.
Tremor : khususnya saat istirahat, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat
mengenai bibir dan otot-otot perioral yang disebut sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini
dapat dikelirukan dengan tardive diskinesia, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih
ritmik, kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responnya terhadap
medikasi antikolinergik.
Kekakuan otot/rigiditas : merupakan gangguan pada tonus otot, yaitu derajat
ketegangan yang ada pada otot. Gangguan tonus otot dapat menyebabkan hipertonia.
Hipertonia yang berhubungan dengan parkinsonisme akibat neuroleptik adalah tipe pipa
besi (lead-pipe type) atau tipe roda gigi (cogwheel type). Istilah tersebut menggambarkan
kesan subjektif dari anggota gerak atau sendi yang terkena.
formal antara dua pihak atau lebih, yaitu antara klien dengan psikoterapis yang bertujuan
memperbaiki keadaan yang dikeluhkan klien. Seorang psikoterapis dengan pengetahuan
dan ketrampilan psikologisnya akan membantu klien mengatasi keluhan secara
profesional dan legal.
Psikoterapi didasarkan pada fakta bahwa aspek-aspek mental manusia seperti cara
berpikir, proses emosi, persepsi, believe system, kebiasaan dan pola perilaku bisa diubah
dengan pendekatan psikologis. Tujuan psikoterapi antara lain:
Menghapus, mengubah atau mengurangi gejala gangguan psikologis.
Mengatasi pola perilaku yang terganggu.
Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang positif.
Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang benar.
Menghilangkan atau mengurangi tekanan emosional.
Mengembangkan potensi klien.
Mengubah kebiasaan menjadi lebih baik.
Memodifikasi struktur kognisi (pola pikiran).
Memperoleh pengetahuan tentang diri / pemahaman diri.
Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial.
Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.
Membantu penyembuhan penyakit fisik.
Meningkatkan kesadaran diri.
Membangun kemandirian dan ketegaran untuk menghadapi masalah.
Penyesuaian lingkungan sosial demi tercapai perubahan