KEGIATAN:
PENYUSUNAN KEBIJAKAN PENCEGAHAN ALIH FUNGSI LAHAN
PERTANIAN
PEKERJAAN:
PENYUSUNAN ACTION PLAN KAWASAN PERTANIAN
Laporan Antara ini disusun sebagai salah satu bentuk persyaratan teknis kerjasama
swakelola antara LPPM Universitas Udayana dengan Dinas Pertanian Kabupaten
Klungkung.
Laporan Antara ini dimaksudkan sebagai bahan informasi kepada pemilik pekerjaan
mengenai konsep dan metodologi teknis pelaksanaan pekerjaan, struktur
organisasi konsultan perencana serta rencana kerja yang akan dilaksanakan.
Laporan Antara ini secara garis besar berisi tentang uraian umum lingkup
pekerjaan, uraian metodologi pelaksanaan, uraian jadwal kegiatan, uraian jadwal
mobilisasi personil serta data pendukung pelaksanaan pekerjaan.
Demikian laporan Antara ini disampaikan, semoga dapat bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan dalam tahapan perencanaan selanjutnya.
Semarapura,
Peningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional serta mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor–sektor strategis ekonomi domestik
merupakan dua tujuan program pemerintah Nawacita berkenaan dengan ketahanan pangan
masyarakat perdesaan. Undang- Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan menyebutkan
bahwa tugas pemerintah adalah menjaga kebutuhan pangan pokok masyarakatnya.
Cabai dan bawang merah merupakan dua komoditas strategis yang ditetapkan sebagai bahan
pangan pokok yang tidak tergantikan, selain beras, kedelai, jagung, gula, dan daging (Permendag
Nomor 62 Tahun 2016). Cabai dan bawang juga merupakan komoditas hortikultura yang paling
banyak diusahakan oleh masyarakat. Komoditas tersebut menjadi perhatian yang serius
pemerintah karena keduanya memberikan andil yang signifikan dalam menentukan inflasi.
Fluktuasi harga komoditas cabai dan bawang merah merupakan penyumbang inflasi yang besar,
apalagi menjelang hari raya. Kondisi ini telah merepotkan dua kementerian, yaitu Kementerian
Pertanian dan Kementerian Perdagangan karena adanya potensi trade-off tujuan kebijakan
stabilisasi harga cabai dan bawang merah. Kementerian Pertanian lebih memilih kebijakan
perbaikan pola distribusi untuk memastikan stok dan panen cabai dan bawang merah masih
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan Kementerian Perdagangan
mewacanakan membuka keran impor untuk cabai dan bawang merah guna mengantisipasi
lonjakan permintaan menjelang hari raya untuk menjamin kecukupan pasokan dan menstabilkan
harga domestik. Namun demikian, yang perlu menjadi prioritas pemerintah adalah bagaimana
menyikapi trade-off kebijakan stabilisasi harga cabai dan bawang merah. Salah satu upaya adalah
memperkuat efektivitas komunikasi, menyangkut kejelasan, keringkasan, keakuratan, kejujuran,
Ketersediaan cabai dan bawang merah hendaknya dihitung dengan cermat terlebih dahulu
sebelum diambil tindakan membuka keran impor dalam rangka menghindari kelebihan kuota
impor yang akan merugikan petani domestik. Sesuai dan Instruksi Presiden, impor merupakan
solusi terakhir stabilisasi harga. Pembukaan keran impor untuk cabai dan bawang merah adalah
opsi terakhir.
Dari pola produksinya, cabai dan bawang merah merupakan produk musiman dan penawaran
(supply) cukup untuk memenuhi permintaan (demand) konsumen selama setahun. Akan tetapi,
karena kebutuhan yang besar menjelang hari raya, kemungkinan ada shortage supply (pasokan
tidak memenuhi kebutuhan masyarakat) dan harganya melebihi harga referensi. Persoalan gap
supply-demand dapat diselesaikan dengan (a) stabilisasi harga melalui operasi pasar (termasuk di
dalamnya impor sebagai opsi terakhir) dan (b) inovasi teknologi produksi agar tidak tergantung
pada iklim. Masalah disparitas harga diyakini akibat panjangnya rantai pasok dari petani ke
konsumen.
