1. Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dilakukan secara akurat, lengkap, dimengerti, tidak duplikasi, tepat, dan langsung/realtime kepada penerima informasi untuk mengurangi kesalahan dan untuk meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat dilakukan menggunakan tulisan, lisan, atau elektronik. 2. Komunikasi efektif secara lisan dilakukan dengan cara menerapkan metode SBAR (Situation, Background, Assesment dan Rekomendation) dan teknik TBaK (Tulis, Baca kembali/write down/Read back) dan harus dikonfirmasi ulang/diverifikasi oleh pemberi instruksi dalam waktu 1x24 jam pada catatan terintegrasi. 3. Metode SBAR digunakan saat menyampaikan keadaan pasien seperti serah terima pasien, terutama pasien dengan nilai/hasil kritis/bermasalah, pada saat pergantian shift jaga/dinas, pada saat menitipkan pasien, pada saat memindahkan pasien dari satu unit ke unit lainnya, dan pada saat memberikan instruksi/informasi. 4. Metode SBAR dilakukan antara profesional pemberi asuhan, yaitu staf medis, staf keperawatan, dan staf klinis lainnya. 5. Saat petugas menerima instruksi atau hasil pemeriksaan melalui lisan atau telepon dari pemberi instruksi/informasi maka harus ditulis dengan lengkap dan akurat oleh penerima instruksi/infomasi. Kemudian penerima instruksi/informasi membacakan kembali instruksi atau hasil pemeriksaan, dan pemberi instruksi/informasi melakukan konfirmasi atas apa yang telah ditulis/diketik kembali secara akurat pada catatan integrasi oleh penerima instruksi/informasi 6. Semua instuksi atau informasi harus ditulis/diketik kembali pada catatan integrasi sebagai satu wadah komunikasi yang terintegrasi dari dan untuk para pemberi asuhan. 7. Khusus untuk obat NORUM/LASA dan untuk hasil pemeriksaan yang kritis/sulit dipahami harus di eja perhuruf satu persatu oleh penerima instruksi. 8. Tidak diperkenankan untuk berkomunikasi/memberikan instruksi dengan cara meninggalkan pesan di kotak pesan (SMS/Messenger lainnnya) dan kotak suara (voice mail). 9. Pada keadaan gawat darurat termasuk tindakan life saving, penerima instruksi cukup dilakukan repeat back (pengulangan instruksi) dan selanjutnya pencatatan dilakukan setelah tindakan. 10. Rumah sakit harus memiliki standar nilai kritis yang telah ditetapkan oleh unit radiologi, laboratorium, dan medis lainnya, baik pemeriksaan yang dilakukan di ruang khusus ataupun dilakukan di tempat tidur pasien sebagai acuan dasar pelaporan nilai kritis. 11. Pada keadaan darurat atau pasien dengan kondisi/nilai kritis dimana komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik tidak boleh dilakukan maka ditetapkan prosedur pelaporan kondisi kritis/darurat yang meliputi permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaan cito, penetapan nilai kritis, dan proses pelaporan nilai kritis kepada peminta pemeriksaan diagnostik dan dilakukan oleh pemberi asuhan yang kompeten dan mampu langsung melakukan instruksi berkelanjutan dari peminta pemeriksaan.