Anda di halaman 1dari 14

0

TUGAS UJIAN KKS PSIKIATRIKUS

Nama : Mutiara Khalida


NIM : 04084821517021
Semester : XI
Tanggal : 03 Februari 2017
Pembimbing : dr. H. M. Zainie Hassan AR, SpKJ (K)
Kegiatan : Ujian Kepaniteraan Klinik

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT Dr. ERNALDI BAHAR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
2017
1

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA Nomor Status : 067663


FAKULTAS KEDOKTERAN Nomor Registrasi :
UNIVERSITAS SRIWIJAYA Tahun : 2017
PALEMBANG Tanggal Masuk : 24 Januari 2017
Tanggal Meninggal : -

STATUS PASIEN JIWA

Nama : Mustakim ...... Laki-laki/Perempuan


Tanggal Lahir/Umur : 23 tahun Tempat Lahir
: .....................
Status Perkawinan : Belum Menikah Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam . Suku Bangsa : Palembang .
Tingkat Pendidikan : SMP .................. Pekerjaan : Buruh

Alamat dan nomor telepon keluarga terdekat pasien:


Jalan Waringin Laut RT 20.02 Kelurahan Karang Jaya, Gandus, Palembang
Dikirim Oleh : Orangtua Pasien

Nama Mahasiswa : Mutiara Khalida ...........


NIM : 04111001067 .
Dokter Supervisor / yang mengobati : dr. H. M Zainie Hassan AR, SpKJ (K) .
Bangsal : Merpati Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar

MENGETAHUI
SUPERVISOR

dr. H. M Zainie Hassan AR, SpKJ (K)


2

RESUME

I. IDENTIFIKASI
Tn. M/ 23 tahun/ Belum Menikah/ Islam/ Warga Negara Indonesia/ Suku Palembang/
SMP/ Buruh/ Jalan Waringin Laut RT 20.02 Kelurahan Karang Jaya, Gandus,
Palembang/ Berobat ke IGD RS Dr. Ernaldi Bahar pada tanggal 24 Januari 2017

II. STATUS INTERNUS


Sensorium : Compos Mentis Berat Badan : 51 kg
Tekanan Darah : 120/80 nnHg Tinggi Badan : 165 cm
Nadi : 80 kali/menit Gizi : Normal
RR : 20 kali/menit Sistem organ : tidak ada kelainan
Temp : 36.5oC

III.STATUS NEUROLOGIKUS
Tidak ada kelainan

IV. STATUS PSIKIATRIKUS


Sebab Utama : iritable dan agresivitas motorik
Keluhan Utama : tidak ada keluhan
Riwayat Perjalanan Penyakit:

3 bulan yang lalu 3 hari yang lalu 24 Januari 2017


Perubahan sifat dan perilaku Iritable dan agresivitas Berobat ke IGD RS
menjadi lebih pendiam dan motorik menjadi lebih Dr. Ernaldi Bahar
tertutup sering Memecahkan barang
Senang mengurung diri di rumah dan memukul
Iritable dan agresivitas motorik anggota keluarga
Waham curiga (+) terhadap orang Waham curiga (+) terhadap
sekitar orang sekitar
Insomnia intermiten (+) Insomnia intermiten (+)
Halusinasi auditorik (+) Halusinasi auditorik (+)
Pasien masih bekerja sebagai Masih bisa mengurus diri
buruh sendiri
Masih bisa mengurus diri sendiri Pasien tidak minum obat
Pasien dibawa ke RSJ Ernaldi
Bahar dan mengalami perbaikan
Pasien tidak pernah kontrol lagi
3

Riwayat Premorbid
Bayi : Lahir normal, cukup bulan, ditolong oleh dukun
Anak : Pendiam, suka menyendiri, sedikit teman
Remaja : Pendiam, tertutup, sedikit teman
Dewasa : Pendiam, tertutup, sedikit teman

Riwayat Penyakit Dahulu


R/Trauma capitis (-) R/Rokok (-)
R/Kejang (-) R/Alkohol (-)
R/Asma (-) R/NAPZA (-)
R/Hipertensi (-)
R/Diabetes Melitus (-)

Riwayat Pendidikan
SD, tamat, tidak pernah tinggal kelas, nilai rata-rata
SMP, tidak tamat.

Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai buruh

Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah

Keadaan Sosial Ekonomi


Pasien tinggal serumah dengan orangtua. Sehari-hari biaya kehidupan pasien
ditanggung oleh Ayah pasien yang bekerja sebagai buruh.

Riwayat Keluarga

Laki-laki
os Perempuan

Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga disangkal.


4

Psikopatologi
Keadaan umum:
Compos mentis, perhatian adekuat, sikap kooperatif, ekspresi fasial
cenderung datar, verbalisasi jelas, cara bicara lancar, kontak fisik-mata-verbal ada,
tingkah laku normoaktif.

Keadaan spesifik:
- Keadaan afektif: inappropriate
- Hidup emosi: labil, terkendali, unecht, sukar dirabarasakan
- Keadaan dan fungsi intelek: daya ingat baik, amnesia tidak ada,
orientasi baik, discriminative judgement terganggu, discriminative
insight terganggu, taraf intelegensi sesuai, tidak ada kemunduran
intelektual.
- Kelainan sensasi dan persepsi: Halusinasi auditorik (+) mendengar
bisikan yang menyuruhnya untuk mengamuk
- Keadaan proses berpikir: Waham curiga (+) terhadap orang sekitar,
bentuk pikiran autistik (+)
- Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan: Impulsivitas ada dan
kegaduhan umum ada (menurut alloanamnesis dengan suami pasien).
- Kecemasan (anxiety) yang terlihat secara nyata (covert) tidak ada.
- Reality Testing Ability (RTA) terganggu dalam pikiran dan perilaku.
5

FORMULASI DIAGNOSTIK

Seorang laki-laki, 23 tahun, buruh, belum menikah, pendidikan SMP,


beragama Islam dengan gambaran kepribadian premorbid cenderung mengarah ke
schizoid yang memiliki ciri pendiam, tertutup, suka menyendiri dan sedikit teman.
Pasien berobat ke IGD RS Dr. Ernaldi Bahar dengan sebab utama mudah marah
(iritable) dan mengamuk (agresivitas motorik) sejak 3 bulan yang lalu. Pasien
mengalami insomnia intermiten, curiga bahwa orang sekitar akan berbuat jahat
kepadanya (waham curiga) yang merupakan gejala sekunder dan mendengar
bisikan yang menyuruhnya untuk mengamuk (pola halusinasi auditorik). Terdapat
gejala yang memenuhi kriteria umum skizofrenia, yaitu terdapat waham curiga,
dan halusinasi auditorik. Gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (dalam kasus telah terjadi selama 3 bulan). Selain itu
terdapat suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
dari beberapa aspek perilaku pribadi yakni menjadi mudah marah dan sering
mengamuk, namun pasien masih bisa mengurus dirinya sendiri. Faktor psikososial
yang dicurigai berperan menjadi stressor masih tidak jelas.
Atas dasar rangkaian gejala di atas maka berdasarkan kriteria PPDGJ III
dapat ditegakkan suatu diagnosa skizofrenia, dan dapat ditentukan subtipenya
yaitu skizofrenia paranoid karena dijumpai waham curiga, dan halusinasi auditorik
yang menonjol. Sebagai diagnostik banding yaitu skizofrenia katatonik.
6

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

AKSIS I : F20.0 Skizofrenia Paranoid ..


AKSIS II : F60.0 Gangguan kepribadian schizoid
AKSIS III : Tidak ada kelainan
AKSIS IV : Stressor tidak jelas
AKSIS V : GAF Scale 60-51

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
F20.0 Skizofrenia paranoid
F20.2 Skizofrenia katatonik

TERAPI
Psikofarmaka:
Haloperidol 1,5 mg 2x1 tab
Trifluoperazine 5 mg 2 x ½ tab

Psikoterapi:
Individual: Menjalin komunikasi interpersonal dengan pasien untuk dapat
mengerti alasan pasien mencurigai orang sekitar dan apa yang
dikhawatirkan pasien untuk membantu membangkitkan kepercayaan
diri pasien
Memotivasi pasien untuk rutin kontrol dan minum obat secara teratur
Memberi edukasi pada pasien untuk rajin beribadah dan mengisi
waktu dengan kegiatan yang bermanfaat untuk menghindari
timbulnya halusinasi
Keluarga: Memberi edukasi pada keluarga agar terus mendukung pasien untuk
rutin kontrol dan minum obat secara teratur
Memotivasi keluarga agar tetap bersabar dalam menghadapi kondisi
pasien dan terus memberi dukungan sosial kepada pasien
Lingkungan: Tidak menjauhi pasien dan membiarkan pasien berinteraksi dengan
lingkungannya

PROGNOSIS
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam: dubia ad bonam
7

1. Apa saja contoh penyakit non psikotik?


Jawab:
Gangguan non psikotik atau neurotik adalah gangguan dimana gejalanya membuat
distress yang tidak dapat diterima oleh penderitanya. Hubungan social mungkin akan
sangat terpengaruh tetapi biasanya tetap dalam batas yang dapat diterima. Contoh
penyakit non psikotik antara lain:
 Gangguan cemas
 Gangguan somatoform
 Gangguan psikoseksual
 Gangguan kepribadian

2. Apa yang dimaksud dengan ambivalensi?


Jawab:
Ambivalensi adalah emosi dan afek yang berlawanan timbul bersama-sama terhadap
seseorang, suatu objek atau suatu hal, misalnya mencintai dan membenci satu orang yang
sama; atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama.

