Anda di halaman 1dari 22

BAB V

HIDROGEOLOGI

5.1. Dasar Teori


Sistem penambangan yang banyak digunakan saat ini ada tiga macam, yaitu :
sistem tambang terbuka, tambang bawah tanah, dan tambang bawah laut. Pemilihan
metode penambangan ini didasarkan pada kondisi topografi, geologi, endapan bahan
galian, dan nilai ekonominya. Sistem penambangan yang digunakan oleh PT. Reich
Kalkstein di Dusun Turi, Desa Sidorejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten
Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sistem tambang bawah
tanah dengan metode Room and Pillar. Metode ini dipilih karena daerah tambang
merupakan kawasan karst batu gamping yang dilestarikan.
Endapan batu gamping yang terletak di perbukitan akan menyebabkan adanya
kendala selama penambangan, terutama karena air hujan, yang kemungkinan akan
turun ke daerah perkantoran dan pengolahan pada lahan yang lebih rendah. Oleh
karena itu perlu dibuat rancangan penyaliran air tambang untuk mengatasi masalah
air yang berasal dari air hujan, tetapi dalam tambang bawah tanah hal yang harus di
atasi adalah air dari hasil rembesan air hujan.
Salah satu ciri utama tambang bawah tanah adalah adanya pengaruh air tanah
pada kegiatan penambangan, akan tetapi letak air tanah pada daerah tersebut tidak
berada di sekitar daerah penambangan.
Agar kajian hidrogeologi dapat berjalan lancar dan tepat sasaran, maka
diperlukan kerangka kajian.Kerangka kajian ini sebagai acuan pelaksanaan kajian di
lapangan, terutama cakupan materi, data-data yang harus diambil, urutan dan kaitan
masing-masing aspek kajian, serta hasil yang diperoleh. Secara ringkas kerangka
kajian mencakup :
1. Kajian Hidrologi
2. Kajian Hidrogeologi
3. Pengendalian Air Tambang
4. Perhitungan Dimensi Saluran Terbuka

69
5. Perhitungan Dimensi sumuran
6. Perhitungan Julang Total Pompa Dan Spesifikasi Pompa
Diagram alir kerangka kajian hidrogeologi dapat dilihat di sebagai berikut :

Gambar 5.1.
Kerangka Kajian Hidrogeologi PT. Reich Kalkstein

70
5.1.1. Kajian Hidrologi

KAJIAN HIDROGEOLOGI

MATERI KAJIAN

KAJIAN HIDROLOGI Dusun Anjir, KAJIAN HIDROGEOLOGI Dusun


meliputi : Anjir, meliputi :
1. Kondisi Hidrologi daerah 1. Kondisi geologi.
penyelidikan 2. Kondisi akuifer.
2. Kondisi morfologi daerah 3. Kondisi airtanah.
3. Analisis data curah hujan 4. Kondisi kualitas airtanah.

DATA PENGENDALIAN AIR TAMBANG DATA


MASUKAN MASUKAN
1. Luas daerah tangkapan hujan
2. Rencana kemajuan tambang (kemajuan
penambangan)
3. Sumber dan jumlah air tambang

1. Penentuan bentuk saluran terbuka


(paritan) untuk air tambang.
2. Penentuan bentuk kolam pengendapan

1 Perhitungan dimensi saluran air (paritan) untuk air


tambang.
2. Perhitungan dimensi kolam pengendapan

Pada umumnya proses-proses yang berkaitan dengan siklus air merupakan hal
yang periodik terhadap ruang dan waktu, yang tergantung pada pergerakan bumi
terhadap matahari dan rotasi bumi pada porosnya.
a) Siklus Hidrologi dan Neraca Air
Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyar km3 air yang terdiri dari
97,5% air laut; 1,75% berbentuk es; dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai,
air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara.Air di
bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi, dan pengaliran

