Laporan Kasus SNH Dewi Setianingsih
Laporan Kasus SNH Dewi Setianingsih
Pembimbing :
dr. Perwitasari Bustomi, Sp.S
Disusun oleh :
Dewi Setianingsih 1102013079
PERSENTASI KASUS
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Lemah anggota gerak sisi kiri
Keluhan Tambahan
Kesemutan pada kaki kiri
2
- Riwayat hipertensi: tidak diketahui
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
THT : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Thorax
Inspeksi : Simetris bilateral saat statis dan dinamis
Palpasi : NT (-), massa (-)
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), batas hepar normal, massa (-)
3
Perkusi : Timpani (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : akral hangat, udem kaki (-/-)
Status Neurologis
GCS : E4M6V515
Pupil
Kanan Kiri
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak langsung + +
4
M. Rektus Superior Baik Baik
M. Rectus Lateralis Baik Baik
M. Obliqus Inferior Baik Baik
M. Obliqus Superior Baik Baik
M. Levator Palpebra Baik Baik
N. V
Sensorik Refleks Kornea + Refleks Kornea +
V1 Sensasi raba V1, V2 Sensasi raba V1, V2
V2 & V3 Baik & V3 Baik
V3
Motorik Baik Baik
N. VII
Sensorik
Pengecapan (2/3 anterior + +
lidah)
Motorik:
Mengerutkan dahi + +
Mengangkat alis + +
Menutup mata + +
Lipatan nasolabial Baik Mendatar
Sudut mulut Baik Turun
Parese N. VII Sinistra Central
N. VIII
Vestibularis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Cochlearis
Menggesekan jari Baik Baik
Garpu tala Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
N. IX & N. X
Arkus Faring Asimetris
Refleks muntah ++ +
5
Pengecapan (1/3 posterior + +
lidah)
N. XI
M. Sternocleidomastoideus Baik Baik
M. Trapezius Baik Baik
N. XII
Tremor lidah -
Atrofi lidah -
Deviasi lidah Deviasi ke kiri
Fasikulasi -
Motorik
Kanan Kiri
Kekuatan
Ekstremitas atas 5 2
Ekstremitas bawah 5 4
Tonus
Ekstremitas atas Normal Hipertoni
Ekstremitas bawah Normal Hipertoni
Trofi
Ekstremitas atas Normal Normal
Ekstremitas bawah Normal Normal
Refleks
Fisiologis
++ +++
Biseps
++ +++
Triseps
++ +++
Patella ++ +++
Achilles
Patologis
- -
Hoffmann - Tromner
- -
Babinski dan Babinski
Group
6
0 = Sama sekali tidak dapat bergerak
1 = Hanya mengahasilkan sedikit sekali gerakan
2 = Tidak dapat melawan gaya berat ekstremitas hanya bisa digeser
3 = Masih dapat melawan gaya berat
4 = Dapat melawan tahanan
5 = Normal
Sensorik
Kanan Kiri
Raba halus
Ekstremitas atas Baik Hipestesia
Ekstremitas bawah Baik Hipestesia
Nyeri
Ekstremitas atas Baik Hipestesia
Ekstremitas bawah Baik Hipestesia
Suhu
Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekstremitas bawah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Getar
Ekstremitas atas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Otonom
- Alvi : Baik
- Uri : Baik
- Hidrosis : Baik
Siriraj Score
(2,5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x pusing) + (0,1 x tekanan darah
diastolik) - (3 x atheroma markers) -12
Keterangan:
- Derajat kesadaran : sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)
- Nyeri kepala : tidak ada (0), ada (1)
7
- Vomitus : tidak ada (0), ada (1)
- Atheroma : Tidak ada penyakit jantung, DM (0), ada (1)
Hasil:
- SS > 1 : Stroke hemoragik
- -1 > SS > 1: Perlu Ct-Scan
- SS < -1 : Stroke non hemoragik
Pada pasien ini tidak dapat dilakukan karena pasien datang ke rumah sakit lebih dari 2
hari setelah kejadian.
1.5 Diagnosis
Diagnosis Klinis : hemiparesis sinistra + hemihipestesia sinistra + parase N.VII
dan N. XII sinistra central + hipertensi Grade II
Diagnosis Topis : arteri carotis dextra
Diagnosis Etiologi : Stroke Non Hemoragik
1.6 Tatalaksana
Medikamentosa
Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Pasang infus pada sisi yang sehat : NaCl 0,9 %
Pemberian neuroprotektor citicholin 2x1 gr IV
Pemberian mecobalamin 3x1 ampul IV
8
Pemberian antiplatelet aspilet 1x80 mg PO
Non Medikamentosa
Fisioterapi
1.7 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker
dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Riset kesehatan dasar tahun 2013
didapatkan prevalensi stroke di Indonesia sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga
kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok
yang telah didiagnosis meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada
umur ≥75 tahun (43,1% dan 67,0%).
Insidensi stroke di Asia umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika
Serikat dan juga lebih banyak terjadi pada Negara Eropa bagian timur dibandingkan
bagian barat. Insiden stroke pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan
pada usia lebih muda, tetapi tidak demikian halnya pada usia tua. Di Indonesia, penelitian
berskala cukup besar pernah dilakukan oleh ASNA (ASEAN Neurological Association)
di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh Indonesia. Dari 2.065 pasien stroke akut, dijumpai rata-
rata usia adalah 58,8 tahun (range 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari
pada wanita. Stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik dan stroke
hemoragik. Sebagian besar (80%) disebabkan oleh stroke non hemoragik.
10
2.3 Etiologi
Trombosis
Trombosis adalah bekuan darah. Stroke trombosis adalah stroke yang terjadi karena
adanya sumbatan di pembuluh darah besar di otak oleh karena adanya
gumpalan/plak yang terbentuk akibat proses aterosklerotik (pengerasan arteri).
Stroke karena trombosis ini merupakan stroke yang paling sering terjadi (hampir
40% dari seluruh stroke). Plak aterosklerotik tersebut akan menyumbat suatu
pembuluh darah tertentu di otak yang pada akhirnya daerah otak yang seharusnya
mendapat pasokan oksigen dan nutrisi tersebut menjadi kekurangan nutrisi dan
oksien (iskemia) dan akhirnya menjadi mati (infark). Plak aterosklerotik biasanya
menyumbat pembuluh darah besar di sekitar leher ataupun di dasar otak. Sumbatan
karena bekuan darah (trombus) sering terjadi di malam hari pada saat tidur atau tidak
beraktivitas. Pasien biasanya baru sadar bahwa mereka mengalami kelemahan
anggota badan sesisi pada saat mereka bangun.
Emboli Serebral
Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan darah atau
bekuan darah yang berasal dari jantung dan kemudin terbawa aliran darah sampai ke
otak, kemudian menyumbat pembuluh darah di otak. Proporsinya sekitar 20% dari
seluruh kasus stroke. Bekuan darah dari jantung ini biasanya terbentuk akibat denyut
jantung yang tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium), kelainan katup jantung, infeksi
di dalam jantung, dan juga operasi jantung.
Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat
dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable).
Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya:
Hipertensi,
Penyakit jantung (fibrilasi atrium)
Diabetes mellitus
Merokok
Konsumsi alcohol
Hiperlipidemia
Stenosis arterikarotis
11
Obesitas
Penggunaan kontrasepsi oral
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinis yang tampak stroke non hemoragik terbagi menjadi:
Transient Ischemic Attack (TIA)
Defisit neurologi yang bersifat akut yang terjadi kurang dari 24 jam, dapat hanya
beberapa menit saja. Terjadi perbaikan yang reversibel dan penderita pulih seperti
semula dalam waktu kurang dari 24 jam. Etiologi TIA adalah emboli atau
trombosis dan plak pada arteria karotis interna dan arteria vertebrabasalis.
Stroke In Evolution (SIE)
Stroke dimana defisit neurologinya terus bertambah berat.
Reversibel Ischemic Neurology Deficit (RIND)
Gejala yang muncul bertahap, akan hilang dalam waktu lebih dari 24 jam tetapi
tidak lebih dari 3 minggu, tetapi pasien dapat mengalami pemulihan sempurna.
Complete Stroke Ischemic
Stroke yang defisit neurologinya sudah menetap.
Berdasarkan penyebab:
Trombosis serebri
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga
aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan
iskemia.2,3 Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses
oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.
12
Emboli serebri
Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi ateromatus yang
terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan kecil dapat terlepas
dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain dalam aliran darah.
Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi
tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan infark jaringan
otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari
penyebab stroke non hemoragik.
Lakunar
Stroke lakunar adalah stroke yang terjadi pada pembuluh-pembuluh darah kecil yang
ada di otak. Terjadi pada sekitar 20% kasus dari seluruh stroke. Stroke lakunar ini
disebabkan oleh adanya sebuah lesi/luka yang kecil, berbatas jelas berukuran kurang
lebih 1,5 cm yang biasanya terletak di daerah subkortikal, kapsula interna, batang
otak, dan serebelum. Stroke lakunar ini berkaitan kuat dengan hipertensi dan juga
dihubungkan dengan perubahan mikrovaskular yang timbul karena hipertensi kronis
dan diabetes mellitus. Penyumbatan pada pembuluh darah kecil ini biasanya tidak
memberikan dampak stroke yang parah.
2.5 Patofisiologi
Stroke non hemorogik yang disebabkan karena trombotik dapat dibagi menjadi
stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah
kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis
yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna.
Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi
yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa
dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian
selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan
mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit
maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat
meninggal.
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan
untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase,
13
sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang ekstraselular,
sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel
menjadi lebih negative sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi
membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang
menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun
dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga
dibawah 10 ml / 100 gram / menit.
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan fungsi
enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral
yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap
mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian
penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.
14
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinik tergantung lokalisasi daerah pembuluh darah otak yang mengalami
gangguan.
Sistem Carotis
Disebut stroke hemisferik, gejala yang timbul sangat mendadak. Jarang mengalami
penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena
struktur-struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu Formatio
15
Reticularis di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Fungsi
vital umumnya baik. Pada pemeriksaan neurologis, saraf otak yang sering terkena
adalah N. VII dan XII, berupa Mulut mencong, bicara pelo dan deviasi lidah bila
dikeluarkan dari mulut. Terdapat juga gangguan konjugat pergerakan bola mata dan
lapangan pandang. Hampir selalu terjadi hemiparesis dan dapat dijadikan patokan
bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai hampir
dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah kortikal. Sedangkan
jika kelumpuhan sama berat, maka gangguan aliran darah terjadi di daerah
subkortikal atau vertebro-basiler. Dapat juga terjadi gangguan sensorik. Pada fase
akut, refleks fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari, akan muncul kembali.
Sistem Vertebro-basilar
Terdapat penurunan kesadaran yang cukup berat. Disertai kombinasi berbagai saraf
otak yang terganggu, vertigo, diplopia dan gangguan bulbar. Ciri khususnya adalah
gangguan long-tract sign, yaitu parestesi keempat anggota gerak (ujung-ujung
distal), parestesi perioral, hemianopsia altitudinal dan skew deviation.
16
- Gangguan bicara verbal
- Gangguan mengerti pembicaraan
- Gangguan pengenalan ruang
- Gangguan fungsi kognitif lain
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan GCS
Kelumpuhan saraf kranial
Kelemahan motoric
Defisit sensorik
Gangguan otonom
Gangguan neurobehavior
17
Algoritma skore gajah mada
Pemeriksaan Penunjang
CT Scan + CT Angiografi /MRI + MRA Otak
EKG
Doppler Carotis
Transcranial Doppler
TCD Bubble Contrast & VMR
Laboratorium : Hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum,
kreatinin), Activated Partial Thrombin Time (APTT), waktu prothrombin (PT),
INR, gula darah puasa dan 2 jam PP, HbA1C, profil lipid, C-reactive protein
(CRP), laju endap darah, dan pemeriksaan atas indikasi seperti: enzim jantung
(troponin / CKMB), serum elektrolit, analisis hepatik dan pemeriksaan elektrolit.
Thorax foto
Urinalisa
Echocardiografi (TTE/TEE)
18
Pemeriksaan Neurobehavior (Fungsi Luhur)
DSA Serebral
Diagnosis Banding
Stroke Hemoragik (bila belum dilakukan CT/MRI Otak)
Gejala – gejala SH SNH
Peringatan -- ++ (TIA)
(“warning”)
Kejang – kejang + -
Muntah + -
2.8 Tatalaksana
Penderita stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai proses rawat jalan di
luar RS, memerlukan perawatan dan pengobatan terus menerus sampai optimal dan
mencapai keadaan fisik maksimal. Pengobatan pada stroke non hemoragis dibedakan
menjadi :
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B, yaitu
Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup baik. Fungsi paru
sering terganggu karena curah jantung yang kurang, maka jantung harus dimonitor
dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen dalam
darah berkurang.
19
Blood
- Tekanan darah
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Pada fase akut pada umumnya tekanan darah meningkat dan secara spontan
akan menurun secara gradual. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat
mengurangi tekanan perfusi yang justru menambah iskemik lagi.
- Komposisi darah
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Bila
terdapat polisitemia harus dilakukan hemodilusi. Pemberian infus glukosa harus
dihindari karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang
mempermudah terjadinya edem dan karena hiperglikemia menyebabkan
perburukan fungsi neurologis dan keluaran. Keseimbangan elektrolit harus
dijaga.
Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup, bila perlu diberikan melalui
nasogastric tube.
Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retensio urin.
Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus dipasang kondom kateter, kalau
wanita harus dipasang kateter tetap.
Brain
Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi edema otak, dapat
dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan
pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang
yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantion atau Carbamazepin.
Pengobatan Khusus
Trombolisis
Satu-satunya obat yang diakui FDA sebagai standar adalah pemakaian r-TPA
(Recombinant - Tissue Plasminogen Activator) yang diberikan pada penderita stroke
iskemik dengan syarat tertentu baik i.v maupun arterial dalam waktu kurang dari 3
jam setelah onset stroke.
20
Antikoagulan
Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Efek antikoagulan
heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah atau memperkecil
pembentukkan fibrin dan propagasi trombus. Antikoagulansia mencegah terjadinya
gumpalan darah dan embolisasi trombus. Antikoagulansia masih sering digunakan
pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang dapat menimbulkan embolus.
Anti agregasi trombosit
Obat yang dipakai untuk mencegah pengumpulan sehingga mencegah terbentuknya
trombus yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat ini dapat digunakan pada
TIA. Obat yang banyak digunakan adalah asetosal (aspirin) dengan dosis 40 mg –
1,3 gram/hari. Akhir-akhir ini digunakan tiklopidin dengan dosis 2 x 250 mg.
Neuroprotektor
Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel terutama di
daerah penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas
neuronal yang terganggu akibat ischemic cascade. Obat-obat ini misalnya piracetam,
citikolin, nimodipin, pentoksifilin
Anti edema
Obat anti edema otak adalah cairan hiperosmolar, misalnya manitol 20%, larutan
gliserol 10%. Pembatasan cairan juga dapat membantu. Dapat pula menggunakan
kortikosteroid.
Rehabilitasi
Rehabilitasi pasca-stroke adalah suatu upaya rehabilitasi stroke terpadu yang
melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran dan merupakan kumpulan program,
termasuk pelatihan, penggunaan modalitas alat, dan obat-obatan. Tujuan rehabilitasi
adalah :
- Memperbaiki fungsi motoris, bicara dan fungsi lain yang terganggu
- Adaptasi mental sosial dari penderita stroke, sehingga fungsional otonom penderita,
sosial aktif dan hubungan interpersonal menjadi normal.
- Sedapat mungkin penderita harus dapat melakukan activities of daily living (ADL).
21
Jenis-jenis rehabilitasi medik, antara lain :
Fisioterapi
Mengobati fisik dengan menggunakan exercise, massage, ataupun terapi dengan
modalitas alat. Fisioterapi terbagi 2, yaitu fisioterapi pasif yang dilakukan secara
langsung setelah pasien terkena serangan stroke dengan menggerakan otot secara
pasif dan fisioterapi aktif yang dilakukan segera setelah keadaan pasien stabil dan
dapat diajak berinteraksi.
Speech therapy
Membantu memulihkan kemampuan berbahasa dan bekomunikasi penderita stroke
dengan latihan bicara sehingga penderita stroke dapat kembali berkomunikasi
dengan orang lain.
Occupational therapy
Menggunakan aktivitas terapeutik dengan tujuan mempertahankan atau
meningkatkan komponen kinerja okupasional (senso-motorik, persepsi, kognitif,
sosial, dan spiritual) dan area kerja kinerja okupasional (perawatan diri,
produktivitas, dan pemanfaatan waktu luang). Dengan kata lain, ahli terapi okupasi
membantu penderita stroke untuk melakukan aktivitas sehari-hari (seperti mandi,
makan, minum, BAB/BAK, berpakaian, dll), dan juga membantu penderita agar
dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitarnya (mengelola rumah tangga,
merawat orang lain, dan rekreasi/pemanfaatan waktu luang untuk dirinya).
Social worker
Memperbaiki atau mengembangkan interaksi antara penderita dengan lingkungan
sosialnya sehingga penderita dapat kembali ke lingkungan dengan baik.
Psikologis
Membantu penderita stroke yang cacat agar dapat menyesuaikan diri secara
emosional terhadap lingkungannya dan keadaan cacatnya, sehingga ia dapat
memberikan makna pada kehidupannya dengan penuh arti.
2.9 Prognosis
Sebanyak 75% penderita stroke tidak dapat bekerja kembali akibat ketidakmampuan
tubuhnya. 30-50% penderita stoke mengalami depresi post-stroke yang ditandai oleh
letargi, sulit tidur, rendah diri, dan menarik diri dari masyarakat. Emosi yang labil dapat
terjadi sebanyak 20% pada penderita stroke.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Perdossi (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). 2011. Guideline Stroke. Edisi
Revisi. Jakarta.
2. Sofwan, Rudianto. 2010. Stroke dan Rehabilitasi Pasca-Stroke. Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
kesehatan dasar 2013. Jakarta PERDOSSI; 2013. hlm. 91-4. 2.
4. Persatuan Dokter Saraf Indonesia. Guideline stroke. Jakarta: PERDOSSI; 2011. hlm. 32-
41.
5. Persatuan Dokter Saraf Indonesia.Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta: PERDOSSI;
2011.
6. Wijaya, Aji Kristianto. 2013. Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus.
Diakses pada 14 Juli 2018, dari:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82595&val=970
7. Jauch, Edward C. 2016. Ischemic Stroke. http://emedicine.medscape.com/
23