3. Jelaskan mengenai teori psikoanalisis anak ?


Jawab:
Kepribadian seseorang ditentukan oleh tumbuh kembang psikologis seseorang dan
lingkungan dimana ia dibesarkan. Freud adalah teoritis pertama yang memusatkan
perhatiannya kepada kepribadian, dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan awal-
awal dalam pembetukan karakter seseorang. Freud yakin dasar kepribadian sudah
terbentuk pada usia 5 tahun, dan perkembangan kepribadian sesudah usia 5 tahun
sebagian besar hanya merupakan elaborasi dari struktur dasar tadi. Tehnik psikoanalisis
mengeksplorasi jiwa pasien antara lain dengan mengembalikan mereka ke pengalaman
masa kanak-kanak.
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap
infantile (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap
infantile yang paling menentukan dalam pembentukan kepribadian, terbagi dalam tiga
fase, yakni fase oral, fase anal, fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan terutama
oleh perkembangan seks, yang terkait dengan perkembangan biologis, sehingga tahap ini
disebut juga tahap seksual infantile. Perkembangan insting seks berarti perubahan katektis
seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat
kepuasan seksual. Pemberian nama fase-fase perkembangan infantile sesuai dengan
bagian tubuh-daerah arogan-yang menjadi kateksis seksual pada fase itu. Tahap
perkembangan psikoseksual itu adalah:
8

 Fase Oral berlangsung dari usia 0 sampai 18 bulan. Titik kenikmatan terletak pada
mulut, dimana aktifitas yang paling utama adalah menghisap dan menggigit.
 Tahap Anal yang berlangsung dari usia 18 bulan sampai 3-4 tahun. Titik kenikmatan
di tahap ini adalah anus. Memegang dan melepaskan sesuatu adalah aktifitas yang
paling dinikmati.
 Tahap Phallic berlangsung antara usia 3 sampai 5, 6 atau 7 tahun. Titik kenikmatan
di tahap ini adalah alat kelamin, sementara aktivitas paling nikmatnya adalah
masturbasi.
 Tahap Laten berlangsung dari usia 5, 6, atau 7 sampai usia pubertas ( sekitar 12
tahun). Dalam tahap ini, Freud yakin bahwa rangsangan-rangsangan seksual ditekan
sedemikian rupa demi proses belajar
 Tahap Genital dimulai pada saat usia pubertas, ketika dorongan seksual sangat jelas
terlihat pada diri remaja, khususnya yang tertuju pada kenikmatan hubungan seksual.
Mastrubasi, seks, oral, homo seksual dan kecenderungan-kecenderungan seksual yang
kita anggap biasa saat ini, tidak dianggap Freud sebagai seksualitas yang normal.

4. Apakah kecenderungan ciri kepribadian pada anak bungsu?


Jawab:
Anak bungsu biasanya dikenal ingin selalu menjadi pusat perhatian, manja, dan
tergantung dengan orang lain. Jenis kepribadian yang cenderung dimiliki oleh anak
bungsu adalah Gangguan Kepribadian Dependen yaitu gangguan kepribadian cemas atau
takut yang ditandai dengan kebutuhan untuk diurusi oleh orang lain yang sangat kuat dan
berlebih lebihan, sebuah kondisi yang menghasilkan perilaku lengket dan takut berpisah.
Ciri ciri gangguan kepribadian Dependen menurut DSM-IV-TR meliputi :
 Kebutuhan untuk diurusi orang lain yang sangat kuat dan berlebih lebihan yang
menghasilkan perilaku submisif dan lengket serta takut untuk berpisah, yang
berawal pada masa dewasa awal
 Kesulitan dalam mengambil keputusan sehari hari tanpa nasihat dan dukungan
dari orang lain
 Menyandarkan diri pada orang lain untuk memikul tanggung jawab di bidang
bidang yang penting dalam kehidupannya
 Kesulitan dalam mengekspresikan sikap tidak setuju dengan orang lain karena
takut kehilangan dukungan atau karena kurangnya rasa percaya diri
 Kesulitan untuk memulai sebuah proyek atau melakukan berbagia hal sendirian
karena kurang percaya diri
 Berusaha keras untuk mendapatkan dukungan dan perhatian dari orang lain
 Ingin segera mendapatkan hubungan baru untuk dijadikan sumber perhatian dan
dukungan bila sebuah hubungan dekat berakhir
 Terjebak secara tidak rasional dengan ketakutan untuk ditinggalkan dan harus
mengurus diri sendiri.
9

