Anda di halaman 1dari 26

HEMOROIDEKTOMI KONVENSIONAL DAN STAPPLED

TUGAS

Keperawatan Perioperatif 3

Oleh:

Kelompok 2

1. Ahmad Hendi (1401460016)


2. Rosyada Nirmala (1401460021)
3. Iga Kurnia Rohmah (1401460023)
4. Rosa Yuniartha (1401460026)
5. Tyas Hanif Muslimah (1401460027)
6. Rizky Tiara Damayanti (1401460028)
7. Agustinna Laili Rachmawati (1401460030)
8. M. Ilham Santoso (1401460036)
9. Angraini Eka Putri (1401460039)
10. Dara Aza Smarayudizta (1401460054)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemoroid atau wasir adalah pembengkakan pada submukosa pada lubang
anus yang mengandung pleksus vena, arteri kecil, dan jaringan areola yang
melebar (Mustofa, 2013). Hemoroid merupakan gangguan sirkulasi darah
dimana terjadi dilatasi pada pembuluh darah vena. Pelebaran tersebut
disebabkan oleh bendungan darah dalam susunan pembuluh darah vena
(Suprijono, 2009). Hemoroid bisa terjadi pada semua umur. Hemoriod bisa
menyerang laki-laki maupun perempuan, namun yang paling banyak
ditemukan pada usia 45-65 tahun. Hemoriod jarang terjadi pada usia di
bawah 20 tahun (Mustofa, 2013).
Hemoroid merupakan kasus yang sering dijumpai di masyarakat.
Prevalensi kasus ini sekitar 4,4% dengan angka kejadian 12 dari 1.000
pasien. Penanganan hemoroid meliputi perubahan gaya hidup, manajemen
konservatif berupa medikamentosa, manajemen invasif minimal sampai
terapi yang agresif meliputi pembedahan (Winangun, dkk).
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi
jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-
obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein. Penelitian meta-
analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat dapat
memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan
Universitas Sumatera Utara pada derajat awal hemoroid (Universitas
Sumatra Utara)
Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi
jaringan hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada
stappled hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi
selain itu teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar
hemorrhoidectomy (Universitas Sumatra Utara).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan instrumen teknik hemorroidektomi konvesional?
2. Bagaimana pelaksanaan instrumen teknik hemorroidektomi stappeler?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pelaksanaan instrumen teknik hemorroidektomi konvesional?
2. Mengetahui pelaksanaan instrumen teknik hemorroidektomi stappeler?

1.4 Manfaat
1.4.1 Akademis
Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dan masukan bagi
perkembangan ilmu keperawatan terutama ilmu keperawatan perioperatif
untuk mengetahui teknik instrumentasi hemorroidektomi konvensioal dan
hemorroidektomi stappeler.
1.4.2 Praktisi
Makalah ini diharapkan dapat digunakan menjadi acuan dalam
pelaksanaan teknik instrumentasi hemorroidektomi metode konvensional
dan stappeler.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hemoroid


2.1.1 Definisi
Menurut beberapa ahli, pengertian hemoroid adalah :
1. Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah
vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis
(Sudoyo, 2006).
2. Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam plexus hemoroidalis
yang tidak merupakan keadaan patologik (Sjamsuhidajat dan Jong,
2005).
3. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu
mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang
terkena (Smeltzer dan Bare, 2002).
4. Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-
vena hemoroidales (Bacon). Patologi keadaan ini dapat bermacam-
macam, yaitu thrombosis, ruptur, radang, ulserasi, dan nekrosis
(Mansjoer, 2008).
Berdasarkan pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi vena di dalam plexus
hemoroidalis.
2.1.2 Klasifikasi
Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna.
Hemoroid interna adalah pleksus vena hemoroidalis superior diatas
garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa (Sjamsuhidajat dan Jong,
2005). Sedangkan menurut Sudoyo (2006), hemoroid interna dibagi
berdasarkan gambaran klinis yaitu derajat 1-4 :
1. Derajat 1: Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke
luar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2. Derajat 2: Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang
atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
3. Derajat 3: Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke
dalam anus dengan bantuan dorongan jari.
4. Derajat 4: Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan
cenderung untuk mengalami trombosis dan infark.

Lebih jelas gambar 2.1 mengenai hemoroid interna derajat 1-4.

Gambar 2.1 derajat hemoroid interna


Sumber : Sjamsuhidajat dan Jong (2005)
Secara anoskopi hemoroid dapat dibagi atas hemoroid
eksterna (diluar/dibawah linea dentata ) dan hemoroid interna
(didalam/diatas linea dentata). Untuk melihat risiko perdarahan
hemoroid dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan berupa
bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan diatas
hemoroid. Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan
penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat disebelah distal
garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus
(Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rectum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar
tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan
dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang
rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci). Suplai darah
tambahan ke rectum berasal dari arteri hemoroidalis media dan
inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta
abdominalis (Price dan Wilson, 2006).
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui
vena mesenterika superior, vena mesentrika inferior, dan vena
hemoroidalis superior (bagian dari sistem portal yang mengalirkan
darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan
darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan
inferior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat
menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan
mengakibatkan hemoroid.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dalam pengendalian
voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke
bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal
dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut simpatis
meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut
saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis,
kemudian serabut pascaganglionik
menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan
kontraksi, serta merangsang sfingter rektum. Rangsangan
parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan (Price dan Wilson,
2006).
b. Fisiologi
Usus besar menurut Pearce (2006) tidak ikut serta dalam pencernaan
atau absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum maka
semua zat makanan telah diabsorpsi dan isinya cair. Selama perjalanan
didalam kolon isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan
ketika rektum dicapai maka feses bersifat lunakpadat. Peristaltik
didalam kolon sangat lamban. Diperlukan waktu kirakira enam belas
sampai dua puluh jam bagi isinya untuk mencapai fleksura sigmoid.
Fungsi kolon menurut Pearce (2006) dapat diringkas sebagai berikut:
a. Absorpsi air, garam dan glukosa
b. Sekresi musin oleh kelenjar didalam lapisan dalam,
c. Penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon di dalam tumbuh-
tumbuhan, buah-buahan dan sayuran hijau dan penyiapan sisa
protein yang belum dicernakan oleh kerja bakteri guna ekskresi.
d. Defekasi (pembuangan air besar)
Fungsi usus besar menurut Price dan Wilson (2006) yang
semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus
besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit, yang
sudah hampir selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang
sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi.

Terdapat dua jenis peristaltik propulsif :

a. Kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal


dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra
b. Peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen
kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan,
akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga
kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah
makan,terutama setelah makanan yang pertama kali dimakan pada
hari itu. Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya
distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi
dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingter interna
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksterna
dikendalikan oleh sistem saraf voluntar. Refleks defekasi
terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua dan
keempat. Serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf
splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum
dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang teregang
berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan
sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot sfingter interna dan
eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik ke atas melebihi
tinggi massa feses (Price dan Wilson, 2006).
Defekasi dipercepat dengan tekanan intraabdomen yang
meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang
tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus-menerus
(maneuver atau peregangan Valsava). Defekasi dapat dihambat
oleh kontraksi voluntar otot sfingter eksterna dan levator ani.
Dinding rektum secara bertahap menjadi relaks, dan keinginan
defekasi menghilang (Price dan Wilson, 2006).
2.1.4 Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan Mansjoer (2008), etiologi dari
hemoroid adalah :
1. Faktor predisposisi :
a. Herediter atau keturunan
Dalam hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding
pembuluh darah, dan bukan hemoroidnya.
b. Anatomi
Vena di daerah masentrorium tidak mempunyai katup.
Sehingga darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya
tekanan di pleksus hemoroidalis.
c. Makanan misalnya, kurang makan-makanan berserat
d. Pekerjaan seperti mengangkat beban terlalu berat
e. Psikis
2. Faktor presipitasi :
a. Faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan
tekanan intraabdominal) misalnya, mengedan pada waktu
defekasi.
b. Fisiologis
c. Radang
d. Konstipasi menahun
e. Kehamilan
f. Usia tua
g. Diare kronik
h. Pembesaran prostat
i. Fibroid uteri
j. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Price dan Wilson (2006), serta Sudoyo (2006)
patofisiologi hemoroid adalah akibat dari kongesti vena yang
disebabkan oleh gangguan venous rektum dan vena hemoroidalis.
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena
hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/ pencetus dan
gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Faktor risiko hemoroid
antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola
buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk,
terlalu lama duduk di jamban sambil membaca, merokok),
peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor
abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan
perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik,diare kronik atau
diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air,
kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang
olahraga/imobilisasi.
Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare,
sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat,
fibroid uteri, dan tumor rectum. Penyakit hati kronis yang disertai
hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena
hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam sistem portal.
Selain itu sistem portal tidak memiliki katup, sehingga mudah terjadi
aliran balik.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui
vena mesenterika superior, vena mesentrika inferior, dan vena
hemoroidalis superior (bagian dari sistem portal yang mengalirkan
darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan
darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan
inferior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat menyebabkan
terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid
(Price dan Wilson, 2006).
2.1.6 Manifestasi
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering
menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi.
Hemoroid eksternal dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi
dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah
pembekuan darah dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia
pada area tersebut dan nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu
menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini membesar dan menimbulkan
perdarahan atau prolapse (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa
ada hubungannya dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri
yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid intern
dan hanya timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami thrombosis.
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern
akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna
merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa
garis pada feses atau kertas
Pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau
mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah
yang keluar berwarna merah segar karena kaya zat asam. Perdarahan
luas dan intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena
tetap merupakan “darah arteri”. Kadang perdarahan hemoroid yang
berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat.
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat
menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awalnya
penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul oleh
reduksi spontan sesudah selesai defekasi (Sjamsuhidajat dan Jong,
2005). Pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi. Pada tahap
lanjut, akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat
dimasukkan. Kotoran di pakaian dalam menjadi tanda hemoroid yang
mengalami prolaps permanen. Kulit di daerah perianal akan
mengalami iritasi.
Nyeri akan terjadi bila timbul trombosis luas dengan edema dan
peradangan. Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi,
defekasi yang keras, yang membutuhkan tekanan intra abdominal
tinggi (mengejan), juga sering pasien harus duduk berjam-jam di WC,
dan dapat disertai rasa nyeri yang merupakan gejala radang (Mansjoer,
2008). Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi, apalagi bila
telah terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps,
maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat
pada satu atau beberapa kuadran. Selanjutnya secara sistematik
dilakukan pemeriksaan dalam rectal secara digital dan dengan
anoskopi.
Pada pemeriksaan rektal secara digital mungkin tidak ditemukan
apa-apa bila masih dalam stadium awal. Pemeriksaan anoskopi
dilakukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak mengalami
penonjolan. Pada pemeriksaan kita tidak boleh mengabaikan
pemeriksaan umum karena keadaan ini dapat disebabkan oleh
penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal (Mansjoer, 2008).
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan,
trombosis, dan strangulasi. Trombosis adalah pembekuan darah dalam
hemoroid. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps
dengan suplai darah dihalangi oleh sfingter ani (Price dan Wilson,
2006).

2.2 Konsep Hemoroid Konvensional


2.2.1 Macam Teknik Operasi Hemoroid Konvensional
1. Teknik Milligan – Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama.
Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan
hemostat dan diretraksi dari 12ectum. Kemudian dipasang jahitan
transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting
untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu
12ectum elips dibuat dengan 12ectum12 melalui kulit dan tunika
mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang
dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi
secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut
maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan
hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal
dengan jahitan jelujur sederhana.

Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang


pada satu waktu. Striktura 12ectum dapat merupakan komplikasi dari
eksisi tunika mukosa 12ectum yang terlalu banyak. Sehingga lebih
baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak
jaringan.
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini
yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan
mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap
mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan
klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic
no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem
dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih
sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko
pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan
stenosis. Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam
karena sfingter ini harus benar-benar lumpuh.

2.2.2 Instrumentasi Teknik Operasi Hemoroid Konvensional

A. Pengertian/Definisi
Adalah suatu cara melakukan instrumentasi pada operasi
haemorrhoidektomy.
B. Indikasi
Haemorroid
C. Tujuan
a. Mengatur alat secara sitematis dimeja instrument
b. Memperlancar handling instrument
c. Mempertahankan kesterilan alat-alat instrument
D. Persiapan pasien
a. Meja operasi bagian bawah kaki ditekuk dibawah
b. Pasang benower (penopang kaki), posisi tidur litotomy
c. Pasang plat diatermi di bawah lekukan kaki
d. Letakkan tempat sampah dibawah meja operasi di depan
operator
E. Persiapan alat
a. Alat on steril
1) Meja operasi
2) Lampu opersi
3) Meja mayo
4) Meja instrument
5) Tempat waskom
6) Gunting hipafix/verban
7) Mesin diathermi dan ground
8) Tempat sampah medis
b. Persiapan alat steril
1. Di meja instrument
1) Scort steril : 4 buah
2) Handuk kecil steril : 4 buah
3) Doek besar : 3 buah
4) Doek sedang : 2 buah
5) Doek kecil : 4 buah
6) Doek kombinasi : 1 buah
7) Sarung meja mayo : 1 buah
8) Bengkok : 1 buah
9) Couter : 1 buah

2. Di meja mayo
1) Handvad mess no.3 : 1 buah
2) Gunting metzembaum : 1 buah
3) Gunting mayo/kasar : 1 buah
4) Pinset chirurgis : 2 buah
5) Pinset anatomis : 2 buah
6) Disinfeksi klem : 1 bauh
7) Duk klem : 5 buah
8) Arteri klem van kocher bengkok : 2 buah
9) Arteri klem van kocher kecil : 2 buah
10) Nald voelder : 1 buah
11) Gunting lurus : 1 buah
12) Alise klem/beckock : 1 buah
13) Cuching/kom : 1/1 buah
14) Langenbeck : 2 buah
15) Speculum anus : 1 buah
16) Anuscop : 1 buah

3. Bahan habis pakai


1) Kassa kecil steril : 10 buah
2) Kassa besar steril : 3 buah
3) Jelly : sesuai kebutuhan
4) Deppers : 3 buah
5) Mess no. 10 : 1 buah
6) Cairan normal saline 0,9% : 1 buah (500 cc)
7) Sufratulle : 1 buah
8) Betadine 10% : sesuai kebutuhan
9) Handscoon : sesuai kebutuhan
10) Benang absorbable no 2-0 : 1 buah
11) Benang absorbable no 0 : 2 buah

Pinset Cirugis metzembaum


Handvad
mess no.3

Arteri klem van


kocher bengkok Nald voelder
Alise klem/beckock
Anuscop

Gunting lurus

c. Teknik instrumentasi
1. Setelah pasien diberikan anastesi SAB dan diposisikan
litotomy pada benower, kemudian pasang ground couter
dibawah kaki.
2. Perawat sirkuler membersihkan lapangan operasi dengan
saflon dan kasa kering, perawat instrument melakukan
surgical scrubing
3. Perawat instrument mengenakan skort/gown steril dan
handscone steril kemudian membantu operator dan asisten
untuk mengenakan gown dan handscone
4. Berikan desinfeksi klem (1), deepres dan povidon iodine
10% dalam cucing pada asisten untuk melakukan desinfeksi
pada lapangan operasi
5. Lakukan drapping dengan memberikan :
a. Duk kombinasi (1) untuk bagian bawah badan
b. Duk kecil (1) untuk bagian bawah area operasi
c. Duk kecil (1) untuk bagian belakang gaun operator
Fiksasi dengan duk klem (4)
6. Dekatkan meja mayo dan linen lalu pasang kabel coutter.
7. Berikan kasa basah dan kering pada operator untuk
membersihkan lapangan operasi dari povidon iodine
8. Berikan pada operator kasa tampon yang sudah difiksasi
dengan Benang absorbable no 2-0 untuk menyumbat lubang
anus, supaya feses tidak keluar mengotori area operasi. Dan
berikan arteri klem van kocker untuk memfiksasi benang
pada duk.
9. Berikan speculum anus yang sudah diolesi dengan jelly.
Berikan injeksi ph cain kepada operator. Berikan allis klem
untuk menjepit hemorroid. Kemudian berikan ateri klem
van pean sedang kepada operator untuk menjepit
hemorroid. Kemudian berikan gunting meszembum kepada
operator untuk memotong hemorrid. Kemudian berikan nald
foeder dengan benang Benang absorbable no 0 dengan
jarum ron kecil kepada operator untuk melakukan ligasi.
Berikan gunting mayo kepada asisten untuk memotong sisa
benang ligasi. Hal ini dilakukan pada tiga tempat yaitu arah
jam 11, 3, 7.
10. Setelah proses pemotongan selesai, berikan kasa basah pada
operator untuk mengevaluasi perdarahan. Setelah perdarah
tidak ditemukan lagi berikan kasa basah untuk
membersihkan sisa/ bekas darah lalu kasa kering. Kemudian
tutup dengan kasa kering dan fiksasi dengan hipafik.
11. Operasi selesai, alat-alat dibersihkan
12. Perawat instrument menginventaris alat – alat dan bahan
habis pakai, kemudian mencuci dan menata alat-alat pada
instrument set, serta merapikan kembali ruangan
2.3 Konsep Operasi Hemoroid Stappler
2.3.1 Metode Stappled Hemorrhoid Surgery (Procedure for prolapse and
hemorrhoids / PPH)
Prinsip dari PPH adalah mempertahankan fungsi jaringan
hemorrhoid serta mengembalikan jaringan ke posisi semula. Jaringan
hemorrhoid ini sebenarnya masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB
sehingga tidak perlu dibuang semua. Alat yang digunakan sesuai dengan
prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran
di depan dan pendorong dibelakangnya. Pada dasarnya hemoroid
merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya
adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan
hemoroid dan m.fingter ini melebar dan mengerut menjamin control
keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Tekinik PPH ini mengurangi
prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis
mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi
anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan
sebagai bantalan saat BAB sehingga tidak perlu di buang semua.
Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas
dengan alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika
mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam
dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan
dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk
mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan
hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar
sekrup yang terdapat pada ujung alat, maka alat akan memotong jaringan
yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid
maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan
hemoroid mengempis dengan sendirinya.
Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :
1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan
mengakibatkan kerusakan dinding rektum.
2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi
baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga
pernah dilaporkan.
4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit
untuk memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa
masuk, jaringan mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.

Keuntungan penanganan dengan PPH antara lain nyeri minimal,


tindakan berlangsung cepat anatar 20-45 menit, pasien pulih cepat
sehingga rawat inap dirumah sakit menjadi singkat.

2.3.2 Instrumentasi Teknik Stappled Hemorrhoid Surgery


A. Definisi
Teknik Adalah suatu cara melakukan instrumentasi pada operasi
haemorrhoidektomy. Dengan teknik oprasi hemorrhoid stapped
lebih sedikit px merasakan nyeri dan lebih sedikit jaringan sehat
yang rusak.
B. Indikasi
Haemorroid
C. Tujuan
a. Mengatur alat secara sitematis dimeja instrument
b. Memperlancar handling instrument
c. Mempertahankan kesterilan alat-alat instrument
D. Persiapan pasien
a. Meja operasi bagian bawah kaki ditekuk dibawah
b. Pasang benower (penopang kaki), posisi tidur litotomy
c. Pasang plat diatermi di bawah lekukan kaki
d. Letakkan tempat sampah dibawah meja operasi di depan
operator
E. Persiapan alat
1. Haemorrhoidal circular stapler : 1
2. Suture threader :1
3. Circular anal dilator :1
4. Purse – string suture anoscope : 1
5. Klem prepare :4
6. Pincet panjang anatomis :2
7. Doek klem :4
8. Gunting :2
9. Round bowl :2
10. Kidney tray :1
11. Desinfeksi klem :1
12. Benang polypropilene 2/0 :1
13. Jelly : Sesuai kebutuhan
14. Cairan NS : sesuai kebutuhan
15. Spongostan : sesuai kebutuhan
F. Teknik Instrumentasi

1. Setelah pasien diberikan anastesi SAB dan diposisikan litotomy


pada benower, kemudian pasang ground couter dibawah kaki.
2. Perawat sirkuler membersihkan lapangan operasi dengan
saflon dan kasa kering, perawat instrument melakukan
surgical scrubing
3. Perawat instrument mengenakan skort/gown steril dan
handscone steril kemudian membantu operator dan asisten
untuk mengenakan gown dan handscone
4. Berikan desinfeksi klem (1), deepres dan povidon iodine
10% dalam cucing pada asisten untuk melakukan desinfeksi
pada lapangan operasi
5. Lakukan drapping dengan memberikan :
a. Duk kombinasi (1) untuk bagian bawah badan
b. Duk kecil (1) untuk bagian bawah area operasi
c. Duk kecil (1) untuk bagian belakang gaun operator
Fiksasi dengan duk klem (4)
6. Dekatkan meja mayo dan linen lalu pasang kabel coutter.
7. Berikan kasa basah dan kering pada operator untuk
membersihkan lapangan operasi dari povidon iodine
8. Buka hemorrhoidal stapler set
9. Siapkan jelly setelah itu lumuri anal dilator dengan jelly
10. Memasukkan anal dilator/obdurator sirkular.
11. Anal dilator/obdurator sirkular dimasukkan melalui analis
kanalis untuk mendorong hemoroid yang prolapse kembali
naik ke atas / ke tempat semula.

12. Mempersiapkan jahitan


13. Hemoroid internal diposisikan ke tempat semula dan jahitan
dipersiapkan di mukosa rektal atau submukosa kira – kira se
kitar 4 – 6 cm dari dentate line , setelah itu berikan silk 2.0
untuk fiksasi dengan kulit

14. Berikan purse-string anoscoupe dan benanng untuk jahit


mukosa rectum (diatas linea dentate) secara melingkar dan
di lingkarkan secara longgar
15. Berikan sircular stapler pada operator
16. Bantu memasukkan sircular stapler dengan ujung terbuka
17. Berikan suture threader untuk mengaitkan ujung benang dan
berikan gunting untuk memotong benang
18. Berikan klem untuk memegang kedua ujung benang atau
cukup di simpul

19. Membantu memposisikan stapler saat operator memutar atau


mengencangkan stapler untuk memotong hemoroid, dan tahan
beberapa saat
20. Hentikan perdarahan dengan menggunakan pinset dan kassa
basah
21. Bereskan alat
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hemoroid adalah terjadinya pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena


didaerah anus yang berasal dari plexus hemorodialis hemoroid disebabkan
oleh Herediter atau keturunan, masentrorium tidak mempunyai katup.
Sehingga darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di
pleksus hemoroidalis, Fisiologis, radang dan lain sebagainya, penanganan
terhadap hemoroid dapat di lakukan operasi hemoroid konvensional dan
dengan cara hemoroid stappled kedua teknik ini sama sama melakukan
pemotongan hemoroid atau haemorrhoidektomy yang membedakan adalah
teknik dan alat yang digunakan pada teknik oprasi konvensional alat yang
digunakan masih sederhana sedangkan teknik oprasi dengan stappled sudah
mulai canggih dan mengurangi rasa nyeri pada pasien dan mengurangi
jaringan sehat yang ikut rusak.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan serta kesimpulan pada bab diatas, untuk
pengembangan lebih lanjut maka penuulismemberikan saran yang sangat
bermanfaat untuk dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo…(dkk). EGC. Jakarta.

Mansjoer, A. (2008). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses


Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

Pearce, Evelyn. C. (2006). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT.Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta.

https://id.scribd.com/document/354675390/INSTEK-HEMOROID. Diakses pada


tanggal 29 September 2017.

http://repository.unmuhpnk.ac.id/235/1/JURNAL%20WINDU%20FRIDOLIN.pd
f . Diakses pada 29 September 2017

Nawasasi Laksmi. 2005. Staping Hemoroidectomy,


(http://lakshminawasasi.blogspot.co.id), diakses 29 Desember 2017.

Winangun, dkk. Penatalaksanaan Hemoroid Interna Menggunakan Teknik


Rubber Band Ligation. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Suprijono, Moch. Agus. 2009. Hemorrhoid. Sultan Agung.

Mustofa, Syazili. 2013. Hemoroid (Wasir),


staff.unila.aca.id/syazilimustofa/2013/12/03/hemoroid-wasir. Diakses pada 29
September 2017

Anda mungkin juga menyukai