Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN ANTARA

KEGIATAN:
PENYUSUNAN KEBIJAKAN PENCEGAHAN ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN

PEKERJAAN:
PENYUSUNAN ACTION PLAN KAWASAN PERTANIAN

DINAS PERTANIAN KABUPATEN


KLUNGKUNG LEMBAGA PENELITIAN
DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Pengantar

Laporan Antara ini disusun sebagai salah satu bentuk persyaratan teknis kerjasama
swakelola antara LPPM Universitas Udayana dengan Dinas Pertanian Kabupaten
Klungkung.

Laporan Antara ini dimaksudkan sebagai bahan informasi kepada pemilik pekerjaan
mengenai konsep dan metodologi teknis pelaksanaan pekerjaan, struktur
organisasi konsultan perencana serta rencana kerja yang akan dilaksanakan.

Laporan Antara ini secara garis besar berisi tentang uraian umum lingkup
pekerjaan, uraian metodologi pelaksanaan, uraian jadwal kegiatan, uraian jadwal
mobilisasi personil serta data pendukung pelaksanaan pekerjaan.

Demikian laporan Antara ini disampaikan, semoga dapat bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan dalam tahapan perencanaan selanjutnya.

Semarapura,

Prof. Dr. Ir. Dwi Putra Darmawan, MP


Team Leader

LPPM Unud 2017|2


BAB I
GAMBARAN UMUM

1.1 Latar Belakang

Peningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional serta mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor–sektor strategis ekonomi domestik
merupakan dua tujuan program pemerintah Nawacita berkenaan dengan ketahanan pangan
masyarakat perdesaan. Undang- Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan menyebutkan
bahwa tugas pemerintah adalah menjaga kebutuhan pangan pokok masyarakatnya.

Cabai dan bawang merah merupakan dua komoditas strategis yang ditetapkan sebagai bahan
pangan pokok yang tidak tergantikan, selain beras, kedelai, jagung, gula, dan daging (Permendag
Nomor 62 Tahun 2016). Cabai dan bawang juga merupakan komoditas hortikultura yang paling
banyak diusahakan oleh masyarakat. Komoditas tersebut menjadi perhatian yang serius
pemerintah karena keduanya memberikan andil yang signifikan dalam menentukan inflasi.

Pemerintah telah menerapkan berbagai strategi dan perangkat instrumen kebijakan


pengembangan cabai dan bawang untuk menjaga kontinyuitas produksi, terpenuhinya pasokan,
serta stabilisasi harga cabai dan bawang merah. Produksi cabai dan bawang nasional secara
agregat dalam satu tahun sebenarnya sudah melebihi kebutuhan konsumsi. Namun, masih sering
ditemukan kekurangan suplai dan terjadi fluktuasi harga yang disebabkan adanya gap suplai antar
waktu dan antar wilayah (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2016).

Fluktuasi harga komoditas cabai dan bawang merah merupakan penyumbang inflasi yang besar,
apalagi menjelang hari raya. Kondisi ini telah merepotkan dua kementerian, yaitu Kementerian
Pertanian dan Kementerian Perdagangan karena adanya potensi trade-off tujuan kebijakan
stabilisasi harga cabai dan bawang merah. Kementerian Pertanian lebih memilih kebijakan
perbaikan pola distribusi untuk memastikan stok dan panen cabai dan bawang merah masih
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan Kementerian Perdagangan
mewacanakan membuka keran impor untuk cabai dan bawang merah guna mengantisipasi
lonjakan permintaan menjelang hari raya untuk menjamin kecukupan pasokan dan menstabilkan
harga domestik. Namun demikian, yang perlu menjadi prioritas pemerintah adalah bagaimana
menyikapi trade-off kebijakan stabilisasi harga cabai dan bawang merah. Salah satu upaya adalah
memperkuat efektivitas komunikasi, menyangkut kejelasan, keringkasan, keakuratan, kejujuran,

LPPM Unud 2017|3


langsung/tidak bebelit-belit, kepercayaan diri, dan kerendahan hati antar pengambil keputusan di
level kementerian.

Ketersediaan cabai dan bawang merah hendaknya dihitung dengan cermat terlebih dahulu
sebelum diambil tindakan membuka keran impor dalam rangka menghindari kelebihan kuota
impor yang akan merugikan petani domestik. Sesuai dan Instruksi Presiden, impor merupakan
solusi terakhir stabilisasi harga. Pembukaan keran impor untuk cabai dan bawang merah adalah
opsi terakhir.

Dari pola produksinya, cabai dan bawang merah merupakan produk musiman dan penawaran
(supply) cukup untuk memenuhi permintaan (demand) konsumen selama setahun. Akan tetapi,
karena kebutuhan yang besar menjelang hari raya, kemungkinan ada shortage supply (pasokan
tidak memenuhi kebutuhan masyarakat) dan harganya melebihi harga referensi. Persoalan gap
supply-demand dapat diselesaikan dengan (a) stabilisasi harga melalui operasi pasar (termasuk di
dalamnya impor sebagai opsi terakhir) dan (b) inovasi teknologi produksi agar tidak tergantung
pada iklim. Masalah disparitas harga diyakini akibat panjangnya rantai pasok dari petani ke
konsumen.

Isu penting lainnya adalah apakah kita defisit produksi cabai dan bawang merah? Upaya
pemenuhan kebutuhan pangan sebagai salah satu peran strategis pertanian merupakan tugas yang
tidak ringan, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang besar, yaitu 252.164.836 jiwa pada tahun
2014 dan dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% per tahun, maka jumlah penduduk
Indonesia Tahun 2015 diperkirakan menjadi 255.461.700 jiwa (Kompas, 2011; 2012, Wikipedia,
2013, BPS, 2014 dan Kementerian Pertanian RI, 2014). Produksi cabai per tahun 1.378.000 ton,
kebutuhan dalam negeri

800.000 ton, sehingga surplus 578.000 ton. Produksi bawang merah per tahun sekitar 1.050.000
ton, kebutuhan konsumsi dan industri dalam negeri 935.000 ton, sehingga surplus 115.000 ton.
Artinya, Indonesia telah mencapai swasembada cabai dan bawang merah. Masalahnya, belum ada
pengaturan pola tanam, produksi surplus terjadi pada saat bersamaan antar daerah, sehingga
menyebabkan harga komoditas jatuh di pasar. Setelah harga jatuh, petani cabai dan bawang merah
enggan membudidayakannya, sehingga harga melambung lagi. Saat harga melambung tinggi
produk impor masuk pasar dengan harga lebih murah. Pola selalu berlulang-ulang untuk dua
komoditas strategis ini. Jika kondisi tersebut tidak mendapatkan perhatian yang serius dalam wujud
kebijakan pertanian yang merupakan intervensi pemerintah untuk mengubah perilaku produsen,
pedagang, dan konsumen produk pertanian, niscaya daya saing kedua komoditas strategis ini akan
terus merosot.

LPPM Unud 2017|4


Jika ditinjau dari aspek keadilan berusaha, maka lingkungan bisnis kedua komoditas ini masih belum
kondusif karena spekulan yang memperoleh untung besar, sedangkan petani dan konsumen cabai
dan bawang merah sangat dirugikan, terlebih adanya ancaman efek perdagangan barang dan jasa,
aliran faktor , utamanya investasi dan tenaga kerja asing, diplomasi dan obligasi berkenaan dengan
dampak hubungan internasional (ramifikasi) pada era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dewasa
ini.

Bagi Indonesia, termasuk Provinsi Bali, cabai dan bawang merah merupakan komoditas strategis,
baik dari segi ekonomi, lingkungan hidup, sosial maupun politik. Isu dua komoditas pertanian
senantiasa menjadi perhatian pemerintah, utamanya menyangkut kebijakan perdagangan
internasional, distribusi, pemasaran, dan harga domestik. Apalagi perdagangan cabai dan bawang
merah secara internasional sangat sensitif terhadap perubahan harga cabai dan bawang merah di
pasar dunia dan perubahan kurs rupiah terhadap US dollar. Mengingat karakteristik produksi dan
pemasaran komoditas cabai dan bawang merah tergolong unik dan tidak sama dengan produk-
produk industri dan jasa menyebabkan beberapa negara di Asia, seperti Bangladesh, Filipina, dan
Pakistan menerapkan langkah perlindungan terhadap petani produsennya (Sudaryanto dan
Rachman, 2000). Oleh karenanya, berbagai kalangan menganggap bahwa kebijakan fasilitas dan
perlindungan pemerintah bagi petani produsen cabai dan bawang merah domestik dinilai masih
relevan.

Apalagi kondisi sistem komoditas pertanian di Indonesia, umumnya masih dicirikan oleh (a) skala
usaha kecil dan penggunaan modal kecil; (b) penerapan teknologi usahatani belum optimal; (c)
belum adanya sistem pewilayahan komoditas yang memenuhi azas-azas pengembangan usaha
agribisnis; (d) penataan produksi belum berdasarkan keseimbangan antara supply dan demand;
dan (e) sistem panen dan penanganan pascapanen yang belum prima; (f) sistem pemasaran hasil
belum efisien dan harga lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Akibat dari sistem produksi
tersebut, maka produktivitas dan kualitas hasil belum dapat tercapai, produksi bersifat musiman,
harga tidak stabil, dan keamanan pangan produk kurang terjamin. Konsekuensi dari kondisi
tersebut adalah komoditas atau produk pertanian meskipun mempunyai keunggulan kompetitif
tetapi sulit diwujudkan menjadi keunggulan komparatif, utamnya jika tujuan pasarnya adalah
ekspor, sedangkan pasar domestik kebanjiran produk- produk pertanian dari luar negeri (Saptana,
2009).

Kebijakan pembangunan nasional sektor pertanian saat ini dihadapkan pada perubahan tatanan
politik di Indonesia yang mengarah pada era demokratisasi serta perubahan tatanan dunia yang
mengarah pada globalisasi. Dengan demikian tantangan internal di sektor pertanian, tidak saja

LPPM Unud 2017|5


dituntut untuk mengatasi masalah-masalah yang sudah ada, tetapi dihadapkan pula pada tuntutan
demokratisasi yang terjadi di Indonesia seperti pemberdayaan wilayah dan pemberdayaan petani.
Tantangan eksternal sektor pertanian karena tuntutan globalisasi, di antaranya adalah (a)
globalisasi bisnis, nilai sosial dan lingkungan, perubahan selera konsumen, serta perubahan
teknologi; (b) liberalisasi informasi dan perdagangan, Kedua tantangan itu membawa konskuensi
bahwa agar mampu bersaing di pasar internasional, komoditas pertanian harus dihasilkan dengan
biaya rendah, memberikan nilai tambah tinggi, mempunyai kualitas tinggi, mempunyai keragaman
untuk berbagai segmen pasar, mampu mensubstitusi produk sejenis (impor).

Sementara itu, melemahnya kurs rupiah terhadap US dollar secara psikologi berimbas pada harga
input produksi. Harga benih, pestisida, dan obat- obatan pertanian akan semakin mahal sehingga
usaha pertanian yang dilakukan petani menjadi berskala kecil dan sesuai potensi yang ada di
perdesaan. Kondisi demikian akan berpengaruh kepada posisi nilai tukar perdagangan (term of
trade) komoditas pertanian di era perdagangan bebas sini.

Selain tantangan tersebut, kebijakan pembangunan nasional saat ini dihadapkan pula pada tatanan
politik yang mengarah desentralisasi dan demokratisasi serta perubahan tatanan dunia yang
mengarah globalisasi. Dengan demikian tantangan internal di sektor pertanian tidak saja dituntut
untuk mengatasi masalah yang ada, pula tuntutan desentralisasi meniscayakan pemberdayaan
wilayah otonom dan pemberdayaan petani. Belum lagi terhadap tantangan eksternal sektor
pertanian berupa globalisasi bisnis, dan lingkungan perubahan selera konsumen serta teknologi
maupun liberalisasi informasi perdagangan berakibat pada peluang distorsi yang semakin besar.
Keseluruhan tantangan membawa konsekuensi agar komoditas dimampukan bersaing di pasar
internasional. Komoditas pertanian Indonesia seyogyanya dihasilkan dengan biaya rendah
sekaligus memberikan nilai tambah dan memiliki keragaman segmentasi pasar yang tinggi serta
diharapkan mampu sebagai substitusi produk komoditas impor.

Meskipun banyak program telah digulirkan, keberhasilannya belum bisa dinyatakan optimal. Masih
dituntut rasionalisasi yang maksimal di segala bidang secara terintegrasi. Model pengembangan
kawasan pertanian di era otonomi daerah saat kini, dapat melalui penguatan perencanaan dan
kordinasi antar daerah, antar jenjang pemerintahan maupun antar sektoral dan ini menjadi isu
strategis pembangunan pertanian saat kini. Disinyalir, akibat belum tersedianya rancang bangun
pembangunan pertanian secara menyeluruh yang memungkinkan terciptanya kerjasama yang baik,
menyebabkan tumpang tindih kegiatan tidak terhindarkan dan menghambat kelangsungan
pembangunan pertanian. Oleh karena itu, rancang bangun perencanaan yang disusun, harus
sejalan dengan pendekatan sistem perencanaan pembangunan nasional yaitu bersifat politis

LPPM Unud 2017|6


(mendukung tercapainya visi misi pemerintah daerah, bersifat top down policy (sejalan arah
kebijkan) dan bottom up planning (sesuai aspirasi/kebutuhan masyarakat), serta didasarkan pada
kelayakan teknis, sosial ekonomi dan kebutuhan lingkungan setempat.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, upaya mewujudkan kawasan pertaanian berbasis sistem


komoditas hortikultura strategis, seperti cabai dan bawang merah secara berkelanjutan
membutuhkan perencanaan yang dapat mengakselerasi potensi daya saing sistem komoditas
melalui optimalisasi sinergitas antar elemen sistem. Keterpaduan yang didukung secara horizontal
maupun vertikal oleh segenap pemangku kepentingan mensyaratkan pendekatan menyeluruh dari
hulu sampai hilir (Permentan Nomor 50 tahun 2012).