71
keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah
menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan
atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian
langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi.Tidak semua
bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian
akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian
lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah
(infiltrasi). Bagian yang lain merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk
permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke
sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke
laut, dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara.
Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai
(disebut aliran intra=interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air
tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang
lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runoff
= limpasan air tanah).
Sungai dapat menampung tiga jenis air limpasan, yakni limpasan air
permukaan (surroom runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah
(groundwater runoff) yang pada akhirnya ketiga jenis limpasan itu akan mengalir ke
laut. Air yang ada dilaut mengalami evaporasi yang terjadi karena terkena sinar
matahari ( pemanasan ) sehingga air laut akan mengalami penguapan. uap dari laut
tersebut akan naik atau terhembus ke atas daratan (kecuali bagian yang telah jatuh
sebagai presipitasi ke laut), jatuh ke daratan sebagai presipitasi (sebagian jatuh
langsung ke sungai-sungai dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau
salju yang jatuh di daratan menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan,
sedangkan sebagian yang lain mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut.
Sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan berlangsung
terus.Sirkulasi air ini disebut siklus hidrologi (hydrological cycle).Sirkulasi air ini
dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan, atmosfer, angin, dan lain-lain)
dan kondisi topografi, tetapi kondisi meteorologi adalah faktor-faktor yang
menentukan.

72
Gambar 5.2.
Siklus hidrologi

Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran


kedalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode
tertentu disebut neraca air (water balance).
b) Kondisi Hidrologi Daerah Penyelidikan
Daerah penelitian di Dusun Turi, Desa Sidorejo, Kecamatan Ponjong,
Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hujan
tropis yang ditandai dengan adanya pergantian dua musim, yaitu musim hujan dan
musim kemarau, dengan suhu udara antara 20oC-33oC.
c) Curah Hujan
Curah hujan akan menunjukkan suatu kecenderungan pengulangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam analisis curah hujan dikenal istilah periode
ulang hujan (return of period), yang berarti kemungkinan periode terulangnya suatu
tingkat curah hujan tertentu. Satuan periode ulang adalah tahun.
Dalam perancangan suatu bangunan air atau dalam hal ini adalah sarana
penyaliran tambang, salah satu kriteria perancangan adalah hujan rencana, yaitu
curah hujan dengan periode tertentu atau curah hujan yang memiliki kemungkinan
akan terjadi sekali dalam suatu jangka waktu tertentu.

73
Tabel 5.1
Data Curah Hujan perhari Kecamatan Ponjong Tahun 2002-2011

CURAH HUJAN (mm/hari)


TAHUN
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des

2002
27.18 22.22 - 15.45 19.20 - 24.50 8.00 - 4.00 3.00 -
2003
21.87 26.17 22.71 12.47 24.33 15.42 - - 15.00 11.29 24.72 25.38
2004
16.53 16.70 18.28 17.89 23.43 6.59 11.06 0.38 1.67 5.89 17.42 27.68
2005
26.08 20.91 29.03 13.61 2.40 44.33 44.06 2.50 33.75 31.15 24.27 21.92
2006
19.42 18.54 21.52 16.90 12.50 - - - - - 1.26 23.21
2007
16.91 20.50 19.21 15.90 15.78 16.57 - - - - - -
2008
16.93 19.35 16.89 14.66 8.27 5.09 - - 5.53 18.87 23.64 17.22
2009
17.63 18.94 18.33 21.51 18.62 18.90 2.82 8.33 - 17.61 16.22 19.95
2010
16.45 17.70 17.07 21.31 22.05 17.33 12.64 14.53 22.63 14.04 16.82 19.30
2011
18.82 22.69 17.15 17.23 16.78 - - - - 21.59 19.75 24.34
Total
197.82 203.72 180.18 166.93 163.37 124.22 95.08 33.74 78.58 124.44 147.11 178.99
1,694.18
Total Curah Hujan 2002 - 2011
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Gunungkidul

d) Analisa Data Curah Hujan


Berdasarkan hasil perhitungan curah hujan rencana (dapat dilihat di lampiran
E.2), curah hujan rencana dengan PUH 6 tahun adalah sebesar 28,86 mm. Maka
perhitungan intensitas curah hujan adalah :
2
R  24  3
I  24  
24  t 
Keterangan : I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/hari)
t = Waktu = 1 jam.
2
R  24  3

I = 24  
24  t 
2
28,86  24  3
  
24  1 
= 10,01 mm/ jam

74
e) Air Limpasan
Air limpasan (run off) adalah bagian curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju sungai, danau maupun laut (Asdak, 1995). Aliran tersebut
terjadi karena air hujan yang mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi akibat
intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi atau faktor lain, seperti kemiringan
lereng, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi (Arsyad, 1989).
Disamping itu, air hujan yang telah masuk ke dalam tanah kemudian keluar lagi ke
permukaan tanah dan mengalir ke bagian yang lebih rendah (Sri Harto, 1985).

Gambar 5.3
Arah dan pola aliran air limpasan

f) Debit Air Limpasan


Metode yang dianggap baik untuk menghitung debit air limpasan puncak
(peak run off = Qp) adalah metode rasional (US Soil Conservation Service, 1973
dalam Asdak, 1995).
Qp = 0,278 C I A (m3/detik)
Keterangan :

75
Qp: debit puncak (m3/detik)
C : koefisien air limpasan
I : intensitas hujan (mm/jam)
A : luas daerah DTH (km2).
Metode rasional berasumsi bahwa intensitas curah hujan merata di seluruh
DAS (daerah aliran sungai) dengan lama hujan (durasi) sama dengan waktu
konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu perjalanan yang diperlukan oleh air
dari tempat yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke titik pengamatan aliran air larian.
Koefisien air limpasan adalah (run off) bilangan yang menunjukan
perbandingan antara air limpasan dengan jumlah air hujan. Sedangkan koefisien
regim sungai (KRS) merupakan koefisien perbandingan antara debit harian rata-rata
maksimum dengan debit harian rata-rata minimum. Secara makro evaluasi terhadap
DAS dapat dilakukan dengan menghitung nisbah (ratio) debit maksimum-minimum
dari tahun ke tahun. Penentuan koefisien limpasan dalam rancangan penyaliran
tambang umumnya menggunakan the catchment average volumetric run off
coefficient. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain : kondisi permukaan tanah,
luas daerah tangkapan hujan, kondisi tanah penutup, dan lain-lain.
5.1.2. Kajian Hidrogeologi
a) Morfologi Daerah Gunung Kidul
Morfologi umum wilayah Kabupaten Gunung Kidul merupakan daerah yang
masuk di dalam satuan perbukitan karst Gunungsewu yang memanjang di selatan
pulau jawa. Batas Utara Desa Ponjong, batas Selatan batas Desa Gombang, batas
Barat Desa Ngeposari, batas Timur Desa Karangasem. Kabupaten Gunungkidul
merupakan salah satu dari lima kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
berjarak sekitar ± 72 km di sebelah tenggara kota Yogyakarta. Kecamatan Ponjong
merupakan salah satu dari 18 kecamatan yang ada di Kabupaten Gunungkidul yang
berjarak ± 14 km arah Timur Kota Wonosari. Secara astronomis Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunungkidul terletak pada koordinat UTM (Universal
Transverse Mercator) Zone 49S 463000 – 475000 mE 9115000 – 9130000 mS.
b) Geologi Daerah Penyelidikan
Daerah penelitian yang Kabupaten Gunungkidul dipengaruhi oleh keberadaan
karst Pegunungan Seribu, sekitar 74% wilayah ber-formasi Kepek yang berbatuan

76
dasar limestone (batuan gamping). Pada sisi barat berbatasan dengan wilayah Bantul
terdapat zona patahan sekaligus menjadi hambatan fisik/aksesibilitas bagi wilayah
Gunungkidul. Pada zona utara (Pegunungan Baturagung) terdapat formasi geologi
Andesit, Gunungwungkal, wuni, Semilir, Nglangran dan Mandalika. Jenis tanah
adalah Mediterania di zona Pegunungan Seribu, Grumusol pada Ledok wonosari dan
Panggung Masif, Latosol dan Rensina pada zona Baturagung dan Lembah Oyo.
c) Kajian Kondisi Air tanah
Analisis kondisi air tanah di daerah penambangan didasarkan pada
pengamatan langsung dilapangan dan peta hidrogeologi. Secara umum arah dan pola
aliran air tanah didaerah penyelidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Arah dan pola aliran air tanah bebas sangat dipengaruhi oleh kondisi
topografi daerah penyelidikan.