5. Apa coping mechanism gejala paranoid?


Jawab:
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam
(Mustikasari, 2008, Keliat, 1998). Sedangkan menurut Rasmun (2004), koping adalah
respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologi.
Koping merupakan suatu proses pengolahan tuntutan eksternal dan internal yang dinilai
sebagai beban atau melebihi sumber yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini koping
merupakan proses penyelesaian masalah menurut (Lazarus dan Folkman, 1984). Pada
orang dengan gejala paranoid, mekanisme pertahanan yang digunakan adalah proyeksi,
yaitu suatu mekanisme pembelaan dengan cara melakukan proyeksi emosi, tingkah laku
atau kekurangannya pada obyek lain. Impuls internal yang tidak dapat diterima dan yang
dihasilkannya adalah dirasakan dan ditanggapi seakan- akan berasal dari luar diri. Pada
tingkat psikotik, hal ini mengambil bentuk waham yang jelas tenang kenyataan eksternal,
biasanya waham kejar.,dan termasuk persepsi perasaan diri sendiri dalam orang lain dari
tindakan selanjutnya terhadap persepsi (waham paranoid psikotik). Impuls mungkin
berasal dari id atau super ego (tuduhan halusinasi) tetapi dapat mengalami transformasi
dalam proses, jadi, menurut analisis Freud tentang proyeksi paranoid, impuls libido
homoseksual diubah menjadi rasa benci dan selanjutnya diproyeksikan kepada sasaran
impuls homoseksual yang tidak dapat diterima.

6. Apa saja sediaan Haloperidol?


Jawab:
Bentuk Sediaan
 Larutan Injeksi Sebagai Dekanoat, 50 mg/ml, 1 ml
 Larutan Injeksi Sebagai Laktat
 Tablet 1,5 mg, 2 mg, 5 mg

7. Bagaimana mekanisme ekstrapiramidal symptom pada penggunaan obat


antipsikotik tipikal?
Jawab:
Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-inti talamik,
nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang otak,serebelum berikut
dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8. komponen-komponen
tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson masing-masing komponen itu.
Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh
karena korpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap
neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari
sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesori).
10

Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungasegenap
neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus
striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks area
4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus
striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan
bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh karena
komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang pada
hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit
striatal asesorik.
Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratumglobus
palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari
globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3,
yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-striatum.
Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi
ekstrapiramidal dikarenakan inhibisi transmisi dopaminrgik di ganglia basalis. Pada
pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan psikotik lainnya terjadi disfungsi pada
sitem dopamin sehingga antipsikotik tipikal berfungsi untuk menghambat transmisi
dopamin di jaras ekstrapiramidal dengan berperan sebagai inhibisi dopaminrgik yakni
antagonis reseptor D2 dopamin. Namun penggunaan zat-zat tersebut menyebabkan
gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak reseptor D1 dan D2
dopamin. Gangguan jalur striatonigral dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik
sehingga bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik tipikal
(seperti haloperidol, fluphenazine) merupakan inhibitor dopamin ganglia basalis yang
lebih poten, dab sebagai akibatnya menyebabka efek samping gejala ekstrapiramidal yang
lebih menonjol. Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi
distonia akut, tardive diskinesia, akatisia, dan parkinsonism (Sindrom Parkinson). Obat
antispikosis dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut:
Reaksi Distonia Akut (Acute Dystonia Reaction)
Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu atau lebih
kelompok otot skeletal yang lazimnya timbul dalam beberapa menit. Kelompok otot yang
paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi
sebagai tortikolis, disartria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa.
Suatu ADR lazimnya mengganggu sekali bagi pasien. Dapat nyeri atau bahkan dapat
mengancam kehidupan dengan gejala-gejala seperti distonia laring atau diafragmatik.
Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan
dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira-kira 10% pasien,
lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang
berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat
11

merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan dengan neuroleptik karena pandangan


pasien mengenai medikasi secara permanen dapat memudar oleh suatu reaksi distonik
yang menyusahkan.
Tardive Diskinesia
Dari namanya sudah dapat diketahui merupakan sindrom yang terjadi lambat dalam
bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal, involunter, menghentak,
balistik, atau seperti tik. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki dari obat
antipsikotik. Hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif
reseptor dopamin di putamen kaudatus. Wanita tua yang diobati jangka panjang mudah
mendapatkan gangguan tersebut walaupun dapat terjadi di perbagai tingkat umur pria
ataupun wanita. Prevalensi bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-
40% pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar 5%
pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat
melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas, dan makan.
Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan
berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif atau organik juga
lebih berkemungkinan untuk mengalami tardive diskinesia. Gejala hilang dengan tidur,
dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya memburuk dengan
penarikan neuroleptik. Diagnosis banding jika mempertimbangkan tardive diskinesia
meliputi penyakit Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia
yang ditimbulkan obat (contohnya levodopa, stimulant dan lain-lain).
Perlu dicatat bahwa tardive diskinesia yang diduga disebabkan oleh
kesupersensitivitasan reseptor dopamin pasca sinaptik akibat blokade kronik dapat
ditemukan bersama dengan sindrom Parkinson yang diduga disebabkan karena aktifitas
dopaminrgik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu karena kasus lanjut sulit di
obati. Banyak terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena perjalanan penyakit
sangat beragam dan kadang-kadang terbatas.
Tardive diskinesia dini atau ringan mudah terlewatkan dan beberapa merasa bahwa
evaluasi sistemik, Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap enam
bulan untuk pasien yang mendapatkan pengobatan neuroleptik jangka panjang.
Akatisia
Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada
sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi
pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan
untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot.
Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah
tafsirkan sebagai gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat
menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.
12

Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisia hanya dapat
ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme
yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia.
Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi neuroleptik dan pasien sudah
pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi
sehingga menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien.
Sindrom Parkinson
Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis
pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan bertahun-
tahun. Patofisiologi parkinsonisme akibat neuroleptik melibatkan penghambatan reseptor
D2 dalam kaudatus pada akhir neuron dopamin nigrostriatal, yaitu neuron yang sama
yang berdegenerasi pada penyakit Parkinson idiopatik. Pasien yang lanjut usia dan wanita
berada dalam resiko tertinggi untuk mengalami parkinsonisme akibat neuroleptik.
Manifestasinya meliputi berikut :
Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan, penurunan
ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyah yang
dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia
hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas,
apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan
dengan gejala negatif skizofrenia.
Tremor : khususnya saat istirahat, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat
mengenai bibir dan otot-otot perioral yang disebut sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini
dapat dikelirukan dengan tardive diskinesia, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih
ritmik, kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responnya terhadap
medikasi antikolinergik.
Kekakuan otot/rigiditas : merupakan gangguan pada tonus otot, yaitu derajat
ketegangan yang ada pada otot. Gangguan tonus otot dapat menyebabkan hipertonia.
Hipertonia yang berhubungan dengan parkinsonisme akibat neuroleptik adalah tipe pipa
besi (lead-pipe type) atau tipe roda gigi (cogwheel type). Istilah tersebut menggambarkan
kesan subjektif dari anggota gerak atau sendi yang terkena.

8. Apa yang dimaksud psikoterapi?


Jawab:
Psikoterapi adalah usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran,
perasaan dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche"
yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya penyembuhan,
pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi
kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran. Psikoterapi merupakan proses interaksi
13

formal antara dua pihak atau lebih, yaitu antara klien dengan psikoterapis yang bertujuan
memperbaiki keadaan yang dikeluhkan klien. Seorang psikoterapis dengan pengetahuan
dan ketrampilan psikologisnya akan membantu klien mengatasi keluhan secara
profesional dan legal.
Psikoterapi didasarkan pada fakta bahwa aspek-aspek mental manusia seperti cara
berpikir, proses emosi, persepsi, believe system, kebiasaan dan pola perilaku bisa diubah
dengan pendekatan psikologis. Tujuan psikoterapi antara lain:
 Menghapus, mengubah atau mengurangi gejala gangguan psikologis.
 Mengatasi pola perilaku yang terganggu.
 Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang positif.
 Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang benar.
 Menghilangkan atau mengurangi tekanan emosional.
 Mengembangkan potensi klien.
 Mengubah kebiasaan menjadi lebih baik.
 Memodifikasi struktur kognisi (pola pikiran).
 Memperoleh pengetahuan tentang diri / pemahaman diri.
 Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial.
 Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.
 Membantu penyembuhan penyakit fisik.
 Meningkatkan kesadaran diri.
 Membangun kemandirian dan ketegaran untuk menghadapi masalah.
 Penyesuaian lingkungan sosial demi tercapai perubahan

Anda mungkin juga menyukai