Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatopati Kongestif

2.2 CKD (Chronic Kidney Disease)

2.2.1 Definisi CKD

CKD (Chronic Kidney Disease) atau disebut gagal ginjal kronik

merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan

cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah). CKD merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan

lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun (Brunner & Suddarth, 2002).

Chronic kidney disease (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau

penurunan GFR <60 ml/menit/1.73m2 selama ≥3 bulan. Kerusakan ginjal yang

dimaksud adalah adanya abnormalitas patologis atau adanya marker kerusakan

ginjal, termasuk abnormalitas pada pemeriksaan darah, urine, atau imaging.

(Suhardjono, 2001)

Gagal ginjal kronik merupakan keadaan dimana ginjal tidak mampu

mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan

pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke

status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa

tahun ( Barbarra C. Long. Price 1995. Edisi 4 hal. 812).

Klasifikasi CKD menurut Dipiro edisi 9, yaitu :


Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance
Creatinin Test) dapat digunakan rumus
(140−umur ) x berat badan (kg)
𝐶𝑙𝐶𝑟 (𝑚𝐿/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡) = 72 x creatinin serum
*) Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

2.2.2 Etiologi

Penyebab GGK menurut Price & Wilson (2006) dibagi menjadi delapan

kelas, antara lain:

1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik

2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis

3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,

nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis

4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,

poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif

5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal

polikistik,asidosis tubulus ginjal

6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis

yang menyebabkan komplikasi CKD


7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal

8. Nefropati obstruktif

2.2.3 Patofisiologi

Disfungsi ginjal mengakibatkan keadaan patologik yang komplek

termasuk diantaranya penurunan GFR, pengeluaran produksi urine dan ekskresi

air yang abnormal, ketidakseimbangan elektrolit dan metabolik abnormal.

Homeostatis dipertahankan oleh hipertopi nefron. Hal ini terjadi karena hipertrofi

nefron hanya dapat mempertahankan ekskresi solates dan sisa-sisa produksi

dengan jalan menurunkan reabsorbsi air sehingga terjadi hipostenuria (kehilangan

kemampuan memekatkan urin) dan poliuria adalah peningkatan output ginjal.

Hipostenuria dan poliuria adalah tanda awal CKD dan dapat menyebabkan

dehidrasi ringan. Perkembangan penyakit selanjutnya, kemampuan memekatkan

urin menjadi semakin berkurang. Osmolitasnya (isotenuria). Jika fungsi ginjal

mencapai tingakt ini serum BUN meningkat secara otomatis, dan pasien akan

berisiko kelebihan beban cairan seiring dengan output urin yang tidak adekuat.

Pasien dengan CKD mungkin mengalami dehidrasi/mengalami kelebihan cairan

tergantung pada tingkat gagal ginjal.

Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan

ekskresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian diekskresikan oleh tubulus ginjal

dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum kreatinin.

Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah disebut

azotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal.

Perubahan kardiak pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan sistem

kardiovaskular. Meskipun umumnya diantarnnya anemia, hipertensi, gagal


jantung kongestif, dan perikaraitis, anemia disebabkan oleh penurunan tingkat

eritropetin, penurunan masa hidup sel darah merah akibat dari uremia, defisiensi

besi dan asam laktat dan perdarahan gastrointestinal.

Hipertofi terjadi karena peningkatan tekanan darah akibat overlood cairan

dan sodium dan kesalahan fungsi sistem renin. Angiostin aldosteron CRF

menyebabkan peningkatan beban kerja jantung karena anemia, hipertensi dan

kelebihan cairan. (Brunner & Suddart, 2007)

2.2.4 Manifestasi Klinik

CKD berkembang secara progresif. Pasien stage 1 atau 2 biasanya tidak

terdapat gejala atau gangguan metabolik seperti stage 3 sampai 5, seperti anemia,

hipertiroid sekunder, cardiovaskular disease (CVD), malnutrisi, dan abnornalitas

cairan dan elektrolit lebih rendah pada funsi ginjal yang memburuk.

Gejala uremia seperti kelelahan, lemas, nafas pendek, mual, muntah,

perdarahan dan anoreksia umumnya terjadi pada stage 1 dan 2, minimal selama

stage 3 dan 4. Pada pasien stage 5 akan menimbulkan rasa gatal, intoleransi

dingin, pertambahan berat badan, dan peripheral neuropati. (Dipiro, 2015)

2.2.5 Penegakan Diagnosis Laboratorium

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka

perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun

kolaborasi antara lain :

1. Pemeriksaan lab.darah

- Hematologi (Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit)

- RFT/ renal fungsi test (ureum dan kreatinin)


- LFT /liver fungsi test (Elektrolit, Klorida, kalium, kalsium)

- koagulasi studi (PTT, PTTK)

- BGA

2. Urine

- urine rutin

- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu

3. pemeriksaan kardiovaskuler

- ECG

- ECO

4. Radidiagnostik

- USG abdominal

- CT scan abdominal

- BNO/IVP, FPA

- Renogram

- RPG ( retio pielografi )

2.2.6 Penatalaksanaan

1. Non Farmakologi (Dipiro, 2015)

a. Membatasi konsumsi protein 0,8 g/kg/hari jika GFR kurang dari 30

mL/min/1.73 m2

b. Berhenti merokok untuk menghambat terjadinya CKD dan dapat

mengurangi resiko CVD

c. Dianjurkan olahraga selama 30 menit 5 kali seminggu untuk

mendapatkan BMI 20-25 kg/m2

2. Farmakologi (Dipiro, 2015)


a. Diabetes dan hipertensi dengan CKD

 Jika tekan darah adequat,

b. Progression of CKD can be limited by optimal control of hyperglycemia and hypertension.


c. Figure 74–2 provides an algorithm for management of diabetes in CKD.
d. • For more information on diabetes, see Chap. 19.
e. • Adequate blood pressure (BP) control (Fig. 74–3) can reduce the rate of decline in
f. GFR and albuminuria in patients without diabetes. KDIGO guidelines recommend a
g. target blood pressure of 140/90 mm Hg or less if urine albumin excretion or equivalent
h. is less than 30 mg/24 h.
i. • If urine albumin excretion is greater than 30 mg/24 h or equivalent, the target blood
j. pressure is 130/80 mm Hg or less and initiate first-line therapy with an angiotensinconverting
k. enzyme inhibitor (ACEI) or an angiotensin II receptor blocker (ARB).
l. Add a thiazide diuretic in combination with an ARB if additional reduction in
m. proteinuria is needed. Nondihydropyridine calcium channel blockers are generally
n. used as second-line antiproteinuric drugs when ACEIs or ARBs are contraindicated
o. or not tolerated.
p. • ACEI clearance is reduced in CKD; therefore, treatment should begin with the lowest
q. possible dose followed by gradual titration to achieve target BP and, secondarily, to
r. minimize proteinuria. No individual ACEI is superior to another.
s. • For more information on hypertension, see Chap. 10.

2.3 CHF + Vaskular Heart Disease

2.4 Hiponatremia
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : EM

No. Rekam Medik : 98 32 xx

Alamat : Pariangan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Umur : 43 tahun

Tanggal Masuk : 6 Agustus 2018

Tanggal Keluar :

Ruanagan : Interne Wanita

3.2 Ilustrasi Kasus


Pasien EM yang berusia 43 tahun dibawa ke IGD RSUD Padang Panjang

pada tanggal 6 Januari 2018 dengan keluhan nafas sesak sejak 15 hari yang lalu,

semakin terasa sesak sejak 1 hari yang lalu, kaki bengkak sejak 15 hari yang lalu,

perut terasa sakit, mual, nafsu makan menurun, buang air kecil pekat seperti teh

pekat.

3.3 Keluhan Utama

Nafas sesak sejak 15 hari yang lalu, semakin terasa sesak sejak 1 hari yang

lalu.

3.4 Riwayat penyakit sekarang

Keluhan nafas sesak sejak 15 hari yang lalu, semakin terasa sesak sejak 1

hari yang lalu, kaki bengkak sejak 15 hari yang lalu, perut terasa sakit, mual,

nafsu makan menurun, buang air kecil pekat seperti teh pekat.

3.5 Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit jantung bocor

3.6 Riwayat penyakit keluarga

Berdasarkan hasil wawancara, keluarga pasien mengatakan bahwa tidak

ada yang pernah menderita Demam Tifoid

3.7 Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik di IGD :

a. Pemeriksaan umum

Kondisi umum

Tekanan darah 90/70 mm Hg


Frekuensi nadi 98 kali/ menit

Frekuensi nafas 28 kali/ menit

Suhu 35,5 o C

Skala Nyeri 3

b. Pemeriksaan Khusus

Tingkat kesadaran : GCS = CM

3.8 Diagnosa Utama

- Hepatopati kongestif

- CKD

- CHF + Vaskular Heart Disease

- Hiponatremia

3.9 Diagnosa Sekunder : -

1. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 6 Agustus 2018

a. Pemeriksaan Hematologi

Data penunjang Pasien Normal

Hemoglobin 12 g/dL 12-16 g/dL

Leukosit 8.560 / µL 5.000 – 10.000 / µL

Hematokrit 38 % 37 – 43 %

Trombosit 119.000/ µL 150 – 400 . 103

b. Pemeriksaan Imunologi

Data penunjang Pasien Normal

Anti Ag Rapid tes/Elisa Negatif HBs : < 0,13 (-) > 0,13 (+)
c. Pemerikasaan Kimia Klinik

Data penunjang Pasien Normal

Darah Sewaktu (P) 104 mg/dL < 200 mg/dL

Ureum 120 mg/µL 13 – 43 mg/dL

Kreatinin 2,4 mg/dL 0,6 – 1,2 mg/dL

Natrium 127 mEq/L 135 – 148 mEq/L

Kalium 4,2 mEq/L 3,5 – 5,5 mEq/L

Klorida 90 mEq/L 98 – 107 mEq/L

Protein Total 6,0 g/dL 6,6 -8,0 g/dL

Albumin 3,6 g/dL 3,5 – 5,0 g/dL

Globulin 2,4 g/dL

Billirubin Total 9,1 mg/dL 0,1 – 1,0 mg/dL

Billirubin Direk 6,2 mg/dL < 0,25 mg/dL

Billirubin Indirek 2,9 mg/dL < 0,75 mg/dL

SGOT 51 U/L < 40 U/L

SGPT 51 U/L < 40 U/L


2. Terapi/tindakan

a. Terapi yang diberikan rawat inap

WAKTU PEMBERIAN
NO OBAT DOSIS RUTE 06/08 07/08 08/08 09/08 10/08
7 12 19 7 12 19 7 12 19
1 IFVD NaCl 0,9 % j/kolf IV
2
3
4
5
6
7
8
9
10
BAB IV

FOLLOW UP
BAB V

PEMBAHASAN
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai