Anda di halaman 1dari 22

TUTORIAL KLINIK

HERPES ZOSTER OTICUS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Kepaniteraan


Klinis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan dan Kepala Leher
RSUD Tidar Magelang

Diajukan kepada :
dr. M. Chrisma P, Msi.Med., Sp.THT-KL

Disusun oleh :
Ghifari Sya’bani (20184010007)
Reza Setyono Ashari (20184010032)

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN DAN


KEPALA LEHER

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
a. Nama : An NKN
b. Umur : 12 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Magelang
e. Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Dilakukan anamnesis pada tanggal 28 Juli 2018
 Keluhan Utama
Muncul bintik isi cairan
 Riwayat Penyakit Sekarang
Muncul bintik isi cairan sejak 2 hari yang lalu pada sore hari di atas bibir
dan sejumlah 2. Pada malam harinya muncul di telinga dan pada jumat pagi muncul
di wajah kanan. Pasien merasa meriang, terdapat demam, nyeri telan, batuk, pilek,
pusing, telinga terasa sakit. Saat menelan terdengar denging di telinga kanan,
terdapat paralisis pada setengah wajah kanan, nyeri tekan tragus (+)
 Riwayat Penyakit Dahulu
ISPA (-)
Astma (-)
Diabetes Mellitus (-)
Hipertensi (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Astma (-)
Jantung (-)
HT (-)
DM (-)
 Riwayat Personal Sosial :
Kegiatan keseharian pasien adalah sekolah di dasar
NAPZA (-)
Rokok (-)
Alkohol (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos mentis
Aktivitas : Normoaktif
Kooperativitas : Cukup
Status Gizi : Cukup

IV. STATUS LOKALIS


 Telinga
Dextra Sinistra
Auricula Normotia , Nyeri tekan (+) Normotia, Nyeri tekan (-)
Pre-auricula Fistel (-) Fistel (-)
Retro-auricula Fistel (-) Fistel (-)
Kanalis Aud. Externus Hiperemis (+), discharge (+), Hiperemis (-), discharge (-),
edema (+) serumen (+) edema (-) serumen (+)
Memb. Timpani Hyperemis (-), perforasi (-) Hyperemis (-), perforasi (-)

 Hidung dan sinus paranasal


a) Pemeriksaan luar
Hidung luar Deviasi (-)
Deformitas -
Masa tumor -

• Gigi dan mulut


Gigi-geligi Gigi rapih, caries (-)

Lidah Normal, deviasi (-), atrofi papil (-)

Palatum Masa (-)

Pipi Permukaan halus

V. DIAGNOSIS BANDING
- Stomatitis aptous
- Otitis media akut
VI. DIAGNOSIS KERJA
- Herpes zoster oticus
VII. TERAPI
- Acyclovir salep 3x1
- Muporicin zalf 3x1
- Betadine kumur
- Nystatin drop 3x1
- Cernevit 1 vial/hari
- Inj ketolorac 3x20 mg bila nyeri
VIII. EDUKASI
- Penjelasan tentang perjalanan penyakit
- Pencegahan infeksi sekunder
IX. PROGNOSIS
- Ad Sanationam : dubia ad bonam
- Ad Functionam : dubia ad bonam
- A d Vitam : dubia ad bonam
HERPES ZOSTER OTICUS

