PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelangsungan hidup dan berfungsinya sel secara normal bergantung pada pemeliharaan
kosentrasi garam, asam, dan elektrolit lain di lingkungan cairan internal. Kelangsungan hidup sel
juga bergantung pada pengeluaran secara terus menerus zat-zat sisa metabolism toksik dan
dihasilkan oleh sel pada saat melakukan berbagai reaksi semi kelangsungan hidupnya. Traktus
urinarius merupakan system yang terdiri dari organ-organ dan struktur-struktur yang
menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh. Ginjal berperan penting mempertahankan
homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen plasma, terutama elektrolit dan air
dan dengan mengeliminasi semua zat sisa metabolisme.
Gagal ginjal kronis ( GGK) atau Chronic Kidney Disease ( CKD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Penyakit ini merupakan sindrom klinis yang terjadi pada stadium gagal ginjal yang dapat
mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti pada sistem sekresi tubuhnya
Sedangkan salah satu penatalaksanaan pada penderita gagal ginjal kronik adalah hemodialisa.
Hal ini karena hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal yang bertujuan untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein atau mengoreksi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit. Terapi hemodialisa yang dijalani penderita gagal ginjal tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal akan berpengaruh
terhadap kualitas hidup pasien.
Adapun salah satu komplikasi atau dampak dilakukan hemodialisa pada pasien gagal ginjal
kronik ( GGK) adalah hipoglikemia. Hal ini karena terlalu banyak darah yang terbuang saat
sirkulasi hemodialisa, termasuk glukosa (gula darah) yang terkandung dalam darah juga
terbuang bersama sisa – sisa metabolisme lainnya. Sehingga kadar gula darah dalam tubuh
mengalami penurunan, yang mengakibatkan pasien mengalami kelelahan atau lemas setelah
dilakukan hemodialisa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah ini adalah “Bagaimana
Penerapan Asuhan Keperawatan Pada An A.M Dengan Diagnosa Medis Cronis Kidney
Disease di Ruang Interen laki RSUD Dr M Haulussy Ambon.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dapat menerapkan Asuhan Keperawatan Pada An A.M dengan Diagnosa Medis Cronis
Kidney Disease di Ruang Interen Laki RSUD Dr M Haulussy Ambon.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan ini adalah:
Dapat mengidentifikasi analisa data pada An A.M dengan Cronis Kidney Disease di
ruang Interen Laki RSUD Dr M Haulussy Ambon.
Dapat merencanakan Intervensi pada An A.M dengan Cronis Kidney Disease di ruang
Interen Laki RSUD Dr M Haulussy Ambon.
Dapat melakukan Implementasi pada An A.M dengan Cronis Kidney Disease di ruang
Interen Laki RSUD Dr M Haulussy Ambon.
Dapat mengevaluasi intervensi pada An A.M dengan Cronis Kidney Disease di ruang
Interen Laki RSUD Dr M Haulussy Ambon.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Konsep Anatomi Ginjal
A. Anatomi
Pengertian Ginjal
Ginjal berjumlah 2 buah, berat + 150 gr (125 – 170 gr pada Laki-laki, 115 – 155 gr pada
perempuan); panjang 5 – 7,5 cm; tebal 2,5 – 3 cm. Pada posisi berdiri letak ginjal kanan
lebih rendah daripada ginjal kiri.
Struktur Ginjal
Bila dibuat irisan memanjang dari medial ke lateral tampak dua bagian Cortex/substantia
kortekalis sebelah luar dan medulla/substantia medullaris sebelah dalam.
a. Corteks
1) Tampak agak pucat
2) Terdapat :
a) Corpusculi Renalis/korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul
Bowman)
b) Tubuli Contorti
c) Permulaan Tubulus Collectus
d) Tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
b. Medulla
Terdiri dari 9-14 bangunan berbentuk piramid disebut Piramid Renalis, ujung
piramid akan menjadi Colix Minor, beberapa Colix Minor bergabung menjadi Colix
Major, beberapa Colix Major bergabung menjadi Pelvis Renalis dan berlanjut
sebagai ureter. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle/Ansa Henle,
sebagian pars descendens dan pars ascendens tubulus Henledan tubulus pengumpul
(ductus colligent).
c. Nefron
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Secara mikroskopis ginjal terdiri dari
Nefron berjumlah + 2,4 Juta. Nefron terdiri dari : Glomerolus, dimana
terjadi proses filtrasi. Tubulus, dimana cairan filtrasi diubah menjadi urin.
Tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang
bermuara pada tubulus pengumpul (ductus colligent). Di sekeliling tubulus ginjal
tersebut terdapat pembuluh kapiler, yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal).
Secara morfologis, ada 2 macam nefron:
o Nefron Cortical
Terdapat di 2/3 bagian luar Cortex, +85% jumlah Nefron mempunyai Loop Henle
pendek dikelilingi kapiler disebut Peritubuler Kapiler, atau degan kata lain nefron di
mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya
sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula.
o Nefon Juxta Medullary
Dekat ke arah Medulla + 15% dari Nefron. Glomerolus lebih besar, loop Henle lebih
panjang dikelilingi kapiler peritubulus disebut Vasa Retca atau dengan kata
lain, nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung
Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang
dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Glomerolus
Setelah mengalami filtrasi, cairan akan ditampung dan mengalami berbagai proses di
tubulus ginjal.
(a) Tubulus Proximalis
Menampung hasil filtrasi Glomerolus, berkelok-kelok disebut Tubulus Contortus
Proximalis
(b) Loop of Henle : kelanjutan tubulus proximalis tidak berkelok, terdiri dari :
(1) Pars Descenden, dibagi bagian tebal dan tipis
(2) Pars Ascenden, dibagi 2 bagin tebal dan tipis
(3) Ansa Henle : pertemuan pars Ascenden dan Descenden berupa
lengkungan.
(c) Tubulus Distalis, berkelok-kelok dan berakhir menjadi Tubulus Arcuatus yang
bermuara ke dalam Tubulus Colectivus bergabung menjadi Ductus Papillaris
Bellini dan menjadi Calix Minor
(d) Aparatus Justa Glomerolus merupakan sel ginjal yang menghasilkanRenin. Sel ini
terdapat pada epithel tunik, media arteriole afferent di tempat arteriole ini
memasuki glomerolus.
d. Ureter
1) Terdiri dari 2 pipa yang masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih.
2) Lapisan dinding ureter terdiri dari :
(a) Lapisan luar (Jaringan ikat/fibrosa)
(b) Lapisan tengah (otot polos)
3) Lapisan dinding ureter terjadi gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang
mendorong urine melalui ureter.
4) Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan
ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria.
Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal (organ pencernaan berada
posterior dari peritoneum parieta ; pankreas, ginjal, sebagian duodenum dan kolon,
serta aorta abdominal.), masing-masing satu untuk setiap ginjal.
e. Vesika Urinaria/Kandung kemih
1) Sebuah kantung dengan otot yang mulus dan berfungsi sebagai penampung air seni
yang berubah-ubah, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal
tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Karenanya kandung kemih dapat
mengembang dan mengempis.
2) Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ
lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh
darah, limfatik dan saraf.
f. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih.Berfungsi
menyalurkan air kemih keluar.
Dalam anatomi, uretra adalah saluran yang menghubungkan kantung kemih ke
lingkungan luar tubuh. Uretra berfungsi sebagai saluran pembuang baik pada sistem
kemih atau ekskresi dan sistem seksual. Pada pria, berfungsi juga dalam sistem
reproduksi.