Gambar 5.4
Arah aliran air tanah oleh kondisi topografi

b. Arah dan pola aliran air tanah tertekan lebih ditentukan oleh kondisi tekanan
pisometrik daerah tersebut.

77
Gambar 5.5
Arah dan pola aliran air tanah oleh kondisi tekanan pisometrik
Keberadaan air tanah pada operasi tambang bawah tanah telah menjadikan
salah satu faktor batasan penting terhadap tingkat keberhasilan ekonomis awal dari
suatu operasi penambangan. Semakin dalam kemajuan penambangan tambang bawah
tanah maka tingkat permasalahan air tanah akan semakin sulit. Oleh karena itu perlu
adanya sistem penyaliran yang baik. Penyaliran diperlukan sebagai penunjang
kelancaran dalam kegiatan penambangan. Sistem penyaliran yang ada pada lokasi
tambang bawah tanah dilaksanakan karena akumulasi air di dalam tambang yang
harus dikeluarkan.
Penyaliran pada tambang bawah tanah umumnya dilakukan dengan cara
drainase, yang bertujuan untuk mencegah air agar tidak menggangu area tambang
yaitu dengan membuat parit bila topografi di daerahnya memungkinkan dimana parit
ini dibuat sebagai saluran mengeluarkan air dari tambang bawah tanah dengan cara
dialirkan kedalam sumuran. Cara ini relatif murah dan ekonomis bila dibandingkan
dengan sistem penyaliran menggunakan cara pemompaan air keluar tambang atau
dengan menggunakan sistem penyaliran alami.
Pada Dusun Turi terdapat sejumlah air tanah, dibuktikan dengan adanya
sumur-sumur di pemukiman penduduk dengan kedalaman sekitar 100-130 m.

78
Kondisi air tanah saat pengamatan cukup jernih, sehingga warga Dusun Turi
menggunakan air tanah ini untuk keperluan sehari-hari untuk memasak, mandi,
mencuci, dan sebagainya.
Namun, karena rencana penambangan PT. Reich Kalkstein tidak berada di
atas level muka air tanah, sehingga keberadaan air tanah tidak mengganggu kegiatan
penambangan. Oleh karenanya dalam perhitungan jumlah air tambang, air tanah
tidak ikut dihitung.
Tabel 5.2
Koordinat dan Sifat fisik air tanah

No X Y Z MAT pH EC T TDS KET

1 468504,37 9114390,89 335 324 m 7 344 µs 28,1oC 171 ppm Sumur 1

2 468610,75 9114204,24 335 324 m 7,58 580 µs 28 oC 291 ppm Sumur 2

5.1.3. Pengendalian Air Tambang


Setiap tambang, baik banyak ataupun sedikit selalu ada air yang mengalir
masuk ke dalam tambang. Air ini masuk melalui batas perlapisan, celah-celah batuan
ataupun patahan. Masuknya air kedalam tambang harus dicegah atau dikeluarkan
agar tambang tidak terjadi genangan. Pencegahan masuknya air kedalam tambang
dapat dilakukan dengan jalan membuat parit pada samping bagian jalan tambang,
kemudian mengalirkannya ke tempat lain keluar daerah penambangan. Pada tempat-
tempat yang diperkirakan akan menjadi jalur masuknya air kedalam tambang,
misalnya pada perpotongan antara aliran sungai dan singkapan.
Penyaliran pada sistem tambang bawah tanah umumnya dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
a. Penyaliran tambang dengan pemompaan
Yaitu dengan mengeluarkan air tanah yang terdapat pada suatu jenjang.Air
tersebut selanjutnya dipompa keluar atau ke permukaan tambang menuju ke kolam
pengendapan dan selanjutnya dikeluarkan ke sungai jika sudah memenuhi syarat
tertentu.Penyaliran dengan pemompaan dapat dilakukan dengan sistem pemompaan
langsung menggunakan pompa slurry dan dengan sistem pemompaan tidak langsung
berupa fasilitas pompa yang terpasang secara terpisah untuk memompa air bersih
(tidak berlumpur), dimana air tambang yang terkumpul diendapkan terlebih dahulu