I. PENDAHULUAN
Herpes zooster otikus, atau yang disebut juga sebagai Ramsay Hunt syndrome tipe
II, adalah kumpulan gejala yang terdiri dari erupsi herpetik pada telinga luar (pada
meatus akustikus eksternus dan periaurikula) dan palatum molle, nyeri yang hebat,
disertai paralise nervus fasialis akut, dan di awali dengan periode prodormal. Postulat
pertama James Ramsay Hunt mengatakan bahwa herpes zooster otikus disebabkan oleh
virus varicella zoster golongan herpes virus, yang mengalami reaktivasi dari infeksi yang
sebelumnya merupakan infeksi laten virus varicella pada ganglion geniculi nervi fasialis.
Herpes zooster otikus menempati urutan kedua kejadian paralisis fasialis akut
setelah Bell’s palsy, atau lebih tepatnya 10-15% dari kasus paralise nervus fasialis akut.
Di Amerika Serikat terjadi kasus 5 /100.000 populasi penduduk per tahun. Lebih sering
terjadi pada umur diatas 60 tahun dan sangat jarang terjadi pada anak – anak.
Gejala prodromal yang ditimbulkan adalah munculnya vesikel-vesikel yang
terjadi karena reaktivasi virus pada daerah dermatom tempat virus tersebut bersembunyi
selama masa latennya. Selain timbulnya sekelompok vesikel, dapat pula timbul rasa nyeri
yang cukup hebat pada daerah telinga (otalgia) dengan parasthesia di kulit telinga
tersebut. Apabila infeksinya sudah mencapai N VII dan VIII (Ramsay Hunt syndrome)
maka dapat terjadi paralisis fasial dan gangguan pendengaran serta keseimbangan.
Penegakan diagnosis herpes zooster otikus harus dilakukan dengan cepat dan
dilanjutkan dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat. Selain pemberian obat untuk
mengurangi keluhannya (symptomatic therapy), pemberian antivirus sistemik juga sangat
dianjurkan pemberiannya sesegera mungkin setelah tegaknya diagnosis sehingga dapat
menghindarkan penderita dari komplikasi yang dapat terjadi.
II. PEMBAHASAN
A. Anatomi telinga

Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indra pendengaan dan


fungsi keseimbangan tubuh. Telinga sebagai indera pendengaran dibagi menjadi 3
bagian, yaitu telinga luar, teliga tengah, dan telinga dalam
a. Telinga luar

Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi dari
luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran telinga
(canalis auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut halus dan
kelenjar sebasea sampai di membran timpani. Daun telinga terdiri atas tulang
rawan elastin dan kulit. Canalis auricular berbentuk seperti huruf S, dengan
sepertiga bagian luar terdiri dari tulang rawan, sedangkan dua pertiga bagian
dalam terdiri dari tulang. Pada sepertiga bagian luar kulit canalis auricular
eksterna terdapat apopilo sebaseus yang terdiri dari kelenjar esokrion dan ekrin
yang mensekresikan hasil produk di sekitar pangkal folikel rambut. Hasil
sekresi bersama dengan epitel skuamous (serumen) akan melapisi canalis
auricular eksterna dan mempertahankan pH (4-5). Lapisan serumen ini akan
bergerak menuju lateral canalis auricular eksterna dan melindungi epitel dari
maserasi atau kerusakan kulit. Kuantitas serumen yang di produksi tiap individu
berbeda.
Serumen yang bersifat asam dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan
jamur. Jumlah serumen yang sedikit memungkin bakteri untuk tumbuh, dan
serumen yang berlebihan pun akan menciptakan lingkungan yang ideal untuk
invasi bakteri melalui retensi air dan debris (ketika canalis auricular eksterna
sering terpapar air). Trauma local yang diakibatkan oleh benda asing di telinga
juga dapat memicu invasi bakteri secara langsung pada liang telinga.

b. Telinga tengah

Telinga tengah terdiri dari suatu ruang yang terletak diantara membrane timpani
dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta
penunjangnya, tuba eustachius dan system sel-sel udara mastoid.

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :


Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : Tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam : Berturut turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horisontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval wondow), tingkap bundar
(round window), dan promontorium

Membran timpani berbentuk bulat dan cekung apabila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran shrapnell) sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua yaitu bagian luar adalah lanjutan dari
epitel kulit dan bagian dalam dilapisi epitel kubus bersilia., seperti epitel saluran
napas. Pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri
dari serat kolagen dan sedikit serta elastin yang berjalan secara radier di bagian luar
dan sirkuler di bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah
bawah yaitu pada pukul 7 pada membran timpani kiri dan pukul 5 pada membran
timpani kanan. Cone of light merupakan cahay adari luar yang dipantulkan oleh
membran timpani . Di dalam memran timpani terdapat 2 macam serabut yaitu
sirkuler dan radier. Serabut inilah yangmenyebabkan munculnya reflek cahaya
berbentuk kerucut tersebut. Secara klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila
letak refleks cahaya mendatar berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo.
Sehingga didapatkan kuadran atas depan, atas belakang bawah depan serta bawah
belakang untuk menyatakan perforasi membran timpani.
Di telinga tengah terdapat tulang tulang pendengaran yang tersusun dari luar
ke dalam, yaitu maleus , inkus dan stapes . tulang pendengaran di telinga tengah
saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus, inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang pendengaran
merupakan persendian.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat
aditus add antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum
mastoid.
Tuba eustachius merupakan bagian dari telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah.
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari
telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi
akan diamplifikasi melalui perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap
lonjong, daya ungkit tulang pendengaran dan bentuk spesifik dari membran
timpani. Meskipun bunyi yang diteruskan ke dalam koklea mengalami amplifikasi
yang cukup besar, namun efisiensi energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami
distorsi walaupun intensitas bunyi yang diterima sampai 130 dB.
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia akan
muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek bilateral
dengan sisi homolateral lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi melindungi koklea,
efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz dengan masa latensi 10 mdet dengan daya
redam 5-10 dB. Dengan demikian dapat dikatakan telinga mempunyai filter
terhadap bunyi tertentu, baik terhadap intensitas maupun frekuensi maupun
intensitas.

