Anda di halaman 1dari 16

KEPUTUSAN DIREKTUR RSKB RING ROAD SELATAN

NOMOR : 196/RRS/SK/VIII/2013

TENTANG
KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RSKB RING ROAD SELATAN

DIREKTUR RSKB RING ROAD SELATAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan lingkungan rumah sakit yang


memenuhi persyaratan standar pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit telah dibuat Kebijakan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di RSKB Ringroad Selatan dengan Surat
Keputusan Direktur nomor 196/RSS/SK/VIII/2013 tanggal 20
Agustus 2013;
b. bahwa untuk poin a tersebut maka perlu ditetapkan oleh Direktur
RSKB Ringroad Selatan.

Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008
tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
659/Menkes/PER/VIII/2009 tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas
Dunia.

Memperhatikan : 1. Buku Pedoman Manajerial Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi


di rumah sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, yang
disusun oleh Depkes RI 2007;
2. Buku Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi di rumah
sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, kesiapan
menghadapi Emerging Infectious Disease, Depkes RI 2007;
3. Buku Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi dan PPI-TB
di rumah sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya,
kesiapan menhadapi Emerging Infectious Disease, Depkes RI 2009

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI DI RSKB RING ROAD SELATAN;

Pertama : Memberlakukan Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah


Sakit Khusus Bedah Ring Road Selatan sebagaimana terlampir dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari diktum Surat Keputusan ini;

Kedua : Segala biaya yang timbul akibat ditetapkannya Surat Keputusan ini dibebankan
pada Anggaran Biaya RSKB Ring Road Selatan;

Ketiga : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila
terdapat kekeliruan, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Bantul
Pada tanggal 20 Agustus 2013

DIREKTUR

dr. Sulistyowati, M.S., M.Pd.


NIP 201308070
Tembusan :
1. Direktur
2. Kepala SPI
3. Ketua Komite / SMF
4. Kepala Bagian / Bidang
5. Kepala Instalasi / Unit
Lampiran Surat Keputusan Direktur RSKB Ring Road Selatan
Nomor : 196/RSS/SK/VIII/2013
Tanggal : 20 Agustus 2013
Tentang : Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Di RSKB
Ringroad Selatan

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


DI RSKB RING ROAD SELATAN

I. PENGERTIAN
a. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) adalah kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam
upaya menurunkan angka kejadian infeksi yang terjadi di rumah sakit (IRS) pada
pasien atau petugas RS dan mengamankan lingkungan rumah sakit dari risiko
transmisi infeksi, yang dilaksanakan melalui manajemen risiko, tatakelola klinik
yang baik dan pelaksanaan kesehatan keselamatan kerja RS.

b. Infeksi yang terjadi di Rumah Sakit


1. Hospital acquired infection-HAI’s (infeksi RS - IRS) adalah infeksi yang didapat
di RS karena perawatan, bertugas atau berkunjung ke RS yang terjadi pada pasien,
petugas atau pengunjung RS.
2. Infeksi nosokomial adalah infeksi RS yang mengenai pasien yang didapat atau
timbul pada waktu pasien dirawat di rumah sakit, sesuai kriteria :
i. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak dalam masa
inkubasi infeksi tersebut;
ii. Infeksi terjadi 2 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit sampai
dengan 10 hari pasca pasien keluar RS, kecuali pada luka operasi sampai
dengan 30 hari pasca tindakan operasi atau 1 tahun pasca pemasangan
implant; atau
iii. Infeksi pada lokasi sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang
berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau
mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.

c. Kewaspadaan Standar adalah prinsip kewaspadaan sebagai bagian manajemen


risiko pada pengendalian infeksi RS yang dilaksanakan secara menyeluruh oleh
setiap petugas berdasarkan perhitungan besar risiko transmisi infeksi yang dihadapi
pada setiap pelayanan rawat jalan maupun rawat inap untuk melindungi pasien,
petugas, pengunjung maupun lingkungan RS. Prinsip kewaspadaan standar meliputi
kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD), pengelolaan perawatan
pasien, pengelolaan linen, pembersihan lingkungan dan pengelolaan sampah serta
limbah, penggunaan alat suntik secara aman, penenganan specimen klinik, prosedur
keamanan lumbal fungsi etika batuk (hygiene respirasi).