79
untuk memisahkan air jernih dengan endapan lumpur pada suatu sumur pengendap
(settler sump).
b. Penyaliran tambang dengan paritan
Yaitu dengan membuat suatu paritan yang mengelilingi tambang untuk
mencegah masuknya air dalam area kerja tambang untuk tambang bawah tanah. Air
yang mengalir dengan sistem ini menggunakan gaya gravitasi untuk keluar ke
permukaan.Karena pada lokasi penelitian di Dusun Diran air tanah tidak
mempengaruhi kegiatan penambangan, maka sistem penyaliran yang ada hanya
menggunakan paritan.Pengendalian air tambang ini meliputi :
1) Perhitungan jumlah air tambang
2) Penentuan saluran terbuka
3) Penentuan kolam pengendapan.
Jumlah air tambang pada tambang terbuka adalah jumlah air limpasan dan
jumlah air hujan yang langsung masuk ke dalam tambang.

5.1.4. Saluran Terbuka


Masalah yang cukup penting dalam merancang sistem penyaliran
tambang adalah penentuan dimensi saluran terbuka. Saluran terbuka merupakan
salah satu metode yang digunakan pada mine drainage system. Sistem ini digunakan
pada level 357 hingga level 333. Untuk itu, perhitungan dimensi saluran dilakukan
dengan menggunakan rumus Manning :
2 1
1
Q  R 3S2 A
n
Keterangan:
Q : debit aliran (m3/detik)
n : koefisien kekasaran saluran
A : luas penampang saluran (m2)
R : jari – jari hidrolis (m)
S : kemiringan dasar saluran (%)

80
B

d‘

d
a

Gambar 5.6
Penampang Saluran Terbuka

Untuk saluran berbentuk persegi dengan kemiringan sisi 600, digunakan


rumus :
1
Z  0,577
tg 60 

 2 1

b  ( Z  1) 2  Z   d  1,155d
 
A = (b + Zd).d
= (1,155d+0,577d) x d = 1,73d2
P = b + {(1+Z2)0,5 – Z} = 3,455d
A 1,73d 2
R   0,5d
P 3,455d
Dengan :
Q = Debit aliran air dalam saluran (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik (m)
A = Luas penampang saluran (m2)
S = kemiringan (0,25%)
n = Koefisien kekasaran dinding saluran (tetapan Manning)
Saluran untuk mengalirkan air tambang umumnya terdiri dari tanah maka koefisien
kekasaran dinding saluran diperoleh nilai n = 0,2.
5.1.5. Pompa
Tambang bawah tanah pada level 330-327 menggunakan Mine Dewatering
System. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan untuk menemukan jenis dan
jumlah pompa yang sesuai untuk digunakan dalam kegiatan penambangan tersebut.

81
a) Julang Total Pompa
Julang (Head) pompa adalah energi yang harus disediakan untuk dapat
mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan. Rumus yang digunakan adalah :
Vd 2
H = ha + ∆ hp + hf +
2g
Keterangan :
H = Julang total pompa (meter)
ha = Julang statik total (meter)
∆ hp = Perbedaan julang tekanan pada kedua permukaan air
hf = kerugian pada pipa (meter)
Vd 2
= Julang kecepatan (meter)
2g
b) Perhitungan Pompa Antara Permukaan dan Sump
1. Julang Statik
Julang statik timbul karena perbedaan elevasi antara muka air pada pipa isap
dan pipa keluar.

HS
Kedalaman sumur

Gambar 5.7
Julang Statik
2. Julang Tekanan
Julang tekanan (∆ hp) yang bekerja pada kedua permukaan air dianggap sama
karena tekanan pada muka air isap sama dengan tekanan pada muka air keluar maka
julang tekanan = 0 (nol)
3. Julang Kehilangan (Head Loss)
Kehilangan julang adalah energi untuk mengatasi kehilangan-kehilangan yang
timbul akibat aliran fluida yang terdiri dari kehilangan julang gesek didalam pipa,
kehilangan julang pada belokan, katup dan perubahan diameter pipa.
a. Kehilangan Julang Gesek

82
 L.V 2 
b. h f  f  
 2.D.g 

Keterangan :

hf : julang gesek (m)

f : koefisien kerugian pipa (m)


L : panjang pipa (m)
V : kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)
D : diameter pipa (m)
g : percepatan gravitasi bumi (9,812 m/ detik2)
c. Kehilangan Julang pada Belokan.

hb  f b x
v
2

2 .g

Keterangan :
hb : julang pada belokan (m)
fb : koefisien kerugian pada belokan
V : kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)
g : percepatan gravitasi bumi (9,812 m/ detik2)

fb= [ 0,131 + 1,847 (D/2R)3,5 ].(Ө/90)0,5

Keterangan :
fb : koefisien kerugian pada belokan
R : jari-jari lengkung belokan (m)
D : diameter dalam pipa (m)
θ : sudut belokan pipa (derajat)

D
R=
tan 1 ( )
2
Keterangan :
R : jari-jari lengkung belokan (m)
D : diameter dalam pipa (m)
θ : sudut belokan pipa (derajat)

83
4. Julang Katup Isap
𝑣2
ℎ𝑓3 = 𝑓 [ ]
2𝑔

Keterangan
hf3 : julang katup isap (m)
f : koefisien kerugian pada katup isap (lihat tabel 5.6)
V : kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)
g : percepatan gravitasi bumi (9,812 m/ detik2)
5. Julang Kecepatan
v2
hv 
2g
Keterangan :
hv : julang kecepatan (m)
V : kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)
g : percepatan gravitasi bumi (9,812 m/ detik2)

Tabel 5.3
Koefisien Kerugian Pada Berbagai Katup Isap
Diameter (mm)
Jenis Katup
100 150 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 2000
Katup sorong 0.14 0.12 0.10 0.09 0.07 0.00
Katup kupu-kupu 0.6 - 0.16 (bervariasi menurut konstruksi dan diameternya)
Katup putar 0.09 - 0.026 (bervariasi menurut diameternya)
Katup cegah kipas
ayun 1.20 1.15 1.10 1.00 0.98 0.94 0.92 0.90 88.00
Katup kepak 0.9 - 0.5
Katup isap
(dengan saringan) 1.97 1.91 1.84 1.78 1.72

5.1.6. Kolam Pengendapan


Dalam merancang kolam pengendapan terdapat beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan, antara lain ukuran dan bentuk butiran padatan, kecepatan aliran,
persen padatan, dan sebagainya.
a) Ukuran Partikel
Luas kolam pengendapan secara analitis dapat dihitung berdasarkan
parameter dan asumsi sebagai berikut :
- Hukum Stokes berlaku bila persen padatan kurang dari 40%, dan untuk persen
padatan lebih besar dari 40% berlaku hukum Newton.

84
- Diameter partikel padatan tidak lebih dari 9 x 10-6 m, karena jika lebih besar
akan diperoleh ukuran luas kolam yang tidak memadai.
- Kekentalan air 1,31 x 10-6 kg/ms (Rijn, L.C. Van, 1985).
- Partikel padatan dalam lumpur dari material yang sejenis.
- Batasan ukuran partikel yang diperbolehkan keluar dari kolam pengendapan
diketahui.
- Kecepatan pengendapan partikel dianggap sama.
- Perbandingan cairan dan padatan telah ditentukan.
b) Bentuk Kolam Pengendapan
Bentuk kolam pengendapan umumnya hanya digambarkan secara sederhana,
berupa kolam berbentuk empat persegi panjang. Padahal, sebenarnya bentuk kolam
pengendapan bermacam-macam tergantung dari kondisi lapangan dan keperluannya.
Walaupun bentuknya bermacam-macam, setiap kolam pengendapan akan selalu
mempunyai empat zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material
padatan (solid particle). Empat zona tersebut adalah sebagai berikut :
1. Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk ke dalam kolam pengendapan
dengan asumsi campuran air dan padatan terdistribusi secara seragam. Zona ini
panjangnya 0,5-1 kali kedalaman kolam (Huisman, 1977).
2. Zona pengendapan, tempat dimana partikel padatan (solid) akan mengendap.
Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendapan dikurangi
panjang zona masuk dan keluaran (Huisman, 1977).
3. Zona endapan lumpur, tempat dimana partikel padatan dalam cairan (lumpur)
mengalami pengendapan.
4. Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih. Panjang zona ini
kira-kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan, diukur dari ujung lubang
pengeluaran (Huisman, 1977).

85
Gambar 5.6
Sketsa kolam pengendapan

Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti :
- Sebaiknya bentuk kolam pengendapan dibuat berkelok-kelok (zig-zag). agar
kecepatan aliran lumpur relatif rendah, sehingga partikel padatan cepat
mengendap.
- Geometri kolam pengendapan harus disesuaikan dengan ukuran Back Hoe yang
biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan, seperti
mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dsb.

Gambar 5.7
Bentuk kolam pengendapan yang memenuhi syarat teknis

86
5.2. Rancangan

5.2.1. Jumlah Air yang Masuk ke Tambang

Air yang masuk ke dalam front tambang dapat mengganggu kegiatan


operasional dan produksi. Oleh karena itu, debit total air yang masuk ke dalam front
tambang harus diperhitungkan dengan tepat agar pengeluaran air dapat dilakukan
dengan optimal. Berikut ini adalah Q rembesan dan Q limpasan air yang masuk ke
tambang berdasarkan perhitungan pada Lampiran E.5:
Tabel 5.3
Debit Air Rembesan Tiap Level
Level (mdpl) C I (mm/ jam) A (km2) Qr (m3/detik)
360 – 357 0.1 10,01 0,012013 0,003343
354 – 351 0.1 10,01 0,014972 0,00417
348 – 345 0.1 10,01 0,017893 0,00498
342 – 339 0.1 10,01 0,021694 0,006037
336 – 333 0.1 10,01 0,040362 0,0112
330 – 327 0.1 10,01 0,040354 0,0112
Q total rembesan (m3/detik) 0, 04093

Tabel 5.4
Q total Air yang Masuk ke Tambang
Q total rembesan 0, 04093 m3/detik
Q limpasan 0.34 m3/detik
Q total Air yang Masuk ke Tambang 0.38093 m3/detik

Untuk kondisi perlevel tambang dapat dilihat pada lampiran E.6


5.2.2. Sistem Penyaliran Tambang
Sistem penyaliran yang digunakan dalam kegiatan tambang pada PT.
Reich Kalkstein adalah mine dewatering dan mine drainage. Sistem mine dewatering
digunakan untuk mengeluarkan air yang berada di dalam front tambang dan
mengganggu kegiatan produksi. Sedangkan sistem mine drainage digunakan untuk

87
memasukkan air ke dalam front tambang yang dibutuhkan untuk mendukung
operasional kegiatan tambang.
5.2.3. Saluran Terbuka
Saluran terbuka digunakan pada sistem mine dewatering untuk
mengeluarkan air yang berada di dalam front tambang. Berikut ini adalah penampang
saluran terbuka pada masing – masing level dan permukaan bukit berdasarkan
perhitungan pada lampiran E.7:
Tabel 5.5
Penampang Saluran Terbuka
Level d d’ b A B a
(mdpl) (cm) (cm) (cm) (cm2) (cm) (cm)
Permukaan 87 13,05 100,5 13090 200,8 100,5
360 – 357 32, 3 4, 85 37, 3 1805 74, 6 37
354 – 351 35,1 5,26 40,5 2130 81 40,5
348 – 345 37,5 5,65 43,3 2430 86,6 43,3
342 – 339 40,3 6,05 46,5 2810 93 46,5
336 – 333 50,8 7,62 58,7 4460 117,3 58,6
330 – 327 50,8 7,62 58,7 4460 117,3 58,6
5.2.4. Sumuran