c. Telinga dalam

Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan oleh


telinga tengah. Telinga dalam atau labirin terdiri atas dua bagian yaitu labirin tulang
dan labirin selaput. Dalam labirin tulang terdapat vestibulum, kanalis semisirkularis
dan koklea. Di dalam koklea inilah terdapat organ Corti yang berfungsi untuk
mengubah getaran mekanik gelombang bunyi menjadi impuls listrik yang akan
dihantarkan ke pusat pendengaran.
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi-sirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan skala timpani dengan skala
vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Koklea atau rumah siput merupakan
saluran spiral dua setengah lingkaran yang menyerupai rumah siput. Koklea terbagi
atas tiga bagian yaitu:
a. Skala vestibuli terletak di bagian dorsal
b. Skala media terletak di bagian tengah
c. Skala timpani terletak di bagian ventral
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala media
berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfe berbeda dengan
endolimfe. Hal ini penting untuk proses pendengaran.
Antara skala satu dengan skala yang lain dipisahkan oleh suatu membran.
Ada tiga membran yaitu
a. Membran vestibuli, memisahkan skala vestibuli dan skala media
b. Membran tektoria, memisahkan skala media dan skala timpani.
c. Membran basilaris, memisahkan skala timpani dan skala vestibuli
Pada membran membran basalis ini terletak organ Corti dan pada membran
basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan
kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.

d. Persyarafan Telinga dan Fisiologi Pendengaran

Daun telinga dan telinga luar menerima cabang-cabang sensoris dari cabang
aurikulotemporal saraf ke-5 di bagian depan, di bagian posterior dari nervus
aurikuler mayor dan minor, dan cabang-cabang nervus glosofaringeus dan vagus.
Liang telinga bagian tulang sebelah posterior superior disarafi oleh cabang nervus
fasialis.

Nervus fasialis

Saraf kranialis ketujuh berasal dari batang otak, berjalan melalui tulang
temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya lima cabang utama. Selain
mengurus persarafan otot wajah, saraf kranialis ketujuh juga mengurus lakrimasi,
salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga tengah, dan sensasi nyeri, raba, suhu
dan kecap.
Inti saraf ketujuh terletak pada daerah pons. Inti ini mendapat informasi dari
girus presentralis dari kortek motorik yang mengurus persarafan dahi ipsilateral dan
kontralateral. Traktus kortikalis serebrum juga mensarafi belahan kontralateral
bagian wajah lainnya. Nucleus motorik hanya mengurus saraf fasialis ipsilateral.
Saat saraf meninggalkan batang otak, suatu cabang saraf kedelapann yang dikenal
sebagai nervus intermedius memisahkan diri dan bergabung dengan saraf ketujuh
untuk memasuki kanalis akustikus internus. Saraf membelok ke depan dan masuk
ke ganglion genikulatum. Ganglion mengandung badan sel untuk pengecapan lidah
anterior dan untuk sensai raba, nyeri, dan suhu kanalis akustikus internus. Sejumlah
serabut saraf melewati ganglion dan membentuk saraf petrosus superfisialis mayor
(parasimpatis). Saraf ini berjalan sepanjang dasar fosa media dan masuk ke dalam
kanalis pterigoideus. Selanjutnya melintas menuju ganglion sfenopalatinum dan
beranastomosis dengan serabut yang mengurus apparatus lakrimalis. Serabut-
serabut fasialis membuat belokan tajam ke posterior pada ganglion genikulatum
dan berjalan turun lewat segmen labirin menuju segmen timpani dari saraf. Saraf
memasuki segmen timpani dan membuat genu (putaran) kedua. Di sini, di dekat
fenestra ovalis, saraf menjadi terpapar dan dapat diraba dalam telinga tengah. Saraf
berjalan turun dari genu secara vertical da mengeluarkan cabang untuk otot
stapedius. Di bawah tingkat ini, muncul cabang kedua dan kembali masuk ke dalam
telinga sebagai saraf korda timpani. Korda membawa serabut-serabut nyeri, raba,
dan suhu, serta pengecapan untuk duapertiga anterior lidah.

Saraf ini juga mengurus salivasi kelenjer submandibularis. Korda berjalan


diantara maleus dan inkus, kemudian keluar dari tulang temporal melalui iter
anterior. Bagian utama dari saraf fasialis membawa serabut-serabut motorik dan
keluar dari foramen stilomastoideum tepat di medial prosessus mastoideus. Tujuh
puluh persen serabut pada tempat ini merupakan serabut motorik untuk wajah.
Selanjutnya saraf membelok ke anterior dan memecah menjadi lima cabang utama-
temporalis, zigomatikus, bukalis, dan servikalis. Cabang-cabang ini dapat saling
beranastomosis satu dengan yang lainnya ketika saraf melalui kelenjer parotis.
Gambar 5. Nervus Fasialis

Nervus vestibulokoklearis / nervus oktavus

Saraf otak kedelapan terdiri dari 2 berkas saraf yang menyalurkan dua macam
impuls. Yang pertama ialah, nervus koklearis yang menhantarkan impuls
pendengaran. Dan yang kedua ialah nervus vestibularis yang menyalurkan impuls
keseimbangan.

Alat penangkap rangsang pendengaran dan keseimbangan serabut kedua


bagian nervus oktavus berasal merupakan juga satu bangunan yang terdiri dari dua
bagian. Bangunan tersebut ialah labirin. Ia terdiri dari bagian koklea dan vestibula.

Baik rangsangan pendengaran maupun rangsang keseimbangan bersifat


gelombang. Gelombang suara diteruskan oleh gendang telinga, tulang maleus,
inkus dan stapes melalui fenestra vestibularis ke perilimfe. Perilimfe ini ialah cairan
yang merupakan bantalan bagi labirinus membranikus. Endolimfe ialah cairan yang
terkandung oleh labirintus membranikus. Dengan demikian di bagian koklea
terdapat tiga ruangan. Ruang vestibular atau skala vestibule, ruang koklear atau
duktus koklear, dan ruang timpani atau skala timpani. Dinding diantara ketiga skala
itu dibentuk oleh membrane vestibule(membrane Reissner) dan membrane
basilaris. Gelombang suara membangkitkan goncangan di perilimfe didalam skala
vestibule. Kejadian tersebut menggerakkan membrane Reissner yang
membangkitkan timbulnya gelombang di dalam endolimfe. Gelombang ini
merangsang organ korti. Disitu membrane tektoria seolah-olah bertindak sebagai
pecut yang menggalakkan sel-sel yang bersambung dengan serabut aferen sel
ganglion spirale. Impuls yang dicetuskan oleh sel-sel tersebut tadi ialah impuls
pendengaran. Suara bernada tinggi menggalakkan sel di basis dan yang bernada
rendah di bagian puncak. Serabut eferen ganglion spirale menyusun nervus
koklearis.

Bagian vestibula dari labirinitus membranikus terdiri dari kanalis


semisirkularis, utrikulus dan sakulus. Bangunan tersebut mengandung endolimfe
juga. Kanalis semisirkularis berjumlah tiga. Tiap kanalis mempunyai bagian yang
mengembung dan dinamakan ampula. Disitu terdapat segundukan sel yang
mempunyai juluran-juluran halus. Sel-sel siliaris itu merupakan alat penangkap
rangsang keseimbangan. Segundukan sel semacam itu juga terdapat di utrikulus dan
sakulus. Dan juga merupakan alat penangkap rangsang keseimbangan, atau makula.
Karena gerakan badan dan kepala timbul akselerasi endolimfe ketiga alat vestibule
itu. Akselerasi angular merangsang makula kanalis semisirkularis. Gerakan kepala
terutama merangsang utrikulus sedangkan vibrasi merangsang makula sakulus.

Makula bersambung dengan juluran sel yang berkumpul di pangkal makula.


