Anda di halaman 1dari 11

1

Fakultas Ilmu Komunikasi

MATA KULIAH: MANAJEMEN KRISIS PR (3 SKS)


MINGGU X

Pada minggu kesepuluh perkuliahan, mahasiswa diharapkan akan dapat mengetahui


serta memahami apa peran media pada situasi krisis, bagaimana pola kerja mereka dalam
mencari berita dan bagaimana mengelola hubungan dengan media pada saat krisis menyerang
perusahaan/organisasi agar mendapatkan dukungan mereka untuk memperkuat posisi
perusahaan/organisasi dalam menghadapi krisis tersebut.

PENGELOLAAN HUBUNGAN DENGAN MEDIA PADA SAAT KRISIS

I. PERAN MEDIA DALAM SITUASI KRISIS

Napoleon Bonaparte pernah mengatakan bahwa “Empat surat kabar yang tidak
bersahabat lebih ditakuti daripada seribu bayonet” untuk menggambarkan betapa pentingnya
peran media massa dalam membentuk opini publik, terutama di dalam situasi krisis (Regester
& Larkin, 2003:145).
Riset internasional telah memperlihatkan media menjadi sumber informasi yang
paling dipercaya di dunia Barat, di atas pemerintah bahkan di atas gereja (kecuali di Itali).
Dengan aset sebagai “yang paling dipercaya”, media bertindak sebagai saluran paling penting
dalam membentuk rasa percaya dan sikap masyarakat luas (Ibid, hal. 149).
Bahkan di Amerika Serikat, media telah menjadi sebuah sistem akibat tidak adanya
sistem penyiaran nasional tentang keadaan darurat. Masyarakat percaya pada apa yang
mereka lihat di televisi, mereka baca di surat kabar atau di website serta mereka dengar dari
radio. Jadi media-media tersebut merupakan penghubung utama pada peristiwa-peristiwa
krisis. Kebanyakan orang cenderung menelan apa yang terpotret dalam media sebagai fakta
atau kebenaran tanpa bertanya atau berdebat lagi. Hal yang bisa menjadi masalah jika
informasi yang tidak lengkap atau salah terlanjur diberitakan (internet).
Di Indonesia, meski belum ada riset resmi mengenai hal di atas, media massa
tampaknya sudah mulai membentuk persepsi dan sikap masyarakat perkotaan terhadap suatu
masalah yang sedang terjadi.
Pada akhirnya, program berita di surat kabar, televisi dan radio menjadi “produk”.
Media yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi memiliki angka penjualan
paling tinggi atau menjadi media yang paling tinggi pemirsa atau pendengarnya. Sedangkan
media yang tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut dapat hilang dari peredaran atau
mengalami penurunan penjualan atau pemirsa dan pendengar (Regester & Larkin, 2003:149).

II. MENDAPATKAN DUKUNGAN MEDIA PADA SAAT KRISIS

Dalam situasi krisis, yang kita harapkan dari media adalah sikap mereka yang
seburuk-buruknya netral dan sebaik-baiknya bersimpati terhadap krisis yang kita alami,
terutama jika ada korban yang meninggal dunia ataupun terluka. Namun jika media merasa
sebuah organisasi/perusahaan dalam situasi krisis lambat dalam memberikan informasi, tidak
berusaha mengajukan seseorang untuk diwawancarai atau menahan-nahan informasi, maka
mereka akan berubah menjadi sangat tidak bersahabat. Kunci komunikasi yang sukses dalam
situasi krisis adalah menetapkan organisasi pada pusat krisis sebagai “satu-satunya sumber
otoritas atas informasi tentang apa yang terjadi serta apa yang tengah dilakukan untuk
mengatasinya” (Regester & Larkin, 2003:149).
2

Contoh kesalahan dalam pengelolaan hubungan dengan media massa dilakukan oleh
pimpinan Exxon dan Pan Am yang berusaha menjauhkan media ketika sedang mengatasi
issue dan krisis (lihat kembali pembahasan kasus-kasus krisis di modul ke-5). Cara
penanganan yang berbeda terhadap media seperti yang dilakukan JAL dan British Midland
Airways justru menimbulkan simpati masyarakat terhadap krisis yang menyerang kedua
perusahaan tersebut (Ibid, hal. 145-148).
Beberapa minggu setelah kecelakaan pesawat Pan Am di Lockerbie, sebuah pesawat
Boeing 737 milik British Midland Airways jatuh di dekat Kegworth. Pimpinan perusahaan-
nya, Sir Michael Bishop, segera menuju tempat kecelakaan sambil memberikan wawancara
radio secara langsung dari telepon mobilnya dengan radio BBC Inggris, suatu tindakan yang
sangat sesuai dalam mengatasi situasi awal krisis.
Banyak orang di posisi manajerial takut diwawancarai oleh media karena perkataan-
nya mungkin dilaporkan secara salah oleh media. Mereka baru mau diwawancarai jika sudah
memiliki seluruh fakta dan telah menyusun semua jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
paling sulit. Dalam situasi krisis, menunggu terkumpulnya seluruh fakta akan memakan
waktu cukup lama sehingga dapat menjadi bencana karena seharusnya komunikasi harus
dimulai dengan segera.
Sir Michael Bishop di atas memberikan wawancara pada saat ia tidak mengetahui
apapun tentang kecelakaan itu: berapa orang yang meninggal, berapa yang terluka dan berapa
yang selamat. Ia hanya tahu bahwa salah satu pesawatnya mengalami kecelakaan. Namun
kekurangan informasi tentang peristiwa krisis yang baru terjadi adalah hal biasa. Dan
menghadapi dilema ini, ia memfokuskan pernyataannya pada apa yang ia rasakan tentang
krisis yang terjadi serta apa yang akan ia lakukan untuk mengatasi situasi krisis tersebut. Ia
mengatakan bahwa ia akan melakukan semua yang ada dalam batas kemampuannya untuk
menjamin perhatian akan keluarga korban, perawatan terbaik bagi mereka yang terluka dalam
kecelakaan itu serta pembeberan penyebab kecelakaan tanpa menyembunyikan rahasia apa-
pun agar kecelakaan serupa tidak terjadi lagi. Dan jika dikaji kembali, “isi” dari pernyataan-
nya tidak banyak, tetapi yang penting adalah ia mengerti dan mengimplementasikan peraturan
utama dari komunikasi krisis: “Mulailah segera dari pucuk pimpinan organisasi”.
Meski pada akhirnya ditemukan bahwa kecelakaan tersebut diakibatkan kesalahan
pilot, tapi tak seorangpun yang hilang kepercayaannya terhadap British Midland Airways
karena respon pimpinan perusahaannya yang terlihat memperhatikan masalah yang menimpa
perusahaannya serta memperlihatkan tanggungjawab dalam mengatasinya.

III. MEDIA SEBAGAI PENDUKUNG POSISI PERUSAHAAN PADA SAAT KRISIS


(Regester & Larkin, 2003:153-155)

Dalam banyak kasus, media akan bertindak penuh pertanggungjawaban jika ditangani
dengan cara terbuka dan jujur. Kegiatan PR dalam situasi krisis jangan pernah berusaha untuk
menyembunyikan fakta atas apa yang terjadi. PR harus bertindak sebagai fasilitator untuk
menjelaskan tentang apa yang terjadi serta sebagai “pengemudi” yang menjamin tindakan
yang sesuai diambil untuk pemulihan atas apa yang sudah berjalan secara salah.
Menyembunyikan fakta secara sengaja adalah perbuatan yang bodoh. Cepat atau lambat,
media akan menemukannya dan situasi akan menjadi lebih buruk akibat tuduhan
“menyembunyikan fakta”.
Selalu akan ada beberapa media yang melihat manajemen krisis sebagai suatu “seni
hitam” dan tidak akan percaya apapun yang dikatakan kepada mereka, sekalipun jumlah
mereka tidak banyak. Di Inggris, terdapat program televisi yang memfokuskan isinya pada
pemberitaan hal-hal buruk tentang suatu organisasi/perusahaan, contohnya Panorama dan
Watchdog. Indonesia tidak memiliki program yang separah itu, namun ada koran-koran
kuning yang tulisan-tulisannya sering mengkritik dan menghujat suatu organisasi/perusahaan
yang dianggap tidak mampu menangani situasi krisis.
3

