DISUSUN OLEH :
Nama : Pipit Dwi rahayu (021500449)
YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat,
karunia, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah yang berjudul “Detektor Radiasi dalam Kedokteran Nuklir” ini,
diperuntukkan untuk kalangan masyarakat, mahasiswa teknik nuklir dan para pekerja di bidang
kesehatan, karena makalah ini membahas secara mendetail seputar prinsip detektor radiasi nuklir
yang digunakan dalam keperluan dibidang kedokteran. Dalam menyelesaikan makalah ini,
penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua yang telah memberikan bantuan doa serta dukungan baik berupa moril
maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
2. Dosen mata kuliah instrumentasi Nuklir, Bapak Toto Trikasjono, S.T, M.Kes yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Teman-teman program studi Elektronika Instrumentasi angkatan 2015 yang telah banyak
memberikan dukungan dan motivasi .
Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak ditemukan kekurangan di
dalamnya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk menyempurnakan makalah ini di masa yang akan datang. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya para mahasiswa sebagai referensi dalam
mempelajari mata kuliah Instrumentasi Nuklir.
Tim Penulis
2.1. Detektor..................................................................................................... 6
2.3.4. SPECT........................................................................................... 26
LAMPIRAN .................................................................................................................... v
Pipit dwi Rahayu (021500449) Tanggal selesai :30 Maret 2017
PENDAHULUAN
Pada abad ke-20 ini, perkembangan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang sangat pesat. Salah satunya disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
serta kesehatan.Terobosan penting dalam bidang ilmu dan teknologi ini memberikan sumbangan
yang sangat berharga dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit termasuk penyakit-penyakit
yang menjadi lebih penting secara epidemologis sebagai konsekuensi logis dari pembangunan di
segala bidang yang telah meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Penggunaan radioisotop dalam bidang kedokteran yang dikenal dengan nama kedokteran
nuklir telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henri DANLOS yang menggunakan Radium untuk
pengobatan penyakit Tubercolusis pada kulit. Akan tetapi yang dianggap sebagai Bapak Ilmu
Kedokteran Nuklir adalah George C. de HEVESSY, bukan Henri DANLOS. George C. de
HEVESSY merupakan peletakkan dasar prinsip perunut dengan menggunakan radioisotop alam
Pb-212. Penemuan radioisotop buatan ini menyebabkan penggunaan radioisotop alam sudah
tidak lagi digunakan. Adapun radioisotop buatan yang banyak dipakai pada masa awal
perkembangan kedokteran nuklir adalah I-131. Tetapi saat ini pemakaiannya telah terdesak oleh
Tc-99m selain karena sifatnya yang ideal dari segi proteksi radiasi dan pembentukan citra juga
dapat diperoleh dengan mudah serta relatif murah harganya.Namun demikian, I-131 masih
sangat diperlukan untuk diagnostik dan terapi khususnya kanker kelenjar tiroid.
Perkembangan ilmu kedokteran nuklir yang sangat pesat tersebut dapat terjadi berkat
dukungan dari perkembangan teknologi instrumentasi untuk pembuatan citra terutama dengan
digunakannya komputer untuk pengolahan data dari sistem instrumentasi yang menggunakan
detektor radiasi dengan sistem elektronik. Kedokteran Nuklir merupakan salah satu cabang dari
ilmu kedokteran yang memanfaatkan radiofarmaka (senyawa kompleks dari radioisotop sumber
terbuka berumur paro relatif pendek dengan suatu persediaan farmasi yang spesifik untuk organ
tertentu) dan peralatan deteksi nuklir (deteksi sinar gamma atau beta) yang dilengkapi perangkat
lunak khusus untuk mengetahui fungsi dan anatomi organ tertentu dalam rangka diagnostik suatu
kelainan / penyakit maupun terapi penyakit. Keunggulan kedokteran nuklir adalah
kemampuannya mendeteksi bahan-bahan yang ditandai dengan perunut radioaktif. Di samping
itu teknik nuklir berperan pula dalam kajian-kajian dan penelitian-penelitian untuk lebih
memahami proses fisiologi dan patofisiologi dari kelainan yang terjadi di berbagai organ tubuh
manusia sampai tingkat seluler bahkan molekuler. Berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti
endokrinologi, nefrologi, kardiologi, neurologi, onkologi dan sebagainya telah lama
memanfaatkan teknik ini.
PEMBAHASAN
Detektor merupakan sebuah alat deteksi sinar radioaktif atau sistem pencacah
radiasi yang memiliki prinsip kerja untuk mengubah radiasi menjadi pulsa listrik.
Detektor peka terhadap radiasi, yang bila dikenai radiasi akan menghasilkan
tanggapan mengikuti mekanisme yang telah dibahas sebelumnya. Perlu diperhatikan
bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif
terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum tentu
dapat mendeteksi radiasi neutron.
Komponen-komponen dasar :
a. Sumber listrik, berasal dari baterai atau pemasok arus DC.
b. Amplifier, penguat pulsa listrik.
c. Pencatat Waktu, menunjukkan waktu yang diperlukan untuk
mengumpulkan sejumlah pencacahan yang diinginkan.
d. Diskriminator, penyeleksi pulsa.
e. Penganalisis salur tunggal (SCA), menerima pulsa-pulsa yang terletak
pada suatu interval tertentu, kemudian interval divariasikan untuk
mencacah jumla tinggi pulsa yang berbeda.
f. Penganalisis salur ganda (MCA), sistem kerjanya sama dengan SCA
namun waktu pencacahan lebih cepat dan dapat memunculkan pulsa-
pulsa dalam bentuk puncak-puncak yang banyak.
g. Alat pencatat atau skaler, untuk menampilkan hasil pencacahan.
Semua jenis peralatan deteksi partikel radiasi memiliki prinsip yang sangat mirip,
yaitu partikel radiasi memasuki detektor dan terjadilah interaksi antara partikel radiasi
dengan material detektor, sehingga terjadi proses eksitasi atau ionisasi molekul-
molekul material detektor. Apabila material detektor tersebut terbuat dari gas, maka
interaksi antara semua partikel radiasi alpha (α), beta positif (β+), beta negatif (β-),
gamma (γ) dan netron dengan gas akan terjadi proses ionisasi yang menghasilkan ion
positif dan elektron. Dengan demikian, diperlukan teknik untuk memisahkan dua
jenis partikel tersebut dalam waktu yang sangat singkat, karena apabila kedua jenis
Ketiga jenis detektor tersebut memiliki prinsip kerja yang berbeda-beda sesuai
konstruksi detektor tersebut. Berikut akan dibahas prinsip kerja detektor radiasi.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang
berbeda yaitu :
Detektor Ionisasi Chamber/Kamar Inonisasi.
Kamar ionisasi tersusun sejumlah volume gas kecil pada tekanan atmosfer
dalam kamar, I di dalamnya terdapat dua elektroda, E dan E‟ yang
dipertahankan pada beta potensial tinggi menggunakan sumber tegangan V.
Berkas radiasi masuk ke dalam chamber sehingga menyebabkan ionisasi. Ion
yang dihasilkan dikumpulkan pada elektroda + dan - .Keuntungan detektor ini
b) Detektor Semikonduktor
Bahan semikonduktor terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik
yaitu silikon atau germanium. Detektor ini keunggulan yaitu lebih effisien
dibandingkan dengan detektor isian gas karena terbuat dari zat padat, mempunyai
resolusi yang lebih baik dari detektor sintilasi. Bahan isolator dan semikonduktor
tidak dapat meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada
c) Detektor Sintilasi
Detektor sintilasi mirip proses eksitasi, terdiri dari dua bagianyaitu bahan
sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan Bahan padat, cair
maupun gas yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi
pengion. Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapatdibagi
menjadi dua tahap yaitu :
1. Proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya
di dalam bahan sintilator.
2. Proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam
tabung photomultiplier.
Bahan Sintilator.
Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang
dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan
tingkat energi tertentu. Pada keadaan dasar, ground state, seluruh elektron
berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat
radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya
akan terserap oleh beberapaelektron di pita valensi, sehingga dapat
meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektronelektron
tersebut akan kembali ke pitavalensi melalui pita energi bahan aktivator
sambil memancarkan percikan cahaya.
Tabung Photomultiplier
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri
atas dua bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila
bahan sintilator berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan
cahaya maka tabung photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah
percikan cahaya tersebut menjadi berkas elektron, sehingga dapat diolah
lebih lanjut sebagai pulsa/arus listrik.Tabung photomultiplier terbuat
daritabung hampa yang kedap cahaya dengan photokatoda yang berfungsi
sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat beberapa dinode
untuk menggandakan elektron. Photokatoda yang ditempelkan pada bahan
sintilator, akan memancarkan elektron bila dikenai cahaya dengan panjang
gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya akan diarahkan,
dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut
akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa setiap radiasi akan diubah menjadi sebuah
pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut
merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tidaklah demikian.
Terdapat beberapa karakteristik detektor yang membedakan satu jenis detektor
dengan lainnya yaitu efisiensi, kecepatan dan resolusi.
Efisiensi detektor
Merupakan suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pulsa listrik
yang dihasilkan detektor terhadap jumlah radiasi yang diterimanya. Nilai efisiensi
detektor sangat ditentukan oleh bentuk geometri dan densitas bahan detektor. Bentuk
geometri sangat menentukan jumlah radiasi yang dapat 'ditangkap' sehingga semakin
luas permukaan detektor, efisiensinya semakin tinggi. Sedangkan densitas bahan
detektor mempengaruhi jumlah radiasi yang dapat berinteraksi sehingga
menghasilkan sinyal listrik. Bahan detektor yang mempunyai densitas lebih rapat
akan mempunyai efisiensi yang lebih tinggi karena semakin banyak radiasi yang
berinteraksi dengan bahan.
Kecepatan detektor
Menunjukkan selang waktu antara datangnya radiasi dan terbentuknya pulsa listrik.
Kecepatan detektor berinteraksi dengan radiasi juga sangat mempengaruhi
pengukuran karena bila respon detektor tidak cukup cepat sedangkan intensitas
Resolusi detektor
Konstruksi detector.
Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah konstruksi detektor karena
semakin rumit konstruksi atau desainnya maka detektor tersebut akan semakin mudah
rusak dan biasanya juga semakin mahal.
Bahan radioaktif dalam kedokteran nuklir terdiri dari sinar gamma, beta, dan
alfa. Sinar gamma digunakan pada prosedur diagnostik, sedangkan sinar beta untuk
prosedur terapi. Sedangkan sinar alfa masih dalam tahap penelitian untuk penggunaan
bidang kedokteran.
In vivo
Suatu Metoda diagnostik dengan cara pemberian radiofarmaka kepada pasien melalui
suntikan, mulut/oral, dan inhalasi. Pencitraan organ tubuh pasien diperoleh
berdasarkan pancaran radiasi sinar gamma yang kemudian ditangkap oleh alat kamera
gamma. Diagnosis didasarkan pada perubahan fisiologis atau biokimiawi yang terjadi
ditingkat sel maupun molekuler.
In Vitro
Suatu metoda diagnostik menggunakan Radionuklida yang direaksikan dengan bahan
biologis tubuh manusia untuk menentukan kadar zat tertentu di dalam tubuh (darah,
urin, dll). Metode yang digunakan adalah
a. Metoda Radio Immuno Assay (RIA) Merupakan reaksi immunologik antara anti
gen bertanda radioaktif dengan antibodi spesifik.
b. Metoda Immuno Radiometric Assay (IRMA). Prinsip dasar IRMA
adalah Ligan yang konsentrasinya harus diukur secara
khusus terikat oleh antibodi tak bergerak dan antibodiberlabel radioaktif .
Dua instrumen utama yang digunakan dalam diagnosis kedokteran nuklir adalah
single-photon emission computed tomography (SPECT) dan positron emission
tomography (PET) yang menghasilkan gambar tiga dimensi. Perangkat hibrida
misalnya SPECT/CT dan PET/CT akan menyorot bagian tubuh yang mengandung
2.2.3. Pengobatan
Cesium-137 (137Cs)
Cobalt-60 (60Co)
Iridium-192 (192Ir)
Iodine-125 (125I)
Palladium-103 (103Pd)
Ruthenium-106 (106Ru)
Komponen Dasar
a. Kolimator
b. Detektor/ Kristal skintilasi
c. Photo Multiplier Tube (PMT)
d. Cathode Ray Tube (CRT)
e. Pulse Height Analyzer (PHA)
f. Konsole/Panel Kontrol
Kamera gamma jenis digital memiliki beberapa kelebihan dibanding jenis analog,
antara lain dapat melakukan pemrosesan data lebih cepat, karena selalu dilengkapi
dengan unit komputasi yang lebih canggih, dan secara umum relatif lebih mudah
Berikut akan dibahas komponen dasar pada kamera gamma yang digunakan pada
kedokteran nuklir.
a. Kolimator
b. Detektor
Signal-signal yang dapat dari PMT akan diproses menjadi 3 (tiga) signal
X, Y, Z. spatial coordinates X dan Y sebagai sumbu , dan komponen Z sebagai
parameter besarnya energi yang masuk dalam kristal detektor dan diproses oleh
PHA. Koordinat X dan Y dapat langsung diamati pada layar display (CRT) atau
didalam komputer. Sedang signal Z (intensitas) akan diproses lebih lanjut oleh
komponen berikutnya, yaitu PHA.
f. Kontrol Panel
Image exposure time ditentukan melalui panel kontrol, dengan pilihan :
1. preset count
2. preset time atau
3. preset ID (information density) untuk citra kompresi.
Sinar gamma yang dipancarkan dari tubuh pasien ditangkap oleh kristal-
kristal sintilasi berdiameter besar (NaI(Tl)) setelah melalui suatu kolimator. Guna
kolimator adalah untuk memberikan penajaman pada citra karena hanya melewatkan
sinar gamma yang searah dengan orientasi lubang kolimator dan menahan gamma
hamburan.Sedangkan rumah timbal menjamin hanya sinar gamma yang datang dari
tubuh pasien saja yang dideteksi. Ketika suatu photon gamma berinteraksi dengan
kristal sodium iodida yang diaktivasi oleh Thallium (NaI(Tl)) maka dihasilkan pulsa
pancaran cahaya (fluorescent light) pada titik interaksi yang intensitasnya sebanding
dengan energi sinar gamma. Pulsa pancaran cahaya tersebut kemudian dideteksi dan
dikuatkan oleh setiap PMT sepanjang permukaan belakang kristal, dimana tabung
dengan jarak terjauh menerima cahaya lebih kecil dari pada tabung yang terdekat.
Efisiensi kristal ini untuk mendeteksi sinar gamma dari xenon 133 (81 keV)
dan technetium 99m (140 keV) adalah mendekati 90%, artinya hanya 10% dari foton
gamma yang melalui kristal yang tidak menghasilkan suatu pulsa cahaya. PMT
mengubah pulsa cahaya menjadi suatu sinyal listrik dengan besaran yang dapat
diukur. Kejadian sintilasi pada kristal direkam oleh lebih dari satu tabungtabung PMT.
Koordinat X dan Y dari interaksi ditentukan oleh suatu lirik tahanan tahanan yang
memberikan pembobotan sinyal keluaran dari setiap PMT menurutposisi geometrinya
dibelakang detektor. Secara bersamaan seluruh sinyal keluaran dari setiap PMT
dijumlahkan dan diberi pembobotan. Sinyal tersebut mempunyai tiga komponen yaitu
koordinat spasial sumbu X dan sumbu Y serta suatu sinyal (Z) yang berhubungan
dengan intensitas, dimana amplitudonya sebanding dengan jumlah total energi yang
diterima dalam kristal. Sinyal koordinat X dan Y dapat langsung dikirim ke peralatan
penampil gambar atau direkam oleh komputer, sedangkan sinyal Z diolah oleh
penganalisis tinggi pulsa (PHA). Titik cahaya dapat dimunculkan pada layar monitor
hanya apabila pulsa energinya ada pada daerah jendela yang diatur sebelumnya
(preset window) dari PHA dengan koordinat titik cahaya ditentukan oleh sumbu X
dan Y.
2.3.2 Renograf
Deskripsi dan Mekanisme Kerja
Renograf merupakan suatu alat yang menggunakan prinsip spektroskopi
gamma. Yang mana terdiri dari hardware serta software dimana pada hardware
berfungsi sebagai penangkap radiasi dari sinar gamma yang dipancarkan oleh ginjal
serta mengubahnya menjadi pulsa-pulsa listrik dan kemudian akan diubah lagi
menjadi grafik oleh software.
Prinsip kerja dari renograf adalah sinar radiasi gamma yang datang akan
diterima oleh detektor NaI (Tl) dan oleh detektor akan diubah menjadi pulsa listrik,
selanjutnya pulsa keluaran detektor akan dibentuk menjadi pulsa semi gaussian dan
dikuatkan oleh penguat awal, kemudian dikuatkan lagi pada penguat utama sehingga
pulsa keluaran berupa pulsa gaussian dengan tinggi pulsa yang sudah memenuhi
syarat untuk dianalisa dan diubah menjadi bentuk digital pada TSCA yang selanjutnya
pulsa digital akan dicacah pada counter. Pulsa keluaran TSCA disamping masuk ke
counter juga sebagai masukan interface untuk ditampilkan dalam bentuk grafik pada
layar monitor.
Perangkat Keras.
Bagian utama dari perangkat keras peralatan renograf adalah :
a. Detektor Probes
Detektor yang digunakan sebagai probes adalah jenis Scintilasi (Nal(TI)).
Detektor dilengkapi dengan kolimator dari bahan timbal untuk mengarahkan ke
masing-masing ginjal dan menghindari cross talk antar ginjal, serta menekan
gangguan latar (back ground). Probes ini dapat terpasang secara khusus pada kursi
pasien, maupun pada statif tegak. Dengan statif tegak nenubgkinkan penggunaan
sistem ini untuk keperluan lain, misalnya dengan perangkat lunak khusus sebagai
pengukur Thyroid Uptake, atau untuk keperluan prosedur lain yang dikembangkan
lebih lanjut.
Jika molekul biologis aktif yang dipilih untuk PET adalah fludeoxyglucose
(FDG), analog glukosa, konsentrasi tracer dicitrakan akan menunjukkan aktivitas
metabolisme jaringan karena sesuai dengan penyerapan glukosa regional. Penggunaan
pelacak ini untuk mengeksplorasi kemungkinan metastasis kanker (yaitu, menyebar ke
bagian lain) adalah jenis yang paling umum dari PET scan dalam perawatan medis
standar. Namun, meskipun secara minoritas, banyak pelacak radioaktif lainnya yang
digunakan dalam PET untuk menggambar konsentrasi jaringan jenis lain dari molekul
yang menarik. Salah satu kelemahan dari scanner PET adalah biaya operasinya yang
mahal.
PET merupakan sebuah alat medis dan penelitian. Hal ini digunakan berat dalam
onkologi klinis (pencitraan medis tumor dan pencarian metastasis), dan untuk diagnosis
klinis penyakit otak difus tertentu seperti yang menyebabkan berbagai jenis demensia.
PET juga merupakan alat penelitian yang penting untuk memetakan yang normal fungsi
otak dan hati manusia, dan mendukung pengembangan obat.PET juga digunakan dalam
SPECT mirip dengan PET dalam penggunaan bahan pelacak radioaktif dan
deteksi sinar gamma. Berbeda dengan PET, bagaimanapun, pelacak digunakan dalam
SPECT memancarkan radiasi gamma yang diukur secara langsung, sedangkan PET
pelacak memancarkan positron yang memusnahkan dengan elektron hingga beberapa
milimeter, menyebabkan dua foton gamma akan dipancarkan dalam arah yang
berlawanan. Sebuah scanner PET mendeteksi ini emisi "bertepatan" dalam waktu, yang
menyediakan lebih informasi acara radiasi lokalisasi dan, dengan demikian, gambar
resolusi spasial lebih tinggi dari SPECT (yang memiliki sekitar 1 resolusi cm). scan
SPECT, bagaimanapun, secara signifikan lebih murah daripada scan PET, sebagian
karena mereka mampu menggunakan radioisotop lagi-berumur lebih mudah diperoleh
dari PET. Karena akuisisi SPECT sangat mirip dengan planar pencitraan kamera gamma,
yang radiofarmasi yang sama dapat digunakan. Jika seorang pasien diperiksa dalam jenis
lain scan kedokteran nuklir, tetapi gambar yang non-diagnostik, dimungkinkan untuk
melanjutkan langsung ke SPECT dengan memindahkan pasien ke instrumen SPECT, atau
bahkan hanya dengan konfigurasi ulang kamera untuk SPECT akuisisi gambar sementara
pasien tetap di atas meja.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Ilmu kedokteran nuklir adalah spesialis kedokteran yang menggunakan energi radiasi terbuka
nuklir untuk menilai fungsi dari suatu organ, mendiagnosa dan mengobati penyakit.
2. Pada prinsipnya alat / pesawat kedokteran nuklir hanya digunakan sebagai detektor yang
merupakan komponen dasar dari kamera gamma untuk menangkap radiasi yang dipancarkan
oleh bahan radioaktif dalam tubuh dan merubahnya menjadi data yang dapat dilihat sebagai
angka-angka, warna ataupun grafik.
3. Penerapan detektor pada kedokteran nuklir antara lain pada alat kamera gamma, alat renograf,
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography), PET (Positron Emission
Tomography), dan Uptake Thyroid.
KURNIAWAN , AGUNG. 2010. Alat Ukur Radiasi di Bidang Kedokteran Nuklir. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir- BATAN.
https://en.wikipedia.org/wiki/Single-photon_emission_computed_tomography. Diaksestanggal
30 Maret 2017
LAMPIRAN
Pipit dwi Rahayu (021500449) Tanggal selesai :30 Maret 2017