Anda di halaman 1dari 19

OBAT-OBATAN YANG DIGUNAKAN DALAM BIDANG KEDOKTERAN GIGI

Nama : Maulia Septiari


NIM: 04034891416004

A. Antibiotik

1. Clindamycin

 Cara Kerja

Clindamycin merupakan turunan dari lyncomycin. Keduanya mempunyai aktivitas yang


menyerupai erythromycin namun clindamycin lebih kuat dalam mengatasi infeksi banyak
bakteri kokus gram (+), kecuali enterokokus, Haemopgilusm Niseria, dan Mycoplasma yang
resisten.

 Dosis

Pemberian secara oral 0,15-0,3 gram tiap 6 jam sedangka untuk IV diberikan 600 mg tiap 8
jam. Obat ini tidak dapat mencapai SSP. Ekskresi terutama di dalam hati, empedu dan urin.

DosisDewasa :

Infeksi serius 150-300 mg tiap 6 jam. Infeksi yang lebih berat 300- 450 mg tiap 6 jam.

Anak-anak :

Infeksi serius 8-16 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 3 - 4.


Infeksi yang lebih berat 16-20 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 3-4 Untuk menghindari
kemungkinan timbulnya iritasi esofageal, maka obat harus ditelan dengan segelas air penuh.
Pada infeksi streptokokus beta hemolitik, pengobatan harus dilanjutkan paling sedikit 10 hari.

 Indikasi

Efektif untuk pengobatan infeksi serius yang disebabkan oleh bakten anaerod, streptokokus,
pneumokokus dan stafilokokus, seperti infeksi saluran pernafasan yang serius, Infeksi tulang
dan jaringan lunak yang serius, Septikemia, Abses intra-abdominal, Infeksi pada panggul
wanita dan saluran kelamin.

 Farmakodinamik:

Klindamisin dapat bekerja sebagai bakteriostatik maupun baktensida tergantung konsentrasi


obat pada tempat infeksi dan organisme penyebab infeksi. Klindamisin menghambat sintesa
protein organisme dengan mengikat subunit ribosom 50 S yang mengakibatkan terhambatnya
pembentukan ikatan peptida. Klindamisin diabsorbsi dengan cepatoleh saluran pencernaan.

 Farmakokinetik:

90% diabsorbsi dalam saluran cerna. Absrobsi tidak dipengaruhi secara bermakna oleh
adanya makanan dalam gaster, tetapi dapat mempercepat absrobsinya. Didistribusi kedalam
cairan tubuh, tetapi tidak mencapai otak. Dapat menembus sawar uri dan masuk dalam
sirkulasi fetal. Kadar tinggi dalam empedu. Ikatan protein >90%, waktu paruh 2-3 jam.

Bila terjadi diare, pemakaian klindamisin harus dihentikan. Perhatian harus diberikan untuk
penderita yang mempunyai riwayat penyakit saluran pencernaan. Selama masa terapi yang
lama, tes fungsi hati, ginjal dan hitung sel darah harus dilakukan secara periodik. Pemakaian
pada bayi dan bayi baru lahir, fungsi dari sistem organ harus dimonitor.Keamanan oemakaian
pada wanita hamil dan menyusui belum diketahui. Pengunaan klindamisin kadang-kadang
menimbulkan pertumbuhan yang berlebihan dari organisme yang tidak peka, terutama ragi.
Oleh karena itu kemungkinan timbulnya superinfeksi dengan bakteri dan fungsi perlu
diamati. § Pada pasien dengan penyakit ginjal yang sangat berat dan atau penyakit hati yang g
sangat berat disertai dengan gangguan metabolik agar diperhatikan pemberian dosisnya, serta
lakukan monitoring terhadap kadar serum klindamisin selama terapi dengan dosis tinggi.
Terapi dengan klindamisin dapat menyebabkan kolitis berat yang dapat berakibat fatal Oleh
karena itu pemberian klindamisin dibatasi untuk infeksi serius dimana tidak dapat diberikan
antimikroba yang kurang toksis misalnya eritromisin. Klindamisin tidak boleh digunakan
untuk infeksi saluran nafas bagian atas. Karena klindamisin tidak dapat mencapai cairan
serebrospinal dalam jumlah yang memadai, maka klindamisin tidak dapat digunakan untuk
pengobatan meningitis.

2. Metronidazol

Metronidazole adalah senyawa nitroamidazole yang mengandung tidak kurang dari 90,0 %
dan tidak lebih dari 110,0 % C6H9N3O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan, berupa

serbuk hablur, berbentuk kristal kuning kepucatan dengan sedikit bau, larut dalam air, eter,
etanol, kloroform, dan sedikit larut dalam dimetilformamida.

 Farmakokinetik

Absorpsi
Metronidazol diabsorbsi dengan baik melalui jalur enteral sesudah pemberian oral. Satu jam
setelah pemberian dosis tunggal 500 mg per oral diperoleh kadar plasma kira-kira 10 𝜇g/mL.
Umumnya untuk kebanyakan protozoa dan bakteri yang sensitif rata-rata diperlukan kadar
tidak lebih dari 8 𝜇g/mL.
Dilaporkan bahwa metronidazole akan cepat diserap dengan bioavailabilitas (BA) lebih dari
90% dan hampir 100% . Studi farmakokinetik yang dilaporkan dalam literatur mendukung
keberadaan BA tinggi. Dalam sebuah penelitian dengan delapan sukarelawan pria sehat yang
menerima metronidazol oral tablet 400 mg dan intravena, fraksi diserap dilaporkan lebih dari
0,98. Studi lain melaporkan bioavailabilitas metronidazol yang diberikan per oral 500 mg
adalah 111%. Farmakokinetik metronidazole juga dipelajari pada lima wanita sehat setelah
dosis oral tunggal dan diperoleh BA 100 ± 5%.
Dosis oral 250 mg, 500, 750, dan 2000 memberikan konsentrasi plasma maksimum (Cmax)
dari 6, 12, 20, dan 40 𝜇g/mL dengan waktu untuk Cmax (tmax) mulai dari 0,25 sampai 4 jam.

Distribusi, Metabolisme, dan Eliminasi


Metronidazol didistribusikan secara luas dan paling terlihat dalam jaringan tubuh dan cairan.
Kurang dari 20% dari metronidazole yang beredar terikat dengan protein plasma. Volume
distribusi berkisar antara 0,51 L/kg sampai 1,1 L/kg.
Metronidazole dimetabolisme di hati oleh oksidasi side-chain, menghasilkan 1-($-
hidroksietil)-2-hidroksimetil-5-nitroimidazole (sekitar 30% -65% dari kegiatan
metronidazole) dan 2-metil-5-nitroimidazole-1-il-asam asetat (tidak aktif) dan oleh konjugasi
glukoronat. Jalur utama eliminasi metronidazole dan metabolitnya adalah melalui urin, di
mana 60% -80% dari dosis diekskresikan (6-18% sebagai bentuk asal). Urin mungkin
berwarna coklat kemerahan karena mengandung pigmen tak dikenal yang berasal dari obat.
Sedangkan ekskresi melalui tinja hanya 6 -15% dari dosis. Selain itu, metronidazol juga
diekskresi melalui air liur, air susu, cairan vagina, dan cairan seminal dalam kadar yang
rendah. Proses ini berlangsung antara 6-14 jam, dengan nilai rata-rata 8,5 jam.

 Indikasi
Dalam Daftar Obat Esensial WHO, Metronidazol diklasifikasikan sebagai antiamuba,
antigiardiasis, dan antibakteri. Literatur berbeda menyebutkan bahwa metronidazol juga
digunakan untuk mengobati Vincent’s infection, acne rosacea, amoebiasis usus invasif, abses
hati amuba, antibiotik terkait kolitis, balantidiasis, infeksi gigi, gastritis atau ulkus yang
disebabkan oleh bakteri Helycobacter pylori, dan penyakit radang usus, serta infeksi bakteri
anaerob.
Metronidazol juga diindikasikan untuk drakunkuliasis sebagai alternatif niridazol dan
giardiasis. Metronidazol digunakan untuk profilaksis pascabedah daerah abdomen, infeksi
pelvik, dan pengobatan endokarditis yang disebabkan oleh B. fragilis. Selain itu, obat ini juga
digunakan untuk kolitis pseudomembranosa yang disebabkan oleh Clostridium difficile. (3)

 Kontraindikasi dan Efek Samping


Efek samping hebat yang memerlukan penghentian pengobatan jarang ditemukan. Efek
samping yang paling sering dikeluhkan ialah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap
logam. Urin mungkin menjadi gelap atau merah kecoklatan. Muntah, diare, dan spasme usus
jarang dialami. Lidah berselaput, glositis, dan stomatitis dapat terjadi selama pengobatan.
Efek samping lain dapat berupa pusing, vertigo, ataksia, parestesia ekstremitas, urtikaria,
flushing, pruritus, disuria, sistitis, rasa tekan pada pelvik, juga kering pada mulut, vagina, dan
vulva.
Metronidazol adalah suatu nitroimidazol sehingga ada kemungkinan dapat menimbulkan
gangguan darah. Walaupun sampai saat ini belum pernah dilaporkan adanya gangguan darah
yang berat, pemberian metronidazol untuk jangka lebih dari 7 hari hendaknya disertai dengan
pemeriksaan leukosit secara berkala, terutama pada pasien usia muda atau pasien dengan
daya tahan rendah. Neutropenia dapat terjadi selama pengobatan dan akan kembali normal
setelah pengobatan dihentikan. Pada pasien dengan riwayat penyakit darah atau dengan
gangguan SSP, pemberian obat ini tidak dianjurkan. Bila ditemukan ataksia, kejang, atau
gejala susunan saraf pusat yang lain, maka pemberian obat harus segera dihentikan.
Metronidazole telah diberikan pada berbagai tingkat kehamilan tanpa peningkatan kejadian
teratogenik, prematuritas, dan kelainan pada bayi yang dilahirkan. Namun penggunaan pada
trimester pertama tidak dianjurkan. Metronidazol mempunyai efek serupa disulfiram,
sehingga mual dan muntah terjadi bila alkohol dikonsumsi sementara obat masih berada di
dalam tubuh. Dosis metronidazol perlu dikurangi pada pasien dengan penyakit obstruksi hati
yang berat, sirosis hati, dan gangguan fungsi ginjal yang berat. Dosis metronidazol perlu
disesuaikan pada penggunaan bersama fenobarbital, prednisone, rifampin karena
meningkatkan metabolisme oksidatif metronidazol.

 Interaksi
Pemberian metronidazole oral dapat mempotensiasi efek antikoagulan kumarin dan warfarin,
sehingga terjadi perpanjangan prothrombin time. Fenitoin dan fenobarbital dapat
meningkatkan eliminasi obat ini, sedangkan simetidin dapat menghambat metabolisme
metronidazol di hati dan menurunkan bersihan plasma. Kemungkinan interaksi sistemik akan
lebih besar pada penggunaan oral dibandingkan topikal.
Omeprazol tidak mempengaruhi kinetika plasma metronidazole. Namun, AUC metronidazol
berkurang bersama jus dan Cmax mengalami penurunan. Sedangkan pemberian metronidazol
dosis tunggal pada perut kosong maupun dengan sarapan standar tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap bioavailabilitas metronidazol tetapi penyerapan metronidazol dapat
terganggu oleh makanan.
 Sediaan dan Posologi
Metronidazol tersedia dalam bentuk tablet 250 dan 500 mg, suspensi 125 mg/5 mL, dan
suppositoria 500 mg dan 1 g. Untuk amubiasis, dosis oral yang digunakan pada dewasa ialah
3x750 mg/hari selama 5-10 hari dan untuk anak 35-50 mg/kg BB/hari terbagi dalam tiga
dosis. Untuk trikomoniasis pada wanita dianjurkan 3 kali 250 mg/hari selama 7-10 hari, bila
perlu pengobatan ulang boleh diberikan dengan selang 4-6 minggu. Pada terapi ulang
diperlukan pemeriksaan jumlah leukosit sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.

3. Amoxicillin

 Cara Kerja

Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif
seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella. Amoksisilin
juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif
seperti : Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing staphylococci,
Listeria. Tetapi walaupun demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara
sendirian untuk pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streprtococcus dan staphilococcal.
Amoksisilin diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi
klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya
(Siswandono, 2000).

 Indikasi
1. Infeksi saluran pernafasan atas: Tonsillitis, , pharyngitis (kecuali pharyngitis
gonorrhoae), Sinusitis, laryngitis, otitis media.
2. Infeksi saluran pernafasan bawah: Acute dan chronic bronchitis, bronchiectasis,
pneumonia.
3. Infeksi saluran kemih dan kelamin: gonorrhoeae yang tidak terkomplikasi,
cystitis, pyelonephritis.
4. Infeksi kulit dan selapu lendir: Cellulitis, wounds, carbuncles, furunculosis.

 Farmokodinamik
Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan seperti
yang tertera diatas, yaitu untuk infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran seni,
gonorhu, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena Salmonella sp., seperti demam tipoid.
Amoxicillin adalah turunan penisilin yang tahan asam tetapi tidak tahan terhadap penisilinase
(Siswandono, 2000).
Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak menghasilkan β-laktamase dan
aktif melawan bakteri gram negatif karena obat tersebut dapat menembus pori–pori dalam
membran fosfolipid luar. Untuk pemberian oral, amoksisilin merupakan obat pilihan karena
di absorbsi lebih baik daripada ampisilin, yang seharusnya diberikan secara parenteral (Neal,
2007).
 Farmakokinetik
Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan stabil dalam suasana asam
lambung. Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan, tidak
tergantung adanya makanan. Amoksisilin terutama diekskresikan dalam bentuk tidak berubah
di dalam urin. Ekskresi Amoksisilin dihambat saat pemberian bersamaan dengan probenesid
sehingga memperpanjang efek terapi (Siswandono, 2000).
 Dosis

Dewasa dan anak-anak (dengan berat badan lebih dari 20 kg): 250 mg-500 mg, 4x sehari.
Anak (dengan berat badan kurang dari 20 kg): 50 mg-100 mg/kg berat badan/hari dalam dosis
terbagi tiap 6 jam.
Dosis dapat ditambah tergantung berta ringannya infeksi.

 Spektrum Obat
Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotik serupa dengan ampisilin. Beberapa keuntungan
amoksisilin dibanding ampisilin adalah absorbsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna,
sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi. Efek terhadap Bacillus
dysentery amoksisilin lebih rendah dibanding ampisilin karena lebih banyak obat yang
diabsorbsi oleh saluran cerna (Siswandono, 2000).
Namun, resistensi terhadap amoksisilin dan ampisilin merupakan suatu masalah, karena
adanya inaktifasi oleh plasmid yang diperantai penisilinase. Pembentukan dengan
penghambat β–laktamase seperti asam klavunat atau sulbaktam melindungi amoksisilin atau
ampisilin dari hidrolisis enzimatik dan meningkatkan spektrum antimikrobanya (Mycek,
2001).

Interaksi Obat
Menurut Widodo (1993), amoksisilin dapat memberikan interaksi dengan senyawa lain bila
diberikan dalam waktu yang bersamaan. Interaksi tersebut antara lain:

a) Eliminasi Amoksisilin diperlambat pada pemberian dengan Uricosurika (misal


Probenesid), Diuretika, dan Asam–asam lemah ( misal asam Acetylsalicylat dan
Phenilbutazon).

b) Pemberian bersamaan Antasida–Alumunium tidak menurunkan ketersediaan biologik


dari Amoksisilin.

c) Pemberian bersamaan Allopurinol dapat memudahkan timbulnya reaksi– reaksi kulit


alergik.

d) Menurunkan keterjaminan kontrasepsi preparat hormon.

e) Kemungkinan terjadi alergik silang dengan Antibiotik Sepalosporin.

f) Antibiotik bacteriostatik mengurangi bactericidal dari Amoksisilin.

g) Inkompabilitas dengan cairan/larutan dekstrosa.

5. Lincomycin

 Cara kerja
Linkomisin dapat bekerja sebagai bakteriostatik maupun bakterisida tergantung
konsentrasi obat pada tempat infeksi dan organisme penyebab infeksi. Linkomisin
menghambat sintesa protein.
 Indikasi
a) Linkomisin diindikasikan untuk mengobati infeksi berat yang disebabkan oleh
Streptococcus,Pneumococcus dan Staphylococcus yang sensitif.
b) Linkomisin efektif terhadap infeksi Staphylococcus yang resistan terhadap
antibiotik lain.
 Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap antibiotik penisilin.
 Spektrum Obat
Lyncomicin memiliki spektrum yang sangat luas sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain.
 Aktif Terhadap Bakteri
Lincomycin bersifat bakteriostatik, efektif terutama terhadap Mycoplasma spp. dan
bakteri Gram positif seperti Staphylococcus, Clostridium, Streptococcus dan
Treponema spp.
 Farmakokinetik
Linkomisin diabsorpsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal setelah pemberian
oral. Linkomisin tidak mengalami inaktivasi oleh asam lambung. Absorpsinya akan
berkurang dengdn adanya makanan. Linkomisin didistribusikan secara luas ke dalam
cairan dan jaringan tubuh,kecuali ke dalam cairan sere-brospinal. Kadar yang tinggi
ditemukan pada tulang,empedu ddn urine. Linkomisin dapat terdifusi melalui
plasenta.
Waktu paruh Linkomisin pada fungsi ginjal yang normal antara 4-5,4jam.
 Farmakodinamik
Lyncomicin menghambat sintesis protein.
 Efek Samping
a) Saluran pencernaan, seperti mual, muntah dan diare.
b) Reaksi hipersensitif, seperti rash dan urtikaria.
c) Rasa yang tidak umum seperti haus, letih dan kehilangan bobot tubuh.
d) Demam, menggigil, nyeri tubuh, gejala flu, bercak putih atau luka dalam
mulut atau bibir Anda.
 Interaksi Obat
a) Pemberian harus secara hati-hati bila diberikan bersama obat penghambat
neuromuskuler.
b) Dapat berinteraksi dengan kaolin.

 Dosis
1. Untuk Dewasa:
a) Infeksi serius: 500 mg,3 kali sehari.
b) Infeksi yang lebih berat: 500 mg atau lebih,4 kali sehari.
2. Anak-anak/bayi diatas 1 bulan:
a) Infeksi serius: 30 mg/kg berat badan/hari dibdgi dalam 3 atau 4 dosis yang
sama.
b) Infeksi yang lebih berat: 60 mg/kg berat badan/han dibagi dalam 3 atau 4 dosis
yang sama.
 Bentuk Sediaan
1. Tablet
2. Kapsul
3. Sirup
4. Injeksi
 Nama Sediaan
Biolincom, Ehtilin, LIncocin, Lincophar, Lincyn, Lintropsin, Nichomycin, Nolipo
500, Percocyn, Pritalinc, Tamcocin, Tismamisin, Zencocin, Zumalin.

B. Analgesik
1. Asam Mefanamat
 Farmakologi

Asam Mefenamat merupakan kelompok antiinflamasi nonsteroid bekerja dengan cara


menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim
siklooksiginase sehingga mempunyai efek analgesik, antiinflamasi dan antipiretik.

 Farmakodinamik

Karena Asam Mefenamat termasuk ke dalam golongan (NSAIDS), maka kerja utama
kebanyakan nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDS) adalah sebagai penghambat
sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat antiradang glukortikoid menghambat
pembebasan asam arakidonat.

 Farmakokinetik

Asam Mefenamat diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal apabila diberikan
secara oral. Kadar plasma puncak dapat dicapai 1 sampai 2 jam setelah pemberian 2 x 250
mg kapsul asam mefenamat. Pemberian dosis tunggal secara oral sebesar 1000 mg
memberikan kadar plasma puncak selama 2 sampai 4 jam dengan t ½ dalam plasma sekitar 2
jam.

 Indikasi:

Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit
kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot,
nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan.

 Dosis

Dewasa dan anak-anak > 14 tahun , 250 mg - 500 mg 2-3 kali sehari

 Efek samping:

Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah
dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia. Pada
penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari dapat mengakibatkan
agranulositosis dan anemia hemolitik.

 Kontraindikasi:
Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap
asam mefenamat. Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan
peradangan saluran cerna.

 Interaksi Obat:

Asam mefenamat akan bereaksi dengan Obat-obat anti koagulan oral seperti warfarin;
asetosal (aspirin) dan insulin

2. Paracetamol

 Indikasi
1. Analgesik/antinyeri (nyeri ringan-sedang : sakit kepala, sakit gigi, mialgia, nyeri
postpartum, dll)
2. Analgesik pada yang kontraindikasi dengan aspirin (ulkus peptikum, hipersensitivitas
aspirin, anak dengan demam).
3. Antipiretik/antidemam

 Farmakodinamik

Parasetamol merupakan penghambat COX-1 dan COX-2 yang lemah di jaringan perifer dan
hampir tidak memiliki efek anti-inflamasi/anti-radang. Hambatan biosintesis Prostaglandin
(PG) hanya terjadi bila lingkungan yang rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus
sedangkan lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan leukosit,
hal ini lah yang menjelaskan efek antiinflamasi parasetamol tidak ada. Studi terbaru menduga
parasetamol juga menghambat COX-3 di Susunan Saraf Pusat yang menjelaskan cara
kerjanya sebagai anti piretik. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam ½-1 jam dan
waktu paruh (t ½) sekitar 2 jam. Obat tersebar ke seluruh cairan tubuh. Terikat 20-50% pada
protein plasma. Metabolisme: di hati Glucuronide conjugates (60%); sulfuric acid conjugates
(35%). Ekskresi: ginjal dalam bentuk terkonjugasi dan sebagai parasetamol (3%).

 Farmakokinetik

Absorpsi : diberikan peroral, absorpsi bergantung pada kecepatan pengosongan lambung, dan
kadar puncak dalam darah biasanya tercapai dalam waktu 30-60 menit.

Distribusi : Asetaminofen sedikit terikat dengan protein plasma

Metabolisme : dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diubah menjadi asetaminofen
sulfat dan glukuronida, yang secara farmakologi tidak efektif.

Ekskresi : diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah.

 Efek Samping
- Pada dosis terapi, kadang-kadang timbul peningkatan enzim hati tanpa ikterus
(keadaan ini reversible bila obat dihentikan).
- Pada dosis yang lebih besar, dapat timbul pusing, mudah terangsang, dan disorientasi.
- Pemakaian dosis tunggal 10-15 gram, bisa berakibat fatal, kematian disebabkan oleh
hepatotoksisitas yang berat dengan nekrosis lobulus sentral, kadang-kadang
berhubungan dengan nekrosis tubulus ginjal akut.
- Reaksi alergi
- Gejala dini kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen.

 Dosis

Pada anak : 10-15mg/kgBB/kali tiap 4 jam (maks. 5 dosis/24 jam)

Dosis dewasa : 300 mg-1 g/kali, maks 4 g/hari (maks 2 g/hari untuk alkoholik)

Sediaan : tab 500mg, sirup 120mg/5ml

3. Natrium Diklofenak
Natrium diklofenak adalah suatu senyawa anti-inflamasi non-steroid yang bekerja sebagai
analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Senyawa ini sangat merangsang lambung sehingga
untuk mencegah efek samping ini bentuk sediaan oral (tablet) natrium diklofenak disalut
enterik.
 Indikasi
Pengobatan akut dan kronis gejala-gejala reumatoid artritis, osteoartritis dan ankilosing
spondilitis.
 Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap diklofenak atau yang menderita asma, urtikaria atau
alergi pada pemberian aspirin atau NSAID lain dan penderita tukak lambung.
 Farmakodinamik
Diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas anti inflamasi, analgesik dan
antipiretik. Aktivitas diklofenak dengan jalan menghambat enzim siklo-oksigenase sehingga
pembentukan prostaglandin terhambat
 Farmakokinetik
Absrobsi: Absorbsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap
Distribusi: Terikat 99% pada protein plasma
Metabolisme: Mengalami efek metabolisme lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%
Ekiminasi: diekskresi terutama melalui urine
 Dosis
- Osteoartritis : 2 - 3 kali sehari 50 mg atau 2 kali sehari 75 mg.
- Reumatoid artritis : 3 - 4 kali sehari 50 mg atau 2 kali sehari 75 mg.
- Ankilosing spondilitis : 4 kali sehari 25 mg ditambah 25 mg saat akan tidur.
Tablet harus ditelan utuh dengan air, sebelum makan.

 Efek Samping:
1. Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut
2. Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan euforia
3. Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria
4. Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang pernah mengalami
kerusakan hati.

4. Kalium Diklofenat / Potasium Diklofenak


 Indikasi

Sebagai pengobatan jangka pendek untuk kondisi - kondisi akut sebagai berikut :

1. Nyeri inflamasi setelah trauma, seperti karena terkilir.

2. Nyeri dan inflamasi setelah operasi, seperti operasi tulang atau gigi.

3. Sebagai ajuvan pada nyeri inflamasi yang berat dari infeksi telinga, hidung atau
tenggorokan, misalnya faringotonsilitis, otitis. Sesuai dengan prinsip pengobatan umum,
penyakitnya sendiri harus diobati dengan terapi dasar. Demam sendiri bukan suatu indikasi.

 Kontraindikasi
a) Tukak lambung
b) Hipersensitif terhadap zat aktif
c) Seperti halnya dengan anti inflamasi non steroid lainnya, kalium diklofenak
dikontraindikasikan pada pasien dimana serangan asma, urtikaria atau rhinitis akut
ditimbulkan oleh asam asetilsalisilat atau obat-obat lain yang mempunyai aktivitas
menghambat prostaglandin sintetase.
 Farmakodinamik

Kalium diklofenak adalah suatu zat anti inflamasi non steroid dan mengandung garam kalium
dari diklofenak. Pada kalium diklofenak, ion sodium dari sodium diklofenak diganti dengan
ion kalium. Zat aktifnya adalah sama dengan sodium diklofenak. Obat ini mempunyai efek
analgesik dan antiinflamasi. Tablet kalium diklofenak memiliki mula kerja yang cepat.
Penghambatan biosintesa prostaglandin, yang telah dibuktikan pada beberapa percobaan,
mempunyai hubungan penting dengan mekanisme kerja kalium diklofenak. Prostaglandin
mempunyai peranan penting sebagai penyebab dari inflamasi, nyeri dan demam. Pada
percobaan-percobaan klinis Kalium Diklofenak juga menunjukkan efek analgesik yang nyata
pada nyeri sedang dan berat. Dengan adanya inflamasi yang disebabkan oleh trauma atau
setelah operasi, kalium diklofenak mengurangi nyeri spontan dan nyeri pada waktu bergerak
serta bengkak dan luka dengan edema. Kalium diklofenak secara in vitro tidak menekan
biosintesa proteoglikan di dalam tulang rawan pada konsentrasi setara dengan konsentrasi
yang dicapai pada manusia

 Farmakokinetik

ABSORBSI

Diabsorpsi dengan baik setelah penggunaan oral. mengalami metabolisme lintas pertama;
hanya 50-60% dari dosis mencapai sirkulasi sistemik sebagai obat tidak berubah. Konsentrasi
plasma puncak biasanya dicapai dalam waktu sekitar 1 jam (kalium diklofenak tablet
konvensional), 2 jam (tablet natrium diklofenak tertunda-release), atau 5,25 jam (natrium
diklofenak tablet extended-release). Diserap ke dalam sirkulasi sistemik setelah pemberian
topikal gel atau sistem transdermal; konsentrasi plasma umumnya sangat rendah
dibandingkan dengan penggunaan oral. Setelah penerapan diklofenak sistem epolamine
transdermal tunggal untuk kulit utuh pada lengan atas, konsentrasi plasma puncak terjadi
pada 10-20 jam. Setelah aplikasi topikal dari natrium diklofenak 1% gel, konsentrasi plasma
puncak terjadi pada sekitar 10-14 jam. Olahraga ringan tidak mengubah penyerapan sistemik
dioleskan diklofenak (sistem transdermal atau 1% gel). Penerapan patch panas selama 15
menit sebelum penerapan 1% gel tidak mempengaruhi absorpsi sistemik. Belum ditentukan
apakah aplikasi panas berikut aplikasi gel mempengaruhi absorpsi sistemik.

Onset: Dosis 50- atau 100 mg tunggal kalium diklofenak memberikan bantuan nyeri dalam
waktu 30 minutes.

Durasi: Efek pengurangan Nyeri berlangsung hingga 8 jam setelah pemberian dosis tunggal
50- atau 100-mg diklofenak potassium.

Makanan: Makanan menundaan waktu untuk mencapai konsentrasi plasma puncak tetapi
tidak mempengaruhi tingkat absorpsi setelah pemberian sebagai konvensional, tertunda-
release, atau diperpanjang-release tablets.

DISTRIBUSI

Setelah pemberian oral, konsentrasi dalam cairan sinovial dapat melebihi mereka yang di
plasma. Protein Plasma Binding > 99%

METABOLISME
Dimetabolisme di hati melalui hidroksilasi dan konjugasi. Beberapa metabolit mungkin
menunjukkan aktivitas anti-inflamasi.

 Dosis

Dewasa :

• umumnya takaran permulaan untuk dewasa 100-150 mg sehari.

• Pada kasus-kasus yang sedang, juga untuk anak-anak di atas usia 14 tahun 75-100 mg
sehari pada umumnya mencukupi.

Dosis harian harus diberikan dengan dosis terbagi 2-3 kali

Anak-anak : tablet kalium diklofenak tidak cocok untuk anak-anak.

5. Tramadol
 Indikasi

Nyeri akut dan kronik yang berat dan nyeri pasca bedah.

 Kontraindikasi

Keracunan akut oleh alkohol, hipnotik, analgesik atau obat-obat yang mempengaruhi SSP
lainnya.

- Penderita yang mendapat pengobatan penghambat monoamin oksidase (MAO).

- Penderita yang hipersensitif terhadap TRAMADOL.

 Farmakokinetik

Setelah pemakaian secara oral seperti dalam bentuk kapsul atau tablet, tramadol akan muncul
di dalam plasma selama 15 sampai 45 menit, mempunyai onset setelah 1 jam yang mencapai
konsentrasi plasma pada mean selama 2 jam. Absolute oral bioavailability tramadol kira-kira
sebesar 68% setelah satu dosis dan kemudian meningkat menjadi 90 hingga 100% pada
banyak pemakaian (multiple administration). Tramadol sangat mirip (high tissue affinity)
dengan volume distribusi 306 dan 203L setelah secara berturut-turut dipakai secara oral dan
secara intravena.
Tramadol mengalami metabolisme hepatik, secara cepat dapat diserap pada traktus
gastrointestinal, 20% mengalami first-pass metabolisme didalam hati dengan hampir 85%
dosis oral yang dimetabolisir pada relawan muda yang sehat. Hanya 1 metabolit, O-demethyl
tramadol, yang secara farmakologis aktif. Mean elimination half-life dari tramadol setelah
pemakaian secara oral atau pemakaian secara intravena yakni 5 hingga 6 jam. Hampir 90%
dari suatu dosis oral diekskresi melalui ginjal. Elimination half-life meningkat sekitar 2-kali
lipat pada pasien yang mengalami gangguan fungsi hepatik atau renal. Pada co-administration
(pemakaian bersama-sama) dengan carbamazepine untuk mempengaruhi ensim hepatik,
elimination half-life dari tramadol merosot.

Pada wanita hamil dan menyusui tramadol dapat melintasi plasenta dan tidak merugikan
janin bila digunakan jauh sebelum partus, hanya 0,1% yang masuk dalam air susu ibu,
meskipun demikian tramadol tidak dianjurkan selama masa kehamilan dan laktasi. Walau
memiliki sifat adiksi ringan, namun dalam praktek ternyata resikonya praktis nihil, sehingga
tidak termasuk dalam daftar narkotika di kebanyakan negara termasuk Indonesia.

 Farmakodinamik

Tramadol mempunyai 2 mekanisme yang berbeda pada manajemen nyeri yang keduanya
bekerja secara sinergis yaitu : agonis opioid yang lemah dan penghambat pengambilan
kembali monoamin neurotransmitter. Tramadol mempunyai bioavailabilitas 70% sampai 90%
pada pemberian peroral, serta dengan pemberian dua kali sehari dapat mengendalikan nyeri
secara efektif.

Tramadol mempunyai efek merugikan yang paling lazim dalam penggunaan pada waktu
yang singkat dan biasanya hanya pada awal penggunaannya saja yaitu pusing, mual, sedasi,
mulut kering, berkeringat dengan insidensi berkisar antara 2,5 sampai 6.5%. Tidak dilaporkan
adanya depresi pernafasan yang secara klinis relevan setelah dosis obat yang
direkomendasikan. Depresi pernafasan telah ditunjukkan hanya pada beberapa pasien yang
diberikan tramadol sebagai kombinasi dengan anestesi, sehingga membutuhkan naloxone
pada sedikit pasien. Pada pemberian tramadol pada nyeri waktu proses kelahiran, tramadol
intravena tidak menyebabkan depresi pernafasan pada neonatus.

 Dosis

Tramadol tersedia untuk pemakaian oral, parenteral dan rectal. Dosis tramadol hendaknya
dititrasi menurut intensitas rasa nyeri dan respon masing-masing pasien, dengan 50 sampai
100 mg 4 kali biasanya untuk memberikan penghilangan rasa nyeri yang memadai. Total
dosis harian sebanyak 400mg biasanya cukup. Suntikan intravena harus diberikan secara
perlahan-lahan guna mengurangi potensi kejadian yang merugikan, teruatama rasa mual.
Berdasarkan data faramakokinetik, perlu hati-hati pada pasien dengan disfungi ginjal atau
hepatik karena potensi tertundanya eliminasi dan akumulasi obat yang ada. Pada sejumlah
pasien ini, interval dosis harus diperpanjang. Tramadol dapat digunakan pada anak-anak
dengan dosis sebesar 1 hingga 2 mg/kg.

 Efek samping
a. Sama seperti umumnya analgesik yang bekerja secara sentral, efek samping
yang dapat terjadi: mual, muntah, dispepsia, obstipasi, lelah, sedasi, pusing,
pruritus, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering dan sakit kepala.
b. Meskipun tramadol berinteraksi dengan reseptor apiat sampai sekarang
terbukti insidens ketergantungan setelah penggunaan tramadol, ringan.

Referensi

Farmakologi dan Terapi. Ed.5. FKUI. 2007

Katzung,BG. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed.2006

Goodman gilman's. the pharmacological basis of therapeutics. 11th ed. McGraw-Hill


Companies. 2006

Anderson PO, Knoben JE, Troutman WG. 2002. Handbook of Clinical Drug Data. USA:
McGraw Hill; p 20-21

Anda mungkin juga menyukai