d. Kewaspaadn Isolasi adalah prinsip kewaspadaan sebagai manajemen risiko pada


pengendalian infeksi RS yang dilaksanakan pada pasien yang telah diketahui
menderita infeksi tertentu berdasarkan cara penularannya. Prinsip kewaspadaan
isolasi meliputi tatalaksana administratif (mempercepat dan mempermudah akses
diagnosis dan pelayanan RS, pemisahan pelayanan dan penempatan pasien infeksi
(sistem kohorting), pengendalian risiko transmisi serta paket kesehatan kerja untuk
petugas), tatalaksana pengendalian lingkungan dan tatalaksana penggungaan alat
pelindung diri secara tepat dan efisien.

e. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB (PPI TB) adalah kegiatan yang


terintegrasi dengan pengendalian infeksi RS secara umum dan secara khusus
ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan risiko penyebarab infeksi TB (secara
khusus MDR-TB) di RS (sebagai bahan kewaspadaan isolasi airborne) melalui
tatalaksana administratif, pengendalian lingkungan dan penggunaan alat pelindung
diri (APD).

f. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif, dinamis dan terus menerus
terhadap timbul dan menyabarnya infeksi RS (IRS) pada suatu waktu beserta proses
investigasi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan meningkat atau menurunnya
risiko kejadian tersebut.

g. Dekontaminasi adalah seluruh proses (perendaman, pencucian, disinfeksi sampai


sterilisasi) untuk menghilangkan kotoran, komponen organik dan mikroorganisme
pathogen dari suatu benda atau peralatan perawatan pasien sehingga aman untuk
pengelolaan selanjutnya. Hal tersebut merupakan langkah pengelolaan alat kesehatan
pasca pakai atau pengelolaan pencemaran lingkungan (seperti tumpahan darah/cairan
tubuh) atau pengelolaan limbah yang tidak dimusnahkan dengan cara incenerasi atau
pembakaran dengan alat incinerator.

h. Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagaian atau semua


mikroorganisme (bakteri, virus, fungi, parasit) dari benda/alat kesehatan, kecuali
terhadap endospora bakteri, melaui sistem panas (termal) atau kimia.
i. Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme
(bakteri, virus, fungi, parasit) dari benda/alat kesehatan, termasuk endospora bakteri
melalui cara fisika atau kimia.

j. Pengelolaan Linen yang aman adalah kegiatan yang bertujuan mencegah


kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien dan lingkungan
melalui proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan linen kotor, pemilahan dan
teknik pencucian sanpai dengan pengangkutan dan distribusi linen bersih.

k. Pengelolaan Lingkungan merupakan bagian upaya pengendalian infeksi untuk


meminimalkan potensi reservoir tumbuh dan berkembannya agen pathogen di
lingkungan RS sehingga mencegah transmisi kepada pasien, petugas, maupun
lingkungan yang lebih luas. Pengelolaan lingkungan meliputi penyehatan air,
pengendalian serangga dan binatang pengganggu, penyehatan ruang dan bangunan,
pemantauan hygiene sanitasi makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi
permukaan, lantai maupun udara, pengelolaan limbah cair, limbah B3, limbah padat
medis, non medis dan benda tajam secara seksama dan teratut sesuai prosedur
sehingga aman.

l. Pelayanan Pemulasaran Jenazah adalah merupakan upaya pengendalian infeksi


setelah beberapa saat pasien meninggal dunia. Akan lebih aman jika para pelaksana
Perawatan jenazah membaringkan/mengistirahatkan jenazah terlebih dahulu di
tempat jenazah selama kurang lebih 4 (empat) jam, baru setelah 4 (empat) jam
perawatan/pemulasaran jenzah sudah dapat dilaksanakan. Dari membuka pakaian,
memandikan jenazah, mengkafani (bagi muslim dan bagi non muslim disesuaikan
dengan ketentuan yang diberlakukan) sampai dengan memakamkannya.

II. TUJUAN
a. Tujuan Umum :
Tercapainya kondisi kerja dan lingkungan RS yang memenuhi persyaratan agar
menjamin pencegahan infeksi RS/infeksi nosokomial dan membantu proses
pengobatan serta penyembuhan pasien, sehingga rumah sakit dapat meningkatkan
mutu pelayanan berfokus pada keselamatan (paseien, petugas, lingkungan) dan
efisien.
b. Tujuan Khusus :
Terlaksananya pencegahan dan pengendalian infeksi di RS dengan penerapan
kewaspadaan standard an isolasi meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat
pelindung diri, sterilisasi, disinfeksi, tatalaksana linen, sampah dan limabah,
pembersihan lingkungan, praktik menyuntik yang aman, pelaksanaan PPITB,
pelaksanaan surveilans IRS dan surveilans pada petugas, pemilahan antibiotic secara
rasional, prinsip penempatan pasien infeksi secara terpisah, perlindungan petugas RS,
pendidikan pelatihan PPIRS berkesinambungan dan penyuluhan pada pengunjung
RS.

III. KEBIJAKAN
a. Kewaspadaan Standar meliputi kebersihan tangan, pamakaian alat pelindung diri,
disinfeksi dan sterilisasi, tatalaksana linen, pembungan sampah – limbah,
pembersihan lingkungan, pengelolaan sampah benda tajam, praktik menyuntik yang
aman, penaganan specimen klinik, prosedur keamanan lumbal fungsi dan etika batuk
(hygiene respirasi). Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua
area RS dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas
pelayanan sesuai panduan PPI RS.

b. Praktik Kebersihan Tangan di RS merupakan kunci dari upaya PPI RS yang


menggambarkan mutu pelayanan yang berfokus pada keselamatan pasien, petugas,
pengunjung, dan lingkungan RS. Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktik
mencuci tangan menggungakan sabun biasa/antiseptik dan air mengalir, atau handrub
menggungakan larutan antiseptik. Kebersihan tangan wajib diimplementasikan di RS
oleh setiap anggota masyarakat RS sesuai panduan kebersihan tangan yang
dikembangkan RS berdasarkan pedoman Internasional (WHO) maupun pedoman
nasional (Kemenkes).
b.1. Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas di RS saat di ruang
perawatan pasien berpedoman pada lima saat kebersuhan tangan wajib
dilaksanakan (standar WHO) dan enam langkah prosedur. Rumah sakit
menambahkan 1 saat wajib kebersihan tangan berdasarkan Pedoman Kemenkes
yaitu sebelum dan setelah memakai sarung tangan.
b.2. Penerapan praktik kebersihan tangan diluar area perawatan pasien berpedoaman
pada panduan kebersihan tangan yang dikembangkan Panitia PPI RS.
b.3. Panitia PPI RS melakukan monitoring, evaluasi dan memberikan rekomendasi
untuk meningkatkan perilaku kebersihan tangan di RS secara efektif dan efisien.

c. Kewaspadaan Isolasi merupakan tamabahan kewaspadaan standar diterapkan pada


pasien rawat inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan
cara transmisi kontak droplet atau airborne. Tatalaksana administratif meliputi
percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan pasien, mempersingkat waktu
pelayanan di RS, penyediaan paket perlindungan petugas ; tatalaksana lingkungan
meliputi penataan alur pasien, penataan sistem ventilasi (natural maupun mekanikal) ;
tatalaksanan penyediaan dan penggungaan alat pelindung diri.
c.1. Ruang isolasi airborne dengan tekanan negative diperuntukan untuk pasien
infeksi airborne sesuai urutan prioritas : H5N1, MDR TB, H1N1
c.2. RS menyiapkan ruang dengan ventilasi natural yang baik untuk perawatan pasien
infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dari pasien non infeksi dan
khususnya terpisah dari pasien dengan kondisi immunocompromise.
c.3. Pasien infeksi yang penularannya melalui cara kontak ditempatkan di ruang
rawat secara kohorting, diutamakan di ruang rawat infeksi.
c.4. Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip
kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan
prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airborne atau kombinasinya.
c.5. Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
mungkin, dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.

d. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis (PPI TB) merupakan bagian tidak
terpisahkan dari PPI RS, khususnya kewaspadaan infeksi airborne, dimaksud untuk
lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko transmisi penyakit TB, MDR dan
XDR-TB (multiple dan extend drug resistance TB).
d.1. Skrining batuk dilakukan saat pasien dating di RS oleh petugas yang terlatih.
d.2. Pasien suspek batuk langsung diberikan masker bedah, diberikan edukasi etika
batuk dan hygiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk.
d.3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk diagnose cepat,
mengamankan alur pelayanan bagi pasien-pengunjung-lingkungan RS,
mempersingkat waktu kontak di RS.
d.4. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap infeksi airborne
dengan pengaturan ventilasi natural campuran ; pasien rawat inap MDR TB
ditempatkan di ruang isolasi airborne dengan tekanan negatif.
d.5. Tatalaksana perawatan pasien TB, Khususnya MDR TB dan TB BTA (+),
diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi airborne, khususnya pada
aktifitas/tindakan medis yang menghasilkan aerosol. Alat pelindung diri : masker
bedah untuk pasien – respirator N-95 untuk petugas.
d.6. Peket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans TB pada
petugas, pemeriksaan rutin prakarya dan berkala, pemberian terapi profilasis
maupun terapeutik dan pengaturan shift bertugas dilakukan bersama Sub Bagian
Sumber Daya Manusia dan Unit K3.
e. Alat Pelindung Diri (APD) ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasi
oleh Panitia PPI RS bersama Unit K3, Instalasi Farmasi dan Sub Bagian
Perlengkapan RS agar mudah dan dapat cepat diakses saat dibutuhkan, efektif dan
efisien.
e.1. APD digunakan berdasrkan prinsip kewaspadaan standard dan isolasi dengan
selalu mengukur potensi resiko spesifik pada setiap aktifitas pelayanan/tindakan
medik sehingga tepat, efektif dan efisien.
e.2. APD habis pakai disediakan melalui Instalasi Farmasi dengan paket floorstock
terstandar.
e.3. APD yang lain disediakan melalui Unit K3.
e.4. Tim PPI RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD
sebagai bahan Panitia PPI RS dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan
efektifitasnya.
APD di Instalasi Gawat Darurat :
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Jas
4. Celemek
APD di Instalasi Bedah :
1. Masker
2. Apron
3. Tutup kepala
4. Sarung tangan
5. Jas
6. Sandal
APD di Instalasi Laboratorium :
1. Masker
2. Handscoon
3. Jas
APD di Instalasi Radiologi :
1. Handscoon
2. Masker
3. Apron
4. Jas
APD di Instalasi Gizi :
1. Celemek
2. Sarung tangan plastik bening
3. Masker
APD di Instalasi Rawat Inap :
1. Jas
2. Sarung tangan
3. Masker
APD di Intalasi Binatu :
1. Sepatu boot
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Apron
APD Cleaning Service :
1. Masker
2. Sarung tangan

f. Surveilans Infeksi RS (IRS) dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (infection
prevention control nurse – perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link
nurse – perawat penghubung pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat
kejadian berbagai penyakit infeksi target sesuai Pedoman Surveilans IRS Kemenkes
dan penyakit infeksi endemis di RS. Target surveilans yaitu : Infeksi saluran kemih-
ISK terkait kateterisasi, infeksi luka operasi-ILO, plebitis IRS, infeksi aliran darah
primer-IADP-sepsis (pada pasein berisiko), pnemoniae rumah sakit-HAP, pnemoniae
terkait vektilator-VAP ; penyakit infeksi endemis RS - TB, hepatitis, dengue,
malaria, typoid ; monitoring infeksi yang disebabkan oleh kuman multi drug resiten-
MDR (MRSA, ESBL, MDR TB,dll).
f.1. Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan Panitia
PPIRS di bawah koordinator Dokter Peanggung Jawab PPI (IPCO) untuk tujuan
pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa
(KLB).
f.2. Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran sesuai program PPI.
Sasaran angka IRS dievaluasi setiap 3 bulan.
f.3. Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh Direktur RS berdasarkan pertimbangan
Panitia PPI RS pada hasil evaluasi epidemologik kecenderungan angka IRS
melalui surveilans. Kecenderungan kejadian IRS yang terus meningkat
signifikan selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan signifikan angka
kuman pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB.
Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran kejadian yang berpotensi
menjadi KLB dilakukan segera secara senergi melalui kerjasama lintas
unit/satuan kerja oleh Panitia PPI RS.
f.4. Laporan IRS disampikan Panitia PPI RS kepada Direktur Medik dan
Keperawatan minimal setiap 3 bukan.

g. Pengendalian resistensi antibiotika dilaksanakan RS melalui Panitia Pengendalian


Resistensi Antibiotika (PPRA), dengan 4 pilar utama yaitu pelayanan dan tatalaksana
penyakit infeksi, pelayanan mikrobiologi klinik, pelayanan farmasi klinik dan
pencegahan pengendalian infeksi secara umum.
g.1. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan
indikasi (profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan resistensi
mikroba, sehingga untuk penderita penyakit perlu dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi tersebut.
g.2. Sebagai panduan pengobatan antibiotika sebelum hasil tes mikrobiologi
diterima, dilakukanpemilihan antibiotika berdasarkan bukti empirik serta pola
kuman dan resistensi antibiotika RS yang dikeluarkan oleh SMF Patologi Klinik
dan Kedokteran Laboratorium secara periodik.
g.3. Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :
 Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
 Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektifitas yang benar;
 Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek samping minimal;
 Tepat dosis, tepat cara pembelian, tepat durasi pemakaian;
 Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
g.4. Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yan diberikan dan efek yang
ditimbulkan termasuk risiko kegagalan dan efek samping serta tindakan yang
diambil

h. Steriliasi alat/instrument kesehatan pasca pakai di RS dilakukan dengan 2 cara yaitu


secara fisika atau kimia, melalui tahapan pencucian (termasuk perendaman dan
pembilasan), pengeringan, pengemasan, labeling, indikatorisasi, sterilisasi,
penyimpanan, distribusi diikuti dengan pemantauan dan evaluasi proses serta
kualitas/mutu hasil sterilisasi secara terpusat melalui Instalasi Pusat Pelayanan
Sterilisasi (IP2S/CSSD).
h.1. Pemrosesan alat/instrument pasca pakai dipilih berdasarkan kriterian alat,
dilakukan dengan sterilisasi untuk alat kritikal; sterilisasi atau disinfeksi tingkat
tinggi (DTT) untuk semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non
kritikal.
h.2. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria
memiliki spectrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan
toksisitas rendah, waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak
merusak bahan dan efisien. Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap
penyediaan desinfektan dan antiseptic di RS sesuai rekomendasi Panitia PPI
RS melalui Sub Komite Farmasi Terapi (SKFT) adalah Instalasi Farmasi.
h.3. Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) bertanggung jawab menyusun
panduan dan prosedur tetap, mengkoordinasikan, serta melakukan monitoring
dan evaluasi proses serta kualitas/mutu hail sterilisasi dengan persetujuan
Panitia PPI RS.