Selaras dengan pendekatan-pendekatan tersebut maka dipandang perlu untuk dilakukan


pengkajian terhadap kondisi aktual dayasaing komoditas strategis cabai dan bawang merah dan
perumusan dalam penetapan prioritas strategi pengembangannya maupun implementasi
perencanaan program untuk mewujudkan wilayah produksi pangan berbasis sistem komoditas
cabai dan bawang merah di Provinsi Bali.

Upaya-upaya membuat perencanaan program dan implementasi pengem- bangan wilayah mandiri
pangan berbasis sistem komoditas cabai dan bawang merah di Provinsi Bali memberikan harapan
mempercepat akses pangan rumah tangga dan resiliensi ekonomi masyarakat miskin di perdesaan.
Namun, perlu terus dilakukan penyempurnaan di berbagai lini, utamanya melalui penguatan
substansi program dan penguatan kelembagaan dan koordinasi pemangku kepentingan yang
bersentuhan secara langsung dan memiliki hubungan ketergantungan yang kuat.

Kajian tentang pengembangan kawasan pertanian berbasis sistem komoditas cabai dan bawang
merah di Provinsi Bali perlu memperhatikan Bali yang dikenal sebagai destinasi pariwisata dunia
yang memegang peranan penting dan sebagai fokus orientasi pembangunan pertanian, guna
mendukung program pemerintah “Nawa Cita”, yakni prioritas jalan perubahan menuju Indonesia
yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam
kebudayaan, utamanya program mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik dan program meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar internasional, sekaligus untuk membuka peluang pertumbuhan investasi di
perdesaan dan pemerataan pembangunan nasional. Dalam perencanaan strategisnya, telah
mencakup masterplan (rencana induk), rencana aksi dan road map pengembangan, indikator
kinerja dan kriteria penilaian, serta monitoring dan evaluasinya di sentra-sentra produksi cabai dan
bawang merah yang sudah ditetapkan.

LPPM Unud 2017|7


1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud kegiatan ini adalah mewujudkan kawasan pertanian berbasis sistem komoditas cabai dan
bawang merah melalui instrumen yang memuat perencanaan berkerangka jangka menengah,
berorientasi outcome, berbasis kinerja dan berdimensi kewilayahan secara terorganisir, baik oleh
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang didasarkan atas analisis isu strategi, arah
kebijakan, identifikasi potensi sumberdaya, serta langkah-langkah operasional dalam wujud
rancang bangun. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut.

a. Penguatan perencanaan pengembangan kawasan pertanian berbasis sistem komoditas


cabai dan bawang merah selaras dengan pemanfaatan tata ruang yang telah ditetapkan.
b. Mendorong penguatan sumberdaya manusia, jaringan kelembagaan layanan dan
pertumbuhan investasi di kawasan pertanian.
c. Terjaminnya pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur pendukung kawasan pertanian
berbasis sistem komoditas cabai dan bawang merah.
d. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam yang ada secara optimal guna
mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan.
e. Meningkatkan jelajah pasar produk cabai dan bawang merah melalui peningkatan daya
saing sistem komoditas cabai dan bawang merah.
f. Mendorong terciptanya kerjasama kelembagaan, baik antar pemerintahan pusat, provinsi
dan daerah kabupaten/kota maupun antar dan inter kelembagaan petani, dan pihak
swasta.
g. Mendorong penciptaan daya saing sistem sistem komoditas cabai dan bawang merah
pada level internasional secara bertahap.

1.3 Output

Output yang diharapkan dari kegiatan kajian penyusunan masterplan pengembangan kawasan
pertanian berbasis sistem komoditas cabai dan bawang merah di Provinsi Bali adalah sebagai
berikut.

a. Tersusunnya database potensi sumberdaya dan peluang pengembangannya.


b. Potensi sumberdaya, peluang dan wilayah pengembangan kawasan pertanianberbasis
sistem komoditas cabai dan bawang merah di Provinsi Bali.
c. Rencana pengembangan kawasan pertanian sistem komoditas cabai dan bawang merah di
Provinsi Bali.

LPPM Unud 2017|8


d. Dokumen masterplan, road map dan rencana aksi pengembangan kawasan pertanian
berbasis sistem komoditas cabai dan bawang merah di Provinsi Bali

1.4 Outcome
a. Peningkatan produksi, produktivitas dan dan daya saing komoditas dan wilayah.
b. Peningkatan aktivitas pascapanen dan kualitas produk hasil pertanian.
c. Meningkatkan jejaring distribusi dan pemasaran hasil pertanian. d. Peningkatan serapan
tenaga kerja.
d. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pelaku usaha.
e. Peningkatan pangsa pasar komoditas.

1.5 Sasaran

Berikut ini adalah sasaran kegiatan penyusunan masterplan pengembangan kawasan pertanian
berbasis sistem komoditas cabai dan bawang merah.

a. Tersedianya landasan operasional dan panduan dalam pentahapan pencapaian tujuan


dan sasaran pembangunan dalam rangka mencapai keberhasilan pengembangan ekonomi
wilayah dan nasional pada ektor pertanian dan khususnya sistem komoditas cabai dan
bawang merah di Provinsi Bali.
b. Tersediaanya dukungan perencanaan wilayah dalam penyelenggaraan program dan
kegiatan pembangunan pertanian yang terkait dengan pencapaian target dan perlindungan
lahan berkelanjutan bagi komoditas strategis nasional guna mewujudkan ketahanan
pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor serta peningkatan kesejahteraan
petani berbasis sistem komoditas cabai dan bawang merah di Provinsi Bali.
c. Terumuskannya instrumen untuk mendukung perencanaan wilayah bagi pengembangan
sistem komoditas cabai dan bawang merah di daerah dalam menetapkan kebijakan
operasional dalam merencanakan dan mengimplementasikan Rencana Umum Tata Ruang
Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang merupakan wilayah pengembangan komoditas
cabai dan bawang merah di Provinsi Bali.
d. Terumuskannya bahan koordinasi lintas sektoral dan lintas jenjang pemerintahan dalam
meningkatkan daya saing sistem komoditas cabai dan bawang merah.
e. Ditetapkannya lokasi-lokasi pengembangan kawasan pertanian berbasis sistem komoditas
cabai dan bawang merah, baik pada level nasional, provinsi maupun kabupaten/kota di
Provinsi Bali.

LPPM Unud 2017|9


f. Tercapainya MoU antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota dalam pengembangan
kawasan pertanian berbasis sistem komoditas cabai dan bawang merah di Provinsi Bali.

BAB II
METODELOGI

LPPM Unud 2017|10


Penyusunan Action Plan perencanaan pengembangan kawasan pertanian komoditas cabai di
Kabupaten Klungkung, dibagi dalam dua kelompok kegiatan utama, yaitu pengumpulan data dan
analisis data. Berikut diuraikan teknik pengumpulan data, analisis data dan pendekatan-
pendekatan yang digunakan.

2.1 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penyusunan Action Plan perencanaan pengembangan kawasan
pertanian komoditas cabai di Kabupaten Klungkung meliputi data primer dan sekunder. Data
primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung, baik di lapangan maupun di laboratorium.
Sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari instansi-instansi terkait

2.1.1 Data Primer

Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan meliputi pengecekan batas satuan lahan dan penggunaan lahan hasil
interpretasi, karakterisasi tanah dan lingkungannya serta pengumpulan data iklim, sosial ekonomi
dan budaya masyarakat. Pengecekan batas satuan lahan dan penggunaan lahan hasil interpretasi
dilakukan untuk memverifikasi dan memvalidasi hasil interpretasi. Hasil pengecekan lapangan
digunakan sebagai dasar perbaikan peta satuan lahan dan peta penggunaan lahan.
Peta satuan lahan yang digunakan diambil dari Citra Sateit Resolusi Tinggi (CSRT) Kabupaten
Klungkung dengan resolusi detail sebesar 30 cm dan Google Satellite guna menggambarkan kondisi
terbaru terkait daerah penelitian dan keberadaannya secara lebih terperinci.

Pengumpulan Data Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat


Data sosial ekonomi dikumpulkan melalui pengisian kuisioner dan wawancara dengan petani atau
petugas pertanian di lapangan pada setiap tipe penggunaan lahan (TPL). Data yang dikumpulkan
terkait dengan jenis komoditas cabai, yaitu: input yang digunakan, seperti bibit, jumlah, jenis dan
harga pupuk, jumlah tenaga kerja, harga produk pertanian persatuan harga. Aksesibilitas seperti
keberadaan pasar, lembaga permodalan seperti bank, sarana dan prasarana transportasi dan lain-
lain yang mempengaruhi terhadap analisis sosial ekonomi dan budaya masyarakat.

2.1.2 Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait, seperti data iklim, uraian mengenai
keadaan wilayah kabupaten secara keseluruhan, kecamatan, desa/kampung, karakteristik

LPPM Unud 2017|11


penduduk, kelembagaan, pemerintahan dan faktor-faktor lain yang terkait dengan Penyusunan
Action Plan Kawasan Pertanian Komoditas Cabai Kabupaten Klungkung.

2.2 Teknis Analisis Data

Teknik analisis data merupakan penilaian terhadap berbagai keadaan yang dilakukan berdasarkan
pendekatan dan metode serta teknik analisis data. Berikut disajikan teknik analisis pada masing-
masing data yang digunakan dalam penyusunan Action Plan Kawasan Pertanian Komoditas Cabai
Kabupaten Klungkung.

2.2.1 Analisis Interpretasi Peta Satelit

Citra yang dikaji adalah citra Quickbird Kabupaten Klungkung perekaman terbaru tahun 2017. Citra
Satelit Quickbird merupakan satelit yang baik untuk data lingkungan seperti analisis perubahan
iklim, penggunaan lahan, pertanian dan kehutanan karena kedetailan gambar yang dihasilkan
mencapai ketelitian 30 centimeter. Unsur-unsur interpretasi pada citra satelit yang digunakan
untuk mengenali dan mendigitasi lahan sawah adalah sebagai berikut:

1. Rona dan Warna Rona (Tone), yaitu tingkat kegelapan atau kecerahan suatu objek pada citra.

2. Tekstur (Texture) adalah frekuensi perubahan rona pada citra yang dinyatakan dengan kasar,
sedang, dan halus.

3. Bentuk (Shape) adalah konfigurasi atau kerangka gambar dari suatu objek yang mudah dikenali.

4. Ukuran (Size) adalah ciri objek berupa jarak, luas, lereng, dan volume.

5. Pola (Pattern) adalah susunan keruangan yang dapat menandai bahwa suatu objek merupakan
bentukan oleh manusia atau bentukan alamiah.

6. Situs (Site) adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya

7. Tinggi (height) tinggi menunjukkan ukuran obyek dan biasanya memiliki bayangan.

8. Bayangan (Shadow) bayangan merupakan kunci pengenalan yang penting dari beberapa objek
yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih jelas.

9. Asosiasi (Association) adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya

2.2.2 Analisis Kesesuaian Lahan

Pelaksanaan evaluasi kesesuaian lahan mengacu pada A Frame Work for Land Evaluation (FAO,
1976). Ruang lingkup dari metode ini terdiri dari karakterisasi dan kualitas lahan serta perbaikan

LPPM Unud 2017|12


lahan, kesesuaian lahan aktual dan potensial. Dalam penentuan kesesuaian lahan digunakan sistem
matching (mencocokkan/membandingkan) antara kualitas/karakteristik lahan dengan persyaratan
tumbuh tanaman/komoditas tanaman yang dievaluasi.

1. Orde Kesesuaian Lahan


 Ordo S (sesuai) : Lahan yang yang sesuai untuk berbagai macam penggunaan,
dapat memberikan keuntungan produksi dan dukungan terhadap
maksud penggunaan tertentu tanpa menimbulkan resiko
kerusakan terhadap sumberdaya lahan yang bersangkutan.
 Ordo CS (sesuai bersyarat) : Lahan yang mempunyai kualitas cenderung tidak sesuai
untuk penggunaan yang berkelanjutan tetapi dengan
manajemen/teknologi yang lebih maju dan modal besar kelak
akan menjadi sesuai.
 Ordo N (tidak sesuai): Lahan yang mempunyai kualitas tertentu sehingga tidak
memungkinkan untuk digunakan secara berkelanjutan atau
secara ekonomis tidak layak.
2. Kelas kesesuaian lahan
 S1 (sangat sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas nyata bagi suatu
penggunaan yang berkelanjutan atau pembatas sangat ringan
(tidak berarti) yang tidak mengurangi produktivitas atau manfaat,
dan/atau hanya memerlukan masukan dengan biaya ringan
(wajar).
 S2 (cukup sesuai): Lahan yang mempunyai faktor pembatas sedang untuk suatu
penggunaan secara berkelanjutan. Faktor pembatas tersebut
akan mengurangi produktivitasnya sehingga produktivitasnya
lebih rendah dari S1.
 S3 (sesuai marjinal) : Lahan yang mempunyai faktor pembatas berat untuk penerapan
suatu penggunaan yang berkelanjutan dan akan mengurangi
produktivitas atau manfaat, memerlukan masukan yang
memberikan nilai tambah yang marjinal.
 N1 (tidak sesuai saat ini): Lahan yang mempunyai faktor pembatas berat/besar yang
tidak dapat diperbaiki dengan teknologi dan biaya yang layak saat
ini untuk suatu penggunan yang berkelanjutan.

LPPM Unud 2017|13


 N2 (tidak sesuai permanen/selamanya) :Lahan yang mempunyai faktor pembatas
berat/besar sehingga sedikit sekali kemungkinannya untuk
mendapatkan produktivitas yang berkelanjutan.

2.2.3 Analisis Pengembangan Kawasan Budidaya

Analisis pengembangan kawasan budidaya ditujukan untuk pengembangan komoditas


tanaman cabai. Selain kesesuaian lahan dan kekayakan ekonomi, dianalisis pula kebutuhan
pengembangan komoditas-komoditas tersebut, seperti sarana dan prasarana perekonomian,
meliputi perhubungan, pasar dan lembaga permodalan dan tenaga kerja.

2.2.4 Analisis Kependudukan

Penduduk sebagai pelaku pertanian memegang peranan penting dalam keberhasilan suatu
usaha pertanian. Karakteristik penduduk yang penting dianalisis adalah jumlah dan
perkembangan penduduk, tingkat pendidikan, dinamika, distribusi, struktur, proyeksi jumlah
penduduk dan lapangan pekerjaan. Karakteristik penduduk terutama jumlah dan
perkembangan penduduk serta tingkat pendidikan sangat penting untuk mengetahui
kemampuan penduduk mengadopsi teknologi sumberdaya lahan dan penduduk sebagai
pengguna teknologi sumberdaya lahan tersebut untuk pengembangan komoditas tanaman
cabai.

2.2.5 Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya

Analisis sosial ekonomi ditujukan untuk melihat perkembangan ekonomi regional, pendapatan
perkapita dan ekonomi kerakyatan. Dan analisis sosial budaya bertujuan untuk menilai kondisi
kemasyarakatan serta pergeseran nilai-nilai budaya yang ada di Kabupaten Klungkung, baik
pada saat sekarang maupun yang akan datang

BAB III

LPPM Unud 2017|14


LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR PENGEMBANGAN
KAWASAN PERTANIAN

Dalam membuat perencanaan program pengembangan kawasan pertanian yang menyeluruh,


meskipun berdasarkan Permentan 50 tahun 2012 dua pendekatan yang direkomendasikan adalah
sistem agribisnis dan klaster dengan pola diamond porter yang didalamnya terdapat klaster
industri, dipertimbangkan untuk secara fleksibel penggunaan unifikasi pendekatan tersebut.

a. Diamond Porter Model

Gambar 3.1.Diamond Porter Model

a. Core Industry. sebagai industri inti yang dikembangkan (dalam hal ini industri Komoditas
pertanian) merupakan sekelompok perusahaan atau unit usaha yang mempunyai
keterkaitan erat dengan industri-industri pemasok, pendukung dan industri terkait serta
pemasar dalam suatu klaster dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan klaster
tersebut (dalam hal ini komoditas pertanian)
b. Firm Strategy, Structure and Rivalry. Persaingan antar perusahaan sejenis yang
memberikan motivasi bagi perusahaan (core industry) untuk mengembangkan
kemampuan bersaingnya, dan secara tidak langsung juga mempersiapkannya untuk
bersaing di skala wilayah yang lebih luas. (pesaing Komoditas pertanian Bali Provinsi
Manasaja dan Pesaing Komoditas pertanian Indonesia Negara Mana Saja)

LPPM Unud 2017|15


c. Demand Conditions. Dinamika permintaan konsumen sasaran yang cenderung memiliki
tuntutan yang tinggi akan memberikan tekanan bagi perusahaan untuk memperbaiki diri
melalui produk-produk yang inovatif, kualitas dan layanan yang lebih baik, biaya yang yang
lebih murah dan lain sebagainya. (Perkembangan permintaan konsumsi Komoditas
pertanian Indonesia dan Dunia)
d. Related Supporting Industries. Industri-industri pemasok lokal yang kompetitif
menciptakan infrastruktur bisnis yang diperlukan untuk dapat beroperasi dengan efisien.
(Industri Input, Rokok, Obat-obatan dan lainnya yang menggunakan Komoditas
pertaniandan yang mendukung agribisnis cenggkeh)
e. Factor Conditions. Faktor produksi yang dapat dianggap sebagai sumber keunggulan
bersaing adalah faktor-faktor khusus yang diciptakan, yang dapat dianggap sebagai faktor
kunci, misalnya, adalah tenaga kerja yang terampil, modal dan infrastruktur. Faktor-faktor
ini membutuhkan investasi dan waktu untuk menciptakannya dan juga tidak mudah ditiru,
sehingga menciptakan keunggulan kompetitif (Potensi Sumberdaya Agribisnis
Pengembangan Komoditas pertanian).
f. Government. Pemerintah berperan sebagai katalisator yang mendorong perusahaan-
perusahaan untuk meningkatkan aspirasi dan keunggulan kompetitif mereka. Kebijakan,
peraturan dan aspek hukum lainnya akan mengarahkan perhatian perusahaan pada
penciptaan faktor-faktor khusus dan merangsang efisiensi untuk memenangkan
persaingan usaha. (kebijakan- kebijaikan nasional dan provinsi Bali untuk mendukung
pengembangan Komoditas pertanian).

b. Klaster Industri

Klaster Industri adalah pengelompokan industri Komoditas pertanian dengan satu industri inti
(focal/core industry) dari jenis Komoditas pertanian tertentu yang saling berhubungan secara
intensif dan membentuk partnership dengan industri pendukung (supporting industries) dan
industri terkait (related industries) dari pengembangan industri Komoditas pertanian tersebut.
Manfaat dari klaster Komoditas pertanian ini antara lain adalah mengurangi biaya transportasi dan
transaksi, meningkatkan elemen, menciptakan asset secara kolektif dan memungkinkan
terciptanya motivasi dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing. Industri Inti dalam klaster
industri Komoditas pertanian adalah industri yang mempunyai keterkaitan erat dengan industri-
industri lainnya dalam suatu klaster dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan klaster
tersebut. Keterkaitan industri dalam suatu klaster industri Komoditas pertanian meliputi
keterkaitan antara industri inti, industri pendukung dan industri terkait.

LPPM Unud 2017|16


Industri Pendukung dalam klaster industri Komoditas pertanian adalah adalah industri-industri
yang menghasilkan bahan baku dan penolong bagi industri inti dalam klaster industri Komoditas
pertanian. Sedangkan Industri Terkait dalam Klaster Industri Komoditas pertanian adalah industri-
industri yang mempunyai hubungan dengan industri inti maupun pendukung karena terjadinya
kesamaan dalam penggunaan sumber daya, antara lain meliputi bahan baku dan penolong,
teknologi, sumber daya manusia maupun saluran distribusi dan pemasarannya dalam klaster
industri Komoditas pertanian.

Pengembangan kawasan pertanian, memerlukan suatu upaya untuk menyusun perencanaan


pembangunan wilayah sebagai kawasan pertanian. Perencanaan ini bernilai strategis karena dapat
memberikan landasan operasional dan memandu dalam pentahapan pencapaian tujuan dan
sasaran pembangunan dalam rangka mencapai keberhasilan pengembangan ekonomi wilayah.
Dalam melakukan analisis perencanaan, maka tujuan dan sasaran yang ingin dicapai harus
ditentukan terlebih dahulu dan kemudian diikuti oleh analisis situasi dan kondisi saat ini secara
mendalam. Metode analisis yang terbaik dalam situasi saat ini untuk sebuah tujuan atau sasaran
yang ingin dicapai dalam perencanaan pembangunan harus terlebih dahulu diseleksi dari beberapa
alternatif pilihan yang ada atau tersedia. Kesalahan dalam mengkaji hal ini akan mengakibatkan
kesalahan dalam perencanaan pembangunan. Dalam perencanaan pembangunan kawasan
pertanian yang ditetapkan, diperlukan pemahaman secara mendalam mengenai metode-metode
analisis yang sesuai untuk menganalisis perencanaan pembangunan wilayah secara umum dan
kawasan pertanian secara khusus. Kesalahan dalam perencanaan pembangunan akan berakibat
pada tujuan dan sasaran pembangunan tidak berhasil dicapai, pemborosan waktu dan
sumberdaya.

Gambar 3.2. Struktur Industri dalam Klaster

c. Kerangka pemikiran pelaksanaan kajian

LPPM Unud 2017|17


Berisi Tinjauan Pustaka Mengenai Masterplan dan Rencana Aksi Dalam Pengembangan Kawasan
Berbasis Komoditas Unggulan pertanian; dan Metode- metode Analisis Yang Digunakan dan
Mengarahkan Kerangka Pemikiran dari Kajian Penyusunan Masterplan dan Rencana Aksi. Ikuti
Permentan 50 Tahun 2012 dan Pedoman Teknis Penyusunan Masterplan Direktorat Jenderal
Perkebunan. Dalam kaitannya dengan pembangunan daerah, konsep pengembangan ekonomi
dapat diaplikasikan dalam pengembangan kawasan komoditas unggulan. Adapun keterkaitan
antara pengembangan kawasan komoditas unggulan dan pembangunan ekonomi daerah dan
nasional dapat digambarkan sebagai berikut.

d. Kerangka pemikiran penyusunan masterplan dan rencana aksi dan keterkaitannya dengan
pembangunan ekonomi daerah

Upaya pembangunan Kawasan dapat dimulai dari perbaikan kawasan sentra produksi yang sudah
ada dan merupakan dari cikal bakal kawasan pertanian berbasi komoditas unggulan bawang merah
dan cabai. Pengembangan kawasan dari sentra komoditas yang sudah ada sifatnya akan semakin
kompleks, mengingat hampir semua level di lini kegiatan tersebut memerlukan perbaikan. Dari segi
pemanfaatan sumberdaya alam (SDA), masalah-masalah utama yang muncul adalah rantai
distribusi dan pemasaran yang panjang dan berakibat pada perbedaan marjin harga yang tinggi
antara harga komoditi di lahan dengan harga yang harus dibayarkan oleh konsumen; konsistensi
mutu yang rendah; lemahnya kepemilikan hak atas kekayaan intelektuan (HAKI), dan kontinuitas
produksi.

LPPM Unud 2017|18


Gambar 3.3. Kerangka analisis pengembangan kawasan komoditas unggulan bawang merah dan
cabai dan kaitannya dengan pembangunan ekonomi daerah dan nasional

Mutu sumberdaya manusia daerah dalam pengembangan sektor basis sumberdaya alam yang
seharusnya menjadi kunci utama dalam menjalankan seluruh level kegiatan juga masih belum
dapat dibanggakan, mengingat kualitas dan penyebarannya yang masih rendah serta belum
merata. Hal-hal tersebut diharapkan dapat dijadikan pemikiran dasar untuk menghasilkan
perencanaan model dan strategi promosi terpadu pemberdayaan dan pengembangan kawasan
sentra produksi komoditas unggulan; sehingga maksimalisasi faktor-faktor internal dan
eksternalnya dapat menciptakan nilai tambah maupun dampak pengganda untuk meningkatkan
pendapatan daerah, kesempatan kerja maupun kesejahteraan rakyat (Gambar 3.5).

e. Konsep Pengembangan Kawasan Perkebunan Berbasis Komoditas Unggulan dan


Keterkaitannya dengan Upaya Peningkatan Daya Saing

Konsep perbaikan dan pengembangan kawasan komoditas unggulan (berangkat dari hasil-hasil
pembangunan yang sudah dilakukan sebelumnya dan kondisi eksisting) dapat dilakukan dengan
berbasis pada faktor-faktor sumberdaya, kepemilikan atas komoditas unggulan, kemampuan untuk
menghasilkan sistem yang efisien, serta kemampuan untuk mengembangkan peran pelaku
pembangunan (sumberdaya manusia). Apabila pengembangan kawasan dapat dilakukan dengan

LPPM Unud 2017|19


berlandaskan pada faktor-faktor tersebut, maka kemampuan untuk memiliki daya saing dapat
diperoleh untuk memaksimalkan pemberdayaan faktor-faktor keunggulan komparatif maupun
faktor-faktor modal sumberdaya manusianya.

Gambar 3.4. Kerangka Perencanaan Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Komoditas


Unggulan Berkaitan Dengan Kontribusi Terhadap Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi Daerah

Keunggulan komparatif dari pembangunan kawasan dapat dimaksimalkan apabila perbaikan


kinerjanya dilakukan terhadap faktor-faktor pemanfaatan kekayaan alam, pemberdayaan tenaga
kerja yang murah, maupun maksimalisasi pemanfaatan posisi wilayah yang strategis. Dilain pihak,
faktor-faktor modal berupa

sumberdaya manusia dapat diberdayakan dan dimaksimalkan kinerjanya jika tetap memperhatikan
faktor-faktor penggerak sumberdaya yang lain, sumber inovasi, sumber pengembangan teknologi,
sumber peningkatan kewirausahaan, sumber perbaikan etos kerja, serta sumber perbaikan yang
berkelanjutan yang berbasis pengetahuan (know how) dan teknologi maju.

LPPM Unud 2017|20


Gambar 3.5. Konsep perbaikan dalam upaya pengembangan kawasan pertanian berbasis
komoditas unggulan

f. Kerangka pikir penyusunan masterplan dan rencana aksi pengembangan kawasan pertanian
berbasis komoditas unggulan

Kerangka Pikir Pengembangan Kawasan Perkebunan berbasis Komoditas Teh (kerangka


implementasi penyusunan rencana aksi) dapat mengikuti gambar berikut ini.

g. Kerangka pikir penyusunan model pengembangan kawasan pertaniann berbasis komoditas


unggulan

Upaya untuk menciptakan suatu kawasan pengembangan komoditas unggulan tertentu sebagai
kompetensi inti dari dari suatu wilayah memerlukan keterkaitan erat antar kawasan sebagai
penyedia sarana produksi, penyedia bahan baku utama agroindustri, pusat-pusat yang ditetapkan
sebagai pusat promosi dan pemasaran serta layanan bisnis sebagai kawasan inti atau pusat
pengembangan dan wilayah- wilayah sumber bahan baku dan penolong dari produk-produk hasil
industri seperti pupuk, benih/bibit, kemasan, Bahan Bakar Minyak (BBM) dan alat dan mesin

LPPM Unud 2017|21


Gambar 3.6. Kerangka pikir penyusunan program aksi pengembangan kawasan pertanian berbasis
komoditas unggulan pertanian dan pengolahan hasil pertanian serta layanan usaha lainnya.

Dalam rangka pengembangan kawasan komoditas strategis memerlukan upaya sebagai berikut
:

a. Mendorong konsep pengembangan satu kawasan satu komoditas strategis unggulan utama
(satu kawasan satu komptensi inti/komoditas strategis). Dalam hal ini bukan berarti hanya satu
komoditas saja yang dikembangkan namun demikian perlu ditetapkan satu komoditas utama
tanpa harus meninggalkan komoditas lainnya.
b. Penetapan pusat pengembangan kawasan yang dijadi pusat layanan pengembangan,
selanjutnya sentra-sentra disekitarnya digabungkan menjadi bagian sebuah satu kesatuan
kawasan yang utuh dengan wilayah yang lebih luas.
c. Mendorong keterkaitan usaha pengembangan komoditas strategis pada setiap sentra dalam
kawasan dengan pusat distribusi bahan baku dan penolong serta kebutuhan sarana lainnya.
d. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan di setiap kawasan inti dalam pola klaster
pengembangan yang akan diposisikan sebagai simpul pengolahan dan pemasaran komoditas
strategis dari setiap sentra.
e. Meningkatkan aksesibilitas dan jaringan interaksi: informasi, transportasi, telekomunikasi
dan jaringan kemitraan dan aliran produk antara pusat pengeangan kawasan degan sentra atau
zona kawasan pendukung.

LPPM Unud 2017|22


f. Disamping dilakukan upaya perbaikan infrastruktur jalan, jembatan, terminal, pusat promosi
dan pasar serta infrsatruktur lainnya seperti jaringan air dan listrik, diperlukan infrsatruktur
lainnya yaitu Pusat Layanan Agribisnis (stasiun penelitian dan pengembangan, pusat konsultasi
bisnis, balai diklat komoditas, bimbingan dan penyuluhunan, Lembaga Keuangan yang
melayani agribisnis dan agroindustri pedesaan, show room dan workshop agroindustri
(promotion centre) dilengkapi dengan UPT yang memberikan bantuan teknis layanan mutu,
sertifikasi produk, kemasan dan merk termasuk perijinan usaha jika diperlukan.
g. Pengembangan infrastruktur dalam rangka peningkatan nilai tambah harus dilakukan secara
terpadu sehingga mampu mengurangi disparitas pertumbuhan antar kawasan inti dilakukan
upaya untuk mendorong pola perkembangan yang lebih seimbang dan serasi antar sentra. Hal
ini berarti bahwa dalam upaya peningkatan daya saing dan nilai tambah komoditas strategis
melalui pengembangan spesialiasi dan kompetensi inti dapat dilakuan melalui pengutuhan
sistem agribisnis dengan pendoronutama atau lokomotif pengembangan adalah
pengembangan agroindustri dan pemasaran hasil yang didudukung oleh subsistem hulu dan
penunjangnya.

Dalam rangka mendorong peningkatan nilai tambah dan pendapatan petani, daya saing dan ekspor
diperlukan suatu penataan secara nasional tanpa meninggalkan semangat otonomi daerah,
sehingga pusat pengembangan dilakukan dalam lingkup satu kabupaten atau beberapa kecamatan
dalam kabupaten. Sementara itu dalam menjaga jaringan kerjasama antar wilayah kabupaten dan
sesuai dengan penetapan kawasan andalan penetapan kawasan, Kepmentan No 50

Tahun 2012 dan dan formasi Pusat Penelitian komoditas, Balai Penelitian Komoitas, Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) atau UPT di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian dan Badan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Eseslon I serta instansi lainnya maka
keterkaitan antar kawasan sentra kabupaten satu dengan lainnya dengan dalam satu kawasan
andalan atau antara kawasan andalan dengan lainnya perlu dibangun. Kerangka konsep model
pengembangannya.

LPPM Unud 2017|23


Gambar 3.7. Konsep model pengembangan kawasan komoditas strategis pada lingkup satu
kabupaten

Konsep model strategi pengembangan komoditas strategis berbasis kawasan. Selain harus
memperhatikan hubungan pusat dan daerah, upaya pengembangan kawasan komoditas strategis
perlu dilakukan dalam kerangka kerjasama antar pusat pengembangan kawasan (Kawasan Inti) dan
antara kawasan andalan dalam upaya menjaga keseimbangan pembangunan antar wilayah dan
upaya untuk mengembangkan jaringan pasar, lokal, regional dan nasional hingga internasional.
Sesuai dengan hasil analisis sebelumnya bahwa pengembangan kawasan strategis tidak semata-
mata mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan tetapi seluruh empat target sukses
Kementan dengan menempatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor menjadi urutan pertama,
baru selanjutnya diikuti oleh target yang lainnya maka secara umum model pengembangan
komoditas strategis berbasis kawasan adalah sebagai berikut:

LPPM Unud 2017|24


a. Pengembangan kegiatan ekonomi dan produk dari komoditas strategis pada pada kawasan
dilakukan dengan pendekatan pengembangan ekonomi yang terkait dengan permintaan
komoditas utama dalam rangka memenuhi permintaan lokal, regional, nasional dan ekspor
(market based oriented). Sebagai contoh adalah orientasi utama pengembangan padi dan
jagung adalah untuk memenuhi permintaan lokal, regional dan dalam negeri. Namun demikian,
dalam pengembangannya haruslah pula menangkap peluang pasar internasional misalnya
pengembangan beras organik seperti di kabupaten contoh Tasikmalaya atau Jagung di
kabupaten contoh Pohuwato.
b. Upaya peningkatan produksi, nilai tambah dan daya saing dan pendapatan petani dilakukan
dengan mendorong pengembangan kompetensi inti dan komoditas strategis yang unik dan
spesifik sebagai sumber kekuatan daya saing wilayah dalam konteks regional dan
global/international. Sebagai contoh adalah beras organik di Kabupaten Tasikmalaya dan berah
merah di Bulungan akan sulit ditiru oleh kabupaten lain.
c. Upaya peningkatan produksi, nilai tambah, daya saing dan pendapatan petani yang dikaitkan
dengan kerjasama antar kawasan dalam upaya menjaga keseimbangan pembangunan antar
wilayah dan upaya untuk mengembangkan jaringan pasar hingga internasional memerlukan
penetapan salah satu kawasan sebagai pusat yang diposisikan sebagai “pusat pemasaran yang
strategis” dalam upaya untuk menembus pasar luar daerah, domestik dan internasional.
d. Upaya peningkatan produksi, nilai tambah dan pendapatan petani pada kawasan perlu
didukung oleh upaya peningkatan aksesibilitas dan jaringan interaksi, pemasaran, distribusi,
informasi, transportasi, telekomunikasi antara kawasan satu dengan kawasan lainnya dan
satu kawasan dengan lokasi ‘strategic marketing node’ dalam satu kawasan.
e. Fasilitasi, mediasi dan advokasi dalam kaitannya dengan teknologi, mutu, informasi, pasar dan
permodalan serta sarana dan prasarana produksi untuk mendorong kerjasama yang saling
menguntungkan antar kasawan inti untuk mendorong terbentuknya “synergic networking”
antara kawasan dengan wilayah lainnya terutama di tingkat kabupaten, propinsi, antar pulau,
nasional, maupun internasional serta antara pelaku usaha dengan jaringan eksportir dalam
negeri dan importir luar negeri perlu dilakukan.
f. Berdasarkan kerangka model ini dapat ditemukan suatu benang merah dimana disamping
pentingnya kerjasama antar kawasan, kapasitas dan kemampuan lembaga yang berperan
sebagai fasilitator, mediator dan advokasi serta bimbingan teknis dan teknologis secara
kontinyu, ciri khas produk dan citarasa yang dapat ditingkatkan melalui inovasi teknologi,
konsistensi mutu dan kontinuitas produksi merupakan faktor kunci keberhasilan
pengembangan komoditas strategis berbasis kawasan.

