Pendahuluan Isi Penutup
Pendahuluan Isi Penutup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
D. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini, yaitu untuk memberikan wawasan pada
setiap pembaca khususnya perawat tentang konsep dasar manajemen model
asuhan keperawatan profesional dengan harapan bisa menerapkannya dalam
dunia pekerjaan sesuai dengan teori yang diuraikan.
2
3
BAB II
ISI
A. Pengertian
Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem
(struktur, proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional
mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang
pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) adalah sebuah sistem yang
meliputi struktur, proses, dan nilai profesional yang memungkinkan perawat
profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan
untuk menunjang asuhan keperawatan sebagai suatu model berarti sebuah ruang
rawat dapat menjadi contoh dalam praktik keperawatan profesional di Rumah
Sakit (Sitorus, 2006).
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur,
yakni: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP.
Dalam menetapkan suatu model, keempat hal tersebut harus menjadi bahan
pertimbangan karena merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Definisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan
menentukan kualitas produk/ jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak
memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang
independen (mandiri), maka tujuan pelayanan kesehatan/ keperawatan dalam
memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud (Nursalam, 2014).
4
mengingat biaya perawatan di Rumah Sakit diperkirakan akan terus
meningkat.
d. Praktik keperawatan individual
Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh kelompok/
golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas
pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah
5
Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan
efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya
suatu model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan
didapat hasil yang sempurna.
d. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga, dan masyarakat
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau
pasien terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu,
model yang baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat
menunjang kepuasan pelanggan.
e. Kepuasan kinerja perawat
Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi
dan kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan
kepuasan perawat, bukan justru menambah beban kerja dan frustasi
dalam pelaksanaanya
f. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim
kesehatan lainnya
Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab
merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan
keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan
interpersonal yang baik antara perawat dengan tenaga kesehatan
lainnya.
2. Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
Menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998) ada 4
metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan
akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren
pelayanan keperawatan, yaitu:
a. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan
asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia
kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan
kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan satu atau
6
dua jenis intervensi (misalnya, merawat luka) keperawatan kepada
semua pasien di bangsal.
Kelebihan:
1) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas, dan pengawasan yang baik;
2) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga;
3) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial,
sedangkan perawat pasien diserahkan pada perawat junior
dan/atau belum berpengalaman.
Kekurangan:
1) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat;
2) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan;
3) Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan saja.
b. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-
beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok
pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/ grup yang terdiri atas
tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil
yang saling membantu.
Kelebihan:
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan;
3) Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah
diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
Kekurangan:
Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk
dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
7
c. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer
Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-
menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama
pasien dirawat.
Kelebihan:
1) Bersifat kontinuitas dan komprehensif;
2) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap
hasil dan memungkinkan pengembangan diri;
3) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan
rumah sakit (Gillies, 1989).
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan
karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan
yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang
efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan
advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer
karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien
yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kekurangan:
8
1) Perawat lebih memahami kasus per kasus;
2) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
Kekurangan:
1) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab;
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama.
D. Metode Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan
Berikut ini akan dipaparkan beberapa pedoman dalam penghitungan
kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat inap.
1. Metode rasio
Metode perhitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tempat tidur
sebagai pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlukan dan sering
digunakan karena sederhana dan mudah. Namun, ada kelemahannya yaitu
hanya mengetahui jumlah perawat secara kuantitas tetapi tidak bisa
mengetahui produktivitas perawat dan kapan tenaga perawat tersebut
dibutuhkan oleh setiap unit Rumah Sakit.
2. Metode need
Metode ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk
menghitung kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis
pelayanan yang diberikan kepada pasien selama di Rumah Sakit.
3. Metode demand
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang
memang nyata dilakukan oleh perawat.
4. Menghitung tenaga perawat berdasarkan Full Time Equivalent (FTE)
Konsep ini didasarkan bahwa seorang perawat bekerja penuh waktu
dalam setahun, artinya bekerja selama 40 jam/minggu atau 2.080 jam
dalam periode 52 minggu. Jumlah waktu tersebut meliputi waktu
produktif maupun nonproduktif, sedangkan yang dipertimbangkan hanya
waktu produktif yang digunakan untuk perawatan pasien yang didasarkan
9
pada tingkat ketergantungannya karena akan mempengaruhi jumlah jam
perawat yang dibutuhkan.
E. Penghitungan Beban Kerja
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja
perawat anatara lain :
1. Jumlah pasien yang dirawat setiap hari/ bulan/ tahun di unit tersebut
2. Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien
3. Rata-rata hari perawatan
4. Pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan
pendidikan kesehatan
5. Frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien
6. Rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan
kesehatan.
Ada tiga cara dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara personel
antara lain sebagai berikut.
1. Work sampling
Teknik ini digunakan pada dunia industri untuk melihat beban kerja yang
dipangku oleh personel pada suatu unit, bidang maupun jenis tenaga
tertentu.
Pada teknik work sampling kita akan mendapatkan ribuan pengamatan
kegiatan dari sejumlah personel yang kita amati. Oleh karena besarnya
jumlah pengamatan kegiatan penelitian akan didapatkan sebaran normal
sampel pengamatan kegiatan penelitian. Artinya data cukup besar dengan
sebaran sehingga dapat dianalisis dengan baik. Jumlah pengamatan dapat
dihitung.
2. Time and motion study
Pada teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang
kegiatan yang dilakukan oleh peringkat kusonel yang sdang kita amati.
Melalui teknik ini akan didapatkan beban kerja personel dan kualitas
kerjanya.
10
Penelitian dengan menggunakan teknik ini dapat digunakan untuk
melakukan evaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan atau pendidikan yang
bersertifikat atau bisa juga digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan
suatu metode yang ditetapkan secara baku oleh suatu instansi seperti
rumah sakit.
3. Daily log
Daily log atau pencatatan kegiatan kegiatan sendiri merupakan bentuk
sederhana work sampling yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel
yang diamati. Pencatatan meliputi kegiatan yang dilakukan dan waktu
yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tersebut. Menuliskan secara
rinci kegiatan dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan
dari pengamatan dengan daily log.
2. Analisis SWOT
Pada analisis SWOT ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
a. Pengisian item IFAS dan EFAS.
11
Cara pengisian faktor IFAS dan EFAS disesuaikan dengan komponen
yang ada dalam pengumpulan data. Data tersebut dibedakan menjadi
2, yaitu IFAS (internal factors) yang meliputi aspek Weakneses serta
Strength dan faktor EFAS (external factors) yang meliputi aspek
Opportunity serta Threatened.
b. Bobot
Pemberian bobot berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap
strategi perusahaan/ Rumah Sakit.
c. Peringkat (Rating)
Data rating didapatkan berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan
pengukuran langsung.
3. Identifikasi Masalah
Identifikasi setiap masalah berdasarkan ketenangan (M1), sarana dan
prasarana (M2), Metode (M3), prioritas masalah, dan mutu (M5).
4. Perencanaan (rencana strategis)
a. Pengertian
Supriyanto dan Damayanti (2007) menjelaskan perencanaan strategis
merupakan bagian dari manajemen strategi, yang memiliki arti suatu
perencanaan sebagai tindakan adaptif atau penyesuaian terhadap
tuntutan atau masalah atau perubahan yang ada di lingkungan
organisasi sehingga organisasi dapat melakukan tindakan adaptif
dalam tuntutan perubahan.
b. Penyusunan perencanaan strategis
Proses perencanaan strategis meliputi tiga tahap yaitu:
1) Perumusan yang meliputi pembagian misi, penentuan tujuan
utama, penilaian lingkungan eksternal dan internal dan evaluasi
serta pemilihan alternative;
2) Penerapan; dan
3) Pengendalian.
12
c. Indikator perencanaan strategis
Supriyono dan Damayanti (2007) menyatakan bahwa perencanaan
strategis yang berhasil efektif dan efisien dapat didasarkan pada:
1) Pemahaman, visi, misi, dan tujuan organisasi;
2) Pemahaman lingkungan eksternal organisasi (peluang dan
ancaman);
3) pemahaman kemampuan sumber daya internal (kekuatan dan
kelemahan);
4) penguasaan manajemen efektif, dan dapat dipengaruhi oleh
budaya organisasi.
d. Faktor yang mempengaruhi perencanaan strategis
Menurut Asmarani (2006) ada tiga faktor yang mempengaruhi
perencanaan strategis, di antaranya:
1) Faktor manajerial
2) Faktor lingkungan
3) Budaya organisasi
5. Pelaksanaan
Penerapan MAKP sesuai dengan perencanaan yang telah disusun
sebagaimana tertuang dalam GANN chart.
6. Evaluasi
a. Evaluasi struktur.
b. Evaluasi proses.
c. Evaluasi hasil.
13
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pemaparan di atas, bahwa model asuhan keperawatan
profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses dan nilai- nilai) yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan
termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut.
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur,
yakni: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP.
Selain adanya kerangka kerja dalam MAKP juga banyak faktor-faktor yang
berhubungan dalam perubahannya serta ada metode untuk pengelolaan sistem
MAKP tersebut.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penyusun sampaikan, yaitu supaya perawat ketika
bekerja di Rumah Sakit dapat mengaplikasikan teori yang telah dipaparkan dalam
makalah ini guna untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang lebih
efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Error: Reference source not found (diakses pada tanggal 29 November 2017
Pukul 20:00)