Sumuran digunakan untuk menampung air yang akan digunakan untuk


kegiatan operasional tambang. Berikut ini adalah volume air rembesan dan dimensi
sumuran berdasarkan perhitungan pada Lampiran E.8:
Volume air rembesan per hari:
a. Level 360 – 357 = 12,0348 m3
b. Level 354 – 351 = 15, 012 m3
c. Level 348 – 345 = 17, 928 m3
d. Level 342 – 339 = 21, 7332 m3
e. Level 336 – 333 = 40, 32 m3
f. Level 330 – 327 = 40, 32 m3
Volume total per hari = 147,35 m3
Volume pemompaan 1 hari = 140 m3
Volume yang belum terpompa = 7,35 m3

88
Dimensi dari sumuran yang akan dibuat
Lebar sumuran =2m
Panjang sumuran =3m
Tinggi sumuran =2m
Volume sumuran = 12 m3

5.2.5. Penggunaan Pompa

Pompa digunakan pada sistem mine drainage untuk memasukkan air ke


dalam front tambang dari sumuran. Berikut ini adalah hasil perhitungan head pompa
berdasarkan perhitungan pada lampiran E.9.

Tabel 5.6
Head pompa

hf (m) hb (m) hf3 (m) hl (m) hv (m) ht (m)

47,28 0,021 0,13 47,43 0,071 47,9

Dari julang total dapat sebagai pertimbangan dalam pemilihan pompa. PT.
Reich Kalkstein merencanakan Pompa yang digunakan adalah dengan menggunakan
pompa 2 fase yaitu pompa slurry (air dan padatan) dengan merk Zidong Brand ZHF
Centrifugal Pump dengan spesifikasi :
a) Caliber : DN25-DN400mm
b) Flow : 12-5040 m3/hr
c) Head : 5-135 m
d) Rotate speed : 300-3800r/min
e) Motor power : 15-1200 KW
f) Working temperature : ≤80 °C
g) Efficiency : 70%

5.2.5. Kolam Pengendapan

Kolam pengendapan digunakan untuk mengendapkan partikel –


partikel yang ikut terbawa air pada saat proses penambangan. Sehingga air yang telah
bersih dari partikel tersebut dapat digunakan lagi untuk kebutuhan yang lainnya.

89
Berikut ini adalah ukuran kolam pengendapan berdasarkan hasil perhitungan pada
lampiran E.10.

- Lebar kolam : 14,00 m


- Lebar penyekat : 3,50 m
- Kedalaman kolam = 4,00 m
- Lumpur yang akan tertampung = 24754,464 m3
- Panjang kolam pengendapan = 52,84 m.
- Volume kolam pengendapan = 5548,2 m3
- Waktu yang dibutuhkan partikel untuk mengendap = 1 menit 22,8 detik
- Volume total endapan = 1322,06 m3/ hari
- Waktu Pengerukan = 4 hari
Pengerukan lumpur dari dasar kolam dilakukan dengan interval 4 hari sekali, supaya
air dari kolam pengendapan menjadi bersih. Lumpur dibawa naik ke permukaan
untuk dikeringkan.
Untuk pengerukan lumpur dari dasar kolam, dipakai “backhoe” CAT E240,
dengan spesifikasi.:
- Kap. mangkok munjung : 1,44 m3 (1,88 Cuyad).
(heaped capacity)
- Jangkauan gali mendatar : 7,00 m.
- Jangkauan gali vertikal : 5,00 m
- Lebar terluar rantai (crawler track) : 2,70 m

90

Anda mungkin juga menyukai