ABORTUS INCOMPLETE
Oleh:
Pembimbing:
dr. H. Iskandar Zulqarnain, SpOG(K)
1
2
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Abortus Incomplete
Oleh:
Ajeng Mutia Oktrinalida, S.Ked 04054821719012
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang
periode Juli– Oktober
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami ucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT karena
atas rahmat dan anugerah-Nya laporan kasus yang berjudul “Abortus Incomplete”
ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun sebagai syarat ujian di bagian Ilmu Obstetri dan
Ginekologi. Tujuan disusunnya laporan kasus ini agar dapat mengetahui mengenai
abortus incomplete. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. H.
Iskandar Zulqarnain, SpOG(K) yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam penyusunan laporan kasus ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada sahabat dan teman-teman sejawat di bagian
ilmu obstetri dan ginekologi yang telah membantu dan memberi dukungan kepada
penulis.
Akhir kata, laporan kasus ini hanyalah sebentuk kecil tulisan yang masih
mengharapkan banyak kritik dan saran sehingga dalam perkembangannya dapat
menjadi lebih baik lagi. Semoga bermanfaat.
Penulis
4
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN ....................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi..................................................................................................10
3.2. Epidemiologi.........................................................................................10
3.3. Etiologi..................................................................................................11
3.4. Faktor Risiko.........................................................................................12
3.5. Patofisiologi..........................................................................................14
3.6. Klasifikiasi............................................................................................15
3.7. Gejala Klinis.........................................................................................18
3.8. Diagnosiss.............................................................................................18
3.9. Diagnosis Banding................................................................................21
3.10. Tatalaksana..........................................................................................22
3.11. Komplikasi..........................................................................................25
3.12. Prognosis.............................................................................................27
BAB IV ANALISIS KASUS ................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
5
BAB I
PENDAHULUAN
12% dari seluruh kehamilan yang terjadi. Angka tersebut tidak jauh berbeda
dengan hasil analisa data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003.14
Angka kejadian abortus di Indonesia sukar ditentukan karena sebagian
besar kejadian abortus dilaporkan bila sudah terjadi komplikasi. Berbagai
komplikasi yang mungkin timbul akibat abortus adalah perdarahan, syok, emboli
udara, inhibisi vagus, infeksi dan sepsis, bahkan kematian ibu. Abortus yang tidak
aman diperkirakan bertanggung jawab terhadap 11% kematian ibu di Indonesia
(rata-rata dunia 13%).1,14 Kematian tersebut sebenarnya dapat dicegah jika
perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta
akses yang baik terhadap perawatan komplikasi abortus. Oleh sebab itu, perlu
diketahui lebih jauh lagi mengenai kasus abortus.
7
BAB II
STATUS PASIEN
2.1. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. RA
b. Umur : 41 tahun
c. Alamat : Jl.Prajurit Nazarudin Sri Mulya Sematang Borang
Palembang,
d. Suku : Sumatera
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Pendidikan : SLTA
h. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
i. MRS : 5 Agustus 2017. Pukul 23:50 WIB
j. No. RM : 481781
PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA DAN LEHER
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema
9
THORAKS
PARU
Inspeksi : Simetris dalam statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
JANTUNG
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
EKSTREMITAS
Pucat (-), edema pretibial (-)
2.6. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
2.7. TATALAKSANA
a. TERAPI
IVFD RL gtt xx/menit
Injeksi ceftriaxon 1g intravena
Kuretase
Persiapan tindakan
b. MONITORING
Observasi tanda vital ibu dan perdarahan
2.8. FOLLOW UP
Tanggal (Jam) S O A P
06-08-2017 Habis Status present Post kuretase ai abortus Observasi TVI, perdarahan
(09.00) kuretase Kes: CM, TD: 110/70 incomplete Cefadroxil 2 x 500 mg
Neurodex 1 x 1
mmHg, N: 80 x/m, RR: 20 Asam mefenamat 3 x 500 mg
x/m, T: 36,50C
Status ginekologi
PL: Abdomen datar, lemas,
simetris, NT (-), TCB (-)
07-08-2017 Keluhan (-) St present: Post kuretase ai abortus Observasi TVI, perdarahan
(06.30) Kes: CM, TD: 110/70 incomplete Cefadroxil 2 x 500 mg
Neurodex 1 x 1
mmHg, N: 88 x/m, RR: 20 Asam mefenamat 3 x 500 mg
x/m, T: 36,50c Os direncanakan pulang
2.9. LAPORAN HASIL OPERASI
Tanggal: 6 Agustus 2017
Operator: dr. joko prasanto
Diagnosa Pre-Bedah: Abortus incomplete
Diagnosa Pasca Bedah: Post kuretase ai abortus incomplete
Jenis Operasi: Kuretase
Jaringan yang diambil: uterus ( dak tebaco )
Jenis bahan yang dikirm ke laboratorium : jaringan sisa plasenta dari janin
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10
3.2. Epidemiologi
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi
menyatakan kejadian abortus spontan antara 15–20% dari semua kehamilan.
