Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Spiritual Menurut Para Ahli

Pengertian Spiritual

KBBI : spiritual/spi·ri·tu·al/ a berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin)

Spiritual adalah suatu usaha dalam mencari arti kehidupan, tujuan dan panduan dalam menjalani
kehidupan bahkan pada orang-orang yang tidak memercayai adanya Tuhan. (Ellison, 2002).
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan sang pencipta (Achir Yani, 2000).
Burkhard (1993) dalam buku Aspek Spiritual Dalam Keperawatan, berpendapat bahwa spiritualitas
meliputi aspek sebagai berikut: (1) berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau
ketidakpastian dalam kehidupan, (2) cara dalam menemukan suatu arti dan tujuan hidup, (3)
memiliki kemampuan dalam menyadari kekuatan dalam untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri, (4) mempunyai perasaan terikat dengan diri sendiri dan dengan Pencipta.
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan
memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan,
mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson, 1989).

Kesejahteraan spiritual adalah suatu aspek yang terintegrasi dari manusia secara keseluruhan yang
ditandai oleh makna dan harapan. Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah rasa keharmonisan
yang saling berdekatan antara diri dengan orang lain, alam dan dengan kehidupan yang tertinggi.
Rasa keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara nilai, tujuan dan
system keyakinan individu dengan hubungan mereka di dalam diri mereka sendiri dan dengan orang
lain. Keyakinan ini sering berakar dalam spiritualitas orang tersebut. Sepanjang hidup seorang
individu mungkin spiritual akan lebih tumbuh sehingga individu menjadi lebih menyadari tentang
makna, tujuan dan nilai hidup.

Spiritualitas memberi dimensi luas pada pandangan holistik kemanusiaan. Definisi spiritualitas atau
dimensi spiritualitas akan unik dan berbeda bagi setiap individu. Definisi individual tentang
spiritualitas dipengaruhi oleh kultur, perkembangan, pengalaman hidup dan ide-ide mereka sendiri
tentang hidup. Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan
dengan dunia luar, berusaha untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang
menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian, yang merupakan kekuatan yang timbul
diluar kekuatan manusia (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995; Murray & Zentner, 1993, dalam buku
Aspek Spiritual Dalam Keperawatan). Mickley et al (1992) membagi spiritualitas sebagai suatu yang
multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada
tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus dengan hubungan seseorang
dan sang pencipta. Stoll (1989), menguraikan bahwa spiritualitas sebagai konsep dua dimensi yaitu
dimensi vertikal yang merupakan hubungan dengan pencipta yang menuntun kehidupan seseorang,
sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri dengan orang lain dan
dengan lingkungan. Hubungan antara dua dimensi ini berlangsung terus menerus.
Meskipun spiriualitas sulit untuk didefinisikan, terdapat dua karakteristik penting tentang
spiritualitas yang disetujui oleh sebagian orang: (1) Spiritualitas adalah kesatuan tema dalam
kehidupan kita. (2) Spiritualitas merupakan keadaan hidup. Jika diambil dari definisi fungsionalnya,
spiritualitas adalah komitmen tertinggi individu yang merupakan prinsipyang paling komprehensif
dari perintah atau nilai final yaitu argument yang sangat kuat yang diberikan untuk pilihan yang
dibuat dalam hidup kita (Potter & Perry, 2005).

Spiritual dan Fase Perkembangan

Spiritualitas dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri mereka dan hubungan mereka dengan
orang lain dan sering memulai konsep tentang ketuhanan atau nilai seperti yang disuguhkan kepada
mereka oleh lingkungan rumah mereka atau komunitas religi mereka. Remaja sering
mempertimbangkan kembali konsep masa kanak – kanak mereka tentang kekuatan spiritual dalam
pencarian identitas, mungkin dengan mempertanyakan tentang praktik atau nilai dalam menemukan
kekuatan spiritual sebagai motivasi untuk mencari makna hidup yang lebih jelas.

Banyak orang dewasa yang mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki hubungan yang
harmonis. Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri sendiri secara bermakna adalah bukti
dari kesehatan spiritualitas. Sejalan dengan semakin dewasanya seseorang, mereka sering
berintrospeksi untuk memperkaya nilai dan konsep ketuhanan yang telah lama dianut dan
bermakna. Pada orang tua, sering terarah pada hubungan yang penting dan menyediakan diri
mereka bagi orang lain sebagai tugas spiritual. Menetapkan hubungan dengan kehidupan atau nilai
adalah salah satu cara mengembangkan spiritualitas. Kesehatan spiritual yang sehat pada lansia
adalah sesuatu yang memberikan kedamaian dan penerimaan tentang diri dan hal tersebut sering
didasarkan pada hubungan yang harmonis dengan Tuhan.

Penyakit dan kehilangan dapat mengancam dan menantang proses perkembangan spiritual. Distress
spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa yang sedang
terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain.
Individu meungkin mempertanyakan nilai spiritual mereka, mengajukan pertanyaan tentang jalan
hidup seluruhnya, tujuan hidup dan sumber dari makna hidup (Potter & Perry, 2005).

Spiritual dan Keperawatan

Secara tradisional, model holistic keperawatan tentang kesehatan telah mencakup dimensi fisik,
psikologis, kultural, perkembangan, sosial dan spiritual. Setiap dimensi berhubungan dengan dimensi
lainnya mengandung gambaran atau karakteristik yang unik. Terdapat model pilihan yang
dikembangkan oleh Farran et al, yang menunjukkan signifikansi tentang spiritualitas sebagai suatu
tema yang terintegrasi dalam hidup. Dalam model ini dijelaskan bahwa spiritualitas mewakili
totalitas keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan
berbagai aspek individual. Lebih jauh didefinisikan model penyatuan spiritualitas dengan
meringkaskan berbagai pandangan teoritis tentang spiritualitas (Potter & Perry, 2005).

Dimensi spiritualitas menyebar di seluruh dimensi lainnya, baik itu dikenali atau dikembangkan oleh
individu atau tidak. Individu dikuatkan melalui diri yang mengakibatkan peralihan kearah
kesejahteraan. Pertumbuhan spiritual terjadi hampir pada seluruh rentang kehidupan. Individu
mencapai tahap perkembangan yang berbeda tergantung pada karakteristik individu masing –
masing dan interpretasi tentang pengalaman dan pertanyaan dalam kehidupan.

Terdapat pandangan teoritis mengenai spiritual serta bagaimana teori ini dapat diaplikasikan
terhadap keperawatan. Menurut teori filosofi, perawat dapat meneliti esensial, asal, sifat dan nilai
keyakinan spiritual seseorang. Filosofi membantu seseorang meneliti keyakinan seseorang guna
memahami secara logis dan seberapa jauh spiritualitas menjadi cara hidup seseorang. Hal ini
memberikan pemandangan yang luas tentang dimensi spiritual. Dari teori teologi spiritualitas dapat
membantu perawat mencapai pemahaman tentang keyakinan seseorang mengenai sifat Tuhan atau
menghargai kehidupan yang lebih tinggi. Teologi membentuk keyakinan seseorang tentang hidup
dan makna dari pengalaman ini.

Melalui pandangan teori fisiologis tentang spiritrualitas membantu perawat untuk memahami
interaksi yang terjadi diantara tubuh, pikiran dan spirit dalam sehat dan sakit. Pandangan psikologis
memberi perawat suatu pemahaman tentang proses mental seseorang, pengalaman, dan emosi
serta peran spiritualitas yang dimainkan dalam ekspresi yang berbeda pada tiap – tiap individu.
Perawat akan mampu mencerna apa yang member makna hidup pada klien, kemana klien mencari
pedoman, dan dari sumber apa klien mendapat dorongan dan harapan. Dalam teori sosiologi
dijelaskan bahwa semua orang dipengaruhi oleh masyarakat atau kelompok dimana mereka hidup.
Pandangan ini membantu perawat memahami pentingnya individu dan kelompok yang
menempatkan hubungan dengan seseorang yang mempunyai keyakinan serupa. Pandangan ini juga
menunjukkan kepentingan dan makna yang dimiliki dalam ritual dan praktik bagi individu dan
kelompok (Potter & Perry, 2005).

Religi / Spiritualitas dan Neuropsikiatri

Pengalaman spiritual, religi dan ritual merupakan hasil dari perubahan evolusional dari otak yang
membantu manusia untuk bersosialisasi dan membentuk komunitas dan kelompok. Dari sudut
pandang evolusional, spiritualitas atau religi dapat diibaratkan sebagai suatu keuntungan bagi
manusia dibandingkan spesies lainnya. Mungkin terdapat proses neurochemical yang kompleks yang
terjadi di otak.

Hampir semua sinaps yang dipakai untuk menjalankan sinyal pada sistem saraf pusat manusia adalah
sinaps kimia. Pada sinaps kimia ini, neuron pertama menyekresikan pada sinaps ujung sarafnya suatu
bahan kimia yang disebut neurotransmitter (atau sering disebut bahan transmitter).
Neurotransmitter ini berdistribusi secara luas di otak dan menutupi wilayah yang spesifik.
Neurotransmitter ini disintesiskan di neuron pre-sinaptik dan dilepaskan dari neuron kedalam celah
sinaptik dan bertindak mengikuti reseptor neurotransmitter yang spesifik. Neurotransmitter hanya
bisa terikat pada reseptor spesifik ini, dan efeknya dipengaruhi oleh reseptor ini. Serotonin dan
Dopamine menutupi aktivitas otak pada orang yang ikut dalam praktik religi maupun aktivitas
spiritual.

Andrew Newberg (2009), mempelajari fungsi otak pada orang yang melakukan meditasi atau
berdoa. Dia mengemukakan bahwa pengalaman mistis dan spiritual dapat diukur dan dijelaskan
melalui pathway anatomis yang kompleks. Bagian frontal lobe merupakan salah satu bagian yang
paling dipengaruhi oleh aktivitas religi yang dilakukan. Newberg berfokus pada prefrontal cortex dan
hubungannya dengan thalamus, posterior superior lobe dan system limbic (terutama amygdala dan
hippocampus) , dengan mengukur aliran darah diotak Newberg menyimpulkan bahwa semakin
seorang individu itu masuk kedalam suatu kegiatan spiritual ataupun religi maka frontal lobe dan
limbic system akan semakin aktif.

Bagian frontal lobe merupakan bagian yang memegang peranan penting dalam konsentrasi dan
perhatian dan system limbic merupakan bagian dimana emosi dan perasaan serta perilaku diatur.
Menariknya, ketika frontal lobe dan limbic system aktif bekerja, maka parietal lobe menjadi kurang
aktif. Studi yang dilakukan dengan menilai aktivitas otak menggunakan topographical
electroenchepalogram, aliran darah otak ataupun metabolism cerebral menunjukkan bahwa
terjadinya peningkatan aktivitas temporal lobe selama melakukan aktivitas religi.

System saraf otonom (simpatik dan parasimpatik) juga mengalami aktivitas yang signifikan selama
melakukan meditasi dan aktivitas spiritual lainnya. Aktivasi yang terjadi pada system saraf otonom
ini menyebabkan penurunan denyut jantung dan laju pernapasan yang merupakan efek dari rasa
rileks yang dirasakan.

Endophenotype merupakan suatu pengukuran yang dapat dilakukan untuk menilai hubungan
genetik dan kelainan yang dimiliki individu. Dengan menghubungkan varian DNA dan psikologikal
phenotype maka akan memberikan kemudahan untuk mengetahui pengaruh genetik pada
seseorang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas

Menurut Taylor et al (1997) dalam buku Aspek Spiritual Dalam Keperawatan, ada beberapa faktor
penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang, yaitu:
Tahap perkembangan: berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat agama
yang berbeda ditemukan bahwa mereka memiliki konsep spiritualitas yang berbeda menurut usia,
jenis kelamin, agama dan kepribadian anak

Keluarga: peran orang tua sangat penting dalam perkembangan spiritualitas seorang anak karena
orang tua sebagai role model. Keluarga juga sebagai orang terdekat di lingkungan dan pengalaman
pertama anak dalam mengerti dan menyimpulkan kehidupan di dunia, maka pada umumnya
pengalaman pertama anak selalu berhubungan dengan orang tua ataupun saudaranya

Latar belakang etnik budaya: sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan
sosial budaya. Hal yang perlu diperhatikan adalah apapun tradisi agama atau system keagamaan
yang dianut individu, tetap saja pengalaman spiritual tiap individu berbeda dan mengandung hal
unik.

Pengalaman hidup sebelumnya: Pengalaman hidup baik positif maupun negatif dapat
mempengaruhi spiritualitas seseorang. Selain itu juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang
mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan sering
dianggap sebagai suatu ujian . Pada saat ini, kebutuhan spiritual akan meningkat yang memerlukan
kedalaman spiritual dan kemampuan koping untuk memenuhinya.

Krisis dan perubahan: krisis dan perubahan dapat memperkuat kedalaman spiritual seseorang.
Krisis sering dialami ketika individu dihadapkan dengan hal sulit. Apabila klien mengalami krisis,
maka keyakinan spiritual dan keinginan untuk melakukan kegiatan spiritual menjadi lebih tinggi.

Terpisah dari ikatan spiritual: individu yang biasa melakukan kegiatan spiritual ataupun tidak dapat
berkumpul dengan orang terdekat biasanya akan mengalami terjadinya perubahan fungsi spiritual.

Sumber : https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1002106060-3-bab%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai