NOMOR : 196/RRS/SK/VIII/2013
TENTANG
KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RSKB RING ROAD SELATAN
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI DI RSKB RING ROAD SELATAN;
Kedua : Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Surat Keputusan ini dibebankan
pada Anggaran Biaya RSKB Ring Road Selatan;
Ketiga : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila
terdapat kekeliruan, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Bantul
Pada tanggal 20 Agustus 2013
DIREKTUR
I. PENGERTIAN
a. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) adalah kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam
upaya menurunkan angka kejadian infeksi yang terjadi di rumah sakit (IRS) pada
pasien atau petugas RS dan mengamankan lingkungan rumah sakit dari risiko
transmisi infeksi, yang dilaksanakan melalui manajemen risiko, tatakelola klinik
yang baik dan pelaksanaan kesehatan keselamatan kerja RS.
f. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif, dinamis dan terus menerus
terhadap timbul dan menyabarnya infeksi RS (IRS) pada suatu waktu beserta proses
investigasi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan meningkat atau menurunnya
risiko kejadian tersebut.
II. TUJUAN
a. Tujuan Umum :
Tercapainya kondisi kerja dan lingkungan RS yang memenuhi persyaratan agar
menjamin pencegahan infeksi RS/infeksi nosokomial dan membantu proses
pengobatan serta penyembuhan pasien, sehingga rumah sakit dapat meningkatkan
mutu pelayanan berfokus pada keselamatan (paseien, petugas, lingkungan) dan
efisien.
b. Tujuan Khusus :
Terlaksananya pencegahan dan pengendalian infeksi di RS dengan penerapan
kewaspadaan standard an isolasi meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat
pelindung diri, sterilisasi, disinfeksi, tatalaksana linen, sampah dan limabah,
pembersihan lingkungan, praktik menyuntik yang aman, pelaksanaan PPITB,
pelaksanaan surveilans IRS dan surveilans pada petugas, pemilahan antibiotic secara
rasional, prinsip penempatan pasien infeksi secara terpisah, perlindungan petugas RS,
pendidikan pelatihan PPIRS berkesinambungan dan penyuluhan pada pengunjung
RS.
III. KEBIJAKAN
a. Kewaspadaan Standar meliputi kebersihan tangan, pamakaian alat pelindung diri,
disinfeksi dan sterilisasi, tatalaksana linen, pembungan sampah – limbah,
pembersihan lingkungan, pengelolaan sampah benda tajam, praktik menyuntik yang
aman, penaganan specimen klinik, prosedur keamanan lumbal fungsi dan etika batuk
(hygiene respirasi). Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua
area RS dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas
pelayanan sesuai panduan PPI RS.
d. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis (PPI TB) merupakan bagian tidak
terpisahkan dari PPI RS, khususnya kewaspadaan infeksi airborne, dimaksud untuk
lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko transmisi penyakit TB, MDR dan
XDR-TB (multiple dan extend drug resistance TB).
d.1. Skrining batuk dilakukan saat pasien dating di RS oleh petugas yang terlatih.
d.2. Pasien suspek batuk langsung diberikan masker bedah, diberikan edukasi etika
batuk dan hygiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk.
d.3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk diagnose cepat,
mengamankan alur pelayanan bagi pasien-pengunjung-lingkungan RS,
mempersingkat waktu kontak di RS.
d.4. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap infeksi airborne
dengan pengaturan ventilasi natural campuran ; pasien rawat inap MDR TB
ditempatkan di ruang isolasi airborne dengan tekanan negatif.
d.5. Tatalaksana perawatan pasien TB, Khususnya MDR TB dan TB BTA (+),
diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi airborne, khususnya pada
aktifitas/tindakan medis yang menghasilkan aerosol. Alat pelindung diri : masker
bedah untuk pasien – respirator N-95 untuk petugas.
d.6. Peket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans TB pada
petugas, pemeriksaan rutin prakarya dan berkala, pemberian terapi profilasis
maupun terapeutik dan pengaturan shift bertugas dilakukan bersama Sub Bagian
Sumber Daya Manusia dan Unit K3.
e. Alat Pelindung Diri (APD) ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasi
oleh Panitia PPI RS bersama Unit K3, Instalasi Farmasi dan Sub Bagian
Perlengkapan RS agar mudah dan dapat cepat diakses saat dibutuhkan, efektif dan
efisien.
e.1. APD digunakan berdasrkan prinsip kewaspadaan standard dan isolasi dengan
selalu mengukur potensi resiko spesifik pada setiap aktifitas pelayanan/tindakan
medik sehingga tepat, efektif dan efisien.
e.2. APD habis pakai disediakan melalui Instalasi Farmasi dengan paket floorstock
terstandar.
e.3. APD yang lain disediakan melalui Unit K3.
e.4. Tim PPI RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD
sebagai bahan Panitia PPI RS dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan
efektifitasnya.
APD di Instalasi Gawat Darurat :
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Jas
4. Celemek
APD di Instalasi Bedah :
1. Masker
2. Apron
3. Tutup kepala
4. Sarung tangan
5. Jas
6. Sandal
APD di Instalasi Laboratorium :
1. Masker
2. Handscoon
3. Jas
APD di Instalasi Radiologi :
1. Handscoon
2. Masker
3. Apron
4. Jas
APD di Instalasi Gizi :
1. Celemek
2. Sarung tangan plastik bening
3. Masker
APD di Instalasi Rawat Inap :
1. Jas
2. Sarung tangan
3. Masker
APD di Intalasi Binatu :
1. Sepatu boot
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Apron
APD Cleaning Service :
1. Masker
2. Sarung tangan
f. Surveilans Infeksi RS (IRS) dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (infection
prevention control nurse – perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link
nurse – perawat penghubung pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat
kejadian berbagai penyakit infeksi target sesuai Pedoman Surveilans IRS Kemenkes
dan penyakit infeksi endemis di RS. Target surveilans yaitu : Infeksi saluran kemih-
ISK terkait kateterisasi, infeksi luka operasi-ILO, plebitis IRS, infeksi aliran darah
primer-IADP-sepsis (pada pasein berisiko), pnemoniae rumah sakit-HAP, pnemoniae
terkait vektilator-VAP ; penyakit infeksi endemis RS - TB, hepatitis, dengue,
malaria, typoid ; monitoring infeksi yang disebabkan oleh kuman multi drug resiten-
MDR (MRSA, ESBL, MDR TB,dll).
f.1. Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan Panitia
PPIRS di bawah koordinator Dokter Peanggung Jawab PPI (IPCO) untuk tujuan
pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa
(KLB).
f.2. Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran sesuai program PPI.
Sasaran angka IRS dievaluasi setiap 3 bulan.
f.3. Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh Direktur RS berdasarkan pertimbangan
Panitia PPI RS pada hasil evaluasi epidemologik kecenderungan angka IRS
melalui surveilans. Kecenderungan kejadian IRS yang terus meningkat
signifikan selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan signifikan angka
kuman pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB.
Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran kejadian yang berpotensi
menjadi KLB dilakukan segera secara senergi melalui kerjasama lintas
unit/satuan kerja oleh Panitia PPI RS.
f.4. Laporan IRS disampikan Panitia PPI RS kepada Direktur Medik dan
Keperawatan minimal setiap 3 bukan.
i. Alat Medis Habis Pakai (AMHP) dapat digunakan kembali sesuai dengan
rekomendasi manufakturnya. Alat medis sekali pakai dapat dugunakan ulang (reuse
of single use devices) sesuai kebijakan RS tentang AMPH reuseable.
i.1. AMHP dapat digunakan ulang apabila AMHP dapat diproses secara benar/tepat
(rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik, fungsi,
kualitas serta aman digunakan bagi pasien. AMHP yang dapat di reuse adalah
ET dan Mayo (untuk pembiusan) dapat di reuse selam alat tidak rusak dan
berfungsi dengan baik, Cutter (alat untuk membantu menghentikan pendarahan)
dapat direuse untuk 10 kali pemakaian.
i.2. Kriteria AMHP yang di sterilisasikan kembali adalah AMHP yang telah
digunakan secara fifik dan fungsi masih baik, AMHP yang sangat dubutuhkan
tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal harganya dan atau AMHP telah
kadaluarsa. Daftar AMHP yang di reuse dan berapa kali batas maksimal reuse
ditentukan oelh RS melalui Farmasi.
i.3. Mekanisme pemrosesan AMHP yang di reuse dan disterilkan kembali dengan
pencatatan dan pengawasan mutu serta batas maksimal reuse di CSSD.
k. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara terpisah mengurangi risiko infeksi pada
pasien, petugas dan lingkungan dilakukan manyeluruh dan sistematis agar mencegah
kontaminasi, di bawah tanggung jawab Instalasi Binatu berkoordinasi dengan Panitia
PPI RS.
k.1. Jenis linen di RSKB Ringroad Selatan dikualifikasikan menjadi linen bersih,
linen steril, linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius (linen kotor berat dan
linen kotor ringan).
k.2. Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan keranjang
kereta linen yang berbeda. Linen kotor dengan keranjang linen warna merah dan
linen bersih menggungakan keranjang warna biru.
k.3. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan
disinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktek
kebersihan tangan, penggungaan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai potensi risiko
selamat kerja.
n. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) petugas di RS terkait risiko penularan infeksi
karena merawat pasien maupun identifikasi risiko yang mengidap penyakit menular
dilaksanakan oleh Unit K3RS berkoordinasi dengan Panitia PPI RS.
n.1. Pencegahan penularan infeksi pada dan dari petugas dilakukan dengan
pengendalian administrasi untuk petugas yang rentan tertular infeksi mauoun
berisiko menularkan infeksi dikoordinasikan Unit K3 RS bersama Panitia PPI
RS dan Bagian SDM berupa penataan penempatan SDM, pemberian imunisasi,
dan sosialisasi PPI berkala khususnya di tempat risiko tinggi infeksi.
n.2. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kondisi kesehatan petugas dilakukan
dengan pemeriksaan kesehatan prakarya berkala sesuai faktor risiko di tempat
kerja.
n.3. Perencanaan, pengadaan dan pengawasan penggunaan alat pelindung diri
petugas dari risiko infeksi yang berupa alat/bahan tidak habis pakai dikelola Unit
K3 RS berkoordinasi dengan Panitia PPI RS.
n.4. Unit K3 RS berkoordinasi dengan Panitia PPI RS mengembangkan panduan dan
menyusun standar pelaporan dan penanganan kejadian kecelakaan kerja terkait
pajanan infeksi, mensosialisasikan, memonitor pelaksanaan, serta melalukan
evaluasi kasus dan manyusun rekomendasi tindak lanjutnya.
n.5. Surveilans pada petugas dan pelapornya dilakukan secara teratur,
berkesinambungan, periodic oleh Unit K3 RS berkoordinasi dengan Panitia PPI
RS.
DIREKTUR