Anda di halaman 1dari 12

Laporan Kasus

SEORANG PASIEN DENGAN KARSINOMA HEPATOSELULAR


(HEPATOMA)
Ni Made Lintya Andani, D. G. A Budiyasa
Bagian/KSM Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Warmadewa/ RSUD Sanjiwani Gianyar

Pendahuluan
Karsinoma Hepatoselular (Hepatoma/HCC) atau kanker hati merupakan
pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang ditandai dengan bertambahnya jumlah
sel dalam hati yang memiliki kemampuan membelah/mitosis disertai dengan
perubahan sel hati yang menjadi ganas1.
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, Hepatoma
merupakan tumor yang menempati posisi terbanyak kelima di dunia dan menjadi
tumor kedua terbanyak yang menyebabkan kematian. Jumlah kasus baru hepatoma
pada 2012 mencapai 782,000 diseluruh dunia dan terjadi sebesar 83% dinegara
berkembang . Sedangkan insiden hepatoma meningkat secara signifikan di Amerika
Serikat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Menurut The Surveillance
Epidemiology End Result (SEER) yang merupakan program dari National Cancer
Institute (NIH), insiden hepatoma mencapai 39.230 jiwa dengan 27.170 jiwa
meninggal diantaranya pada tahun 2016. Risiko hepatoma meningkat pada pasien
usia > 70 tahun dengan sebagian besar hepatoma terjadi pada laki-laki dengan
perbandingannya pada perempuan adalah 2-2,4:1 dengan insiden tertinggi terjadi
pada masyarakat Asia Timur dan Selatan, Afrika Tengah dan Barat, Melanesia, dan
Micronesia/Polynesia 2,3,4.
Penyebab dari hepatoma 90% tidak diketahui secara pasti. Namun terdapat
beberapa faktor yang dapat berpengaruh. Adanya riwayat Chronic Liver Disease,
dan Sirosis Hepatis dapat memicu terjadinya hepatoma. Sirosis Hepatis dapat
terjadi akibat infeksi virus hepatitis maupun konsumsi alkohol yang berlebih.
Faktor risiko lainnya adalah obesitas, diabetes mellitus, ataupun fatty liver disease;
serta paparan dari aflatoxin B1. Hepatitis B dan C merupakan penyebab tersering

1
terjadinya hepatitis kronis5. Sebanyak 54% pasien hepatoma terinfeksi virus
Hepatitis B dan 31% terinfeksi virus Hepatitis C. Prevalensi sirosis yang ditemukan
pada pasien hepatoma mencapai 85-95% dengan rata-rata insiden terjadinya
hepatoma pada pasien sirosis mencapai 1-8% pertahun6,7,8,9.
Mengingat tingginya angka mortalitas akibat hepatoma penulis tertarik untuk
menulis karya ilmiah berjudul karsinoma hepatoselular yag bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai hepatoma, mengetahui gejala dan tanda yang
timbul serta cara penanganan.

Kasus
Seorang laki-laki, 49 tahun Hindu, Bali, datang ke datang ke IGD RSUD Sanjiwani
diantar oleh keluarganya dalam keadaan sadar dengan keluhan mual sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Mual dikatakan terus-menerus dan memberat sejak 3
jam SMRS. Mual dikatakan disertai dengan muntah sebanyak >5 kali dengan isi
muntahan hanya berupa lendir kekuningan. Awalnya sejak 1 bulan SMRS perut
pasien membesar dan muncul keluhan mual. Tidak ada faktor memperberat maupun
faktor memperingan dari keluhan pasien. Selain itu pasien juga mengeluhkan perut
membesar disertai nyeri perut kanan atas dan membuat pasien merasa tidak
nyaman. Nafsu makan dikatakan menurun dan pasien merasa lemas. Mata pasien
juga dikeluhkan kuning namun keluarga pasien tidak menyadari sejak kapan. Berat
badan pasien dikeluhkan menurun dalam 1 bulann terakhir. Keluhan lain seperti
BAB hitam dan demam disangkal. BAB dan BAK masih dalam batas normal.
Riwayat penyakit dahulu pasien sebelumnya pernah dirawat inap di RSUD
Sanjiwani Gianyar dengan keluhan yang sama dan didiagnosis dengan hepatoma
serta dinyatakan menderita hepatitis B. Pasien dirawat selama 7 hari (08/05/18-
15/05/18). pasien juga memiliki riwayat hernia sejak 5 tahun yang lalu namun tidak
pernah melakukan operasi. Riwayat alergi penyakit kronis lainnya seperti
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung maupun ginjal disangkal.
Riwayat penyakit keluarga, terdapat anggota keluarga pasien yang pernah
memiliki keluhan serupa yaitu kakak dan ibu pasien. Pasien merupakan seorang
petani. Pasien menyangkal memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.

2
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesan sakit sedang, kesadaran compos
mentis (E4V5M6), Tekanan Darah 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 18
x/menit dan suhu aksila 36oC. Terdapat ikterik pada kedua mata. Tidak didapatkan
kelainan pada pemeriksaan THT.Pada pemeriksaan dada didapatkan batas jantung
dalam batas normal, S1-S2 tunggal, regular, tidak didapatkan adanya murmur.
Suara vesikuler, tidak didapatkan rhonki dan wheezing. Pada pemeriksaan abdomen
tampak ascites. Pada palpalsi hepar teraba 3 jari dibawah processus xhipoideus dan
4 jari dibawah arcus costa. Permukaan berdungkul dengan tepi tumpul serta adanya
nyeri tekan. Lien tidak teraba. Ekstremitas hangat tanpa edema. Turgor dan
elastisitas kulit dalam batas normal.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 5,4x 103/μL; Gran % 75,4%;
Lymph% 14,7%; RBC 2,74x106/μL; HCT 30,7%; HGB 10,6g/dL; PLT 83x 103/μL;
MCV 112,0 fL; MCH 38,7 pg; MCHC 34,5g/dL; Gula Sewaktu 76mg/dL, Ureum
47 mg/dL, Creatinin 1,3 mg/dL, SGOT 178 U/L, SGPT 53 U/L, Natrium 131
mmol/L, Kalium 5,9 mmol/L dan Clorida 106 mmol/L. Pemeriksaan bilirubin
didapatkan bilirubin total 5,33 mg/dL, bilirubin indirek 2,94 mg/dL, bilirubin direk
2,39 mg/dL, dan ALP 120 U/I. Pemeriksaan HbsAg didapatkan positif. Dari
pemeriksaan radiologi foto polos abdomen didapatkan kesan nefrolitiasis sinistra,
vesikolitiasis. Dari USG Abdomen didapatkan kesan ascites, nefrolitiasis sinistra,
vesikolitiasis, susp.hepatoma multinodular dd hemangioma multiple, hipertrofi
prostat. Dari data-data tersebut diatas, pasien didiagnosis dengan Karsinoma
Hepatoselular (Hepatoma) disertai dengan nefrolitiasis sinistra dan vesikolitiasis.
Pengobatan yang diberikan yaitu pemasangan IVFD RL : D5% ~ 20 tpm, Ranitidin
2x 40 mg (IV), Ondancentron 3x 4mg (IV), Kalitake 3x1 sachet (po) dan
diplanningkan untuk cek elektrolit ulang diruangan.
Pada hari kedua perawatan, pasien masih mengeluh mual dan disertai muntah,
lemas dan penurunan nafsu makan. Terapi dilanjutkan dengan IVFD D5% : Futrolit
= 1:1 ~ 12 tpm, Ranitidin 2x 40 mg (IV), Ondancentron 3x 4mg (IV) k/p, Codein
2x10mg (po), paracetamol 4x500mg (po), propranolol 1x10mg (po), dan Antasida
syr 3x CI . Pada hari ketiga pasien masih mengeluh mual namun sudah tidak disertai
muntah. Nafsu makan masih menurun dan merasa lemas. Terapi sebelumnya
dilanjutkan. Keluhan masih sama hingga hari kelima. Terapi sebelumnya

3
dilanjutkan. Pada hari keenam keluhan mual berkurang namun pasien kembali
muntah dan BAK dikeluhkan seperti teh. Terapi sebelumnya dilanjutkan dengan
perubahan dosis pada Ondancentron yaitu 3x 8mg (IV). Pada hari ketujuh keluhan
mual dan muntah tidak ada, pasien hanya mengeluh lemas. Terapi sebelumnya
dilanjutkan. Pada hari kedelapan pasien kembali merasa mual dan muntah.Terapi
cairan diganti menjadi IVFD D5% : Aminoleban dengan perbandingan 1:1~12 tpm.
Pada hari kesembilan keluhan mual muntah berkurang dan pasien merasa lemas.
Namun pada hari kesepuluh pasien kembali merasakan keluhan mual dan muntah,
terapi sebelumnya dilanjutkan dengan ditambahkan Curcuma 2x20mg (po). Pada
hari perawatan keduabelas pasien mengalami penurunan kesadaran pukul 21.30
wita. Didapatkan kesadaran somnolen dengan GCS E2V2M3, Tekanan Darah
120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 16 x/menit, suhu aksila 37oC dan GDA
71 g/dL. Diberikan penatalaksanaan IVFD D5% ~ 30 tpm, D40% 1 fls, dan
dilakukan KIE kepada keluarga mengenai perburukan kondisi pasien. Pada hari
ketigabelas pukul 02.46 wita pasien dikeluhkan dengan muntah darah dan tidak ada
perbaikan kesadaran. Muntah berwarna merah kehitaman dengan volume ½ gelas
aqua. Tekanan darah tidak dapat dievaluasi, nadi tidak teraba. Pada mata didapatkan
kedua pupil midriasis maksimal, pada pemeriksaan thoraks tidak ada pergerakan
dada dan suara jantung tidak terdengar. Dilakukan pemeriksaan EKG dengan kesan
asistol. Pasien dinyatakan meninggal dihadapan keluarga.

Pembahasan
Dari anamnesis pasien didapatkan keluhan mual sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Mual dikatakan terus-menerus dan memberat sejak 3 jam SMRS. Mual
dikatakan disertai dengan muntah sebanyak >5 kali dengan isi muntahan hanya
berupa lendir kekuningan. Awalnya sejak 1 bulan SMRS perut pasien membesar
dan muncul keluhan mual. Selain itu pasien juga mengeluhkan perut membesar
disertai nyeri perut kanan atas dan membuat pasien merasa tidak nyaman. Nafsu
makan dikatakan menurun dan pasien merasa lemas. Mata pasien juga dikeluhkan
kuning namun keluarga pasien tidak menyadari sejak kapan. Berat badan pasien
dikeluhkan menurun dalam 1 bulan terakhir. BAB dan BAK masih dalam batas
normal. Pasien pernah dirawat inap dengan hepatoma.

4
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesan sakit sedang, kesadaran compos
mentis (E4V5M6), Tekanan Darah 1120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 18
x/menit dan suhu aksila 36oC. Terdapat ikterik pada kedua mata. Pada pemeriksaan
abdomen tampak ascites. Pada palpalsi hepar teraba 3 jari dibawah processus
xhipoideus dan 4 jari dibawah arcus costa. Permukaan berdungkul dengan tepi
tumpul serta adanya nyeri tekan. Lien tidak teraba.
Sesuai dengan teori, hepatoselular karsinoma (hepatoma) atau kanker hati
adalah pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang di tandai dengan bertambahnya
jumlah sel dalam hati yang memiliki kemampuan membelah/mitosis disertai
dengan perubahan sel hati yang menjadi ganas1. Hepatoma disebabkan oleh adanya
Chronic Liver Disease maupun Sirosis Hepatis yang dapat terjadi akibat infeksi
virus Hepatitis maupun konsumsi alkohol yang berlebih. Faktor risiko lain
terjadinya hepatoma adalah obesitas, diabetes mellitus, ataupun fatty liver disease;
serta paparan dari aflatoxin B15. Hepatoma dapat ditandai dengan adanya gejala
sistemik yang tidak spesifik seperti asthenia, anoreksia, penurunan berat badan,
diare, mual, perut membesar yang biasanya disertai rasa tidak nyaman atau nyeri
oleh pasien, perdarahan gastrointestinal, dan jaundice. Nyeri abdomen ringan
terjadi pada hipokondrium kanan dan dapat menjalar hingga ke pundak dan dapat
timbul seperti tanda akut abdomen akibat rupturnya tumor pada rongga peritoneal
dengan ditemukan rebound and tenderness pada palpasi dan kontraksi defense
abdomen involunter, namun sangat jarang terjadi. Dapat ditemukan adanya tanda
serosis hepatis yang dapat mendasari terjadinya hepatoma. Gejala serosis hepatis
dapat berupa jaundice, ascites, edema perifer, manifestasi neurologi dari
ensepalopati hepatic, dan perdarahan. Jaundice dapat menjadi salah satu tanda yang
menggambarkan adanya kerusakan hati akibat dari infiltrasi tumor yang ekstensif
maupun sirosis hepatis. Pada kondisi lain, jaundice dapat terjadi akibat obstruksi
dari ductus koleduktus (bile ducts) akibat hepatoma dengan ditandai dengan adanya
sindrom kolestasis. Jaundice dapat diikuti dengan keluhan gatal akibat dari
peningkatan kadar bilirubin, kotoran seperti dempul dan urin berwarna gelap.
Tanda lain dari sirosis hepatis adalah gynecomastia, eritema pamar, spider
angiomas, alopecia, dan hypogonadism (atropi testicular, penurunan libido). Pasien
hepatoma dengan adanya sirosis hepatis mempunyai risiko lebih tinggi untuk

5
terjadinya thrombosis vena portal. Manifestasi dari thrombosis vena portal dan/atau
hipertensi portal adalah hematemesis dan melena akibat dari ruptur varises
esophagus yang dapat disertai mual dan muntah10,11.
Pada pasien ditemukan adanya gangguan gastrointestinal berupa mual dan
muntah yang dirasakan terus-menerus. Ditemukan pula perut membesar disertai
rasa tidak nyaman. Perdarahan gastrointestinal terjadi pada hari ketigabelas yang
ditandai dengan adanya muntah darah. Pasien juga dikeluhkan kesulitan untuk
makan akibat mual yang dirasakan sehingga pasien lemas dan mengalami
penurunan berat badan dalam waktu 1 bulan terakhir. Faktor risiko yang didapatkan
pada pasien adalah Hepatitis B.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya tanda hepatomegali dengan
bentuk yang iregular, keras dengan konsistensi noduler. Hepatomegali biasanya
terjadi pada pasien tanpa adanya sirosis. Pada kasus berat, akibat besarnya tumor
dapat menyebabkan bentuk abdomen asimetris. Dapat terjadi peningkatan
diafragma kanan. Perubahan dari diafragma dapat bersifat asimptomatis atau dapat
menyebabkan gangguan respirasi ringan. Pada perkusi dapat ditemukan dullness.
Pada pemeriksaan auskultasi abdomen, dapat terdengar adanya bruit arterial. Bruit
ini terdengar pada hepar dan dapat dibedakan dari suara vaskular abdomen lain.
Bruit arterial disebabkan oleh aneurisme aorta abdominal atau stenosis arteri
renalis yang halus dan pendek. Bruit arteri pada Hepatoma biasanya kasar dan lebih
panjang dibandingkan bruit karena penyebab lain. Bruit juga dapat terjadi akibat
arteriovenous fistula pada tumor yang menandakan adanya vaskularisasi yang
tinggi pada Hepatoma. Dapat ditemukan adanya spenomegali dan tanda
hipovolemia, dan anemia jika terjadi ruptur hepatoma. Edema bilateral dan ascites
dapat terjadi jika hepatoma menginvasi vena kava inferior sehingga terjadi
insufisiensi vena. Bila terjadi thrombus dapat meluas hingga atrium kanan dan
menyebabkan dipsnea dan gagal jantung. Pada kasus metastase baik melalui sistem
limpatik maupun hematik dapat menyebar pada kelenjar limfe abdomen dan
thoraks, paru, tulang, dan kelenjar adrenal. Pada hepatoma dapat terjadi efusi pleura
akibat ascending ascitif fluid atau edema anasarca yang disebabkan oleh sirosis
maupun hypoalbuminemia10,11.

6
Pada pasien ditemukan adanya tanda jaundice berupa ikterik pada mata.
Pada abdomen didapatkan adanya ascites dan pada palpasi hepar teraba 3 jari
dibawah processus xhipoideus dan 4 jari dibawah arcus costa dengan permukaan
berdungkul dengan tepi tumpul serta adanya nyeri tekan.
Pemeriksaan laboratorium tidak terlalu spesifik. Dapat ditemukan
trombositopenia, hipoalbuminemia, hiperbilirubinemia, dan hipoprotrombinemia.
Dapat ditemukan anemia ringan dengan ektrolit hiponatremia, hipokalemia, dan
alkalosis metabolik. Serum aminotransferase, alkalin phospat, dan gammaglutamyl
transpeptidase biasanya dalam batas normal. Serum markers yang paling sering
digunakan untuk mendiagnosis Hepatoma dalah alpha-feto-protein (AFP). AFP
merupakan glikoprotein yang normal diproduksi selama masa kehamilan oleh hepar
fetus dan yolk sac. Pada dewasa, normalnya <20ng/ml dan AFP biasanya meningkat
pada pasien Hepatoma 60-70%. Peningkatan serum AFP tidak berkaitan dengan
ukuran, staging maupun prognosis. Namun pada kadar AFP >500ng/ml
menandakan risiko yang tinggi pada pasien dengan hepatoma. Dapat dilakukan
pemeriksaan kombinasi AFP dengan culunaris agglutinin-reactive AFP dan des-
gamma carboxyprothrombin, glypican 3, human hepatocyte growth factor, dan
10,12
insulin-like growth hormone . Marker glypican 3 (GPC3) mempunyai
sensitivitas dan sensitifitas yang tinggi dalam penegakan hepatoma. Dapat pula
dilakukan pemeriksaan tissue marker yaitu HSP70 dan GS. The International
Consensus Group of Hepatocellular Neoplasia merekomendasikan bahwa untuk
penegakan hepatoma harus ditemukan 2 markers positif dari ketiga markers
diatas13,14.
Pada pasien Hepatoma dapat terjadi paraneoplastic syndrome yaitu
hiperkolesterolemia, eritrositosis, hipoglikemia, dan hiperkalemia.
Hiperkolesterolemia terjadi akibat reduksi reseptor LDL. Eritrositosis terjadi akibat
konsentrasi eritropoetin yang tinggi yang diproduksi oleh tumor. Sedangkan
hipoglikemia terjadi akibat peningkatan kebutuhan glukosa oleh tumor disertai
reduksi glikogenesis dan glikogenolisis. Penyebab lain karena produksi berlebih
dari Insulin-Like Growth Factor oleh tumor. Hiperkalemia dapat terjadi akibat
metastase tumor ke tulang yang menyebabkan terjadinya kondisi osteolitik11.

7
Dari pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan Gran % 75,4% yang
menandakan adanya inflamasi; RBC 2,74x106/μL menandakan adanya penurunan
produksi sel darah merah; PLT 83x 103/μL yang menandakan adanya
trombositopenia ; Gula Sewaktu 76mg/dL yang menandakan adanya hipoglikemia,
Creatinin 1,3 mg/dL yang menandakan adanya fungsi ginjal yang terganggu,
Kalium 5,9 mmol/L yang menandakan hiperkalemia, serta SGOT 178 U/L, SGPT
53 U/L dan pemeriksaan bilirubin didapatkan meningkat yaitu bilirubin total 5,33
mg/dL, bilirubin indirek 2,94 mg/dL, bilirubin direk 2,39 mg/dL, dan ALP 120 U/I
yang menandakan adanya peningkatan fungsi hati dan pemeriksaan HbsAg
didapatkan positif yang menandakan pasien terinfeksi virus hepatitis B yang
menjadi salah satu penyebab terjadinya hepatoma. Tidak ditemukan adanya tanda
paraneoplastic syndrome. Pemeriksaan AFP maupun marker lain tidak dilakukan.
Penegakan diagnosis hepatoma dapat dilakukan dengan cara non invasive
dan invasive. Secara non invasive dapat dilakukan contrast-enhanced computed
tomography (CT) dengan kontras pada hepatoma disertai dengan serosis hepatis
atau magnetic resonance imaging (MRI) pada hepatoma dengan ukuran tumor
>2cm yang terlihat lewat pemeriksaan dengan kontras. Ditemukan gambaran
Arterial phase hyperenhancement dan venous atau delayed phase washout. Pada
hepatoma dengan ukuran tumor antara 1-2 cm, pemeriksaan dengan two
coincidental techniques (contrast-enhanced CT, MRI, atau ultrasound) diperlukan
untuk menegakan diagnosis. Pemeriksaan invasive berupa histopatologi dianjurkan
pada hepatoma tanpa mempertimbangkan ukuran terutama pada hepatoma non
serosis hepatis atau pada kasus dengan pemeriksaan imaging yang belum
meyakinkan atau atipikal pada pasien serosis hepatis. 13,14. Skrining untuk hepatoma
dapat dilakukan dengan USG setiap 6 bulan secara rutin pada pasien yang
mempunyai risiko tinggi (chronic liver disease). Pada pasien dengan adanya nodul
kecil < 1 cm dilakukan USG setiap 3 bulan sekali dan dievaluasi selama 2 tahun
sebelum diputuskan untuk melakukan pemeriksaan penunjang lanjutan (CT atau
MRI). Jika pada imaging gambaran masih meragukan maka dapat dilakukan biopsi.
Jika hasil biopsi masih meragukan dapat dilakukan evaluasi dengan imaging setiap
3-6 bulan hingga lesi hilang, mengecil atau menggambarkan karakteristik
diagnostik hepatoma14.

8
Dari pemeriksaan radiologi foto polos abdomen didapatkan kesan
nefrolitiasis sinistra, vesikolitiasis. Dari USG Abdomen didapatkan kesan ascites,
nefrolitiasis sinistra, vesikolitiasis, susp.hepatoma multinodular dd hemangioma
multiple, hipertrofi prostat. Tidak dilakukan pemeriksaan tambahan dengan CT
maupun MRI. Dari data-data diatas pasien didiagnosis dengan Hepatoselular
Karsinoma disertai dengan nefrolitiasis sinistra dan vesikolitiasis.
Untuk staging dan penatalaksanaan dapat digunakan kriteria dari The
Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) yang direkomendasikan oleh the American
Association for the Study of Liver Diseases (AASLD) dan the European Association
for the Study of the Liver (EASL). Berdasarkan BCLC, reseksi adalah pilihan
penatalaksanaan pertama untuk Hepatoma soliter dengan fungsi hepar yang masih
normal. Transplantasi hepar direkomentasikan pada pasien dengan kondisi yang
tidak dapat dilakukannya reseksi. Tindakan berupa ablasi lokal seperti ablasi
radiofrekuensi dan injeksi ethanol perkutaneus dapat dilakukan pada pasien
hepatoma dengan besar lesi <2cm (stage A) dengan kondisi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan pembedahan. Transarterial chemoembolization
direkomendasikan pada pasien dengan ukuran tumor yang besar dan multinodular
tanpa adanya invasi ekstrahepatik (Stage B). Sofafenib, inhibitor tirosin kinase
dapat menjadi terapi sistemik standar untuk hepatoma multinosular dengan
peningkatan vena portal atau invasi ektrahepatik (Stage C). Terapi paliatif dapat
dilakukan pada pasien dengan kondisi terminal dengan kondisi umum yang buruk
(Stage D)14.
Pada pasien tidak diketahui secara pasti ukuran dari hepatoma karena tidak
dilakukan pemeriksaan berupa CT maupun MRI sehingga tidak dapat dimasukan
dalam staging menurut BLCL. Pengobatan yang diberikan pada pasien bersifat
paliatif sesuai dengan simptomatik.