Isu penting lainnya adalah apakah kita defisit produksi cabai dan bawang merah? Upaya
pemenuhan kebutuhan pangan sebagai salah satu peran strategis pertanian merupakan tugas yang
tidak ringan, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang besar, yaitu 252.164.836 jiwa pada tahun
2014 dan dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% per tahun, maka jumlah penduduk
Indonesia Tahun 2015 diperkirakan menjadi 255.461.700 jiwa (Kompas, 2011; 2012, Wikipedia,
2013, BPS, 2014 dan Kementerian Pertanian RI, 2014). Produksi cabai per tahun 1.378.000 ton,
kebutuhan dalam negeri
800.000 ton, sehingga surplus 578.000 ton. Produksi bawang merah per tahun sekitar 1.050.000
ton, kebutuhan konsumsi dan industri dalam negeri 935.000 ton, sehingga surplus 115.000 ton.
Artinya, Indonesia telah mencapai swasembada cabai dan bawang merah. Masalahnya, belum ada
pengaturan pola tanam, produksi surplus terjadi pada saat bersamaan antar daerah, sehingga
menyebabkan harga komoditas jatuh di pasar. Setelah harga jatuh, petani cabai dan bawang merah
enggan membudidayakannya, sehingga harga melambung lagi. Saat harga melambung tinggi
produk impor masuk pasar dengan harga lebih murah. Pola selalu berlulang-ulang untuk dua
komoditas strategis ini. Jika kondisi tersebut tidak mendapatkan perhatian yang serius dalam wujud
kebijakan pertanian yang merupakan intervensi pemerintah untuk mengubah perilaku produsen,
pedagang, dan konsumen produk pertanian, niscaya daya saing kedua komoditas strategis ini akan
terus merosot.
Bagi Indonesia, termasuk Provinsi Bali, cabai dan bawang merah merupakan komoditas strategis,
baik dari segi ekonomi, lingkungan hidup, sosial maupun politik. Isu dua komoditas pertanian
senantiasa menjadi perhatian pemerintah, utamanya menyangkut kebijakan perdagangan
internasional, distribusi, pemasaran, dan harga domestik. Apalagi perdagangan cabai dan bawang
merah secara internasional sangat sensitif terhadap perubahan harga cabai dan bawang merah di
pasar dunia dan perubahan kurs rupiah terhadap US dollar. Mengingat karakteristik produksi dan
pemasaran komoditas cabai dan bawang merah tergolong unik dan tidak sama dengan produk-
produk industri dan jasa menyebabkan beberapa negara di Asia, seperti Bangladesh, Filipina, dan
Pakistan menerapkan langkah perlindungan terhadap petani produsennya (Sudaryanto dan
Rachman, 2000). Oleh karenanya, berbagai kalangan menganggap bahwa kebijakan fasilitas dan
perlindungan pemerintah bagi petani produsen cabai dan bawang merah domestik dinilai masih
relevan.
Apalagi kondisi sistem komoditas pertanian di Indonesia, umumnya masih dicirikan oleh (a) skala
usaha kecil dan penggunaan modal kecil; (b) penerapan teknologi usahatani belum optimal; (c)
belum adanya sistem pewilayahan komoditas yang memenuhi azas-azas pengembangan usaha
agribisnis; (d) penataan produksi belum berdasarkan keseimbangan antara supply dan demand;
dan (e) sistem panen dan penanganan pascapanen yang belum prima; (f) sistem pemasaran hasil
belum efisien dan harga lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Akibat dari sistem produksi
tersebut, maka produktivitas dan kualitas hasil belum dapat tercapai, produksi bersifat musiman,
harga tidak stabil, dan keamanan pangan produk kurang terjamin. Konsekuensi dari kondisi
tersebut adalah komoditas atau produk pertanian meskipun mempunyai keunggulan kompetitif
tetapi sulit diwujudkan menjadi keunggulan komparatif, utamnya jika tujuan pasarnya adalah
ekspor, sedangkan pasar domestik kebanjiran produk- produk pertanian dari luar negeri (Saptana,
2009).
Kebijakan pembangunan nasional sektor pertanian saat ini dihadapkan pada perubahan tatanan
politik di Indonesia yang mengarah pada era demokratisasi serta perubahan tatanan dunia yang
mengarah pada globalisasi. Dengan demikian tantangan internal di sektor pertanian, tidak saja
Sementara itu, melemahnya kurs rupiah terhadap US dollar secara psikologi berimbas pada harga
input produksi. Harga benih, pestisida, dan obat- obatan pertanian akan semakin mahal sehingga
usaha pertanian yang dilakukan petani menjadi berskala kecil dan sesuai potensi yang ada di
perdesaan. Kondisi demikian akan berpengaruh kepada posisi nilai tukar perdagangan (term of
trade) komoditas pertanian di era perdagangan bebas sini.
Selain tantangan tersebut, kebijakan pembangunan nasional saat ini dihadapkan pula pada tatanan
politik yang mengarah desentralisasi dan demokratisasi serta perubahan tatanan dunia yang
mengarah globalisasi. Dengan demikian tantangan internal di sektor pertanian tidak saja dituntut
untuk mengatasi masalah yang ada, pula tuntutan desentralisasi meniscayakan pemberdayaan
wilayah otonom dan pemberdayaan petani. Belum lagi terhadap tantangan eksternal sektor
pertanian berupa globalisasi bisnis, dan lingkungan perubahan selera konsumen serta teknologi
maupun liberalisasi informasi perdagangan berakibat pada peluang distorsi yang semakin besar.
Keseluruhan tantangan membawa konsekuensi agar komoditas dimampukan bersaing di pasar
internasional. Komoditas pertanian Indonesia seyogyanya dihasilkan dengan biaya rendah
sekaligus memberikan nilai tambah dan memiliki keragaman segmentasi pasar yang tinggi serta
diharapkan mampu sebagai substitusi produk komoditas impor.
Meskipun banyak program telah digulirkan, keberhasilannya belum bisa dinyatakan optimal. Masih
dituntut rasionalisasi yang maksimal di segala bidang secara terintegrasi. Model pengembangan
kawasan pertanian di era otonomi daerah saat kini, dapat melalui penguatan perencanaan dan
kordinasi antar daerah, antar jenjang pemerintahan maupun antar sektoral dan ini menjadi isu
strategis pembangunan pertanian saat kini. Disinyalir, akibat belum tersedianya rancang bangun
pembangunan pertanian secara menyeluruh yang memungkinkan terciptanya kerjasama yang baik,
menyebabkan tumpang tindih kegiatan tidak terhindarkan dan menghambat kelangsungan
pembangunan pertanian. Oleh karena itu, rancang bangun perencanaan yang disusun, harus
sejalan dengan pendekatan sistem perencanaan pembangunan nasional yaitu bersifat politis
Upaya-upaya membuat perencanaan program dan implementasi pengem- bangan wilayah mandiri
pangan berbasis sistem komoditas cabai dan bawang merah di Provinsi Bali memberikan harapan
mempercepat akses pangan rumah tangga dan resiliensi ekonomi masyarakat miskin di perdesaan.
Namun, perlu terus dilakukan penyempurnaan di berbagai lini, utamanya melalui penguatan
substansi program dan penguatan kelembagaan dan koordinasi pemangku kepentingan yang
bersentuhan secara langsung dan memiliki hubungan ketergantungan yang kuat.
Kajian tentang pengembangan kawasan pertanian berbasis sistem komoditas cabai dan bawang
merah di Provinsi Bali perlu memperhatikan Bali yang dikenal sebagai destinasi pariwisata dunia
yang memegang peranan penting dan sebagai fokus orientasi pembangunan pertanian, guna
mendukung program pemerintah “Nawa Cita”, yakni prioritas jalan perubahan menuju Indonesia
yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam
kebudayaan, utamanya program mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik dan program meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar internasional, sekaligus untuk membuka peluang pertumbuhan investasi di
perdesaan dan pemerataan pembangunan nasional. Dalam perencanaan strategisnya, telah
mencakup masterplan (rencana induk), rencana aksi dan road map pengembangan, indikator
kinerja dan kriteria penilaian, serta monitoring dan evaluasinya di sentra-sentra produksi cabai dan
bawang merah yang sudah ditetapkan.
Maksud kegiatan ini adalah mewujudkan kawasan pertanian berbasis sistem komoditas cabai dan
bawang merah melalui instrumen yang memuat perencanaan berkerangka jangka menengah,
berorientasi outcome, berbasis kinerja dan berdimensi kewilayahan secara terorganisir, baik oleh
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang didasarkan atas analisis isu strategi, arah
kebijakan, identifikasi potensi sumberdaya, serta langkah-langkah operasional dalam wujud
rancang bangun. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut.
1.3 Output
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian penyusunan masterplan pengembangan kawasan
pertanian berbasis sistem komoditas cabai dan bawang merah di Provinsi Bali adalah sebagai
berikut.
1.4 Outcome
a. Peningkatan produksi, produktivitas dan dan daya saing komoditas dan wilayah.
b. Peningkatan aktivitas pascapanen dan kualitas produk hasil pertanian.
c. Meningkatkan jejaring distribusi dan pemasaran hasil pertanian. d. Peningkatan serapan
tenaga kerja.
d. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pelaku usaha.
e. Peningkatan pangsa pasar komoditas.
1.5 Sasaran
Berikut ini adalah sasaran kegiatan penyusunan masterplan pengembangan kawasan pertanian
berbasis sistem komoditas cabai dan bawang merah.
BAB II
METODELOGI
Data yang dikumpulkan dalam penyusunan Action Plan perencanaan pengembangan kawasan
pertanian komoditas cabai di Kabupaten Klungkung meliputi data primer dan sekunder. Data
primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung, baik di lapangan maupun di laboratorium.
Sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari instansi-instansi terkait
Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan meliputi pengecekan batas satuan lahan dan penggunaan lahan hasil
interpretasi, karakterisasi tanah dan lingkungannya serta pengumpulan data iklim, sosial ekonomi
dan budaya masyarakat. Pengecekan batas satuan lahan dan penggunaan lahan hasil interpretasi
dilakukan untuk memverifikasi dan memvalidasi hasil interpretasi. Hasil pengecekan lapangan
digunakan sebagai dasar perbaikan peta satuan lahan dan peta penggunaan lahan.
Peta satuan lahan yang digunakan diambil dari Citra Sateit Resolusi Tinggi (CSRT) Kabupaten
Klungkung dengan resolusi detail sebesar 30 cm dan Google Satellite guna menggambarkan kondisi
terbaru terkait daerah penelitian dan keberadaannya secara lebih terperinci.
Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait, seperti data iklim, uraian mengenai
keadaan wilayah kabupaten secara keseluruhan, kecamatan, desa/kampung, karakteristik
Teknik analisis data merupakan penilaian terhadap berbagai keadaan yang dilakukan berdasarkan
pendekatan dan metode serta teknik analisis data. Berikut disajikan teknik analisis pada masing-
masing data yang digunakan dalam penyusunan Action Plan Kawasan Pertanian Komoditas Cabai
Kabupaten Klungkung.
Citra yang dikaji adalah citra Quickbird Kabupaten Klungkung perekaman terbaru tahun 2017. Citra
Satelit Quickbird merupakan satelit yang baik untuk data lingkungan seperti analisis perubahan
iklim, penggunaan lahan, pertanian dan kehutanan karena kedetailan gambar yang dihasilkan
mencapai ketelitian 30 centimeter. Unsur-unsur interpretasi pada citra satelit yang digunakan
untuk mengenali dan mendigitasi lahan sawah adalah sebagai berikut:
1. Rona dan Warna Rona (Tone), yaitu tingkat kegelapan atau kecerahan suatu objek pada citra.
2. Tekstur (Texture) adalah frekuensi perubahan rona pada citra yang dinyatakan dengan kasar,
sedang, dan halus.
3. Bentuk (Shape) adalah konfigurasi atau kerangka gambar dari suatu objek yang mudah dikenali.
4. Ukuran (Size) adalah ciri objek berupa jarak, luas, lereng, dan volume.
5. Pola (Pattern) adalah susunan keruangan yang dapat menandai bahwa suatu objek merupakan
bentukan oleh manusia atau bentukan alamiah.
6. Situs (Site) adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya
7. Tinggi (height) tinggi menunjukkan ukuran obyek dan biasanya memiliki bayangan.
8. Bayangan (Shadow) bayangan merupakan kunci pengenalan yang penting dari beberapa objek
yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih jelas.
9. Asosiasi (Association) adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya
Pelaksanaan evaluasi kesesuaian lahan mengacu pada A Frame Work for Land Evaluation (FAO,
1976). Ruang lingkup dari metode ini terdiri dari karakterisasi dan kualitas lahan serta perbaikan
Penduduk sebagai pelaku pertanian memegang peranan penting dalam keberhasilan suatu
usaha pertanian. Karakteristik penduduk yang penting dianalisis adalah jumlah dan
perkembangan penduduk, tingkat pendidikan, dinamika, distribusi, struktur, proyeksi jumlah
penduduk dan lapangan pekerjaan. Karakteristik penduduk terutama jumlah dan
perkembangan penduduk serta tingkat pendidikan sangat penting untuk mengetahui
kemampuan penduduk mengadopsi teknologi sumberdaya lahan dan penduduk sebagai
pengguna teknologi sumberdaya lahan tersebut untuk pengembangan komoditas tanaman
cabai.
Analisis sosial ekonomi ditujukan untuk melihat perkembangan ekonomi regional, pendapatan
perkapita dan ekonomi kerakyatan. Dan analisis sosial budaya bertujuan untuk menilai kondisi
kemasyarakatan serta pergeseran nilai-nilai budaya yang ada di Kabupaten Klungkung, baik
pada saat sekarang maupun yang akan datang
BAB III
a. Core Industry. sebagai industri inti yang dikembangkan (dalam hal ini industri Komoditas
pertanian) merupakan sekelompok perusahaan atau unit usaha yang mempunyai
keterkaitan erat dengan industri-industri pemasok, pendukung dan industri terkait serta
pemasar dalam suatu klaster dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan klaster
tersebut (dalam hal ini komoditas pertanian)
b. Firm Strategy, Structure and Rivalry. Persaingan antar perusahaan sejenis yang
memberikan motivasi bagi perusahaan (core industry) untuk mengembangkan
kemampuan bersaingnya, dan secara tidak langsung juga mempersiapkannya untuk
bersaing di skala wilayah yang lebih luas. (pesaing Komoditas pertanian Bali Provinsi
Manasaja dan Pesaing Komoditas pertanian Indonesia Negara Mana Saja)
b. Klaster Industri
Klaster Industri adalah pengelompokan industri Komoditas pertanian dengan satu industri inti
(focal/core industry) dari jenis Komoditas pertanian tertentu yang saling berhubungan secara
intensif dan membentuk partnership dengan industri pendukung (supporting industries) dan
industri terkait (related industries) dari pengembangan industri Komoditas pertanian tersebut.
Manfaat dari klaster Komoditas pertanian ini antara lain adalah mengurangi biaya transportasi dan
transaksi, meningkatkan elemen, menciptakan asset secara kolektif dan memungkinkan
terciptanya motivasi dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing. Industri Inti dalam klaster
industri Komoditas pertanian adalah industri yang mempunyai keterkaitan erat dengan industri-
industri lainnya dalam suatu klaster dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan klaster
tersebut. Keterkaitan industri dalam suatu klaster industri Komoditas pertanian meliputi
keterkaitan antara industri inti, industri pendukung dan industri terkait.
d. Kerangka pemikiran penyusunan masterplan dan rencana aksi dan keterkaitannya dengan
pembangunan ekonomi daerah
Upaya pembangunan Kawasan dapat dimulai dari perbaikan kawasan sentra produksi yang sudah
ada dan merupakan dari cikal bakal kawasan pertanian berbasi komoditas unggulan bawang merah
dan cabai. Pengembangan kawasan dari sentra komoditas yang sudah ada sifatnya akan semakin
kompleks, mengingat hampir semua level di lini kegiatan tersebut memerlukan perbaikan. Dari segi
pemanfaatan sumberdaya alam (SDA), masalah-masalah utama yang muncul adalah rantai
distribusi dan pemasaran yang panjang dan berakibat pada perbedaan marjin harga yang tinggi
antara harga komoditi di lahan dengan harga yang harus dibayarkan oleh konsumen; konsistensi
mutu yang rendah; lemahnya kepemilikan hak atas kekayaan intelektuan (HAKI), dan kontinuitas
produksi.
Mutu sumberdaya manusia daerah dalam pengembangan sektor basis sumberdaya alam yang
seharusnya menjadi kunci utama dalam menjalankan seluruh level kegiatan juga masih belum
dapat dibanggakan, mengingat kualitas dan penyebarannya yang masih rendah serta belum
merata. Hal-hal tersebut diharapkan dapat dijadikan pemikiran dasar untuk menghasilkan
perencanaan model dan strategi promosi terpadu pemberdayaan dan pengembangan kawasan
sentra produksi komoditas unggulan; sehingga maksimalisasi faktor-faktor internal dan
eksternalnya dapat menciptakan nilai tambah maupun dampak pengganda untuk meningkatkan
pendapatan daerah, kesempatan kerja maupun kesejahteraan rakyat (Gambar 3.5).
Konsep perbaikan dan pengembangan kawasan komoditas unggulan (berangkat dari hasil-hasil
pembangunan yang sudah dilakukan sebelumnya dan kondisi eksisting) dapat dilakukan dengan
berbasis pada faktor-faktor sumberdaya, kepemilikan atas komoditas unggulan, kemampuan untuk
menghasilkan sistem yang efisien, serta kemampuan untuk mengembangkan peran pelaku
pembangunan (sumberdaya manusia). Apabila pengembangan kawasan dapat dilakukan dengan
sumberdaya manusia dapat diberdayakan dan dimaksimalkan kinerjanya jika tetap memperhatikan
faktor-faktor penggerak sumberdaya yang lain, sumber inovasi, sumber pengembangan teknologi,
sumber peningkatan kewirausahaan, sumber perbaikan etos kerja, serta sumber perbaikan yang
berkelanjutan yang berbasis pengetahuan (know how) dan teknologi maju.
f. Kerangka pikir penyusunan masterplan dan rencana aksi pengembangan kawasan pertanian
berbasis komoditas unggulan
Upaya untuk menciptakan suatu kawasan pengembangan komoditas unggulan tertentu sebagai
kompetensi inti dari dari suatu wilayah memerlukan keterkaitan erat antar kawasan sebagai
penyedia sarana produksi, penyedia bahan baku utama agroindustri, pusat-pusat yang ditetapkan
sebagai pusat promosi dan pemasaran serta layanan bisnis sebagai kawasan inti atau pusat
pengembangan dan wilayah- wilayah sumber bahan baku dan penolong dari produk-produk hasil
industri seperti pupuk, benih/bibit, kemasan, Bahan Bakar Minyak (BBM) dan alat dan mesin
Dalam rangka pengembangan kawasan komoditas strategis memerlukan upaya sebagai berikut
:
a. Mendorong konsep pengembangan satu kawasan satu komoditas strategis unggulan utama
(satu kawasan satu komptensi inti/komoditas strategis). Dalam hal ini bukan berarti hanya satu
komoditas saja yang dikembangkan namun demikian perlu ditetapkan satu komoditas utama
tanpa harus meninggalkan komoditas lainnya.
b. Penetapan pusat pengembangan kawasan yang dijadi pusat layanan pengembangan,
selanjutnya sentra-sentra disekitarnya digabungkan menjadi bagian sebuah satu kesatuan
kawasan yang utuh dengan wilayah yang lebih luas.
c. Mendorong keterkaitan usaha pengembangan komoditas strategis pada setiap sentra dalam
kawasan dengan pusat distribusi bahan baku dan penolong serta kebutuhan sarana lainnya.
d. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan di setiap kawasan inti dalam pola klaster
pengembangan yang akan diposisikan sebagai simpul pengolahan dan pemasaran komoditas
strategis dari setiap sentra.
e. Meningkatkan aksesibilitas dan jaringan interaksi: informasi, transportasi, telekomunikasi
dan jaringan kemitraan dan aliran produk antara pusat pengeangan kawasan degan sentra atau
zona kawasan pendukung.
Dalam rangka mendorong peningkatan nilai tambah dan pendapatan petani, daya saing dan ekspor
diperlukan suatu penataan secara nasional tanpa meninggalkan semangat otonomi daerah,
sehingga pusat pengembangan dilakukan dalam lingkup satu kabupaten atau beberapa kecamatan
dalam kabupaten. Sementara itu dalam menjaga jaringan kerjasama antar wilayah kabupaten dan
sesuai dengan penetapan kawasan andalan penetapan kawasan, Kepmentan No 50
Tahun 2012 dan dan formasi Pusat Penelitian komoditas, Balai Penelitian Komoitas, Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) atau UPT di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian dan Badan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Eseslon I serta instansi lainnya maka
keterkaitan antar kawasan sentra kabupaten satu dengan lainnya dengan dalam satu kawasan
andalan atau antara kawasan andalan dengan lainnya perlu dibangun. Kerangka konsep model
pengembangannya.
Konsep model strategi pengembangan komoditas strategis berbasis kawasan. Selain harus
memperhatikan hubungan pusat dan daerah, upaya pengembangan kawasan komoditas strategis
perlu dilakukan dalam kerangka kerjasama antar pusat pengembangan kawasan (Kawasan Inti) dan
antara kawasan andalan dalam upaya menjaga keseimbangan pembangunan antar wilayah dan
upaya untuk mengembangkan jaringan pasar, lokal, regional dan nasional hingga internasional.
Sesuai dengan hasil analisis sebelumnya bahwa pengembangan kawasan strategis tidak semata-
mata mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan tetapi seluruh empat target sukses
Kementan dengan menempatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor menjadi urutan pertama,
baru selanjutnya diikuti oleh target yang lainnya maka secara umum model pengembangan
komoditas strategis berbasis kawasan adalah sebagai berikut:
Gambar 3.8. Konsep model makro pengembangan komoditas strategis berbasis kawasan
Besar kecilnya kawasan pertanian tidak terlepas dari pada faktor potensi dan fungsi kawasan jarak
geografis. Adanya perbedaan jarak yang panjang memungkinkan perlunya pemisahan kawasan,
sedangkan jarak terpendek antar kawasan potensial cenderung membentuk satu kesatuan
Kawasan Sentra Produksi Agribisnis.
Dalam kaitannya antara batas administratif dengan faktor jarak geografis terhadap kemungkinan
terbentuknya kawasan, ada kemungkinan ditemukannya pemisahan dari suatu wilayah kabupaten
dan masuk membentuk kawasan baru di suatu wilayah kabupaten lain. Kemungkinan ini dapat saja
terjadi di seluruh wilayah kabupaten dan kota, terutama wilayah-wilayah yang berbatasan langsung
secara fisik.
Kebijakan pengembangan tata ruang berkaitan dengan struktur pengembangan wilayah dan
pengembangan sektoral yang dijabarkan dalam pokok- pokok pembangunan daerah berikut.