B. Fisiologi ginjal
1. Fungsi Ginjal :
a. Ginjal mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah.
b. Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion
hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urin yang dihasilkan dapat bersifat asam pada
pH 5 atau alkalis pada pH 8.
c. Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang
melibatkan aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus
konvulasi.
d. Kenaikan atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau kekurangan
air akan segera dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi sinyal
pada kelenjar pituitari dengan umpan balik negatif. Kelenjar pituitari mensekresi
hormon antidiuretik (vasopresin, untuk menekan sekresi air) sehingga terjadi
perubahan tingkat absorpsi air pada tubulus ginjal. Akibatnya konsentrasi cairan
jaringan akan kembali menjadi 98%.
2. Mekanisme dasar fungsi ginjal
Pada dasarnya fungsi utama ialah membersihkan plasma darah dari zat-zat yang
tidak berguna bagi tubuh dengan cara :
a. Filtrasi
1) Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di kapiler
glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan
permeabilitas yang tinggi pada glomerulus mempermudah proses penyaringan.
2) Selain penyaringan, di glomelurus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah,
keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di
dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida,
bikarbonat dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.
3) Hasil penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerolus atau urin primer,
mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam lainnya
b. Reabsorbsi
Mekanisme reabsorbsi:
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan diserap
kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal terjadi
penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara.
Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air
melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus proksimal dan
tubulus distal. Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam amino
dikembalikan ke darah. Zat amonia, obat-obatan seperti penisilin, kelebihan garam
dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan bersama urin. Setelah terjadi reabsorbsi maka
tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan
ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun
bertambah, misalnya urea.
c. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui
tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah
dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh
termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
d. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di
tubulus kontortus distal. Urine yg telah terbentuk (urine sekunder), dari tubulus
kontortus distal akan turun menuju saluran pengumpul (duktus
kolektivus),selanjutnya urine dibawa ke pelvis renalis. Dari pelvis renalis, urine
mengalir melalui ureter menuju vesika urinaria (kantong kemih) yang merupakan
tempat penyimpanan sementara bagi urine. Jika kantong kemih telah penuh terisi
urin, dinding kantong kemih akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil.
Urin akan keluar melalui uretra. Komposisi urine yang dikeluarkan meliputi air,
garam, urea, dan sisa substansi lainnya seperti pigmen empedu yang berfungsi
memberi warna dan bau pada urine. Warna urine setiap orang berbeda dan biasanya
dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi, aktivitas yang dilakukan, ataupun
penyakit. Warna normal urine adalah bening hingga kuning pucat.
Hal-hal yang mempengaruhi produksi urine:
1. Jumlah air yang diminum
Jika seseorang banyak minum air maka kosentrasi protein darah akan turun. Darah
menjadi terlalu encer, sehingga sekresi ADH terhalang. Maka penyerapan air oleh
dinding tubulus kurang efektif, sehingga, terbentuk urin yang banyak.Dan Apabila
kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi (kadar) air dalam darah menjadi
rendah. Hal ini akan merangsang hipofisis mengeluarkan ADH. Hormon ini akan
meningkatkan reabsorpsi air di ginjal sehingga volume urine menurun.
2. Hormone Anti Deuretik
Hormon ini dihasilkan kelenjar hipofisis bagian posterior. Sekresi ADH dikendalikan
oleh konsentrasi air dalam darah.Hormon antidiuretik mempengaruhi proses
penyerapan air oleh dinding tubulus. Bila sekresi ADH banyak, penyerapan air oleh
dinding tubulus akan meningkat, sehingga urin yang terbentuk sedikit. Sebaliknya
jika sekresi ADH kurang, maka penyerapan air oleh dinding tubulus menurun,
sehingga dihasilkan banyak urin.
3. Suhu
Jumlah dan type makanan merupakan faktor Ketika suhu panas atau banyak
mengeluarkan keringat, konsentrasi air dalam darah turun mengakibatkan
sekresi ADH meningkat sehingga urin yang di hasilkan sedikit. Sebaliknya jika suhu
udara dingin konsentrasi air dalam darah naik sehingga menghalangi
sekresi ADH maka produksi urin banyak.
