ABSTRAK
Masa nifas merupakan masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil dengan waktu lebih kurang 6 minggu atau 40 hari, masa nifas penting untuk dipantau karena masa
pembersihan rahim. Infeksi nifas merupakan infeksi atau peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh
karena masuknya segala kuman-kuman ke alat genetalia wanita, kemudian infeksi menyebar melalui pembuluh darah,
limfe dan permukaan endometrium bekas insersi pada waktu persalinan dan nifas dengan adanya tanda-tanda peningkatan
pada suhu tubuh yang melebihi 380C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari dalam sepuluh
hari pertama post partum. Penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas yaitu tindakan mencuci tangan, penggunaan sarung
tangan pada pemeriksaan dalam, memproses alat-alat bekas, mobilisasi dini, perawatan luka, asupan nutrisi. Penelitiann
ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang
kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan tahun 2011. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan bagaimanakah penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan di Rumah Sakit Umum
Restu Ibu Medan Tahun 2011. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penatalaksanaan pencegahan
infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu pada tahun 2011?. Populasi dan sampel seluruh bidan yang
dinas di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan dengan cara total sampling dijadikan sampel penelitian sebanyak 13 orang.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas
mayoritas baik sebanyak 9 responden (69,2 %), dapat diketahui bahwa pengetahuan bidan dalam penatalaksanaan
pencegahan infeksi nifas mayoritas baik sebanyak 13 responden (100%), dapat diketahui bahwa sikap bidan dalam
penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas buruk sebanyak 7 responden (53,8%), dapat diketahui bahwa
tindakan bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas buruk sebanyak 8 responden (61,5 %). Sehingga
kepada para bidan diharapkan untuk memperhatikan pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi nifas dan memberikan
penyuluhan kepada ibu nifas tentang manfaat penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas dengan melakukan vulva
haygiene, mobilisasi dini, dan pola nutrisi yang baik.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Berkat dan
Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Adapun judul karya tulis ilmiah ini adalah “Gambaran Perilaku Bidan Dalam
Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, baik dari segi sisi penulisan maupun dari tata
bahasanya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk
perbaikan karya tulis ilmiah ini. Atas bimbingan dan saran-saran yang di terima oleh penulis dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
4. Rinawati Sembiring, S.Si. T, M.Kes, Selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu
membimbing dan mengajari dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
5. Julia Siahaan, SST, Selaku penguji I yang banyak meluangkan waktu membimbing, menguji dan
mengajari saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
6. Dinaria Girsang, M.Psi, Selaku penguji II yang banyak meluangkan waktu membimbing,
menguji, dan mengajari saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
7. dr.Karo Malem Sinulingga, selaku Direktur Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan yang telah
9. Seluruh Staff dosen Akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan yang telah banyak memberikan
bimbingan dan arahan selama perkuliahan.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang ikut serta membantu penulis
Erni monika Manalu
DAFTAR ISI
BAB IV
4.1. Sejarah Lokasi Penelitian................................................................ 40
4.2. Hasil Penelitian......................................................................... ..... 41
4.3. Pembahasan............................................................................... ..... 44
BAB V
1.1. Kesimpulan ................................................................................. ..... 48
1.2. Saran............................................................................................ ..... 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Umur, Pendidikan, Dan Lama Bekerja Di Ruang Kebidanan
Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011 ……………… 41
Lampiran II : Surat balasan penelitian dari Rumah Sakit Umum Restu Ibu
Lampiran III : Kuesioner
Lampiran IV : Master Data
Lampiran V : Lembar Konsul
vii
PENDAHULUAN
Masa nifas merupakan masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput
yang dibutuhkan untuk memulihkan kembali organ kandungan dan berakhir ketika alat-alat
kandungan pulih seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu atau 40 hari, masa
nifas penting untuk dipantau karena masa pembersihan rahim (Saleha, 2009).
Setelah kelahiran pervagina, sekitar 6 - 7% ibu–ibu masa nifas menunjukkan morbiditas
demam dan sekitar 70% infeksi disebabkan oleh organisme anaerob, kebanyakan diantaranya
parametritis, salpingitis, dan peritonitis) pada waktu persalinan dan nifas dengan adanya tanda-
tanda peningkatan pada suhu tubuh yang melebihi 380C tanpa menghitung hari pertama dan
berturut-turut selama dua hari dalam sepuluh hari pertama post partum (Yetty, 2010).
Penyebab terjadinya infeksi nifas, yaitu : nutrisi dan kesehatan yang buruk, anemia, rupture
membrane premature, pemanjangan masa ruptura membrane, pemanjangan masa persalinan,
pemeriksaan vagina yang sering selama persalinan, seksio sesarea, kelahiran operatif, laserasi
serviks atau vagina, pembuangan plasenta secara manual, tertinggalnya sisa plasenta dan selaput
ketuban, dan pembekuan darah (Sujiyatini, 2010).
Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka kematian
ibu (AKI) 244 per 100.000 kelahiran hidup, salah satunya penyebab kematian yaitu partus lama
(rata–rata di dunia dapat menyebabkan kematian ibu sebesar 8% dan di Indonesia sebesar 9%)
(Saifuddin, 2006).
Jumlah perempuan meninggal dunia karena masalah persalinan sebanyak 536.000, lebih
rendah dari kematian ibu tahun 1990 yang jumlahnya sebanyak 576.000. menurut WHO, sebanyak
99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran tarjadi di Negara – Negara
berkembang, rasio kematian ibu di negara–negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan
450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika bibandingkan dengan rasio kematian ibu di
Sembilan Negara maju dan 51 negara persemakmuran (Bambang, 2007).
Nifas merupakan waktu yang penting untuk meningkatkan kebutuhan nutrisi namun para
ibu nifas sangat tinggi keinginannya untuk menurunkan berat badannya, sementara nutrisi sangat
berperan dalam penyembuhan dan mempertahankan kesehatan. Para ibu nifas tidak baik
menjalani diet sembarangan atau mengurangi nutrisi yang dibutuhkan pada saat nifas sebab dapat
berpengaruh pada proses penyembuhan luka (Boyle, 2009).
Penyembuhan luka merupakan proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak
pada ibu yang melahirkan pervagina mengalami luka perineum 75% dan angka tersebut lebih
besar pada ibu yang melahirkan dengan bantuan alat, serta luka seksio sesaria merupakan bagian
terpenting menjadi tanggungjawab bidan dan meskipun banyak upaya yang dilakukan angka-angka
tersebut tidak mungkin menurun secara signifikan (Boyle, 2009).
Pencegahan infeksi nifas dapat dilakukan oleh petugas kesehatan dengan melakukan
perawatan luka yang benar pada persalinan normal dan seksio sesaria, menganjurkan ibu nifas
melakukan aktivitas ringan sedini mungkin segera setelah partus, memperhatikan asupan gizi pada
ibu, melakukan rawat gabung dengan isolasi untuk mengurangi terjadinya infeksi nasokomial,
menjaga kesterilan alat-alat dengan tepat, mencucitangan dan memakai sarung tangan dalam
melakukan tindakan pada pasien (Maryunani, 2009).
Penatalaksanaan kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-
penemuan, keterampilan dalam rangkaian/ tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan
yang berfokus pada pasien (Varney, 2009).
Hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu
Ibu Medan terdapat 541 orang pasien bersalin pada Tahun 2010, dimana persalinan SC 527 orang,
dan persalinan normal 14 orang dengan penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu bersalin SC
tidak jauh berbeda dengan ibu yang bersalin normal. Sedangkan yang mengalami ciri-ciri infeksi di
RSU Restu Ibu Medan terdapat rata-rata 9 orang per bulan.
Berdasarkan fenomena di atas maka penulis merasa tertarik melakukan penelitian mengenai
penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana
penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu pada
tahun 2011?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah
Sakit Umum Restu Ibu Medan tahun 2011.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
2.1.1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah suatu kejadian atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan
(Notoadmodjo, 2007).
Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), maka teori Skinner ini membedakan
adanya dua respons, yakni :
1. Respondent Respons (Reflexive)
Respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan atau stimulus tertentu, stimulus ini
menimbulkan respons yang relative tetap.
2. Operant Respons (Intrumental Respons)
Respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu,
perangsangan ini bersifat memperkuat respons.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka respons dibedakan menjadi dua, yakni :
Perilaku tertutup (covert behavior)
6
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert).
Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut,
dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau praktek yang dengan
mudah dapat diamati atau dilihat atau diamati oleh orang lain (Notoadmojo, 2007).
2.1.2. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan
adalah suatu indikasi dari sikap.
Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala suatu yang telah dipilih dengan segala resiko merupakan sikap yang
paling tinggi.
3. Tindakan (practice)
Tindakan adalah upaya untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata yang
memerlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.
Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan :
Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah di
modifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoadmojo, 2007).
2.2. Bidan
2.2.1. Pengertian Bidan
Bidan adalah seorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh
Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di
Negeri itu (IBI, 2007).
2.2.2. Standart Dalam Penatalaksanaan Infeksi Nifas
Dalam standart asuhan kebidanan dapat dilihat dari ruang lingkup standart pelayanan
kebidanan yang meliputi 25 standart. Salah satunya standart 24 (penanganan infeksi nifas), bidan
melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan, dan atau rujuk semua kasus infeksi nifas
sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Nurmawati, 2010).
2.3. Penatalaksanaan Kebidanan
Defenisi Penatalaksanaan Kebidanan
Penatalaksanaan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-
penemuan, keterampilan dalam rangkaian/ tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan
yang berfokus pada pasien (Varney, 2009).
Penatalaksanaan kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan, yang dimulai
dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut
membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap
langkah tersebut bisa dipecah-pecah kedalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi dengan
kondisi klien.
Proses penatalaksanaan kebidanan ini terdiri dari tujuh langkah :
1. Menyelidiki dengan cara memperoleh semua data yang dibutuhkan untuk melengkapi evaluasi
minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Pada saat ini dianggap bahwa masa nifas sudah selesai.
Namun sebenarnya rahim akan kembali keposisinya yang normal dengan berat 30 gram dalam
waktu 3 bulan setelah masa nifas, dalam 3 bulan ini bukan hanya rahim yang kembali normal akan
tetapi kondisi tubuh ibu juga akan pulih secara keseluruhan.
2. Kekentalan Darah (Hemokonsentrasi) Kembali Normal
Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer, karena cairan darah ibu banyak, sementara sel
darahnya berkurang. Namun setelah ibu melahirkan sistem sirkulasi darah ibu kembali seperti
semula maka darah mengental, dimana kadar perbandingan sel darah dan cairan darah kembali
normal, umumnya hal ini terjadi pada hari ke- 3 sampai ke- 15 pascapersalinan.
3. Proses Laktasi Atau Menyusui
Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta mengandung hormon
penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta
lepas hormon plasenta tidak dihasilkan lagi sehingga terjadi produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari
setelah melahirkan (Saleha, 2009).
2.5. Infeksi Nifas
2.5.1.Defenisi Infeksi Nifas
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke
dalam alat genitalia pada waktu proses persalinan dan masa nifas (puerperal infection/ puerperal
sepsis). Sementara itu yang dimaksud dengan febris puerperalis adalah demam yang terjadi sampai
380c atau lebih (pengukuran suhu secara oral) selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan, kecuali pada hari pertama (Maryunani, 2009).
2.5.2 Etiologi
a. Berdasarkan masuknya kuman kedalam alat kandungan.
1. Ektogen (kuman datang dari luar)
2. Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh)
3. Endogen (dari jalan lahir sendiri)
b. Berdasarkan kuman yang sering menyebabkan infeksi.
1. Streptococcus Haemolyticus Aerobik
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain,
alat-alat yang tidak steril, tangan penolong.
2. Stapnylococcus aureus
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi
dirumah sakit.
3. Eschericia coli
Kuman ini berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas.
4. Clostridium welchii
Kuman aerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus
yang ditolong dukun dari luar rumah sakit
(Ambarwati, 2010).
2.5.3. Cara Terjadinya Infeksi
1. Tangan pemeriksa yang tidak melakukan pencucian tangan yang sesuai dengan SOP (Standart
Operasional Prosedur).
2. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan atau
operasi membawa bakteri yang sudah ada kedalam uterus melalui vagina, kemungkinan lain
sarung tangan atau alat–alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya
terbebas dari kuman-kuman penyebab infeksi.
3. Sarung tangan taerkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan
petugas kesehatan (droplet infektion).
4. Dalam rumah sakit selalu banyak nosokomial yang berasal dari penderita–penderita, dari
berbagai jenis kuman yang dibawa oleh aliran udara ke mana–mana, antara lain alat–alat
medis dan alat–alat tenun yang dipakai pasien.
5. Infeksi intra partum gejalanya sudah terlihat pada waktu persalinan infeksi inpartum terjadi
pada :
a. Partus lama
b. Ketuban pecah
c. Periksa dalam yang terlalu sering (Anggraini, 2010).
2.5.4. Faktor Predisposisi
1. Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar
2. Tindakan operasi persalinan
3. Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan darah
4. Ketuban pecah dini
5. Keadaan yang dapat menunkan keadaan umum (Ambarwati, 2010).
2.5.5. Gejala Klinis
Infeksi nifas dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, servik, dan endometritis.
a. Vulvitis
Pada luka infeksi bekas sayatan episiotomy atau luka perineum, jaringan sekitarnya
membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang
terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus.
b. Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum.
Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, serta getah mengandung
nanah dan keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi
tinggal terbatas.
c. Servisitis
Infeksi serviks sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala.
Luka serviks yang dalam, luas, dan langsung ke dasar ligamentum latum sehingga
menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
d. Endometritis
Jenis infeksi ini biasanya yang paling sering terjadi. Kuman-kuman yang memasuki
endometrium, biasanya pada luka bekas implantasi plasenta dan dalam waktu singkat
mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa
pathogen, infeksi hanya terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan
bekuan darah menjadi nekrotis dan cairan. Pada batas-batas antara daerah yang beradang
dan daerah sehat, terdapat lapisan yang terdiri atas leukosit. Pada infeksi yang lebih berat,
batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran (Sulistyawati, 2009).
2. Infeksi yang menyebar melalui pembuluh darah, limfe, dan permukaan endometrium
(tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan peritonitis).
Tromboflebilitis penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab
terpenting dari kematian karena infeksi puerperalis.
Radang vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvis dan infeksi vena golongan 2 disebut
tromboflebitis femoralis.
1. Tromboflebitis pelvis yang sering meradang adalah vena ovarika karena mengalirkan darah dan
luka bekas plasenta di daerah fundus uteri. Penjalaran tromboflebitis pada vena ovarika kiri
adalah ke vena renalis dan dari vena ovarika kanan ke vena kava inferior.
2. Tromboflebitis femoralis dapat menjadi tromboflebitis vena safena magna atau peradangan vena
femoralis sendiri, penjalaran tromboflebitis vena uterin, dan akibat parametritis. Tromboflebitis
femoralis mungkin terjadi karena aliran darah lambat di daerah lipat paha, karena vena tersebut
yang tertekan oleh ligamentum inguinale, juga karena dalam masa nifas kadar fibrinogen
meningkat.
3. Peritonitis infeksi puerperalis melalui saluran getah bening dapat menjalar ke peritoneum hingga
terjadi peritonis atau ke paramentrium menyebabkan parametris.
4. Parametritis dapat terjadi dengan tiga cara berikut ini :
Melalui robekan serviks yang dalam
Penjalaran endometritis atau luka serviks yang terinveksi melalui saluran getah bening
c. Sebagai lanjutan tromboflebitis pelvis (Saleha, 2009).
2.6. Pencegahan
2.6.1. Selama Kehamilan
Karena anemi merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk
memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan hal penting ; karena , diet yang baik harus
diperhatikan. Koitus pada masa hamil tua sebaiknya dilakukan secara hati-hati karena dapat
mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
2.6.2. Selama Persalinan
Membatasi banyaknya peluang masuknya kumn-kuman dalam jalan lahir, mengusahakan
supaya persalinan tidak berlarut-larut, mengusahakan persalinan dengan trauma sedikit mungkin,
dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Alat-alat yang digunakan dalam persalinan harus
steril, pemeriksaan dalam dilakukan hanya seperlunya saja, indiksi serta kondisi untuk bedah
kebidanan harus dipatuhi dan jika terjadi perdarahan harus dicegah sedapat mungkin serta segera
transfuse darah jika perlu.
2.6.3 Selama Nifas
Setelah partus terdapat luka-luka di beberapa tempat pada jalan lahir. Sehingga harus dijaga
agar luka-luka tidak terkontaminasi oleh kuman-kuman dari luar, dengan cara menjaga kebersihan
daerah genital. Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi
sedapat mungkin. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan
wanita-wanita dalam nifas yang sehat (Sujiyantini, 2010).
2.7. Jenis-jenis Penatalaksanaan Pada Infeksi Nifas
Melakukan terapi antibiotic pada ibu infeksi nifas biasanya mengikuti dua prinsip utama.
1. Terapi antibiorik dini harus diberikan untuk membatasi, kemudian menyingkirkan proses
infeksi.
2. Antibiotika harus memiliki cakupan anaerob karena organisme ini memiliki cakupan anaerob
karena organism ini terlibat 70% infeksi nifas. Antibiotic harus dilanjutkan sekurang-kurangnya
selama 48 jam setelah pasien menjadi afebris. organism anaerob teruama membutuhkan
pemanjangan masa kemotrapi untuk eliminasi.
Antibiotik yang berspekulum luas, misalny ampisilin dan sefalosporin adalah obat baris
pertama yang efektif untuk kasus infeksi nifas yang ringan dan sedang. Bila infeksi bersifat sedang
sampai berat, kombinasi aminoglikosid-penicillin secara tradisional telah digunakan sebagai terapi
baris pertama. Terapi pathogen pelvis utama yang resisten terhadap kombinasi ini adalah
Bacteroides fragilis, yang biasanya peka terhadap klin damisin harus memiliki cakupan baris
pertama yang lebih baik.
2.7.1. Penatalaksanaan Luka Perineum, Vulva, Dan Vagina
Jika terdapat pus atau cairan, buka luka dan drain luka tersebut. Angkat kulit yang nekrotik
dan jahitan sub kutis dan buat jahitan situasi, jangan mengangkat jahitan fasia. Kompres luka dan
anjurkan ibu menjaga kebersihan. Antibiotic tidak diperlukan jika terdapat abses tanpa selutitis.
Jika terjadi luka. Luka menjadi nyeri, merah, dan bengkak. Jika terjadi infeksi dari luka luar, maka
biasanya jahitan diangkat supaya ada drainase getah-getah luka atau lakukan kompres.
2.7.2. Penatalaksanaan Endometritis
Pasien sebisa mungkin diisolasi, dan bayi dapat terus menyusu pada ibunya. Untuk
kelancaran pengaliran lockhea, pasien boleh diletakkan dalam posisi flowler dan diberi
uterostonika serta dianjurkan banyak minum.
2.7.3. Penatalaksanaan Tromboflebitis pelvis dan femoralis
Tujuan terapi pada tromboflebitis adalah sebagai berikut.
1. Mencegah emboli
2. Mengurangi akibat-akibat trombofebitis (edema kaki yang lama, perasaan nyeri yang lama).
Pengobatan dengan antikoagulan (heparin, dicumarol) bermaksud untuk mengurangi terjadinya
thrombus dan mengurangi bahaya emboli.
2.7.4. Penatalaksanaan Peritonitis
Antibiotik diberikan dengan dosis yang tinggi. Untuk menghilangkan gembung perut
diberikan obat meller tube. Cairan diberikan per infuse, trans fusi darah, dan oksigen. Pasien
diberikan sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Makanan dan minuman diberikan setelah ada
flatus.
2.7.5. Penatalaksanaan Parametritis
Pasien diberi antibiotic dan jika terdapat fluktuasi perlu dilakukan incise diatas lipatan paha
atau pada cavum douglas.
2.8. Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas
Sarung tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tetapi bila sarananya sangat terbatas, sarung
tangan bekas dapat diproses ulang dengan dekontaminasi, cuci dan bilas,desinfeksi tingkat tinggi
atau sterilisasi (Affandi, 2007).
2.8.3. Memproses Alat-Alat Bekas
Tiga proses pokok yang direkomendasikan untuk proses peralatan dan benda-benda lain
dalam upaya pencegahan infeksi adalah:
1. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah penting untuk menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan
benda-beda lainnya yang terkontaminasi (Affandi, 2007). Tujuan proses dekontaminasi untuk
mempercepat mematikan vitus Hepatitis B dan HIV.
Prosedur dekontaminasi yaitu:
1. Pakai alat perlindungan diri sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga
dari bahan lateks jika akan menangani peralatan bekas pakai atau kotor.
2. Rendam benda-benda yang terkontaminasi ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
3. Pastikan bahwa benda-benda yang terkontaminasi terendam seluruhnya oleh larutan klorin.
4. Larutan klorin harus diganti paling sedikit setiap 24 jam atau bila kelihatan keruh dapat diganti
secepatnya.
2. Pencucian dan Pembilasan
Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme
pada peralatan/ perlengkapan yang kotor atau sudah digunakan (Affandi, 2007).
Tahap pencucian dan pembilasan yaitu:
1. Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan
2. Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi
3. Jangan dicuci secara bersama-sama benda-benda yang terbuat dari bahan karet/plasti dengan
bahan logam
4. Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati- hati
a. Gunaka sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisah darah dan kotoran
b. Buka engsel dan gunting
c. Sikat dengan seksama terutama dibagian sambungan dan sudut peralatan
d. Pastikan tidak ada sisa-sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatan
e. Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali dengan air dan sabun atau deterjen
f. Bilas seluruh benda-benda dengan air bersih
5. Ulang prosedur tersebut pada benda lain
6. Cuci sarung tangan dengan air dan sabun kemudian bilas dengan seksama menggunakan air
bersih
7. Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara diangin- anginkan.
3. Desinfeksi Tingkat Tinggi Atau Sterilisasi
Desinfeksi adalah satu-satunya alternatif yang dilakukan dengan cara merebus, mengukus
atau kimiawi. Dan sterilisasi adalah cara yang paling efektif untuk membunuh mikroorganisme
tetapi proses sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan praktis (Affandi, 2007).
Desinfeksi tingkat tinggi dapat dilakukan dengan cara:
1. DTT dengan cara merebus yaitu:
a. Gunaka panci dengan penutup yang rapat
f. Jangan tambah benda apa pun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu dimulai
disimpan
4. Setelah peralatan kering, dan segera digunakan atau disimpan dalam wadah desinfeksi
tingkat tinggi berpenutup.peralatan dapat bertahan selama satu minggu asalkan
penutupnya tidak dibuka.
2. DTT dengan cara mengukus/uap yaitu:
a. Gunakan panci perebus dengan tiga susunan nampan pengukus
b. Sarung tangan yang telah didekontaminasi dan dicuci kemudian gulung bagian atas sarung
tangan sehingga setelah DTT selesai sarung tangan dapat dipakaikan tanpa membuat
terkontaminasi baru
c. Letakkan sarung tangan pada nampan pengukus yang berlubang dibawahnya. Agar mudah
dikeluarkan ari bagian atas nampan pengukus, letakkan 5-15 pasang bagian jarinya mengarah
ke tengah nampan.
d. Jika uap mulai keluar dari celah-celah di panci pengukus, mulailah penghitungan waktu
e. Kukus sarung tangan selama 20 menit, buka tutup panci dan letakkan dalam posisi terbalik
f. Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan goyangkan secara
tangan cepat kering tanpa terkontaminasi (tuang air perebusan ke dalam wadah DTT)
h. Birkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan sampai kering di dalam nampan
selama 4-6 jam. Jika ingin digukan langsung biarkan sarung tangan 5-10 menit dan kemudian
gunakan dalam waktu 30 menit pada saat maih basah atau lembab.
i. Jika sarung tangan tidak lansung digunakan setelah kering, gunakan penjepit atau pingset
desinfeksi tingkat tinggi untuk memindahkan sarung tangan. Massukan sarung tangan dalam
wadah desinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat dan sarung tangan yang disimpan dalam
wadah dapat dissimpan sampai satu minggu.
e. Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering di wadah desinfeksi
posisi tidur terlentang diubah menjadi setengah duduk selanjutnya secara berturut-turut, hari
demi hari penderita/ibu yang sudah melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar
berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 hari setelah operasi. Mobilisasi
secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat dapat membantu penyembuhan ibu
(Mihardi, 2010).
Keuntungan dari mobilisasi dini, antara lain:
1. Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat
2. Faal usus dan kandung kemih menjadi lebhi baik
3. Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat
bayinya (Bahiyatum, 2009).
2.8.5. Perawatan Luka
Perawatan luka adalah proses pergantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak.
Luka dapat sembuh melalui proses utama yang terjadi ketika tepi luka disatukan dengan
menjahit luka. Jika luka dijahit terjadi penutupan jaringan yang disatukan dan tidak ada ruang yang
kosong. Epitelium akan bermigrasi disepanjang garis jahitan, dan penyembuhan terjadi terutama
oleh timbunan jaringan penghubung (Boyle, 2009).
Perawatan luka perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara
paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai
dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Sujiyatini, 2010).
Perawatan yang dilakukan pada luka perineum yaitu:
1. Usahakan luka selalu dalam keadaan kering (keringkan setiap kali setelah buang air)
2. Hindari menyentuh luka perineum dengan tangan
3. Bersihkan kemaluan selalu dari arah depan ke belakang
4. Jaga kebersihan daerah perineum (ganti pembalut setiap kali sudah penuh atau minimal 3 kali
sehari) (Sulistyawati, 2009).
Perawatan luka SC tidak berbeda jauh dengan perawatan luka pada persalinan normal.
Perawatan yang dilakukan pada luka SC yaitu:
2. Tidak menyentuh bagian luka sebelum perban dan balutan dibuka
3. Mandi dengan air hangat dan dibilas dengan berlahan
4. Tidur dengan menggunakan kain sprei yang bersih dan ganti kain sprei secara berkala (Reiss,
2008).
2.8.6 Asupan Nutrisi
Dengan kekurang nutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka,
meningkatnya dehisensi luka dan luka semakin memburuk. Defisiensi nutrisi tertentu dapat
berpengaruh pada penyembuhan luka.
Defisiensi zink akan mengurangi kecepatan epitelialisasi, mengurangi sintesis kolagen
sehingga mengurangi kekuatan luka.
Asam Lemak
Sebagian besar asam lemak dapat diproduksi oleh tubuh, namun ada dua asam lemak yang
tidak dapat diproduksi tibuh, yaitu asam linoleat dan asam linolenat. Kedua asam lemak tersebut
penting dalam kesehatan karena asam lemak dikenal dikenal sebagai asam lem ak esensial dan
harus disuplai melalui diet. Lemak tak-jenuh ganda juga terlibat dalam respon sistem imun, dan
asam lemak esensial di dalam membran sel turut menjaga stabilitas karena perannya dalam
mengatur metabolisme.
Lemak dapat dibagi menjadi beberapa
Asam lemak tak jenuhyang esensial dikomsumsi sebanyak 2-5 g asam lemak dianjurkan untuj
dikomsumsi sehari-hari yang dibutuhkan dalam fase inflamasi dan lemak merupakan komponen
membran sel. Asam lemak tak jenuh ganda yang baik bersumber dari minyak ikan.
Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang tersimpan di dalam hati. Vitamin ini merupakan
peran dalam pembentukan sel darah merah, sehingga anemia ringan sering kali merupakan tanda
awal defisiensi. Vitamin A juga memiliki peran sebagai anti oksidan yang melawan reaksi radikal
bebas, dan memiliki peran kunci dalam imunitas, khususnya fungsi limfosit-T dan respons antibody
terhadap infeksi.
Vitamin A penting dalam diferensiasi sel dan keratinisasi epitel, dan defisiensi vitamin ini
akan mengakibatkan defisiensi kolagen dan terlambatnya epitelisiasi, selain itu devisiensi vitamin A
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Vitamin A dapat diperoleh dari telur, mentega, susu, hati, minyak ikan, wortel, lada merah,
sayuran berdaun hijau gelap, brokoli, aprokot, buah persik, dan mangga.
Vitamin C
Vitamin C adalah vitamin larut air yang membantu absorsi zat besi dari sumber makanan
bukan daging. Vitamin C sangat penting, untuk kesehatan sistem imun dan untuk penyembuhan
luka yang efesien dan juga merupakan antioksidan penting,vitamin C sangat penting untuk sintesis
kolagen dan defisiensi vitamin C merupakan daya rentang, gangguan angiogenesis dan
meningkatkan kerapuhan kapiler vitamin C dapat ditemukan didalam sayur dan buah. Vitamin C
Beberapa vitamin B, zat besi, zink, tembaga, dan mangan semuanya memberi manfaat yang
signifikan. Obesitas yang dapat menutupiadanya gangguan status nutrisi, diketahui menjadi faktor
Variabel Penelitian
Penatalaksanaan pencegahan
infeksi nifas meliputi:
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan
BAB III
METODE PENETELITIAN
penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan di Rumah Sakit Umum Restu Ibu
Medan Tahun 2011.
Seluruh Bidan yang dinas di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan dengan cara total sampling
dijadikan sampel penelitian sebanyak 13 orang.
dari Bidan dengan menggunakan kuisioner, dimana sebelumnya memberikan penjelasan terlebih
dahulu tentang tujuan dan cara pengisian kuisioner pada responden.
2. Sikap adalah tanggapan bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas. Bidan harus
memiliki sikap yang baik terhadap arti pentingnya pencegahan infeksi.
3. Tindakan adalah cara yang dilakukan bidan dalam melakukan penatalaksanaan pencegahan
infeksi nifas.
Sebelum menentukan kategori baik, cukup, kurang sebaiknya terlebih dahulu menentukan
kriteria (tolak ukur) yang dijadikan pengukuran digunakan skala gutman.
a. Skor jawaban yang benar adalah 1 (skor maksimum dari setiap aspek jawaban jawaban x jumlah
nilai pertanyaan) =1 x 30 = 0
b. Skor jawaban yang salah adalah 0 ( skor maksimum dari setiap aspek jawaban x jumlah nilai
pertanyaan ) = 0 x 30 = 0
Persentase untuk menghitung total skor dari perilaku bidan dalam persentase digunakan rumus :
a. Baik : bila responden memperoleh skor 18-30 atau menjawab benar 60 %-100%.
b. Buruk : bila responden memperoleh skor <18 atau menjawab benar < 60%.
3.6.2.Pengetahuan
Untuk mengukur pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas,
diajukan 10 pertanyaan dengan alternative jawaban benar dan salah. Jika jawaban responden benar
diberi skor 1, dan jika jawaban responden salah diberi skor 0. Maka skor maksimum 10 x 1 = 10 dan
rumus :
Jumlah jawaban yang benar
C 100%
Jumlah soal
b. Buruk : bila responden memperoleh skor <6 atau menjawab benar < 60%.
3.6.3. Sikap
Untuk mengukur sikap bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas, diajukan 10
pertanyaan dengan alternative jawaban setuju dan tidak setuju. Jika jawaban responden menjawab
setuju diberi skor 1 dan jika jawaban responden menjawab tidak setuju diberi skor 0. . Maka skor
Persentase untuk menghitung total skor dari sikap bidan dalam persentase digunakan rumus :
Jumlah jawaban yang benar
C 100%
Jumlah soal
Maka kategori pengetahuan rentangnya adalah :
a. Baik : bila responden memperoleh skor 6-10 atau menjawab benar 60 %-100%.
b. Buruk : bila responden memperoleh skor <6 atau menjawab benar < 60%.
3.6.4. Tindakan
Untuk mengukur tindakan bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas, diajukan
10 pertanyaan dengan alternative jawaban benar dan salah. Jika jawaban responden benar diberi
skor 1 dan jika jawaban responden salah diberi skor 0. . Maka skor maksimum 10 x 1 = 10 dan skor
minimum 10 x 0 = 10.
Persentase untuk menghitung total skor dari tindakan bidan dalam persentase digunakan
rumus :
Jumlah jawaban yang benar
C 100%
Jumlah soal
b. Buruk : bila responden memperoleh skor <6 atau menjawab benar < 60%.
2. Coding adalah hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode sesuai petunjuk
3. Tabulating adalah memasukkan data-data ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
hasil pembagian kuisioner, kemudian disajikan kedalam tabel distribusi frekuensi dan dilanjutkan
dengan membahas hasil penelitian sesuai dengan teori dan kepustakaan yang ada.
BAB IV
Rumah sakit Umum Restu Ibu Medan merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan paripurna (fisik, mental, emosionanl, spiritual, social). Rumah
Sakit Umum Restu Ibu pada mulanya berasal dari praktek bidan Berijasah yang berdiri sejak tanggal
20 April 1983 yang beralamat di jalan Sei Mencirim No.94 kp.lalang Kabupaten Deli Serdang,
kemudian pada tanggal 10 Maret 2004 berubah menjadi Klinik Bersalin yang diberi nama klinik
Bersalin Restu Ibu yang beralamat di jalan Gatot Subroto No.434 Medan Helvetia. Pada tanggal 10
Juni 2004 menjadi Rumah Sakit Umum Restu Ibu dengan izin prinsip nomor 445/7066/VIII/2006 yang
Mahasiswa Akademi Keperawatan dan Kebidanan yang ada di kota Medan. Rumah Sakit Umum
Restu Ibu mempunyai visi “Menjadikan Rumah Sakit pilihan msyarakat yang bermutu” dan misi
“memberikan pelayanan kesehatan paripurna (fisik, mental, emosionanl, spiritual, social) kepada
seluruh lapisan masyarakat.
berikut:
4.2.1.karateristik responden
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karateristik Bidan Dalam Penatalaksanaan
Pencegahan Infeksi nifas Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu
Medan Tahun 2011
Dari tabel 4.1. dapat kita ketahui bahwa dari 13 responden dapat diketahui bahwa kelompok
umur bidan mayoritas <25 tahun (38,5%), dari segi pendidikan mayoritas D-III sebanyak (100%), dan
Dari tabel 4.2. dapat kita ketahui bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan
infeksi nifas mayoritas perilaku bidan baik sebanyak 9 responden (69,2%) Dan minoritas bidan
Tabel 4.3.
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan Tentang Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas
Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011
Tabel 4.4.
Distribusi Frekuensi Sikap Bidan Tentang Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di
Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011
Dari tabel 4.4. dapat kita ketahui bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan
infeksi nifas mayoritas bidan bersikap buruk sebanyak 6 responden (46,2%) Dan minoritas bidan
Tabel 4.5.
Distribusi Frekuensi Tindakan Bidan Dalam Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di
Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011
Dari tabel 4.5. dapat kita ketahui bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan
infeksi nifas mayoritas bidan bertindakan baik sebanyak 5 responden (38,5%) Dan minoritas bidan
bertindak baik sebanyak 8 responden (61,5%).
4.2.Pembahasan
4.2.1. Gambaran Perilaku Responden Tentang Penatalaksanaan pencegahan Infeksi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas
mayoritas bidan berperilaku baik sebanyak 9 responden (69,2%) dan minoritas bidan berperilaku
baik sebanyak 4 responden (30,8%).
Menurut Notoadmodjo 2007, perilaku adalah suatu kejadian atau aktifitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku terdiri dari 3 yaitu pengetahuan, sikap, tindakan.
Menurut asumsi peneliti, bidan berperilaku mayoritas baik dapat dipengaruhi oleh
pengetahuan bidan yang telah memahami teori penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas yang
diperoleh dari pendidikan bidan yang seluruhnya D-III dan dapat dipengaruhi pengalaman dari segi
lama bekerja bidan yang mayoritas 6-12 bulan serta dipengaruhi dengan usia responden yang
mayoritas <25 tahun dimana semua bidan baru mempelajari teori dari pendidikan DIII, pendidikan
mampu mempengaruhi perilaku bidan menjadi baik karena semakin tinggi pendidikan bidan maka
pengalaman bidan dalam teori sudah lebih luas namun pengetahuan yang baik itu belum tentu
dapat memastikan bahwa sikap bidan baik pula karena dari hasil penelitian diperolah sikap bidan
mayoritas bersikap buruk dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas terutama dalam hal
mencuci tangan dengan benar sesuai dengan standart operasional prosedur (SOP) maka
pelaksanaan pencegahan infeksi nifas belum dapat terlaksana dengan sempurna. Dalam tindakan
diperoleh hasil penelitian bahwa mayoritas tindakan bidan buruk karena masih ada bidan yang
belum melakukan sesuai dengan standart operasional prosedur (SOP) atau kebiasaan yang kurang
baik misalnya dalam penggunaan barier protektif yang lengkap pada saat menolong persalinan
padahal bidan mengetahui bahwa penggunaan barier protektif sangat bermanfaat dalam
penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas disini kita dapat mengetahui ada ketidak seimbangan
pengetahuan bidan dengan sikap dan tindakan bidan dalam melaksankan tugasnya.
4.2.2. Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Penatalaksanaan pencegahan Infeksi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas
mayoritas bidan berpengetahuan baik sebanyak 13 responden (100%). Dan minoritas bidan
berpengetahuan buruk sebanyak 0 responden (0%).
Menurut Hidayat( 2007), pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan panca
indra yang seorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan
keterampilan.
Menurut Notoatdmojo (2007), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang karena dari pengetahuan dan penelitian ternyata prilaku yang
didasari oleh pengetahuan.
Menurut asumsi peneliti, bahwa mayoritas bidan memiliki pengetahuan yang baik tentang
penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas karena bidan telah memperoleh ilmu pengetahuan
tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas selama bidan mengikuti proses pembelajaran di
Program D-III Kebidanan selama 3 tahun selain itu bidan juga telah mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan baru yang diperoleh bidan melalui pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang
penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas, seminar-seminar, dan pengalaman kerja mayoritas 6-12
bulan serta informasi yang diperoleh bidan dari buku, media massa atau pun internet tentang
penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas dapat juga dipengaruhi dengan usia bidan yang
mayoritas <25 tahun sehingga bidan berpengetahuan mayoritas berpengetahuan baik dengan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas
mayoritas bidan bersikap baik sebanyak 6 responden (46,2%) Dan minoritas bidan bersifat cukup
sebanyak 7 responden (53,8%).
kaidah etik profesi, agar petugas kesehatan dapat menghadapi tantangan dan dapat menjalankan
tuganya sebaik-baiknya.
Menurut asumsi peneliti, bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi
nifas dibutuhkan sikap yang positif dari bidan dalam memahami pentingnya pelaksanaan
pencegahan infeksi nifas sehingga bidan mau meluangkan waktu untuk membantu ibu melakukan
mobilisasi dini, mencuci tangan dan membuka perhiasan di jari tangan atau dari pergelangan
tangan, cara merawat luka, mengganti larutan klorin paling sedikit setiap 24 jam, meskipun bidan
tidak memiliki banyak waktu luang, namun sikap positif ini tidak dilaksanakan oleh bidan
walaupun pendidikan bidan seluruhnya D-III kebidanan dan memiliki pengalaman kerja mayoritas
6-12 bulan, serta mayoritas usia bidan yang <25 tahun tidak bisa menjamin bahwa sikap bidan
harus baik pula karena banyak alasan tertentu yang menyababkan bidan tidak dapat melakukan
pencegahan infeksi nifas 100% pernyataan ini dapat dibenarkan karena hasil penelitian yang
diperoleh bahwa bidan berpengetahuan baik namun sikap bidan terhadap penatalaksanaan
pencegahan infeksi nifas diperoleh mayoritas buruk terhadap penatalaksanaan pencegahan infeksi
nifas.