LPPM Unud 2017|25


g. Berkaitan dengan hasil studi ini, dalam rangka meningkatkan kinerja pengembangan komoditas
strategis diusulkan agar pemerintah dapat membantu para petani, pengusaha dan pelaku
agribisnis didaerah untuk mempercepat keberhasilan usaha komoditas strategis. Usulan ini
merupakan konsekuensi logis dari model pengembangan usaha dalam format klaster agribisnis.
Klaster agribisnis yang berpijak pada pengelompokan sejumlah usaha yang mempunyai misi
dan tujuan yang sama ini saling bekerjasama dan berkolaborasi untuk mencapai
keberhasilan yang lebih tinggi. Untuk keperluan tersebut, suatu organisasi antar instansi perlu
dibentuk dengan satu tujuan, yaitu mengawal berbagai instrumen kebijakan pengembangan
komoditas strategis. Dalam usaha komoditas strategis terdapat sejumlah pihak yang berkaitan
dan berkepentingan (stakeholders) yang kontribusinya sangat penting dalam pelaksanaan
kebijakan pengembangan.

Gambar 3.8. Konsep model makro pengembangan komoditas strategis berbasis kawasan

LPPM Unud 2017|26


Penentuan kawasan pertanian berbasis komoditas pertanian di Provinsi Bali, diarahkan pada
wilayah-wilayah kabupaten/kecamatan yang memiliki potensi pengembangan agribisnis Komoditas
pertanian Arabika, yaitu tanaman pertanian, yang dapat diintegrasikan dengan kawasan
kehutanan, pertanian hortikultura dan peternakan serta harus ditunjang dengan ketersediaan
prasarana dan sarana di wilayah itu termasuk pasar. Lingkup kawasan tidak dibatasi dengan batas
administratif, tetapi ditekankan pada manfaat dan fungsionalnya. Dengan demikian, maka lingkup
kawasan dapat relatif luas dapat terdiri atas bagian-bagian wilayah kecamatan, bisa juga relatif kecil
dapat terdiri atas satu atau dua bagian wilayah kecamatan dan atau antar kabupaten/kota.

Besar kecilnya kawasan pertanian tidak terlepas dari pada faktor potensi dan fungsi kawasan jarak
geografis. Adanya perbedaan jarak yang panjang memungkinkan perlunya pemisahan kawasan,
sedangkan jarak terpendek antar kawasan potensial cenderung membentuk satu kesatuan
Kawasan Sentra Produksi Agribisnis.

Dalam kaitannya antara batas administratif dengan faktor jarak geografis terhadap kemungkinan
terbentuknya kawasan, ada kemungkinan ditemukannya pemisahan dari suatu wilayah kabupaten
dan masuk membentuk kawasan baru di suatu wilayah kabupaten lain. Kemungkinan ini dapat saja
terjadi di seluruh wilayah kabupaten dan kota, terutama wilayah-wilayah yang berbatasan langsung
secara fisik.

Gambar 3.9. Konsep ruang pengembangan kawasan pertanian

Kebijakan pengembangan tata ruang berkaitan dengan struktur pengembangan wilayah dan
pengembangan sektoral yang dijabarkan dalam pokok- pokok pembangunan daerah berikut.

LPPM Unud 2017|27


1. Identifikasi komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura, pertanian,
kehutanan, dan peternakan.
2. Kondisi kawasan dan kecenderungan perkembangannya dapat diidentifikasi dari
potensinya, meliputi:
a. Potensi yang terkandung, baik yang sudah dimanfaatkan, belum dimanfaatkan dan
diperkirakan ada, termasuk di dalamnya identifikasi komoditas unggulan kawasan.
b. Prospek dan kemungkinan pengembangan komoditas agribisnis di masa
mendatang, baik menyangkut produksi peningkatan nilai tambah maupun
pemasarannya, menuntut perlunya kawasan pengembangan sentra produksi.
Dalam era globalisasi dan era otonomi daerah, upaya antisipasi peningkatan daya
saing pkomoditas, pemasaran, dan perluasan pangsa pasar menjadi krusial.
3. Skenario pengembangan kawasan ditempuh melalui skala prioritas pemanfaatan
ruang dan skala priontas kegiatan pengembangan komoditas unggulan. Skenario
pengembangan mencakup pola pemanfaatan ruang dan struktur ruang, yaitu
pengembangan komoditas tanaman pangan, peternakan, dan perikanan, serta prasarana
penunjangnya.
4. Rumusan program pengembangan berisi program-program pengembangan komoditas dan
prasarana dan sarana. Program-program dirumuskan dalam mendukung pencapaian
skenario-skenario tersebut.
5. Program pengembangan yang terpilih merupakan interaksi antara kondisi, kemampuan
pembiayaan dan kelembagaan dengan pengembangan kawasan serta kebutuhan sarana
dan prasarana pendukungnya, di mana proses ini dilakukan secara konsisten dan
berkelanjutan, sehingga meng-hasilkan suatu tatanan program yang terarah. Rumusan
program ini berisi rencana program pengembangan kawasan, meliputi: besaran
penyediaan, lokasi spesifiknya, aspek pembiayaan dan pelaksanaannya, serta tahapan
pengembangan. Dalam perumusan program tersebut diharapkan dapat tercapai suatu
komitmen pelaksanaan dari stakeholders pembangunan kawasan.
6. Sebagai upaya untuk menarik minat dunia usaha dan dapat melakukan investasi di kawasan
sentra produksi, informasi mengenai peluang pengembangannya perlu disebarluaskan.
Media informasi yang digunakan berupa peta dan peluang investasi.

Pengembangan kawasan pertanian, memerlukan suatu upaya untuk menyusun perencanaan


pembangunan wilayah sebagai kawasan pertanian. Perencanaan ini bernilai strategis karena dapat
memberikan landasan operasional dan memandu dalam pentahapan pencapaian tujuan dan
sasaran pembangunan dalam rangka mencapai keberhasilan pengembangan ekonomi wilayah.

LPPM Unud 2017|28


Dalam melakukan analisis perencanaan, maka tujuan dan sasaran yang ingin dicapai harus
ditentukan terlebih dahulu dan kemudian diikuti oleh analisis situasi dan kondisi saat ini secara
mendalam. Metode analisis yang terbaik dalam situasi saat ini untuk sebuah tujuan atau sasaran
yang ingin dicapai dalam perencanaan pembangunan harus terlebih dahulu diseleksi dari beberapa
alternatif pilihan yang ada atau tersedia. Kesalahan dalam mengkaji hal ini akan mengakibatkan
kesalahan dalam perencanaan pembangunan. dalam perencanaan pembangunan kawasan
pertanian yang ditetapkan, diperlukan pemahaman secara mendalam mengenai metode-metode
analisis yang sesuai untuk menganalisis perencanaan pembangunan wilayah secara umum dan
kawasan pertanian secara khusus. Kesalahan dalam perencanaan pembangunan akan berakibat
pada tujuan dan sasaran pembangunan tidak berhasil dicapai, pemborosan waktu dan
sumberdaya.

LPPM Unud 2017|29

Anda mungkin juga menyukai