Namun secara umum, media harus dilihat sebagai pendukung yang potensial dan
bukannya musuh. Sangat penting untuk menetapkan dan mengikuti agendanya. Karena itu
kadang kala konsultan PR menyarankan untuk menempatkan orang yang membaur dalam
kerumunan pers untuk mencari apa yang menjadi perhatian media serta berita apa yang
mereka harapkan untuk didapatkan. Cara ini membantu memformulasikan hal-hal yang akan
dikatakan dalam konferensi pers serta materi untuk siaran pers.
Bila organisasi/perusahaan melakukan pendekatan yang baik kepada media dalam
situasi krisis, media akan menahan diri untuk tidak segera memberitakan suatu peristiwa
krisis. Contohnya adalah kasus ancaman sabotase terhadap produk makanan anjing di Inggris.
Pengancam mengirimkan surat berisi ancaman dengan menyertakan botol kecil berisi racun
dan meminta uang sejumlah £50,000,- yang harus disetorkan ke rekening bank di Halifax
Building Society. Jika perusahaan tersebut memberitahukan ke media sejujurnya tentang surat
ancaman tersebut, penjualan produk pasti akan jatuh. Namun jika surat ancaman tersebut
bocor ke media, maka mereka pasti mencaci maki perusahaan tersebut yang dianggap
mementingkan keuntungan di atas segalanya. Penanganan yang tepat terhadap media agar
mendukung posisi perusahaan sangat diperlukan di sini. Perusahaan tersebut lalu meminta
bantuan Scotland Yard untuk berpartisipasi dalam konferensi pers yang bertujuan memberikan
informasi kepada media tentang ancaman tersebut tapi sekaligus meminta mereka untuk tidak
mempublikasikan berita tersebut hingga pelaku ancaman dapat ditangkap. Scotland Yard
menjelaskan bahwa pemberitaan yang luas tentang ancaman tersebut akan mempersulit
mereka dalam menangkap pelaku serta bisa mendorong si pelaku melaksanakan ancamannya.
Sebagai gantinya, perusahaan tersebut menawarkan briefing pers yang teratur untuk
memberitahukan perkembangan kasus dan jika pelakunya tertangkap, media boleh
mempublikasikan kasus itu. Meski tidak ada sanksi hukum untuk media yang
mempublikasikan kasus tersebut sebelum pelaku ditangkap, namun ternyata tidak ada satu
surat kabar atau televisi pun yang mempublikasikan kasus tersebut hingga pelakunya benar-
benar ditangkap.
Kasus di atas sangat memperlihatkan bahwa media bisa berkompromi bila pendekatan
yang dilakukan cukup baik dan penjelasan yang diberikan kepada mereka masuk akal.

IV. POLA KERJA MEDIA DALAM SUATU PERISTIWA KRISIS (internet)

Meskipun setiap peristiwa krisis itu unik atau tidak pernah sama antara satu dengan
yang lain, terdapat pola yang umum atas respon media terhadap akibat tragedi yang
berdampak pada seluruh komunitas. Tipe informasi yang dicari oleh media dalam situasi
krisis sering mengikuti pola berikut:

A. 0 – 12 jam pertama:

Pada waktu ini, media berusaha mencari informasi untuk menjawab pertanyaan “Apa
yang telah terjadi?”. Media mencoba mengumpulkan potongan cerita, bisa berdasarkan
pernyataan saksi mata, memonitor radio polisi ataupun bertanya pada sembarang orang
tentang apa yang telah terjadi (dan hal ini seringkali terjadi). Tentu saja informasi yang
didapat tidak lengkap, penuh konflik serta tidak akurat tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Skenario terburuk adalah kehadiran media di tempat kejadian krisis sebelum polisi dan regu
penyelamat sehingga mereka dapat memperoleh akses lebih besar terhadap peristiwa krisis
yang terjadi.
B. 12 – 24 jam pertama:

Ketika krisis sudah mulai terbuka, pertanyaan berikut yang dicari jawabannya oleh
media adalah “Siapa: siapa korban-korbannya?”. Seringkali terdapat perjuangan terhadap
deadline dalam memberitakan nama-nama korban yang meninggal dunia atau terluka. Dan tak
4

ada seorangpun yang kebal terhadap pencarian media akan informasi tentang para korban.
Mereka akan mencari informasi ini dari berbagai sumber, termasuk mendatangi rumah sakit,
polisi, regu penyelamat, keluarga, tetangga, sekolah, partner kerja, dan sebagainya. Semuanya
dilakukan dalam usaha mengidentifikasi siapa yang memiliki informasi tentang krisis dan
korban-korbannya.

C. 24 – 36 jam:

Pertanyaan berikut yang dicoba jawab oleh media adalah “Mengapa: mengapa
peristiwa krisis itu terjadi?”. Merupakan reaksi normal bagi sebagian orang, termasuk para
korban, untuk mencoba mengerti apa yang terjadi dengan menemukan seseorang atau sesuatu
untuk disalahkan (mencari kambing hitam) dan media membumbui histeria ini dengan
berspekulasi tentang siapa atau apa yang mungkin telah menyebabkan krisis sebelum fakta
yang sebenarnya atas situasi muncul.

D. 36 – 72 jam:

Pada saat ini media terus berspekulasi atas apa yang telah terjadi dan mengapa, serta
sebagai tambahannya, sering mulai mengevaluasi usaha penyelamatan yang dilakukan,
apakah usaha itu efektif dan tepat pada waktunya. Dan hal ini seringkali diberitakan ketika
operasi penyelamatan ataupun pembersihan area kecelakaan masih berlangsung.

E. 72 jam setelahnya:

Detil tentang apa yang terjadi di tempat peristiwa krisis menjadi berita basi, dan berita
lebih memfokuskan cerita pada pemakaman para korban yang meninggal dunia atau usaha
penyembuhan para korban terluka, contohnya. Cerita mengenai krisis pun sudah menjadi
berita basi. Jadi untuk meneruskan peliputan berita, media sering mencoba untuk “memutar”
cerita agar tetap menjadi berita. Media berusaha mencari sudut baru dalam memberitakan
informasi yang sama. Masalah-masalah mengenai gaya hidup, lingkungan sosial dan agama
para korban, cerita para korban yang menderita akibat peristiwa krisis, ataupun keraguan
masyarakat akan perusahaan, bisnis, pemerintah atau siapapun yang disalahkan telah
menyebabkan terjadinya krisis lalu muncul ke permukaan.

V. MEMONITOR MEDIA (Regester & Larkin, 2003:155-156)

Dalam manajemen issue sudah disebutkan bahwa memonitor media secara teratur
merupakan salah satu cara penting untuk menandai suatu issue yang sedang berkembang
sebelum menjadi suatu krisis.
Tetapi jika krisis SUDAH terlanjur terjadi, memonitor apa yang dikatakan oleh media
tentang situasi merupakan hal yang vital bagi respon organisasi/perusahaan nantinya. Jika ada
kesalahan fakta yang serius telah ditayangkan atau dicetak, maka organisasi/perusahaan harus
berusaha sekuat tenaga untuk mengkoreksinya. Sekali suatu kesalahan serius muncul dalam
tulisan di surat kabar ataupun diberitakan dalam tayangan televisi atau program radio,
kesalahan pemberitaan itu akan diulangi di berbagai media lain sehingga itulah yang terpatri
di benak masyarakat.
Sangat sulit untuk meminta koreksi dari media tersebut. Media itu sendiri tidak suka
mengakui bahwa mereka telah memberitakan hal yang salah. Langkah awal yang harus
diambil adalah memutuskan apakah kesalahan pemberitaan itu cukup serius untuk
ditindaklanjuti. Jika tidak terlalu serius, jangan mengirimkan surat untuk meminta ralat dari
editor karena justru akan menarik perhatian masyarakat pada kesalahan itu lagi. Namun jika
5

kesalahan pemberitaan tersebut sangat serius, perusahaan boleh mengajukan tuntutan kepada
media tersebut untuk meralatnya, bahkan membawa kasus tersebut ke pengadilan.

VI. LANGKAH-LANGKAH MENANGANI MEDIA DALAM SITUASI KRISIS


(Regester & Larkin, 2003:187-198)

1. Informasi latar belakang untuk memulai inisiatif

24 jam pertama merupakan saat penting. Ketiadaan informasi untuk media pasti terjadi
karena perusahaan/organisasi kekurangan fakta tentang peristiwa yang terjadi. Kekosongan
tersebut dapat dijembatani dengan menawarkan informasi latar belakang tentang perusahaan
bagi media. Hal ini memproduksi dua hasil:
1) Menciptakan ruang untuk bernafas yang berharga untuk mengumpulkan dan mencek
informasi tentang kejadian sebelum dipublikasikan ke media.
2) Tindakan ini mendemonstrasikan ke media bahwa organisasi/perusahaan secara jelas ingin
bekerjasama dan berkomunikasi dengan mereka.
Para wartawan yang berkumpul atau menelepon untuk meliput berita kadang-kadang
tidak tahu apapun tentang perusahaan yang sedang terkena krisis ataupun kinerjanya.
Penawaran informasi latar belakang akan memberikan gambaran pada media untuk mulai
membuat kerangka cerita yang akan ditulis, ditayangkan ataupun disiarkan.
Jadi, terus memperbaharui paket berisi informasi latar belakang tentang organisasi/
perusahaan merupakan hal yang penting. Poin-poin yang bisa dimasukkan ke dalamnya
adalah sebagai berikut:
o Foto-foto
o Diagram
o Informasi dasar tentang:
 Jumlah karyawan
 Sudah berapa lama perusahaan bergerak dalam bisnis tersebut
 Deskripsi bisnis
 Nama para eksekutif kunci
 Data keamanan dan pelatihannya

Beberapa paket ditempatkan di kantor pusat perusahaan dan di tiap tempat yang
berpotensi terserang krisis, yang merupakan tempat orang-orang media akan menyerbu bila
terjadi suatu peristiwa krisis. Penempatan paket tersebut akan membantu perusahaan untuk
memulai inisiatif dalam mengkomunikasikan krisis serta mencegah terjadinya kekosongan
informasi kepada media.

2. Menyiapkan sebuah pusat untuk pers (Press Centre)

Bagi perusahaan yang mengalami peristiwa krisis jauh dari kantor pusatnya, perlu
melakukan survey terlebih dahulu terhadap lingkungan di dekat tempat terjadinya peristiwa
krisis sebelum mengadakan konferensi pers. Lakukan persiapan-persiapan yang diperlukan
dengan hotel atau tempat penginapan lokal yang dapat segera dijadikan pusat bagi media
selama proses mengatasi krisis berlangsung. Media hanya boleh diberi informasi pada saat
konferensi pers saja. Meskipun media akan menginvestigasi orang-orang lain di antara setiap
konferensi, tetapi setidaknya dengan konferensi pers perusahaan akan memiliki kesempatan
memberitahukan cerita dari sisi perusahaan itu sendiri sekali atau dua kali dalam sehari, serta
mengkoreksi informasi salah yang dikumpulkan oleh para wartawan dari pihak-pihak lain.
Waktu yang baik untuk mengadakan acara konferensi pers adalah 10:30 dan 15:30 karena
sesuai dengan waktu deadline kebanyakan media.
6

Namun bila peristiwa krisis terjadi di kantor pusat, perusahaan dapat mempersiapkan
satu ruang atau aula yang khusus untuk menampung para wartawan yang mendatangi kantor
pusat. Tapi jika perusahaan tidak mau kantor pusat dikerumuni oleh para wartawan,
perusahaan dapat bekerja sama dengan sebuah hotel ataupun gedung terdekat dengan
menyewa sebuah ruang yang cukup luas untuk tempat berkumpulnya para wartawan.

3. Mengelola konferensi pers

Mengadakan konferensi pers bisa menjadi sebuah mimpi buruk karena ada ratusan
wartawan yang berpotensi menjadi musuh berkumpul di satu lokasi. Kuncinya adalah
pelatihan dan persiapan. Tempat konferensi pers harus mencakup:
o Saluran telepon keluar dan handset
o Minimal dua mesin fax
o Dua pintu masuk: satu yang dapat digunakan oleh manajemen perusahaan dan yang
lainnya untuk orang-orang dari media keluar masuk.
o Diagram yang besar dari tempat peristiwa krisis atau materi bantuan visual lainnya yang
akan membantu manajemen dalam menjelaskan apa yang telah terjadi.
o Paket-paket informasi latar belakang untuk pers.
o Makanan dan minuman ringan.
o Fasilitas toilet.
o Pengamanan yang cukup untuk menjamin kontrol terhadap orang-orang, baik yang berada
di tempat peristiwa krisis maupun yang berada di luar tempat tersebut, dengan
pertimbangan khusus terhadap keselamatan mereka.

Beberapa tips di bawah ini akan berguna untuk membantu manajemen perusahaan
dalam melaksanakan konferensi pers yang sukses:
o Batasi jumlah tim manajemen agar hanya terdiri dari orang-orang yang
memiliki pengetahuan spesifik atas aspek yang berbeda terhadap peristiwa krisis tersebut.
JANGAN terperangkap dengan pemikiran bahwa makin banyak orang di meja pembicara
maka makin aman dalam menjawab pertanyaan media karena dengan semakin banyaknya
wakil dari manajemen perusahaan, maka justru makin banyak target yang dapat dicecar
oleh media. Selain itu, tim pembicara di konferensi pers haruslah diketuai oleh seorang
eksekutif senior perusahaan yang MAMPU menjadi seorang pembicara yang baik.
o Tempatkan pengukur waktu pada ruang konferensi bila anggota tim
manajemen harus meninggalkan ruangan untuk menangani masalah lain. Waktu
konferensi pers TIDAK KURANG dari 30 menit. Akhiri konferensi pers pada waktu yang
telah ditetapkan.
o Mengeluarkan siaran berita baru pada KESIMPULAN konferensi. Tempatkan
salinan berita secara strategis di pintu keluar dan umumkan pada seluruh wartawan
sehingga mereka terdorong untuk menggunakan pintu keluar tersebut, sementara tim
manajemen keluar ruangan melalui pintu yang lain.

Konferensi pers sangat jarang berjalan baik dengan media televisi. Sebaiknya
dilakukan wawancara satu persatu dengan televisi setelah konferensi. Jangan pernah
mengeluarkan kamera dari ruang konferensi. Namun bagaimanapun juga, mintalah pada
wartawan untuk menempatkan kamera televisi di bagian belakang ruangan dan jangan di atas
meja yang terlalu dekat dengan para pembicara. Hal ini akan terasa mengintimidasi
manajemen serta membuat marah para wartawan dari media cetak dan radio yang jadi sulit
untuk melihat para pembicara.
Ada alasan lain mengapa sebaiknya mengadakan wawancara setelah konferensi pers.
Kadang-kadang pembicara membuat kesalahan pernyataan yang fatal dalam konferensi pers
sehingga keesokan harinya muncul menjadi berita utama di surat kabar. Wawancara dengan
televisi segera setelah acara konferensi memungkinkan manajemen mengkoreksi kesalahan
7

tersebut. Lebih banyaknya orang yang menonton televisi dibandingkan dengan yang membaca
koran memungkinkan kesalahan tersebut terkoreksi.
Poin akhir yang harus diingat tentang memberikan wawancara dengan televisi setelah
konferensi pers adalah permintaan wawancara yang terlalu banyak sehingga manajemen tidak
akan bisa memenuhi semua permintaan tersebut. Untuk mengatasi, pihak manajemen dapat
menjelaskan kepada media bahwa tidak ada waktu yang cukup untuk memenuhi semua
permintaan mereka tapi perusahaan dapat memberikan satu wawancara yang dapat dimiliki
bersama oleh beberapa media. Dengan cara ini, media akan memilih siapa dari mereka yang
akan melakukan wawancara dan kru televisi mana yang akan bertugas. Kemudian hasil
rekaman wawancara tersebut dapat digunakan secara bersama-sama.

4. Menghadapi wawancara dengan televisi

Melatih pembicara bagi wawancara di televisi sangat vital dalam skenario krisis,
sebagian untuk mengajarkan teknik serta memberikan rasa percaya diri, sebagian lagi adalah
untuk mendapatkan siapa yang bisa tampil dengan baik serta siapa yang tidak bisa.
Tips-tips dasar dalam wawancara televisi adalah sebagai berikut:
o Siapkan tiga poin utama yang jika sesuai, mengacu pertama-tama pada orang terlebih
dahulu, kedua pada kerusakan lingkungan atau properti serta ketiga pada konsekuensi
finansial.
o Jika mungkin, adakan pelatihan wawancara sebelum benar-benar dilaksanakan.
o Jangan pernah berspekulasi tentang peristiwa krisis selain berkata “penyebabnya akan
ditetapkan setelah investigasi lengkap telah diselesaikan”.
o Antisipasi pertanyaan tersulit dan siapkan jawaban yang sesuai.
o Hargai tindakan pihak ketiga seperti polisi, regu penyelamat, dan lain-lain.
o Jangan pernah menunjukkan kesalahan ada pada perusahaan, karyawan atau pihak ketiga.
o Pandangi mata pewawancara, jangan sekali-kali berbicara kepada kamera.
o Yakinlah ketiga poin utama tadi dikomunikasikan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan.
o Segera koreksi pernyataan yang bersugesti atau ambigu dari pewawancara, potong
pembicaraannya bila memungkinkan.

5. Menjawab telepon dari media

Telepon dari media nantinya akan lebih penting daripada jumlah wartawan yang dapat
mencapai tempat peristiwa krisis. Bila para wartawan terlambat datang ke tempat kejadian,
sisa-sisa insiden mungkin telah dibersihkan sehingga telepon menjadi saluran informasi yang
sangat penting.
Perusahaan yang sedang diserang krisis sebaiknya menciptakan sebuah ruang
penjawab telepon dari media yang dilengkapi dengan handset yang cukup serta nomor telepon
terpisah yang dapat segera diminta pada saat darurat untuk mencegah saluran di nomor
telepon normal perusahaan menjadi sibuk sehingga kegiatan bisnis yang rutin tetap dapat
berjalan.
Hal-hal lain yang harus dipersiapkan bagi tim penjawab telepon dari media termasuk:
o Buku / map dengan kertas-kertas bernomor untuk mencatat bagi setiap anggota tim.
o Kotak untuk mengarsip bagi tiap anggota tim.
o Flip chart dan pena
o Whiteboard dan spidol
o Peta tempat terjadinya peristiwa krisis
o Mesin fax dan mesin photo copy
o File “Fast Facts” (fakta segera) tentang perusahaan dan bagian-bagian dari perusahaan
yang terkena dampak krisis.
8

Yang dimaksud dengan “fast facts” adalah penggambaran tim penjawab telepon dari
media sebagai pengganti paket informasi mengenai latar belakang perusahaan. Bentuknya
tertulis dalam bahasa percakapan yang diindeks dengan seksama serta memuat berbagai
jawaban terhadap setiap pertanyaan dari para wartawan tentang situasi krisis yang sudah
diantisipasi oleh manajemen, sehingga tim penjawab telepon segera dapat memberikan respon
terhadap pertanyaan-pertanyaan wartawan.
Kesalahan perusahaan yang sering terjadi adalah memberikan informasi hanya melalui
Siaran Pers, sedangkan penyiapan suatu siaran pers akan membutuhkan waktu lebih lama,
padahal informasi pada situasi krisis tidak boleh mengalami kekosongan.

6. Siaran Berita

Siaran berita merupakan komunikasi kunci dalam situasi krisis yang memberikan
penjelasan perusahaan tentang apa yang terjadi dan dapat digunakan untuk mencantumkan
kutipan dari manajemen senior mengenai perasaannya atas situasi yang terjadi. Siaran berita
harus tetap berisi penuh dan cepat selama periode krisis berlangsung.
Ide yang baik adalah memberi nomor, waktu dan tanggal pada bagian atas setiap
siaran berita, sehingga para wartawan dapat mengikuti kronologi peristiwa lebih mudah. Para
penjawab pertanyaan media juga dapat menanyakan kembali pada media siaran berita yang
mana saja yang sudah diterima oleh para wartawan tersebut berdasarkan nomor & tanggalnya,
dan dapat segera menjawab pertanyaan wartawan sesuai tingkat pengetahuan wartawan
tersebut tentang peristiwa krisis yang menyerang perusahaan.
Dalam beberapa situasi, cukup baik untuk memikirkan siapa yang lagi yang akan
dikontak oleh media untuk mendapatkan informasi tentang keadaan darurat, seperti polisi,
rumah sakit terdekat atau pihak-pihak ketiga. Mereka juga dapat dikirimi salinan siaran berita
perusahaan agar tetap dapat mengikuti perkembangan peristiwa krisis tersebut sehingga dapat
memberikan jawaban bila media berusaha mencari informasi melalui mereka. Pemberian
siaran berita ke pihak-pihak lain yang terlibat juga baik untuk menjaga kekonsistenan pesan
dari seluruh pihak yang terlibat tersebut.
Poin akhir: kadang-kadang memungkinkan untuk menyiapkan suatu “proforma
holding statement” dalam mengantisipasi krisis, contohnya dalam kasus kecelakaan fisik
(lihat contoh pada halaman 11).
Pernyataan pers harus selalu mengumumkan berita dalam urutan berikut:
o Penyebab insiden
o Lokasi insiden
o Detil kematian (jumlah bukan nama)
o Detil yang terluka (jumlah bukan nama)
o Detil area yang terkena dampak
o Detil dampak pada lingkungan
o Detil tindakan yang akan dilakukan kepada para pelanggan/konsumen
o Kutipan dari manajer senior yang mengekspresikan penyesalan atas insiden tersebut serta
penghargaan kepada mereka yang terlibat dalam seluruh aspek darurat
o Detil tentang investigasi susulan terhadap penyebab insiden
o Peringatan tentang catatan keamanan lokasi (jika memang selama ini sudah terkelola
dengan baik) sebelum insiden terjadi

VII. TAMBAHAN BERKOMUNIKASI DENGAN MEDIA PADA SAAT KRISIS (internet)

1. Berkomunikasi dengan Media


9

Sebelum krisis terjadi atau ketika krisis terjadi, organisasi/perusahaan harus


mengantisipasi informasi apa yang diinginkan oleh media. Sebaiknya jangan pernah berkata
“Tidak ada komentar” kepada wartawan pada saat krisis karena akan terlihat perusahaan
menyembunyikan sesuatu atau justru mengaku bersalah.
Fearn-Banks dalam bukunya Crisis communications: A casebook approach
memberikan daftar hal-hal yang biasa ditanyakan media pada suatu peristiwa krisis:
 Apa yang terjadi?
 Apakah ada korban meninggal dunia / luka-luka?
 Seberapa parah tingkat kerusakannya?
 Mengapa kerusakan itu terjadi?
 Siapa / pihak mana yang bertanggungjawab?
 Apa yang dilakukan untuk mengatasi krisis?
 Kapan kira-kira krisis dapat teratasi?
 Apakah ini pertamakalinya kejadian seperti ini terjadi?
 Apa ada tanda-tanda peringatan sebelum terjadi?