Juluran eferen sel itu menyusun nervus vestibularis. Di dalam meatus akustikus
internus vestibularis menggabungkan diri pada nervus koklearis. Impuls yang
dicetuskan oleh makula dari kanalis semisirkularis menuju ke inti di pons dan dari
situ kemudian dikirim ke inti-inti saraf okular. Impuls yang dicetuskan oleh makula
utrikulus dihantarkan ke inti pons juga, tetapi tujuan akhirnya ialah korteks serebri
di bagian belakang girus temporalis. Selain korteks lobus temporalis dan inti-inti
saraf okular, impuls keseimbangan diterima juga oleh serebelum melalui serabut
aferen inti vestibular dan substansia retikularis serta medulla spinalis. Impuls
keseimbangan yang dipancarkan ke serebelum terutama diproyeksikan kepada
lobus flokulonodularis ipsilateral. Dan sel-sel di medulla spinalis yang menerima
impuls dari inti vestibular ialah sel-sel di kornu anterior terutama di bagian servikal.

Gambar 6. Nervus Vestibulokoklearis


B. Herpes Zoster Oticus

Definisi

Menurut Koerner (1904), herpes zooster otikus, yaitu berupa sindroma yang
terdiri dari bulla pada daun telinga, paralise fasial dan gangguan telinga dalam.
Menurut James Ramsay Hunt (1907), yang telah mempelajari penyakit tersebut
secara terperinci, herpes zooster otikus terjadi karena adanya reaktivasi herpes
zooster pada ganglion geniculi nervi fasialis, sejak saat itu herpes zooster otikus
juga dikenal dengan Ramsay Hunt syndrome. Dari keterangan ini, dapat
disimpulkan bahwa herpes zooster otikus adalah kumpulan gejala yang terdiri dari
erupsi herpetik pada telinga luar (pada meatus akustikus eksternus dan periaurikula)
dan palatum molle, nyeri yang hebat, disertai paralise nervus fasialis akut, yang
disebabkan reaktivasi herpes zooster yang sedang dalam masa dormansi di ganglion
genikuli nervi fasialis.

Epidemiologi

Herpes zooster otikus dapat muncul di sepanjang tahun karena tidak


dipengaruhi oleh perubahan musim dan angka kejadiannya tersebar merata di
seluruh dunia. Menurut penelitian yang dilakukan di Jerman dan Australia, wanita
memiliki tendensi untuk mengalami herpes zooster otikus dibandingkan pria,
dengan persentasi wanita 68,1% dan pria 31,9%, akan tetapi wanita memiliki
manifestasi dan prognosis yang lebih baik ketimbang pria. Angka kesakitan akan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan pada individu defisit sistem imun,
dimana faktor reaktivasi dapat berupa stress fisik maupun emosional. 2/3 pasien
herpes zooster otikus berusia lebih dari 50 tahun, dan kurang dari 10% berusia
kurang dari 20 tahun. Herpes zooster otikus merupakan penyebab paralise N VII
terbanyak setelah Bell’s palsy (2-10% di seluruh dunia), dan gejala yang
ditimbulkan cenderung lebih parah dari Bell’s palsy sehingga prognosisnya pun
lebih buruk. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6%
setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun.

Herpes zooster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela


sebelumnya karena varisela dan herpes zooster disebabkan oleh virus yang sama
yaitu virus varisela zooster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di
ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan dorman dan dapat aktif kembali jika
daya tahan tubuh pejamu menurun. Akan tetapi, defisit neurologis residual jarang
ditemukan pada pasien yang telah sembuh dari herpes zooster otikus. Tergantung
dari derajat keparahannya, tuli sensorineural yang didapat ketika menderita herpes
zooster otikus dapat menetap (6,5%).
Etiologi

Varicella Zooster Virus (VZV) merupakan virus penyebab varicella


(chicken pox) dan herpes zooster. VZV tergolong virus berinti DNA yang linier,
virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alphaherpesviridae.
Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan
sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan
gamma. VZV tergolong ke dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas
menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vesikuler.
Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya dapat
menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini
pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik.
Patogenesis

Saat terinfeksi varicella, VZV melewati lesi masuk ke permukaan kulit dan
mukosa menuju ujung–ujung saraf sensoris dan di transportasikan oleh serat–serat
saraf ke ganglion sensoris. Di ganglion, virus menetap dan menjadi infeksi laten
sepanjang hidup. Selama virus laten di gangglion tidak tampak gejala infeksi.
Pada ganglion genikuli, terdapat serabut motorik, sensoris, dan
parasimpatetik N VII yang tersebar menginervasi kelenjar air mata, kelenjar
submandibula, kelenjar sublingual, lidah, palatum, faring, meatus akustikus
eksternus, stapedius, m. digastrikus posterior, m. stylohyoideus, dan otototot
ekspresi wajah. Serabut-serabut yang mempersarafi bagian-bagian tersebut menjadi
alat transportasi VZV yang telah terreaktivasi. N VIII dapat terkena karena
mayoritas perjalanan serabut saraf yang sejajar atau melalui segmen labirin dari
ganglion tersebut, namun teori-teori tersebut belum dapat dibuktikan. Bagaimana
reaktivasi VZV di ganglion genikuli dan patofisiologi dari manifestasi yang
ditimbulkan masih belum dapat dijelaskan. Hanya diketahui bahwa enurunnya daya
tahan tubuh, stress fisik atau emosional, keganasan, radioterapi, kemoterapi, dan
infeksi HIV adalah faktor resiko terjadinya reaktivasi VZV.
Manifestasi Klinis

Setelah terjadinya reaktivasi, herpes zoster otikus dapat menyerang telinga


luar (khususnya konka aurikula), kulit periaurikular, meatus akustikus eksternus,
telinga tengah, telinga dalam (jika sudah menyerang N VIII), dinding lateral
hidung, palatum molle, anterolateral lidah, dan percabangan N VII. Sesudah masa
inkubasi yang berlangsung 4-20 hari, muncul gejala prodromal berupa demam,
sakit kepala, malaise, dan terkadang mual dan muntah. Selanjutnya dapat muncul
erupsi/vesikel di periaurikular, telinga luar, dan meatus akustikus eksternus. Waktu
munculnya erupsi/vesikel memiliki nilai prognostik yang signifikan. Pada sebagian
besar kasus, erupsi muncul bersamaan dengan paralisis. Pada 25% kasus, dimana
erupsi muncul terlebih dahulu dari paralisis, pasien tersebut memiliki persentase
kesembuhan yang lebih besar. Setelah erupsi/vesikel dan paralisis terjadi, gejala
yang lain mengikuti yaitu hiperakusis, tuli sensorineural, dan nyeri hebat.

Adapun dari manifestasi klinis yang sering muncul dari herpes zoster otikus, dapat
dikelompokkan menjadi:
 Vesikel
Vesikel dapat muncul sebelum, bersamaan, tau setelah adanya paralisis
nervus fasialis. Vesikel yang timbul dapat menyebabkan sensasi terbakar atau
otalgia. Vesikel yang pecah akan membentuk krusta.
 Gejala yang berhubungan dengan N VII
o Paresis ipsilateral
o Paralisis ipsilateral
 Gejala yang berhubungan dengan N VIII
o Tinnitus
o Vertigo
o Tuli sensorineural
o Gangguan keseimbangan
 Gejala lain
o Nyeri hebat pada mata
o Lakrimasi
o Mata tidak bisa menutup
o Gangguan indera pengecap
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
 Anamnesis
Pasien dengan gejala berupa:
o Nyeri pada telinga
o Nyeri pada mata
o Rasa terbakar di sekitar telinga, wajah, mulut, dapat juga terasa di
lidah
o Mual dan muntah dapat terjadi
o Dapat disertai gangguan pendengaran, hiperakusis, atau tinnitus
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
o Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka, pada
liang telinga, konka dan daun telinga

A. Pasien herpes otikus sebelum pengobatan, B. Kembalinya fungsi


motorik secara keseluruhan setelah pengobatan, dan C. Lesi vesikel
pada meatus akustikus eksternus
Tanda klinis pada penderita herpes oticus
o Bintik-bintik merah juga dapat terlihat pada kulit di belakang telinga,
dinding lateral hidung, palatum molle dan lidah bagian anterolateral.
o Vertigo,
o Tuli sensorineural
o Parese saraf fasialis menyerupai bells palsy juga dapat ditemukan.
o Gangguan perasa seta ketidakmampuan dalam menutup mata pada
bagian ipsilateral, sehingga pasien akan mengeluhkan kekeringan
pada kornea dan iritasi.
 Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan laboratorium yang meliputi: kadar nitrogen dalam urin (
BUN), kreatinin, hitung sel darah, serta elektrolit
o Tes Serologi. Anti-VZV IgG dan IgM
o Fluorescent-antibody membrane antigen assay (FAMA) (gold
standard)
o CT scan
o Magnetic Ressonance Imaging (MRI) dengan menggunakan
gadolinium diethylene-triamine pentaacetic acid ( Gd-DTPA).
Tatalaksana
Berikut adalah pilihan terapi yang dapat digunakan untuk tatalaksana herpes
zoster otikus:
 Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan
vertigo yang terjadi karena adanya inflamasi pada serabut saraf N VII.
Kortikosteroid tidak dianjurkan pada pasien herpes zoster otikus yang
menderita penyakit keganasan atau menjalani kemoterapi, karena dapat
memicu Disseminated Herpes Zoster.
 Kortikosteroid + antivirus
Pasien yang ditatalaksana dengan menggunakan antivirus dan prednison
memberikan hasil yang lebih baik (dalah hal kecepatan hilangnya
vesikel dan erupsi, berkurangnya nyeri, dan dapat kembalinya pasien
menjalani aktivitas sehari-hari) dibanding dengan yang ditatalaksana
hanya dengan menggunakan prednison dan antivirus sendiri. Dosis yang
diberikan:
o Prednison: 1 mg/kgbb/hari yang dibagi menjadi 3 dosis selama 10-
14 hari.10,18 Dapat dilakukan tapering-off mulai dari minggu
kedua.
o Antivirus
 Acyclovir 5x800 mg/hari selama 5-7 hari atau Acyclovir IV
10 mg/kgbb/8 jam selama 7 hari
 Valacyclovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari, atau
 Famcyclovir 3x750 mg/hari selama 7 hari diketahui memiliki
efek yang paling baik untuk mengurangi postherpetic
neuralgia (tetapi harus dipantau karena meningkatkan enzim
hati)
 Farmakoterapi tambahan
o Analgesik golongan narkotik untuk mengurangi nyeri
o Antipruritik untuk gatal
 Tatalaksana infeksi sekunder bakteri
o Biasanya terjadi karena vesikel yang tereskoriasi akibat garukan
o Gunakan H2O2 untuk membersihkan vesikel/krusta
o Gunakan salep bacitracin pada bagian bervesiekel/krusta
o Gunakan antibiotik oral antistreptokokal seperti cefadroxil
Komplikasi
 Apabila penegakkan diagnosis dan tatalaksana tidak cepat dilakukan, dapat
terjadi paralysis berat akan mengakibatkan tidak lengkap atau tidak
sempurnanya kesembuhan dan berpotensi untuk menjadi paralysis
fasial yang permanen dan synkinesis.
 Jika tataksana tidak adekuat, sangat memungkinkan terjadinya postherpetic
neuralgia yang berkepanjangan.
 Adakalanya, virus dapat menyebar ke saraf-saraf lain atau bahkan ke otak dan
jaringan saraf dalam tulang belakang, menyebabkan sakit kepala, sakit
punggung, kebingungan, kelesuan, kelemahan, dan timbulnya lesi herpes
yang mengikuti dermatom.
 Serangan vertigo bisa muncul sebagai komplikasi Herpes Zoster di
wajah.

Prognosis
 Diagnosa yang ditegakkan lebih cepat dan mendapat terapi sebelum 72 jam
setelah onset memberikan hasil yang lebih baik.
 Pasien yang datang dengan keluhan erupsi terlebih dahulu sebelum paralisis
memiliki prognosis yang lebih baik.
 Pada infeksi yang lama mungkin dapat terjadi paralisis fasialis yang permanen.
Sejumlah besar pasien akan mengalai penyembuhan sepenuhnya setelah
sebelumnya mengalami paralisis.
 Herpes zoster otikus yang mengalami vertigo dan tuli sensorineural prognosisnya
lebih jelek terutama pada pasien dengan umur lebih tua

Pencegahan
Pencegahan herpes zoster dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu
dengan menjaga daya tahan dan kesehatan tubuh dan menjauhkan diri dari stress.
Pencegahan dapat pula ditempuh dengan pemberian vaksin VZV. Vaksin VZV
menginduksi imunitas seluler spesifik VZV yang berguna untuk perlindungan jangka
panjang terhadap VZV. Imunisasi VZV menugaskan sel T untuk berproliferasi dan
memproduksi limfokin sebagai respon dari protein IE62 dan glikoprotein virus dan
menginduksi sel T sitotoksik yang dapat melisiskan protein yang diekspresikan oleh
VZV.
KESIMPULAN
 Herpes zoster otikus adalah kumpulan gejala yang terdiri dari erupsi
herpetik pada telinga luar (pada meatus akustikus eksternus dan
periaurikula) dan palatum molle, nyeri yang hebat, disertai paralise nervus
fasialis akut, yang disebabkan reaktivasi herpes zooster yang sedang dalam
masa dormansi di ganglion genikuli nervi fasialis.
 Herpes zoster otikus tidak merupakan penyakit musiman, dan tersebar
merata di seluruh dunia.
 Herpes zoster otikus merupakan penyakit paralisis N VII yang terbanyak
kedua di dunia, dan memiliki manifestasi yang lebih berbahaya dibanding
yang lain.
 Berdasarkan statistik, herpes zoster otikus lebih cenderung mengenai wanita
ketimbang pria, namun prognosis pria lebih buruk.
 Herpes zoster otikus disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV) yang
merupakan virus DNA linear dari subfamili alphaherpesviridae.
 Herpes zoster otikus bermanifestasi setelah adanya reaktivasi VZV dari
masa dormansi di ganglion genikuli. Adapun mekanisme reaktivasi dan
patofisiologi munculnya manifestasi klinis belum diketahui
 Herpes zoster otikus memiliki gejala utama berupa vesikel di telinga dan
sekitarnya, paresis dan parelisis ipsilateral, dan gangguan pada telinga
dalam berupa tinnitus, vertigo, tuli sensorineural, dan nystagmus.
 Penegakkan diagnosis herpes zoster berdasar anamnesis mengenai gejala
utama, pemeriksaan fisik yaitu dari inspeksi, otoskopi, dan pemeriksaan
mulut, dan pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan FAMA sebagai
gold standard.
 Herpes zoster dapat diobati dengan menggunakan kombinasi kortikosteroid
dan antivirus yang dibantu dengan farmakoterapi simtomatik dan
pencegahan infeksis sekunder.
 Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari herpes zoster otikus antara lain
adalah postherpetic neuralgia, paralisis, vertigo, dan tuli sensorineural
yang menetap.
 Prognosis dari herpes zoster otikus sangat bergantung pada cepatnya
tatalaksana (tidak lebih dari 72 jam setelah onset), gender, dan gejala awal
yang ditimbulkan.
 Pencegahan herpes zooster virus dapat dilakukan dengan vaksinasi VZV
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, RD, Victor, M. 2005. “Disease of Cranial Nerves,” dalam:


Ropper, AH, Brown, RH (Ed.) Principles of Neurology 8th Edition.
McGraw-Hill, New York (hal 1180-1182)
2. Hunt, JR. 1907. “On Herpetic Inflammation of Geniculate Ganglion: A
New Syndrome and Its Complication,” Journal of Nervous and Mental
Disease. Volume 34 Bagian 2 (hal 78) (diakses dari http://journals.lww.
com/jonmd/citation/1907/02000 tanggal 11 Februari 2015)
3. Lustig, LR, Niparko, JK. 2012. “Disorder of Facial Nerve,” dalam:
Lalwani, A (Ed.) Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology,
Head and Neck Surgery 3rd Edition. McGraw-Hill, San Francisco (hal
889-899)
4. Mansjoer, A, Wuprohita, Wardhani, WI et al. 2000. “Penyakit Virus,”
dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. Media Aeaculpius,
Jakarta (hal 128-129)
5. Sunita, B, Sepahdari, A, Sidell, D. 2013. “Paralysis of Cranial Nerve,”
dalam Gopen, Q (Ed.) Fundamental Otology: Pediatric & Adult
Practice 1st Edition. Jaypee Brothers, New Delhi (hal 238-239)
6. Adam, GL, Boeis, LR, Higler, PA. 2013. Buku Ajar Penyakit THT Boeis
Edisi ke-6. EGC, Jakarta (hal 46-49)
7. Scott, K. 2014. “Facial Nerve Condition,” dalam: Debo, RF, Keyes, AS,
Leonard, DW (Ed.) Quick Refernce for Otolaryngology. Springer, New
York (hal 94-98)

Anda mungkin juga menyukai