4. Diet dan intake
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine,
seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi
meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output
urine lebih banyak.
5. Saraf,rangsang saraf renalis akan menyempitkan arteriole aferent,aliran darah
berkurang,filtrasi kurang afektif,urine sedikit.
6. Stress dan emosi dapat menimbulkan produksi urine menjadi meningkat.
C. Autoregulasi ginjal
Perubahan arteri menyebabkan perubahan jelas dalam pengeluaran urine, tekanan ini dapat
berubah dari sekecil 75mmHg sampai setinggi 160 mmHg. Hal ini menyebabkan perubahan
yang sangat kecil atas laju filtrasi glomerolus, karena nefron memerlukan laju filtrasi
glomerolus yang optimum jika ia melakukan fungsinya. Laju filtrasi glomerolus lebih
besar/kecil 5% dapat menyebabkan pengaruh yang besar yaitu kehilangan cairan yang
berlebihan kedalam urine. Eksresi produk – produk yang diperlukan sangat kecil. Fungsi
autoregulasi:Mencegah perubahan drastic pada GFR.
2. Konsep Teori Cronis Kidney Disease
A. Defenisi
CKD (Cronik Kidney Disease) adalah kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau
fungsional yang di manifestasikan oleh kelainan patologi atau petanda kerusakan ginjal secara
laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan radiologi dengan atau tanpa penurunan fungsi
ginjal yang berlangsung > 3 bulan. (Amin, 2015)
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan
kompisisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal , gagal ginjal biasanya dibagi
menjadi dua kategori yaitu akut dan kronik. (Evelyn, 2009)
Ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada
setiap nefron ( biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible). (Evelyn, 2009)
B. Etiologi
Klasifikasi penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubolointersitial Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonephritis
Penyakit vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik
Poliarteritis nodosa
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolic Diabetes mellitus
Goat
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
Nefropati toksis Penyalahgunaan Analgesik
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas : batu,
neoplasma , fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah : hipertropi
prostat , struktur uretra , anomaly
congenital , leher vesika urinaria dan uretra.
C. Manifestasi klinik
1. Gangguan pengecapan
2. Tidak nafsu makan
3. Mual – mual dan muntah
4. Berat badan turun dan lesu
5. Gatal – gatal
6. Gangguan tidur
7. Hipertensi dan vena leher membesar
8. Sesak nafas
9. Perubahan jumlah dan frekuensi urine
10. Nyeri daerah pinggang
11. Pembengkakan kaki dan pergelangan tangan
D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis.
E. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal
dan penderita asimptomatik.
Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
F. Komplikasi
1. Hipertensi
2. Infeksi traktus urinarius
3. Obstruksi traktus urinarius
4. Gangguan elektrolit
5. Gangguan perfusi ke ginjal
G. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
2. Foto polos abdome
3. IVP
4. USG
5. EKG
6. Pemeriksaan laboratorium
H. Penatalaksanaan
1. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab
2. Obtimalisasi dan pertahankan keseimbangan garam dan cairan
3. Diet tinggi kalori dan rendah protein
4. Kendalikan hipertensi
5. Jaga keseimbangan elektrolit
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang akibat GGK
7. Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan ginjal
8. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi
9. Persiapan program hemodialisis
10. Transplantasi ginjal
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Breathing
Tachipnea, dispnea, peninggkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan (kussmaul),
nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru)
b. Blood
Hipotensi/hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensi orthostatik
(hipovolemia), hipervolemia (nadi kuat), oedema jaringgan umum, pucat,
kecenderungan perdarahan
c. Brain
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, gangguan status mental, penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilanggan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbanggan elektrolit/asam/basa),
kejang, aktivitas kejang
d. Bladder
Perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap, merah, coklat, berawan, Oliguria
( bisanya 12-21 hari); poliuria (2-6 l/hari), Perubahan pola kemih : peninggkatan
frekuensi, poliuria (kegagalan dini) atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir),
disuria, ragu-ragu berkemih, dorongan kurang, kemih tidak lampias, retensi
(inflamasi/obstruksi, infeksi),
e. Bowel
Adanya keluhan dari pasien mengenai mual, muntah, anoreksia, abdomen kembung,
diare atau konstipasi
f. Bone
Kulit berwarna pucat, Ekimosis, Urea frost, Bekas-bekas guratan karena gatal
2. Diagnosa Asuhan Keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual yang dirasakan oleh
pasien.
b. Resiko cidera berhubungan dengan kelemahan otot.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan beban jantung
d. Risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik
plasma
e. Konstipasi berhubungan dengan perubahan motilitas usus.
3. Rencana Keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual yang dirasakan
oleh pasien.
Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi secara adekuat
Kriteria hasil :
1. Pasien mengatakan tidak mual
2. Pasien menghabiskan porsi makan
3. Pasien tidak lemas
Intervensi :
1. Anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering
Rasional : Makan sedikit – sedikit memberikan kesempatan pada lambung utuk
mengosongkan sehingga tidak terjadi perasaan penuh pada lambung.
2. Jauhkan benda – benda berbau yang dapat merusak selera makan pasien
Rasional : Benda yang berbau menyengat bisa mempengaruhi selera makan pasien
yang berakibat pasien malas untuk makan.
3. Berikan penjelasan pada pasien tentang pentingnya nutrisi bagi kesembuhan
Rasional : Pasien dapat lebih termotivasi untuk segera sembuh seingga pasien akan
kooperatif dalam perawatan
4. Libatkan pasien dalam menentukan makanan yang disenangi yang sesuai dengan
diet
Rasional : Memilih makanan yang disenangi membuat pasien merasa memiliki
semangat untuk makan tetapi dalam batas diet yang ditentukan
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti mual
Rasional : Obat anti mual bekerja di hipotalamus yang akan menahan keluarnya
faktor mual.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot.
Tujuan : mengurangi intoleransi
Kriteria hasil :
1. Pasien dapat sembuh tepat waktu
2. Pasien dapat memenuhi ADL secara mandiri
Intervensi :
1. Berikan batas penghalang pada tempat tidur pasien
Rasional : Batas penghalang akan menghalalangi pasien ketika pasien tidak sadar
dari kecelakaan, misl terjatuh dari tempat tidur
2. Anjurkan keluarga untuk selalu menemai pasien
Rasional : Keluarga adalah orang yang dicintai pasein sehingga pasien akan
merasa aman dan tidak akan mendapat cidera
3. Berikan semua pemenuhan ADL pasien
Rasional : Pemenuhan semua kebutuhan pasien akan membuat pasien merasa
diperhatikan dan tidak akan mecoba untuk melakukan tindakan sendiri.
4. Observasi tingkat kesadaran pasien
Rasional : Observasi berguna dalam memberi penilaian terhadap respon pasien
sehingga dapat digunakan untuk menentukan tindakan selanjutnya.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan beban jantung
Tujuan : Pasien tidak merasa sesak
Kriteria Hasil :
1. Pasien mengungkapkan rasa tidak sesak
2. Tidak terjadi pernafasan cuping hidung
3. Pasien dapat bernafas tanpa dibatu oksigen
Intervensi :
1. Bantu / latih pasien dalam menggunakan latihan nafas dalam
Rasional : Menggunakan teknik nafas dalam dapat membuat pasien merasa rilek
dan dapat bernafas dengan efektif dan tenang
2. Berikan oksigen selama pasien tidak bisa bernafas mandiri, kurangi secara
perlahan
Rasional : Oksigen bantuan akan dapat membantu pasien dalam memenuhi
kebutuhan tubuh akan oksigen sehingga mencegah terjadinya syok
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pelega pernafasan
Rasional : Obat pengencer dahak dapat berguna untuk melancarkan jalan nafas
karena adanya akumulasi cairan pada tenggorokan
4. Berikan pasien posisi semi fowler
Rasional : Posisi semifowler meningkatkan ekspansi dada sehingga pengembangan
paru dalam mengambil oksigen tidak terlalu berat
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik
Rasional : Obat diuretik akan bekerja dengan jala meningkatkan sekresi air untuk
dibuang keluar sehingga menurunkan kerja jantung
d. Risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan
osmotik plasma
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan volume cairan stabil
Kriteria hasil :
1. tidak ada odema
2. tidak sesak
3. intake output seimbang
4. nilai pemeriksaan darah dalam batas normal
Intervensi :
1. Kolaborasi dalam pemasangan catheter
Rasional : pemasangan cateter yang menetap memudahkan dalam melakukan
pengukuran intake output secara tepat
2. Ukur intake dan output
Rasional : Mengetahui status sirkulasi cairan secara adekuat dan mengidentifikasi
balance cairan di dalam tubuh
3. Observasi tekanan
4. darah tiap 4 jam sekali
Rasional : Tekanan darah yang meningkat berhubungan dengan kelebihan cairan
dan berguna untuk mengontrol pemberian anti diuretik
5. Pantau derajat oedema
Rasional : Perpindahan cairan pada jaringan akibat dari retensi natrium dan air
6. Anjurkan pasien untuk membatasi intake cairan
Rasional : Meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskular. Pembatasan
cairan untuk memperbaiki pengenceran hiponatremia
7. Kolaborasi dalam terapi diuretik
Rasional : diuretik dapat mengontrol odema / megeluarkan cairan dari dalam tubuh
sehingga mengurangi sesak akibat kelebihan cairan
4. Evaluasi
a. Nutrisi pasien terpenuhi secara adekuat
b. Pasien tidak mengalami cidera selama proses perawatan
c. Pasien dapat melakukan aktifitas tanpa sesak
d. setelah diberikan tindakan keperawatan volume cairan stabil
e. Pasien dapat melakukan aktivitas BAB dengan lancer
LAPORAN KASUS SEMINAR
STAGE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM PROFESI NERS STIKes MALUKU HUSADA
KELOMPOK : III
REKAMAN ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN AWAL KEPERAWATAN UMUM
DIRUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH
A. IDENTITAS
Nama : An. A. M
Umur : 14 Tahun
Ruang Rawat : Internal Laki
Pendidikan : SMP No. Rekam Medik : 13-05-46
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Maliado Tgl/Jama Masuk : 28/04/2018 / Jam 19. 40 bwit
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Kawin Tgl/Jam Pengambilan Data : 6 -04-2018 jam 13.30
Alamat : Mamala
Sumber Informasi : Ayah Kandung wit
Diagnosa Masuk : CKD
Cara masuk : Brankar
Kiriman dari : RSDK
Perawat/Tim Yang Bertanggung Jawab : TIM II
B. RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama : Sesak Napas
Keluhan saat ini
Riwayat Penyakit Kaki kiri terasa kram, muntah >5x dalam sehari, muntah yang disertai dengan
Sekarang makanan dan cairan, berwarna kuning tidak ada nafsu makan, lemas, udema pada
(keluhan dari
wajah.
rumah s/d
Ruangan Inap) Ibu angkat pasien menyatakan keseharian pasiean pulang dari sekolah pasien sering
minum-minuman dingin (ale-ale, frutamin dan the gelas) sesampainya dirumah
pasien makan siang dengan mie instan, makanan ini sering dikonsumsi oleh pasien
meski sudah dilarang oleh ibu angkatnya. Ayah pasien mengatakan sudah 3 hari sakit
dirumah, muntah (+) yang disertai dengan cairan berwarna kuning dan bercampur
makanan. Setiap pulang sekolah pasien sering minum-minuman dingin (ale-ale,
frutamin dan teh gelas ) kejang sekitar setengah jam. lalu dibawa ke RSKD pada
tanggal 25/04/2018 untuk mendapat pengobatan, setelah 2 hari kemudian pasien
dirujuk di RSUD Dr.M Haulussy tanggal 28/04/2018 pada jam 13.30 Wit di IGD
dengan keluhan muntah setiap kali selesai makan, batuk lendir berwarna putih, nyeri
pada leher, leher terasa kaku, kedua etremitas atas terasa kram, setelah itu pasien di
bawah di ruang Interen Laki untuk dirawat , setelah dikaji pasien mengatakan kaki
kiri terasa keram muntah >5x dalam sehari, muntah yang disertai dengan makanan
dan cairan, muntah berwarna kuning tidak ada nafsu makan, lemas, udema pada
wajah.
Tidak pernah opname : pasien tidak pernah di opnamae
Pernah Mendapat Pengobatan : Tidak
BB Sebelum Sakit : 25 Kg Pernah Operasi : Tidak
C. GENOGRAM ( 3 Generasi)
Keterangan Genogram :
: Perempuan : Garis perkawinan
: laki-laki : Tinggal Serumah
Penjelasan Genogram :
Generasi I : kedua nenek pasien sudah meninggal karena sakit, penyakitnya tidak diketahui oleh
keluarga
Generasi II : ibu dari pasien sudah meninggal karena sakit, terdapat benjolan leher di belakang
dan penyakit hepatitis
Generasi ke III : pasien menderita sakit
D. KEADAAN UMUM
Kesadaran : Compes Mentis
Pasien Mengerti Tentang Penyakitnya : keluarga pasien mengerti penyakit yang diderita oleh An A.M setelah dijelaskan
oleh perawat diruangan
E. KEBUTUHANDASAR
RASA NYAMAN NYERI
- Suhu : 36,50 C
5 5
f. Inspkesi
Bentuk kepala : mecochepal
Pupil : isokor
Kaku kuduk : Tidak
Kelumpuhan : Tidak ada
Persepsori sensori : tidak ada gangguan
4) Sistem Perkemihan (B4 : Bladder)
a. Keluhan : BAK sedikit-sedikit
b. Inpeksi
Distensi kandung kemih : Tidak
Terpsang kateter : Tidak
Bak sedikit dengan frekuensi 5x/hari dengan jumlah urin 350 cc24/jam, warna kuning muda
b. Palpasi
Distensi kandung kemih : Tidak
Nyeri tekan : Tidak
5) Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
a. Keluhan : tidak ada gangguan pada pola eliminas BAB
b. Inspeksi
Bibir : lembab
Gusi: merah muda
Gigi : bersih tidak ada karies
Lidah : lidah bersih
Tonsil : tidak ada tanda-tanda peradangan
Abdomen : bentuk simetris
c. Auskultasi
Bising usus : bising usus normal 20 x/menit
d. Palpasi
Tidak ada masa dan nyeri tekanan dan tidak ada tanda-tanda hepatomegaly
e. Perkusi
Bunyi perkusi
6) Sistem Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
a. Inspeksi
Pergerakan sendi : pergerakan aktif
Tulang Belakang : tidak ada kelainan
a. Palpasi
Akral : akral hangat
Turgor kulit : elastic
7) Sistem Endokrin
a. Keluhan ; Tidak ada kelainan pada system endokrin
Serologin (28/04/2018)
HBsAg Non reaktif Non reaktif
Anti HBs Reaktif
AAnti HCV Non reaktif Non reaktif
VDRL Non reaktif
Elektrolit
Natrium 134 mmol/l 135.0-145.0 Menurun
Kalium 4.4 mmol/l 3.50-5.10 Normal
Clorida 105mmol/l 95.0-115.0 Menurun
Hematologi (28/04/2018)
Jumlah Eritrosit 2.96 106/mm3 3.5-5.5 Normal
HB 7.7g/dl 14.0-18.0 (p),12.0-15.0(w) Menurun
Hematokrit 22.7% 40-52(p),37-43(w) Normal
MCV 77ᶶm3 80-100 Menurun
MCH 25.8 pg 27-32 Menurun
MCHC 33.6g/dl 32-36 Normal
RDW 11.6 % 11-16 Normal
Jumlah Trombosit 208 103/mm3 150-400 Normal
MPV 8.1 ᵘm3 6-11 Normal
PCT 0.167 % 0.150-0.500 Normal
PDW 13.0% 11-18 Normal
Jumlah Leukosit 9.7 103/mm3 5.0-10.0 Normal
Neutrofil 73.7 % 50-70 Meningkat
Limfosit 16.0% 20-40 Menurun
Monosit 8.8% 2-8 Meningkat
Eosinofil 0.9% 1-3 Menurun
Basofil 0.6% 0-1 Meningkat
H. Masalah Keperawatan
1 DS: Sesak
DO:
- Terpasang O2 3 Liter/menit Hiperventilasi Pola Nafas Tidak
- RR 32x/Menit Efektif
- Saturasi Oksigen 90%
- Posisi Tidur Semi Fowler
2 DS :
- Muntah
- Porsi makan 1-3 sendok
DO : Ketidakmampuan Defisit Nutrisi
- Muntah >5x/hari, muntah berisi makanan Mengapsorpsi nutrien
dan cairan berwarna kuning
- BB : 25 Kg
- IMT 14,7
3 DS :
- BAK : sedikit-sedikit Disfungsi Ginjal Perubahan perfusi
- BAK 6X/hr Renal
DO :
- Ureum 150 mg/dl
- Kreatinin 12,0 mg/dl
- TKK : 3,64
DO :
- Konjungtiva anemis
- HB 7,7 g/dl
- CRT : ≥ 2 detik
5 DS :
- Bengkak pada wajah
DO : Gangguan Mekanisme Hipervolemi
- Udem pada wajah, derajat udem I Regulasi
- Natrium 134 mmol/l ( Retensi Na dan H20 )
- Ureum 150 mg/dl
- Kreatinin 12,0 mg/dl
6 DS :
- Kaki terasa kram
- Lemas Ketidakseimbangan Intoleransi Aktifitas
DO : antara suplai dan
- Aktifitas dibantu keluarga dan perawat kebutuhan oksigen
- RR : 32x/m
- O2 terpasang 3 l/m
- SPO2 : 90%
- HB 7,7 g/dl
I. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan hiperventilasi
2. Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi Nutrien
3. Perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan Disfungsi Ginjal
4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
5. Hipervolemia berhubungan dengan Gangguan mekanisme Regulasi
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
J. Intervensi Keperawatan
K. Implementasi Hari Ke 1
4 Minggu, 1.Memonitor sensasi tumpul atau tajam dan panas atau dingin
06/05/2018
Respon : pasien dapat membedakan rasa tumpul, tajam,
09. 40 wit
panas, dan dingin
2.Memonitor adanya parathesia dengan tepat
12.00 wit
Respon : tidak ada mati rasa atau pun nyeri
5 Minggu,
3.Memonitor kehilangan asam dengan cara yang tepat
06/05/2018
Respon : Pasien muntak 2x berisi makanan dan cairan
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian tranfusi
Respon :
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, S.Kep Dkk, 2015 Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis
dan nanda Nic Noc Edisi Revisi Jilid 2 : Mediaction
Carpenito Lynda Juall (2012), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hesti Prawita W, 2010 Hubungan kualitas hidup dengan kebutuhan perawatan paliatif Pada
pasien ckd yang menjalani terapi hemodialisa di ruang hd Rsud a. Wahab sjahranie
samarinda
Evelyn C.pearce (2009), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia,
Jakarta.
Marilynn E, Doengoes, 2009, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC