Diajukan kepada :
dr. M. Chrisma P, Msi.Med., Sp.THT-KL
Disusun oleh :
Ghifari Sya’bani (20184010007)
Reza Setyono Ashari (20184010032)
II. ANAMNESIS
Dilakukan anamnesis pada tanggal 28 Juli 2018
Keluhan Utama
Muncul bintik isi cairan
Riwayat Penyakit Sekarang
Muncul bintik isi cairan sejak 2 hari yang lalu pada sore hari di atas bibir
dan sejumlah 2. Pada malam harinya muncul di telinga dan pada jumat pagi muncul
di wajah kanan. Pasien merasa meriang, terdapat demam, nyeri telan, batuk, pilek,
pusing, telinga terasa sakit. Saat menelan terdengar denging di telinga kanan,
terdapat paralisis pada setengah wajah kanan, nyeri tekan tragus (+)
Riwayat Penyakit Dahulu
ISPA (-)
Astma (-)
Diabetes Mellitus (-)
Hipertensi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Astma (-)
Jantung (-)
HT (-)
DM (-)
Riwayat Personal Sosial :
Kegiatan keseharian pasien adalah sekolah di dasar
NAPZA (-)
Rokok (-)
Alkohol (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos mentis
Aktivitas : Normoaktif
Kooperativitas : Cukup
Status Gizi : Cukup
V. DIAGNOSIS BANDING
- Stomatitis aptous
- Otitis media akut
VI. DIAGNOSIS KERJA
- Herpes zoster oticus
VII. TERAPI
- Acyclovir salep 3x1
- Muporicin zalf 3x1
- Betadine kumur
- Nystatin drop 3x1
- Cernevit 1 vial/hari
- Inj ketolorac 3x20 mg bila nyeri
VIII. EDUKASI
- Penjelasan tentang perjalanan penyakit
- Pencegahan infeksi sekunder
IX. PROGNOSIS
- Ad Sanationam : dubia ad bonam
- Ad Functionam : dubia ad bonam
- A d Vitam : dubia ad bonam
HERPES ZOSTER OTICUS
I. PENDAHULUAN
Herpes zooster otikus, atau yang disebut juga sebagai Ramsay Hunt syndrome tipe
II, adalah kumpulan gejala yang terdiri dari erupsi herpetik pada telinga luar (pada
meatus akustikus eksternus dan periaurikula) dan palatum molle, nyeri yang hebat,
disertai paralise nervus fasialis akut, dan di awali dengan periode prodormal. Postulat
pertama James Ramsay Hunt mengatakan bahwa herpes zooster otikus disebabkan oleh
virus varicella zoster golongan herpes virus, yang mengalami reaktivasi dari infeksi yang
sebelumnya merupakan infeksi laten virus varicella pada ganglion geniculi nervi fasialis.
Herpes zooster otikus menempati urutan kedua kejadian paralisis fasialis akut
setelah Bell’s palsy, atau lebih tepatnya 10-15% dari kasus paralise nervus fasialis akut.
Di Amerika Serikat terjadi kasus 5 /100.000 populasi penduduk per tahun. Lebih sering
terjadi pada umur diatas 60 tahun dan sangat jarang terjadi pada anak – anak.
Gejala prodromal yang ditimbulkan adalah munculnya vesikel-vesikel yang
terjadi karena reaktivasi virus pada daerah dermatom tempat virus tersebut bersembunyi
selama masa latennya. Selain timbulnya sekelompok vesikel, dapat pula timbul rasa nyeri
yang cukup hebat pada daerah telinga (otalgia) dengan parasthesia di kulit telinga
tersebut. Apabila infeksinya sudah mencapai N VII dan VIII (Ramsay Hunt syndrome)
maka dapat terjadi paralisis fasial dan gangguan pendengaran serta keseimbangan.
Penegakan diagnosis herpes zooster otikus harus dilakukan dengan cepat dan
dilanjutkan dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat. Selain pemberian obat untuk
mengurangi keluhannya (symptomatic therapy), pemberian antivirus sistemik juga sangat
dianjurkan pemberiannya sesegera mungkin setelah tegaknya diagnosis sehingga dapat
menghindarkan penderita dari komplikasi yang dapat terjadi.
II. PEMBAHASAN
A. Anatomi telinga
Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi dari
luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran telinga
(canalis auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut halus dan
kelenjar sebasea sampai di membran timpani. Daun telinga terdiri atas tulang
rawan elastin dan kulit. Canalis auricular berbentuk seperti huruf S, dengan
sepertiga bagian luar terdiri dari tulang rawan, sedangkan dua pertiga bagian
dalam terdiri dari tulang. Pada sepertiga bagian luar kulit canalis auricular
eksterna terdapat apopilo sebaseus yang terdiri dari kelenjar esokrion dan ekrin
yang mensekresikan hasil produk di sekitar pangkal folikel rambut. Hasil
sekresi bersama dengan epitel skuamous (serumen) akan melapisi canalis
auricular eksterna dan mempertahankan pH (4-5). Lapisan serumen ini akan
bergerak menuju lateral canalis auricular eksterna dan melindungi epitel dari
maserasi atau kerusakan kulit. Kuantitas serumen yang di produksi tiap individu
berbeda.
Serumen yang bersifat asam dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan
jamur. Jumlah serumen yang sedikit memungkin bakteri untuk tumbuh, dan
serumen yang berlebihan pun akan menciptakan lingkungan yang ideal untuk
invasi bakteri melalui retensi air dan debris (ketika canalis auricular eksterna
sering terpapar air). Trauma local yang diakibatkan oleh benda asing di telinga
juga dapat memicu invasi bakteri secara langsung pada liang telinga.
b. Telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari suatu ruang yang terletak diantara membrane timpani
dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta
penunjangnya, tuba eustachius dan system sel-sel udara mastoid.
Membran timpani berbentuk bulat dan cekung apabila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran shrapnell) sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua yaitu bagian luar adalah lanjutan dari
epitel kulit dan bagian dalam dilapisi epitel kubus bersilia., seperti epitel saluran
napas. Pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri
dari serat kolagen dan sedikit serta elastin yang berjalan secara radier di bagian luar
dan sirkuler di bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah
bawah yaitu pada pukul 7 pada membran timpani kiri dan pukul 5 pada membran
timpani kanan. Cone of light merupakan cahay adari luar yang dipantulkan oleh
membran timpani . Di dalam memran timpani terdapat 2 macam serabut yaitu
sirkuler dan radier. Serabut inilah yangmenyebabkan munculnya reflek cahaya
berbentuk kerucut tersebut. Secara klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila
letak refleks cahaya mendatar berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo.
Sehingga didapatkan kuadran atas depan, atas belakang bawah depan serta bawah
belakang untuk menyatakan perforasi membran timpani.
Di telinga tengah terdapat tulang tulang pendengaran yang tersusun dari luar
ke dalam, yaitu maleus , inkus dan stapes . tulang pendengaran di telinga tengah
saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus, inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang pendengaran
merupakan persendian.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat
aditus add antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum
mastoid.
Tuba eustachius merupakan bagian dari telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah.
Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari
telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan. Sebelum memasuki koklea bunyi
akan diamplifikasi melalui perbedaan ukuran membran timpani dan tingkap
lonjong, daya ungkit tulang pendengaran dan bentuk spesifik dari membran
timpani. Meskipun bunyi yang diteruskan ke dalam koklea mengalami amplifikasi
yang cukup besar, namun efisiensi energi dan kemurnian bunyi tidak mengalami
distorsi walaupun intensitas bunyi yang diterima sampai 130 dB.
Aktifitas dari otot stapedius disebut juga reflek stapedius pada manusia akan
muncul pada intensitas bunyi diatas 80 dB (SPL) dalam bentuk reflek bilateral
dengan sisi homolateral lebih kuat. Reflek otot ini berfungsi melindungi koklea,
efektif pada frekuensi kurang dari 2 khz dengan masa latensi 10 mdet dengan daya
redam 5-10 dB. Dengan demikian dapat dikatakan telinga mempunyai filter
terhadap bunyi tertentu, baik terhadap intensitas maupun frekuensi maupun
intensitas.
c. Telinga dalam
Daun telinga dan telinga luar menerima cabang-cabang sensoris dari cabang
aurikulotemporal saraf ke-5 di bagian depan, di bagian posterior dari nervus
aurikuler mayor dan minor, dan cabang-cabang nervus glosofaringeus dan vagus.
Liang telinga bagian tulang sebelah posterior superior disarafi oleh cabang nervus
fasialis.
Nervus fasialis
Saraf kranialis ketujuh berasal dari batang otak, berjalan melalui tulang
temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya lima cabang utama. Selain
mengurus persarafan otot wajah, saraf kranialis ketujuh juga mengurus lakrimasi,
salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga tengah, dan sensasi nyeri, raba, suhu
dan kecap.
Inti saraf ketujuh terletak pada daerah pons. Inti ini mendapat informasi dari
girus presentralis dari kortek motorik yang mengurus persarafan dahi ipsilateral dan
kontralateral. Traktus kortikalis serebrum juga mensarafi belahan kontralateral
bagian wajah lainnya. Nucleus motorik hanya mengurus saraf fasialis ipsilateral.
Saat saraf meninggalkan batang otak, suatu cabang saraf kedelapann yang dikenal
sebagai nervus intermedius memisahkan diri dan bergabung dengan saraf ketujuh
untuk memasuki kanalis akustikus internus. Saraf membelok ke depan dan masuk
ke ganglion genikulatum. Ganglion mengandung badan sel untuk pengecapan lidah
anterior dan untuk sensai raba, nyeri, dan suhu kanalis akustikus internus. Sejumlah
serabut saraf melewati ganglion dan membentuk saraf petrosus superfisialis mayor
(parasimpatis). Saraf ini berjalan sepanjang dasar fosa media dan masuk ke dalam
kanalis pterigoideus. Selanjutnya melintas menuju ganglion sfenopalatinum dan
beranastomosis dengan serabut yang mengurus apparatus lakrimalis. Serabut-
serabut fasialis membuat belokan tajam ke posterior pada ganglion genikulatum
dan berjalan turun lewat segmen labirin menuju segmen timpani dari saraf. Saraf
memasuki segmen timpani dan membuat genu (putaran) kedua. Di sini, di dekat
fenestra ovalis, saraf menjadi terpapar dan dapat diraba dalam telinga tengah. Saraf
berjalan turun dari genu secara vertical da mengeluarkan cabang untuk otot
stapedius. Di bawah tingkat ini, muncul cabang kedua dan kembali masuk ke dalam
telinga sebagai saraf korda timpani. Korda membawa serabut-serabut nyeri, raba,
dan suhu, serta pengecapan untuk duapertiga anterior lidah.
Saraf otak kedelapan terdiri dari 2 berkas saraf yang menyalurkan dua macam
impuls. Yang pertama ialah, nervus koklearis yang menhantarkan impuls
pendengaran. Dan yang kedua ialah nervus vestibularis yang menyalurkan impuls
keseimbangan.
Definisi
Menurut Koerner (1904), herpes zooster otikus, yaitu berupa sindroma yang
terdiri dari bulla pada daun telinga, paralise fasial dan gangguan telinga dalam.
Menurut James Ramsay Hunt (1907), yang telah mempelajari penyakit tersebut
secara terperinci, herpes zooster otikus terjadi karena adanya reaktivasi herpes
zooster pada ganglion geniculi nervi fasialis, sejak saat itu herpes zooster otikus
juga dikenal dengan Ramsay Hunt syndrome. Dari keterangan ini, dapat
disimpulkan bahwa herpes zooster otikus adalah kumpulan gejala yang terdiri dari
erupsi herpetik pada telinga luar (pada meatus akustikus eksternus dan periaurikula)
dan palatum molle, nyeri yang hebat, disertai paralise nervus fasialis akut, yang
disebabkan reaktivasi herpes zooster yang sedang dalam masa dormansi di ganglion
genikuli nervi fasialis.
Epidemiologi
Saat terinfeksi varicella, VZV melewati lesi masuk ke permukaan kulit dan
mukosa menuju ujung–ujung saraf sensoris dan di transportasikan oleh serat–serat
saraf ke ganglion sensoris. Di ganglion, virus menetap dan menjadi infeksi laten
sepanjang hidup. Selama virus laten di gangglion tidak tampak gejala infeksi.
Pada ganglion genikuli, terdapat serabut motorik, sensoris, dan
parasimpatetik N VII yang tersebar menginervasi kelenjar air mata, kelenjar
submandibula, kelenjar sublingual, lidah, palatum, faring, meatus akustikus
eksternus, stapedius, m. digastrikus posterior, m. stylohyoideus, dan otototot
ekspresi wajah. Serabut-serabut yang mempersarafi bagian-bagian tersebut menjadi
alat transportasi VZV yang telah terreaktivasi. N VIII dapat terkena karena
mayoritas perjalanan serabut saraf yang sejajar atau melalui segmen labirin dari
ganglion tersebut, namun teori-teori tersebut belum dapat dibuktikan. Bagaimana
reaktivasi VZV di ganglion genikuli dan patofisiologi dari manifestasi yang
ditimbulkan masih belum dapat dijelaskan. Hanya diketahui bahwa enurunnya daya
tahan tubuh, stress fisik atau emosional, keganasan, radioterapi, kemoterapi, dan
infeksi HIV adalah faktor resiko terjadinya reaktivasi VZV.
Manifestasi Klinis
Adapun dari manifestasi klinis yang sering muncul dari herpes zoster otikus, dapat
dikelompokkan menjadi:
Vesikel
Vesikel dapat muncul sebelum, bersamaan, tau setelah adanya paralisis
nervus fasialis. Vesikel yang timbul dapat menyebabkan sensasi terbakar atau
otalgia. Vesikel yang pecah akan membentuk krusta.
Gejala yang berhubungan dengan N VII
o Paresis ipsilateral
o Paralisis ipsilateral
Gejala yang berhubungan dengan N VIII
o Tinnitus
o Vertigo
o Tuli sensorineural
o Gangguan keseimbangan
Gejala lain
o Nyeri hebat pada mata
o Lakrimasi
o Mata tidak bisa menutup
o Gangguan indera pengecap
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
Anamnesis
Pasien dengan gejala berupa:
o Nyeri pada telinga
o Nyeri pada mata
o Rasa terbakar di sekitar telinga, wajah, mulut, dapat juga terasa di
lidah
o Mual dan muntah dapat terjadi
o Dapat disertai gangguan pendengaran, hiperakusis, atau tinnitus
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
o Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka, pada
liang telinga, konka dan daun telinga
Prognosis
Diagnosa yang ditegakkan lebih cepat dan mendapat terapi sebelum 72 jam
setelah onset memberikan hasil yang lebih baik.
Pasien yang datang dengan keluhan erupsi terlebih dahulu sebelum paralisis
memiliki prognosis yang lebih baik.
Pada infeksi yang lama mungkin dapat terjadi paralisis fasialis yang permanen.
Sejumlah besar pasien akan mengalai penyembuhan sepenuhnya setelah
sebelumnya mengalami paralisis.
Herpes zoster otikus yang mengalami vertigo dan tuli sensorineural prognosisnya
lebih jelek terutama pada pasien dengan umur lebih tua
Pencegahan
Pencegahan herpes zoster dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu
dengan menjaga daya tahan dan kesehatan tubuh dan menjauhkan diri dari stress.
Pencegahan dapat pula ditempuh dengan pemberian vaksin VZV. Vaksin VZV
menginduksi imunitas seluler spesifik VZV yang berguna untuk perlindungan jangka
panjang terhadap VZV. Imunisasi VZV menugaskan sel T untuk berproliferasi dan
memproduksi limfokin sebagai respon dari protein IE62 dan glikoprotein virus dan
menginduksi sel T sitotoksik yang dapat melisiskan protein yang diekspresikan oleh
VZV.
KESIMPULAN
Herpes zoster otikus adalah kumpulan gejala yang terdiri dari erupsi
herpetik pada telinga luar (pada meatus akustikus eksternus dan
periaurikula) dan palatum molle, nyeri yang hebat, disertai paralise nervus
fasialis akut, yang disebabkan reaktivasi herpes zooster yang sedang dalam
masa dormansi di ganglion genikuli nervi fasialis.
Herpes zoster otikus tidak merupakan penyakit musiman, dan tersebar
merata di seluruh dunia.
Herpes zoster otikus merupakan penyakit paralisis N VII yang terbanyak
kedua di dunia, dan memiliki manifestasi yang lebih berbahaya dibanding
yang lain.
Berdasarkan statistik, herpes zoster otikus lebih cenderung mengenai wanita
ketimbang pria, namun prognosis pria lebih buruk.
Herpes zoster otikus disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV) yang
merupakan virus DNA linear dari subfamili alphaherpesviridae.
Herpes zoster otikus bermanifestasi setelah adanya reaktivasi VZV dari
masa dormansi di ganglion genikuli. Adapun mekanisme reaktivasi dan
patofisiologi munculnya manifestasi klinis belum diketahui
Herpes zoster otikus memiliki gejala utama berupa vesikel di telinga dan
sekitarnya, paresis dan parelisis ipsilateral, dan gangguan pada telinga
dalam berupa tinnitus, vertigo, tuli sensorineural, dan nystagmus.
Penegakkan diagnosis herpes zoster berdasar anamnesis mengenai gejala
utama, pemeriksaan fisik yaitu dari inspeksi, otoskopi, dan pemeriksaan
mulut, dan pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan FAMA sebagai
gold standard.
Herpes zoster dapat diobati dengan menggunakan kombinasi kortikosteroid
dan antivirus yang dibantu dengan farmakoterapi simtomatik dan
pencegahan infeksis sekunder.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari herpes zoster otikus antara lain
adalah postherpetic neuralgia, paralisis, vertigo, dan tuli sensorineural
yang menetap.
Prognosis dari herpes zoster otikus sangat bergantung pada cepatnya
tatalaksana (tidak lebih dari 72 jam setelah onset), gender, dan gejala awal
yang ditimbulkan.
Pencegahan herpes zooster virus dapat dilakukan dengan vaksinasi VZV
DAFTAR PUSTAKA