4.3.4. Gambaran Tindakan Responden Tentang Penatalaksanaan pencegahan Infeksi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas
mayoritas tindakan bidan cukup sebanyak 5 responden (38,5%) Dan minoritas tindakan bidan baik
sebanyak 8 responden (61,5%
Menurut Poedjawyatna (2007), bahwa keterampilan atau tindakan dapat dinilai dari diri
manusia yang dilakukan dengan keadaan sadar maupun tidak sadar.
Menurut asumsi peneliti,bahwa pendidikan bidan yang D-III berpengaruh dengan tindakan
karena semakin tinggi pendidikan bidan maka semakin tinggi pula pengetahuan bidan dalam hal
teori dan dapat dilaksanakan dalam praktek namun dari penelitian yang telah dilakukan tidak
selamanya pengetahuan yang baik itu dapat memastikan bahwa tindakan bidan baik pula karena
dari hasil penelitian menyatakan bahwa tindakan bidan yang berpengetahuan baik, dengan
tindakan mayoritas buruk, begitu juga dengan lama bekerja bidan yang mayoritas 6-12 bulan dapat
berpengaruh karena pengalaman sangat penting dalam melakukan tindakan dimana semakin
sering bidan melakukan penatalaksanaan pencegahan infeksi terhadap ibu nifas maka semakin
mahirlah seorang bidan dalam pencegahan infeksi nifas, begitu jaga pada umur bidan yang
mayoritas <25 tahun dimana usia ini masih dikatakan muda kurang berminat untuk peduli
terhadap penatalaksanaan yang sesuai dengan standart. Tindakan yang dilakukan oleh bidan
sejalan dengan pengetahuan dan sikap bidan dalam memberikan penatalaksanaan kepada ibu.
Akan tetapi sering kali petugas kesehatan khususnya bidan melalaikan prosedur kerja misalnya,
menjaga kesterilan alat sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi khususnya pada masa nifas.
Dari penelitian yang dilakukan peneliti mayoritas yang tidak dilaksanakan oleh bidan adalah bidan
sering kali tidak menggunakan sarung tangan rumah tangga saat mencuci peralatan/ membuang
sampah, bidan tidak mengganti air klorin paling sedikit dalam 24 jam, bidan kurang melaksanakan
prosedur pencegahan infeksi, misalnya bidan tidak memakai sarung tangan steril untuk merawat
luka, bidan tidak menggunakan barier protektif saat menolong persalinan.
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Perilaku bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit
Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas baik sebanyak 9 responden (69,2%) dan minoritas baik
sebanyak 4 responden (30,8%).
Pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah
Sakit Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas baik sebanyak 13 responden (100%).
Sikap bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit
Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas buruk sebanyak 7 responden (53,8%) Dan minoritas bidan
Sakit Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas buruk sebanyak 8 responden (61,5%) Dan minoritas
bidan bersifat baik sebanyak 5 responden (38,5%).
5.2. Saran
1. Diharapkan kepada petugas kesehatan khususnya bidan yang bekerja dirumah sakit untuk
2. Diharapkan kepada bidan untuk lebih menerapakan prinsip kerja aseptik dan memahami
pentingnya dilakukan pencegahan infeksi sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
3. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian lanjutan pada
aspek yang lebih luas dan lebih lengkap untuk lebih menyempurnakan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi Biran, dkk, (2007), JNPK-KR Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial Persalinan, Save The
Children Federation Inc-US dan Jhpiego Corporation, Jakarta.
Ambarwati Retna Eny dan Wulandari Diah, (2010), Asuhan Kebidanan Nifas, Mitra Cendikia Press,
Jogjakarta.
Anggraini yetti, (2010), Asuhan Kebidanan Masa Nifas, pustaka Rihama, Yogyakarta.
Bambang, 2009. Who: Penurunan Angka Kematian Ibu Belum Sesuai Target MDGS, http://www. Diakses tgl 12
Oktober 2007.
Boyle Maureen, (2009), Seri Praktik Kebidanan Pemulihan Luka, EGC, Jakarta.
Hidayat Abdul Azzis, (2007), Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data, Salemba Medika,
jakarta.
Maryunani Anik, (2009), Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (postpartum),Trans Info Media, Jakarta.
Notoadmojo, 2007. Kesehatan masyarakat Ilmu Dan Seni. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Nursalam, 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi penelitian Ilmu keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.
Reiss Uzzi, (2008), Menjadi Ibu Bahagia Pasca-Persalinan, Luna Publisher, jogjakarta.
Saleha Sitti, ( 2009), Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas, Salemba Medika, Jakarta.
Sulistyawati Ari, (2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Andi Offset, Yogyakarta.
KUISIONER PENELITIAN
PENATALAKSANAAN PENCEGAHAN INFEKSI NIFAS
DI RUANG KEBIDANAN RSU RESTU IBU
TAHUN 2011
2. Bacalah pertanyaan dengan baik untuk menentukan jawaban yang dipilih
3. Berilah tanda chek list (√) pada jawaban yang ibu anggab benar
4. Tanyakan pada penelitian apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti
II. Sikap
Pilihlah salah satu jawaban di bawah ini yang anda anggap benar, dengan memberikan tanda
checklist (P)
Keterangan :
- S (Setuju)
- TS (Tidak Setuju)
No Pernyataan S TS
1 Mencuci tangan dengan benar perhiasan di tangan dan
pergelangan dilepaskan.
2
Pada saat membilas tangan, sebaiknya digunakan air
tingkat tinggi.
Tahapan memproses alat-alat bekas dapat dilakukan
III. Tindakan
Pilihlah salah satu jawaban yang anda anggap benar dengan memberikan tanda checklist (P)
No Tindakan Ya Tidak
1. Topi
2. Celemek
3. Masker
4. Kaca mata
5. Sepatu
10
6. Sarung tangan
Berbagi
Poskan Komentar
Beranda
Mengenai Saya
erni monika
Lihat profil lengkapku