Kalau dikaji lebih jauh abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini
dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui
pada 2–4 minggu setelah konsepsi (Prawirohardjo, 2008).
WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun
terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di
seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya
meninggal karena komplikasi abortus dan sekurangnya 95% (19 dari setiap 20
abortus) di antaranya terjadi di negara berkembang. Di Amerika Serikat angka
kejadian abortus spontan berkisar antara 10-20% dari kehamilan. Di Rumah Sakit
Umum Daerah RSUD Banyumas Unit II Purwokerto, angka kejadian abortus pada
tahun 2007 sebesar 23,70% pada tahun 2008 meningkat menjadi 30,70%.
Sedangkan di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung, prevalensi abortus tercatat
sebesar 8-12% (Dwilaksana, 2010).5
Di Indonesia setiap tahun selalu dilakukan pencatatan distribusi penyakit
oleh Departemen Kesehatan RI yang salah satunya adalah penyakit kehamilan.
Jumlah keguguran yang terjadi diketahui akan menurun dengan meningkatnya
usia gestasional, dari 25% pada 5 hingga 6 minggu pertama kehamilan menjadi
2% selepas 14 minggu kehamilan.
3.3. Etiologi
11
2. Faktor ibu
a. Infeksi
Infeksi tidak umum menyebabkan aborsi. Studi yang dilakukan Simpson
dan teman-teman (1996) tidak menemukan bukti aborsi akibat infeksi.
Studi lain yang dilakukan Oakshet dan teman-teman (2002) menunjukkan
hubungan antara aborsi pada trimester kedua dengan bakterial vaginosis
b. Hipotiroid
Defisiensi tiroid yang berat mungkin berkaitan dengan aborsi. Efek dari
hipotiroid sendiri terhadap aborsi belum banyak diteliti namun
peningkatan autoantibodi terhadap tiroid berkaitan dengan peningkatan
angka kejadian dari aborsi.
c. Diabetes Mellitus
Kadar gula darah yang tidak terkontrol meningkatakan angka kejadian
aborsi
d. Merokok
12
tahun; 11,9% pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6% pada
usia 35-39%; 51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas. Baru-
baru ini peningkatan usia ayah dianggap sebagai suatu faktor risiko terjadinya
abortus. Suatu penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko
abortus tertinggi ditemukan pada pasangan dimana usia wanita ≥35 tahun dan
pria ≥40 tahun.6
2. Paritas Ibu
Semain banyak jumlah kelahiran yang dialami seorang ibu semakin
tinggi resikonya untuk mengalami komplikasi kehamilan, persalinan dan
nifas. Sejalan dengan pendapat Cunningham (2005) bahwa resiko abortus
spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas. Persalinan kedua
dan ketiga merupakan persalinan yang aman, sedangkan risiko terjadinya
komplikasi meningkat pada kehamilan, persalinan, dan nifas setelah yang
ketiga dan seterusnya. Demikian juga dengan paritas 0 dan lebih dari 4
merupakan kehamilan risiko tinggi (Mulyati, 2003).
4. Pemeriksaan Antenatal
Pemeriksaan antenatal yang baik adalah minimal 1 kali pada trimester
pertama, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga.
Keuntungan yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan antenatal dengan
baik adalah kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan
14
tersebut cepat diketahui dan segera dapat diatasi sebelum berpengaruh tidak
baik pada kehamilannya (Prawirohardjo, 2008). Ibu dengan pemeriksaan
antenatal yang tidak baik akan meningkatkan risiko kehamilan (risiko
kesakitan dan kematian), karena akan sulit untuk mendeteksi kelainan dan
kebutuhan yang diperlukan ibu dalam mempersiapkan kehamilan dan
kelahiran secara optimal.
5. Pendidikan
Umumnya ibu yang mengalami abortus mempunyai pendidikan 1-9
tahun dan memungkinkan abortus pada pendidikan rendah lebih besar
dibandingkan dengan kelompok yang berpendidikan lebih tinggi.
3.5. Patofisologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
15
b. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
c. Abortus Inkompletus
17
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal.
d. Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
e. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya
masih tertahan dalam kandungan.
f. Abortus Habitualis
18
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut.
