Anda di halaman 1dari 3

BAB I

1.1 Latar Belakang

Kebiasaan merokok di Indonesia saat ini merupakan kebutuhan sekunder yang


dianggap sebagai kebutuhan primer oleh sebagian orang, terutama para perokok. Merokok
sudah menjadi gaya hidup sebagian masyarakat di Indonesia. Merokok di tempat umum
sudah tidak dianggap lagi sebagai hal yang tabu oleh masyarakat. Hampir setiap tempat
di Indonesia dapat kita jumpai para perokok yang sedang menikmati sebatang rokok dalam
berbagai kondisi. Kegiatan tersebut tak hanya dilakukan oleh orang dewasa, namun para
remaja baik pria maupun wanita juga terlihat sedang menikmati kegiatan merokok.

Tidak dapat dipungkiri bahwa merokok mengandung sensasi kenikmatan tersendiri.


Sensasi kenikmatan pada rokok bukan merupakan satu- satunya alasan untuk merokok, ada
beberapa motivasi lain yang diketahui melatarbelakangi seseorang untuk merokok, sehingga
lambat laun berpotensi menimbulkan kecanduan. Beberapa motivasi itu antara lain
menganggap bahwa rokok adalah simbol kejantanan, rokok adalah simbol kebebasan.
Masyarakat dalam aspek sosial menganggap menghisap rokok adalah simbol pergaulan,
toleransi, persahabatan, dan solidaritas. Menghisap rokok terlihat keren, atraktif, dan
sensual. Para perokok juga meyakini bahwa rokok bisa menghilangkan beberapa perasaan
kurang nyaman seperti menghilangkan rasa stress.

Upaya dalam menurunkan jumlah perokok di Indonesia memang tidak mudah. Ada
beberapa permasalahan yang kompleks di antaranya adalah aspek ekonomi, dan sosial.
Namun bagaimanapun juga masyarakat berhak memperoleh udara segar untuk memperoleh
sirkulasi pernafasan yang sehat. Hak tersebut mendapatkan landasan hukum dalam UUD
1945 dalam pasal 28

H ayat (1) yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”. Untuk mengatasi hal tersebut, maka ditetapkan
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Institusi yang telah menerapkan
Kawasan Tanpa Rokok umumnya adalah tempat sarana kesehatan seperti rumah sakit,
puskesmas, toko obat atau apotek, laboraturium dan tempat kesehatan lainnya, tempat
proses belajar mengajar seperti sekolah,perguruan tinggi, dan tempat pendidikan lainnya,
tempat ibadah seperti masjid, gereja, pura dan tempat ibadah lainnya, beberapa tempat kerja
seperti perkantoran pemerintah dan perkantoran swasta serta tempat umum seperti pusat
perbelanjaan, tempat kegiatan anak-anak, angkutan umum, tempat umum seperti taman
kota

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau
mempromosikan produk tembakau. Pengertian tersebut tertuang dalam pasal pertama
Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri
No.188/Menkes/PB/I/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Asap Rokok.
Diharapkan dengan pedoman tersebut terjadi intervensi yang kuat terhadap pengendalian
perokok yang sering menghisap rokok di sembarang tempat.

KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu,


masyarakat, parlemen, maupun pemerintah untuk melindungi generasi

sekarang maupun yang akan datang. Komitmen bersama dari berbagai elemen akan
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan KTR. Hanya Undang-Undang atau PERDA
KTR yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi bukan perokok terhadap paparan
asap rokok orang lain (TCSC, 2012)

1.2 Identifikasi Masalah


- Terdapat Keyakinan Pada Masyarakat Bahwa Kebiasaan Merokok Sulit Untuk
Dihentikan
- Akibat Yang Didapatkan Dari Perokok Aktif Dan Perokok Pasif
- Urutan Keberapa Indonesia Untuk Merokok
- Masih Adanya Pasien Dan Pelayanan Kesehatan Yang Masih Merokok

1.3 Rumusan Masalah


- Bagaimana Penerapan Ktr Di Puskesmas?
- Faktor Penghambat Dari Implementasi Ktr Di Puskesmas?
1.4 Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
- Mengetahui penerapan kawasan tanpa rokok berdasarkan surat edaran di puskesmas
- Mengetahui faktor penghambat dari penerapan ktr
b. Tujuan khusus
- Mengetahui implementasi pelaksanaan kebijkan ktr di puskesmas
-
1.5 Manfaat Penelitian
 Manfaat Teoritis
Memberikan Manfaat Berupa Informasi Dan Pengetahuan Sebagai Refrensi Serta
Akan Penelitian Berikutnya Mengenai Implementasi Ktr Di Lingkungan Puskesmas
 Manfaat Praktis
- Bagi Puskesmas
Sebagai rancangan strategi menciptakan ktr di puskesmas tersebut
- Bagi Masyarakat
Sebagai alternatif untuk dapat menerapkan ktr yang lebih efektif untuk pengendalian
rokok baik dipuskesmas maupun di rumah

1.6 Ruang Lingkup


Ruang Lingkup Dalam Penelitian Ini Dibatasi Dan Hanya Pada Implementasi kebijakan
Ktr Di Puskesmas Pada Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai