Anda di halaman 1dari 3

A.

Latar belakang
Lapindo Brantas Inc merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
eksplorasi dan produksi migas di Indonesia. kegiatan eksplorasi yang dilakukan
oleh Lapindo Brantas Inc dilakukan di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoardo
dan lapangan Carat di Kabupaten Mojokerto. Namun pada tanggal 26 Mei 2006
terjadi semburan lumpur panas atau yang biasa dikenal sebagai lumpur Lapindo.
Awal terjadi adalah munculnya semburan aliran minyak, gas, dan lumpur yang
tidak dapat dikendalikan dalam pipa pengeboran atau lubang sumur dan
menimbulkan ledakan serta nyala api di permukaan lumpur. Lokasi pengeboran
minyak bumi tersebut bertempat tinggal di Desa Siring yang berbatasan dengan
Renokenongo, Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawab Timur.
Berdasarkan dokumen rapat teknis PT Sidoarjo Brantas, saat pengeboran
mencapai 8500 kaki, PT Medco Energi telah memperingatkan agar operator
segera memasang selubung pengaman pipa baja yang dilapisi semen untuk
melindungi masuknya fluido (zat cair, minyak, gas dan air) ke dalam lubang
sumur serta menghindari gugurnya dinding formasi atau lapisan buatan ke dalam
lubang bor (casing). Namun hingga pengeboran mencapai kdalama 9.227 kaki ,
prosedur baku pengeboran tersebut diabaikan. Casing hanya dipasang sampai
kedalaman 3.580 kaki, sisanya sedalam hampir 1700 meter lebih dibiarkan
bekerja tanpa casing. Akibatnya, lumpur menyembur hingga ketinggian sekitar
40 meter pada jarak 150 meter dari lokasi pengeboran hingga lumpur meluap
dan mengalir hingga sekarang.
Saat terjadi bencana lumpur panas Lapindo di Sidoargo eksploitasi sumber
daya alam harus bertanggung jawab jika terjadi kesalahan yang bahkan
menimbulkan kerusakan di daerah terdampak. Lumpur panas Lapindo
merupakan suatu kesalahan dalam pengelolaan industri migas di Indonsia.
Beberapa faktor yang menyebabkan munculknya semburan lumpur panas yang
kemudian meluas banyak menimbulkan kerugian. Dalam hal ini terdapat
beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab terjadinya semburan lumpur
panas, diantaranya adalah:
1. Tim ahli pengeboran dari kontraktor PT Lapindo lalai dalam mengikuti
prosedur yang mengakibatkan terjadinya blow off
2. Terjadi kecelakaan akibat mekanisme alam yang tidak dapat diprediksikan
sehingga dianggap menjadi bencana alam
3. Ketinggian lumpur menggenangi ratusan sawah, rumah, jalan tol, dan lain
sebagainya. Kelalaian ini menimbulkan dampak yang luar biasa dalam aspek
sosial, ekonomi, dan bahkan menimbukan korban jiwa.
Kerugian yang ditimbulkan dari Lapindo menyebabkan kerugian seperti
hilangnya mata pencaharian masyarakat, berhentinya operasi industri
manufaktur, gangguan transportasi bagian timur wilayah Jawa Timur yang pada
umumnya mata pencaharian masyarakat di sekitar daerah terdampak adalah
nelayan, yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut jika lumpur dibuat ke
laut melalui kanal pembuangan.Korban lumpur semakin pesimis kepada
Pemerintah baik dari Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang tidak
cepat tanggap dalam menyelesaikan hak-hak korban lumpur Sidoarjo. Sebab itu,
segala kebijakan yang berkenaan dengan Sumber Daya Alam (SDA) bertujuan
untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Namun pada kenyataannya, berbagai
kebijakan tersbeut tidak sejalan dengan regulasi dari pemerintah.
Presiden pada saat init menandatangani surat keputusan pembentukan Tim
Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo yaitu Keppres Nomor
13 tahun 2006 yang dimaksudkan untuk menyelematkan penduduk di sekitar
lokasi bencana, menjaga infrastruktur dasar, dan menyelesaikan masalah
semburan lumpur dengan risiko lingkungan yang paling kecil. Tim ini dipimpin
oleh Departemen Pekerjaan Umum dengan tim pengarah sejumlah menteri.
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulani luapan lumpur, yang
diantaranya membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur.
Beberapa institusi berpartisipasi dalam penanganagn lumpur Lapindo. Badan
Meteorologi dan Geofisika juga memprediksikan hujan dan cuaca yang dapat
menjadi pertimbangan dalam pembuatan tanggul. Bidang akademisi seperti
Institut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Gajah Mada menyusun skenario
pemadaman. BPBD dan BNPB memiliki skenario untuk memberhentikan
semburan panas.
Kerugian yang ditimbulkan dari segi sarana prasarana, kerusakan bangunan
rumah warga, kerusakan lingkungan memerlukan suatu rangkaian upaya efektif
dengan menciptakan mekanisme kerja yang konsisten, koordinasi yang tepat
kepada pemerintah daerah, BPBD Sidoarjo, dan lembaga terkait lainnya dalam
hal penanganan lumpur panas Lapindo. Hal ini membutuhkan rangkaian
komunikasi yang efektif dalam penyelesaian masalah. Proses komunikasi dalam
rekonsiliasi diharapkan dapat mengurangi ketegangan yang terjadi antara PT
Lapindo, Pemerintah dan warga korban lumpur panas Lapindo. Perselisihan
antara proses ganti rugi dan ketegangan masa lalu hingga kini, menjadi
cerminan bahwa buruknya komunikasi dan perbedaan persepsi antara kelompok
dominan dengan minoritas. Lemahnya hubungan komunikasi ini dapat memicu
tersendatnya rencana untuk mencukupi pasokan minyak dan gas di Jawa Timur.
Fenomena komunikasi sosial yang dilakukan oleh masyarakat korban
lumpur Lapindo, memerlukan komunikasi yang berkesinambungan dan tak
terputus dan manajemen bencana lumpur lapindo yang merupakan langkah yang
dibutuhkan untuk menciptakan hubungan harmonis di antara ketiganya. Oleh
karena itu, penyelesaian korban lumpur Lapindo dengan komunikasi yang efektif
dapat menjadi solusi untuk permasalahan yang terjadi. Berdasarkan masalah
diatas maka, penulis merumuskan masalah, bagaimana sistem komunikasi antar
lembaga terkait dalam penangangan lumpur panas Lapindo.

Daftar Pustaka

https: //www.tribunnews.com/amp/2011/05/26/komunikasi-ala-lumpur-lapindo.com

Farabi, 2012. Komunikasi sosial masyarakat korban lumpur Lapindo Brantas: studi
pada masyarakat Desa Basuki Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo. Diakses dari
https://www.digilib.uinsby.ac.id/15928.

Anda mungkin juga menyukai