Fearn-Banks juga menambahkan beberapa pertimbangan berikut:


 Jika organisasi/perusahaan membuat kesalahan, sebaiknya mengaku
dan memohon maaf, karena mencoba untuk menutupi kesalahan akan memperlama krisis.
 Jika situasinya genting, seperti bencana yang telah mengakibatkan
kematian, luka-luka, atau memiliki ancaman keamanan terhadap kesehatan masyarakat,
kontak media dan beritahu mereka bahwa perusahaan sedang bekerja menangani situasi.
Hal ini akan memperlihatkan bahwa perusahaan memperhatikan keselamatan masyarakat
dan menyadari kebutuhan media.
 Jika situasinya tidak terlalu genting, luangkan waktu untuk
menginvestigasi situasi dan apa yang telah terjadi sehingga perusahaan dapat menyiapkan
jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan media.
 Jika seorang wartawan menghubungi perusahaan namun perusahaan belum mengetahui
situasi, mintalah agar dapat menghubunginya lagi nanti setelah mencek apa yang sebenar-
nya telah terjadi. Jangan berbicara tentang sesuatu jika tidak tahu detil kejadiannya.
 Identifikasi juru bicara perusahaan untuk mengurangi pernyataan yang menimbulkan
konflik atau opini yang belum dikonfirmasi. Dalam masa krisis, CEO biasanya menjadi
juru bicara utama perusahaan.
 Pertimbangkan untuk mengadakan konferensi pers untuk mengkomunikasikan pesan-
pesan kunci tentang krisis. Namun jangan adakan konferensi pers yang tidak perlu jika
justru membuat perusahaan menjadi perhatian utama.

2. Bekerjasama dengan Media

Dalam rangka “semangat bekerja sama” dengan media, Fearn-Banks merekomendasi-


kan tiga tipe respon terhadap pertanyaan-pertanyaan media:
 “Kami mengetahuinya dan inilah seluruh informasinya.”
 “Kami belum mengetahui semuanya saat ini. Inilah yang kami ketahui.
Kami akan mencari tahu lebih banyak dan akan memberitahukannya pada Anda sekalian.”
 “Kami tidak tahu apapun saat ini, tapi kami akan mencari tahu dan
memberitahukannya pada Anda sekalian.”

Berikut adalah hal-hal yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan ketika bekerja
sama dengan media pada saat krisis:
10

Yang sebaiknya dilakukan: Yang sebaiknya TIDAK dilakukan:


1 Dengarkan seluruh pertanyaan Terlihat malu
sebelum menjawab
2 Gunakan bahasa sehari-hari Menebak-nebak atau berspekulasi
3 Jagalah sikap yang tepat Menjadi marah karena ucapan salah dikutip
4 Pahami pekerjaan wartawan Memilih-milih media
5 Mudah dihubungi Memberhentikan pemasangan iklan dari media-
media yang tidak koperatif
6 Perlakukan wartawan sebagai teman Menganggap siaran pers Anda sempurna
7 Beritahukan yang sebenarnya Mempertahankan satu cerita padahal cerita
sebenarnya telah berubah
8 Pandangi mata wartawan Terperangkap dalam prediksi
9 Patuhi rencana komunikasi krisis Menggunakan kacamata hitam, mengunyah
perusahaan permen karet atau merokok
10 Terus informasikan tentang krisis
pada seluruh karyawan

Meski media adalah saluran informasi yang penting selama masa krisis, namun jangan
mempercayakan seluruhnya pada media untuk menyampaikan pesan perusahaan pada
publik yang terkena dampak krisis. Mempercayakan pada media berarti perusahaan
memiliki sedikit control pada pesan final. Selain itu, media memiliki topik-topik lain di
luar masalah krisis perusahaan kita sehingga mungkin kita hanya akan mendapat sedikit
ruang di media cetak ataupun sedikit waktu siar di radio dan televisi.

DAFTAR REFERENSI

Regester, Michael, Judy Larkin. Risk Issues and Crisis Management in Public
Relations. New Delhi: Crest Publishing House, 2003.

Artikel-artikel dari internet.

CONTOH “PROFORMA HOLDING STATEMENT”


11

Logo & Alamat


Organisasi

PRESS STATEMENT

Tanggal :

Waktu :

No. :

Perusahaan XYZ mengkonfirmasikan sebuah insiden (nyatakan bila sudah


diketahui) telah terjadi (nyatakan di mana dan kapan) serta koordinasi pelayanan
penyelamatan darurat telah dikontrol oleh tim manajemen krisis di tempat
kejadian.

Detil yang pasti tentang insiden belum diketahui, tetapi setiap tindakan yang
mungkin dilakukan telah diambil untuk menyelamatkan para korban dan
lingkungan sekitarnya.

Latar belakang informasi tentang tempat peristiwa terlampir serta informasi


yang lebih detil tentang insiden akan disiarkan segera setelah informasi tersebut
tersedia.

Nomor telepon khusus berikut ini telah dikeluarkan oleh perusahaan XYZ untuk
menjawab permintaan informasi dari media tentang insiden yang terjadi……

- selesai -

Anda mungkin juga menyukai