Ringkasan
Seorang laki-laki, 49 tahun dengan keluhan mual sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit dan terus-menerus dan disertai dengan muntah sebanyak >5 kali dengan isi
muntahan hanya berupa lendir kekuningan. Sejak 1 bulan SMRS perut pasien
membesar disertai nyeri perut kanan atas dan membuat pasien merasa tidak

9
nyaman. Nafsu makan dikatakan menurun dan pasien merasa lemas. Mata pasien
juga dikeluhkan kuning namun keluarga pasien tidak menyadari sejak kapan. Berat
badan pasien dikeluhkan menurun dalam 1 bulan terakhir. Pasien pernah dirawat
inap dengan hepatoma. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ikterik pada kedua mata
dengan hepar teraba 3 jari dibawah processus xhipoideus dan 4 jari dibawah arcus
costa. Permukaan berdungkul dengan tepi tumpul serta adanya nyeri tekan. Dari
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan fungsi hati dan HbsAg positif.
Pada USG menunjukan adanya suspek hepatoma multinodular dd hemangioma
multiple. Berdasarkan data-data diatas, pasien didiagnosis dengan Karsinoma
Hepatoselular (Hepatoma) disertai dengan nefrolitiasis sinistra dan vesikolitiasis.
Penatalaksanaan yang diberikan bersifat paliatif.

Daftar Pustaka
1. Elbaz T, Kassas M.E, and Asmat G. 2013. Management of Hepatocellular
Carcinoma: Updated Review. Journal of Cancer Therapy. National
Hepatology and Tropical Medicine Research Institute, Cairo, Egypt:
(4):536-545.
2. World Health Organization. 2012. Liver Cancer :
Estimated Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012.
Availabe at http://globocan.iarc.fr/old/FactSheets/cancers/liver-new.asp
(Access on May 29, 2018).
3. National Institute of Health. 2016. SEER Cancer Statistics Review (CSR)
1975-2015. National Cancer Institute, U.S Department of Health and
Human Service. Available at https://seer.cancer.gov/ (Access on May 29,
2018).
4. Ferlay J, Shin HR, Bray F, Forman D, Mathers C, Parkin DM. Estimates of
worldwide burden of cancer in 2008. Journal of Hepatocellular Cancer.
Houston, USA:127(12):2893–2971. Available at
https://www.dovepress.com/ (Access on May 27, 2018)
5. Raphael SW, Yangde Z, and Yuxiang Y. 2012. Review Article :
Hepatocellular Carcinoma: Focus on Different Aspects of Management.

10
International Scholarly Research Network : ISRN Oncology. Changsa,
China :p1-12.
6. Ioannou G, Splan M, Weiss N, McDonald G, Beretta L, and Lee S. 2007.
Incidence and predictors of hepatocellular carcinoma in patients with
cirrhosis. Clin Gastroenterol Hepatol ;5:938–945 on European Assosiation
for the Stusy of the Liver (EASL). 2012. EASL–EORTC Clinical Practice
Guidelines: Management of hepatocellular carcinoma. Journal of
Hepatology : (56) : 908–943.
7. Fattovich G, Stroffolini T, Zagni I, and Donato F. 2004. Hepatocellular
carcinoma in cirrhosis: incidence and risk factors. Gastroenterology;127(5
Suppl. 1):S35-S50. on European Assosiation for the Stusy of the Liver
(EASL). 2012. EASL–EORTC Clinical Practice Guidelines: Management
of hepatocellular carcinoma. Journal of Hepatology : (56) : 908–943.
8. Kanwal F, Hoang T, Kramer JR, Asch SM, Goetz MB, Zeringue A, et al.
2011. Increasing prevalence of HCC and cirrhosis in patients with chronic
hepatitis C virus infection. Gastroenterology;140:1182-1188.e1. on
European Assosiation for the Stusy of the Liver (EASL). 2012. EASL–
EORTC Clinical Practice Guidelines: Management of hepatocellular
carcinoma. Journal of Hepatology : (56) : 908–943.
9. El-Serag HB. 2011. Hepatocellular carcinoma. N Engl J Med; 365:1118-
1127. on European Assosiation for the Stusy of the Liver (EASL). 2012.
EASL–EORTC Clinical Practice Guidelines: Management of
hepatocellular carcinoma. Journal of Hepatology : (56) : 908–943.
10. Gurakar A, Hamilton JP, Koteish A, Li Z, and Mezey E. 2013.
Hepatocellular Carcinoma (Liver Cancer). Maryland : p1-11.
11. Barghini V,Donnini D, Uzzau A, and Soardo G. 2014. Chapter 10 : Signs
and symptoms. Hepatocellular Carcinoma. Intech. Udine UD, Italia : p197-
206 Available at http://dx.doi.org/10.5772/56162 (Access on June 6, 2018).
12. Londono M and Cardenas A. 2007. Clinical and laboratory features of
hepatocellular carcinoma. Suplemento Iatreia. Institut de Malalties
Digestives i Metaboliques, Universidad de Barcelona, Hospital Clínic,
Barcelona, Catalunya, España : 20(1): 43-44.

11
13. Trojan J, Zangos S, and Schnitzbauer AA. 2016. Diagnostics and Treatment
of Hepatocellular Carcinoma in 2016: Standards and Developments. Visc
Med. Universitätsklinikum Frankfurt, Frankfurt am Main, Germany:
(32):116–120.
14. Arslanoglu A, Seval A, Sodaragi F, Sahin A,Miller F, Salem R and Yahgmai
V. 2016. Current Guidelines for the Diagnosis and Management of
Hepatocellular Carcinoma: A Comparative Review. American Roentgen
Ray Society. Northwestern Memorial Hospital, Northwestern University–
Feinberg School of Medicine, Chicago: w88-w91.

12

Anda mungkin juga menyukai

  • Cedera Lutut
    Cedera Lutut
    Dokumen11 halaman
    Cedera Lutut
    Lintya Andani
    Belum ada peringkat
  • Tumbuh Kembang Anak
    Tumbuh Kembang Anak
    Dokumen16 halaman
    Tumbuh Kembang Anak
    Eliza Anggraini Amrullah
    Belum ada peringkat
  • Glaukoma Akut
    Glaukoma Akut
    Dokumen6 halaman
    Glaukoma Akut
    Lintya Andani
    Belum ada peringkat
  • Tumbang Baru
    Tumbang Baru
    Dokumen24 halaman
    Tumbang Baru
    Lintya Andani
    Belum ada peringkat
  • Organel Ui
    Organel Ui
    Dokumen0 halaman
    Organel Ui
    Lintya Andani
    Belum ada peringkat
  • Siklus Sel
    Siklus Sel
    Dokumen15 halaman
    Siklus Sel
    Victor Tengar
    Belum ada peringkat
  • Bab Struktur Dan Fungsi Sel
    Bab Struktur Dan Fungsi Sel
    Dokumen19 halaman
    Bab Struktur Dan Fungsi Sel
    yasinta noesa
    Belum ada peringkat
  • Ind Era
    Ind Era
    Dokumen11 halaman
    Ind Era
    Lintya Andani
    Belum ada peringkat
  • Cerpen
    Cerpen
    Dokumen4 halaman
    Cerpen
    Lintya Andani
    Belum ada peringkat
  • CINTA SEJATI
    CINTA SEJATI
    Dokumen9 halaman
    CINTA SEJATI
    Lintya Andani
    Belum ada peringkat