3.8. Diagnosis
3.8.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik6
a. Abortus iminens:
- Anamnesis:
▪ Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
▪ Biasa berupa bercak-bercak
▪ Bisa atau tidak disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
▪ Tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
- Pemeriksaan Fisik:
▪ Inspekulo: ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina,
portio tertutup, tidak ditemukan jaringan
b. Abortus insipiens:
- Anamnesis:
▪ Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
▪ Biasa berupa darah segar yang mengalir
▪ Disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
▪ Tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
19
- Pemeriksaan Fisik:
▪ Inspekulo: ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, portio
terbuka, tidak ditemukan jaringan
c. Abortus inkomplit:
- Anamnesis:
▪ Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
▪ Biasa berupa darah segar yang mengalir
▪ Disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
▪ Ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
- Pemeriksaan Fisik:
▪ Inspekulo: ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina,
portio terbuka, bisa ditemukan jaringan di jalan lahir
d. Abortus komplit:
- Anamnesis:
▪ Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
▪ Darah biasa berupa bercak-bercak
▪ Disertai dengan mulas atau nyeri pinggang
▪ Ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
- Pemeriksaan Fisik:
▪ Inspekulo: ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina,
portio tertutup, tidak ditemukan jaringan
e. Abortus tertunda:
- Anamnesis:
▪ Uterus yang berkembang lebih rendah dibandingkan usia
kehamilannya
▪ Bisa tidak ditemukan perdarahan atau hanya bercak-bercak
20
- Pemeriksaan Fisik:
▪ Inspekulo: bisa ditemukan bercak darah di sekitar dinding
vagina, portio tertutup, tidak ditemukan jaringan
f. Abortus septik:
- Anamnesis:
▪ Ditemukan satu atau lebih tanda-tanda abortus di atas
▪ Riwayat sedang menggunakan IUD
▪ Riwayat percobaan aborsi sendiri
- Pemeriksaan Fisik:
▪ Demam > 38 °C
▪ Inspekulo: ditemukan salah satu tanda abortus seperti di atas
22
23
b. Terapi bedah
Indikasi terapi bedah:
- Pilihan pasien
- Sterilisasi
- Terdapat kontraindikasi pada pemakaian terapi medikasi
- Pasien tidak mampu datang untuk kontrol setelah terapi
medikasi
3.10.2. Pasca-Aborsi
Pasien yang mendapat terapi medikasi sebaiknya diobservasi
selama 4-6 jam telebih dahulu. Pada pasien dengan terapi medikasi yang
ingin segera pulang, minum obat di rumah, atau yang proses abortusnya
belum selesai sebaiknya kembali kontrol ke dokter 10-15 hari setelah
mendapat terapi untuk mengkonfirmasi status aborsinya.12
25
3.11. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal,
diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca
tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.
2. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila
setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat
kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan histologik
harus dilakukan dengan teliti.
3. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus.
Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung
udara masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama sistem vena di
endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya
26
3.12. Prognosis
Risiko dari kematian atau komplikasi medis yang serius lebih banyak
terjadi pada wanita dengan kehamilan cukup bulan dibandingkan aborsi,
kesehatan secara umum lebih baik pada pasien abortus dibandingkan kelahiran
cukup bulan. Resiko kematian yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran
berkisar 7-8 per 100.000 kelahiran sedangkan bila dikaitkan dengan abortus,
berkisar kurang dari 1 per 100.000 kelahiran. Beberapa studi tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan antara aborsi dengan penurunan kesuburan atau resiko
terjadinya kehamilan ektopik. Sebuah studi di Cina berkaitan dengan pemakaian
mifepristone dan misoprostol menunjukkan tidak adanya hubungan antara
pemakaian obat tersebut dengan peningkatan resiko kehamilan prematur.1
BAB IV
28
ANALISIS KASUS
Pasien Ny. SR, G3P1A1, hamil kurang lebih 12 minggu, datang ke IGD
RSMH Palembang dengan keluhan perdarahan dari kemaluan sejak kurang lebih
1hari SMRS. Berdasarkan anamnesis darah berwarna merah segar dan adanya
riwayat keluar jaringan seperti hati ayam. Pasien juga mengaku sedang hamil tiga
bulan. Pasien sudah pernah melahirkan 1 kali dan janin hidup. Pasien mengaku
pernah mengalami gejala serupa pada kehamilan sebelumnya. Pasien mengaku
tidak berhubungan seksual sebelumnya. Riwayat hipertensi, DM, asma, alergi,
mengkonsumsi obat-obatan jangka waktu lama, dan keganasan disangkal oleh
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
29