i. Alat Medis Habis Pakai (AMHP) dapat digunakan kembali sesuai dengan
rekomendasi manufakturnya. Alat medis sekali pakai dapat dugunakan ulang (reuse
of single use devices) sesuai kebijakan RS tentang AMPH reuseable.
i.1. AMHP dapat digunakan ulang apabila AMHP dapat diproses secara benar/tepat
(rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik, fungsi,
kualitas serta aman digunakan bagi pasien. AMHP yang dapat di reuse adalah
ET dan Mayo (untuk pembiusan) dapat di reuse selam alat tidak rusak dan
berfungsi dengan baik, Cutter (alat untuk membantu menghentikan pendarahan)
dapat direuse untuk 10 kali pemakaian.
i.2. Kriteria AMHP yang di sterilisasikan kembali adalah AMHP yang telah
digunakan secara fifik dan fungsi masih baik, AMHP yang sangat dubutuhkan
tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal harganya dan atau AMHP telah
kadaluarsa. Daftar AMHP yang di reuse dan berapa kali batas maksimal reuse
ditentukan oelh RS melalui Farmasi.
i.3. Mekanisme pemrosesan AMHP yang di reuse dan disterilkan kembali dengan
pencatatan dan pengawasan mutu serta batas maksimal reuse di CSSD.

j. Pengendalian lingkungan RS meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan


binatang pengganggu, penyehatan ruang dan bangunan, pemantauan hygiene sanitasi
makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi permukaan – udara - lantai,
pengelolaan limbah cair – limbah B3 – limbah padat medis – non medis dikelola oleh
Instalasi Sanitasi dan Sub Bagian Rumah Tangga bekerjasama dengan pihak ketiga,
berkoordinasi dengan Panitia PPI RS, sehingga aman bagi lingkungan.
j.1. Pengelolaan limbah padat medis dipisahkan dan dikelola khusus dengan
pemusnahannya sesuai persyaratan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai
limbah infeksius (ditempatkan dalam kantong plastik berwarna kuning), limbah
sitotoksik (ditempatkan dalam kantong plastik berwarna ungu) dan limbah padat
tajam (ditempatkan dalam wadah tahan tusuk, tidak tembus basah dan tertutup).
j.2. Pengelolaan limbah padat non medis ditempatkan dalam kantong plastic
berwarna hitam dan pemusnahannya bekerjasama dengan Dinas Pekerjaan
Umum Kab. Bantul.
j.3. Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan
desinfektan, cara penyiapan dan penggungaanya dilaksanakan berdasarkan
telaah Panitia PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.
j.4. Pembersihan lingkungan ruang perawatan diutamakan dengan metode usap
seluruh permukaan lingkungan menggunakan bahan desinfektan yang efektif.
j.5. Pelaksanaan Panduan PPI RS dan standar prosedur operasional tentang
pengendalian lingkungan, monitoring dan evaluasinay dilaksanakan oleh
Instalasi Sanitasi bersama Sub Bagian Rumah Tangga berkoordonasi dengan
Panitia PPI.
j.6. Baku mutu berbagai parameter pengendalian lingkungan dievaluasi periodik
dengan pemeriaksaan parameter kima – biologi surveilans angka dan pola
kuman lingkungan berdasarkan Kepmenkes RI No.416/MenKes/Per/IX/1990
tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih dan Air Minum, Kepmenkes RI
No.492/MenKes/SK/VII/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,
Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan RS.

k. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara terpisah mengurangi risiko infeksi pada
pasien, petugas dan lingkungan dilakukan manyeluruh dan sistematis agar mencegah
kontaminasi, di bawah tanggung jawab Instalasi Binatu berkoordinasi dengan Panitia
PPI RS.
k.1. Jenis linen di RSKB Ringroad Selatan dikualifikasikan menjadi linen bersih,
linen steril, linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius (linen kotor berat dan
linen kotor ringan).
k.2. Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan keranjang
kereta linen yang berbeda. Linen kotor dengan keranjang linen warna merah dan
linen bersih menggungakan keranjang warna biru.
k.3. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan
disinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktek
kebersihan tangan, penggungaan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai potensi risiko
selamat kerja.

l. Pengelolaan Makanan di Instalasi Gizi memperhatikan standar sanitasi makanan,


minuman, alat, lingkungan produksi dan hygiene perorangan penjamah makanan.
l.1. Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien,
pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur
pelayanan Instalasi Gizi agar terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi
melalui makanan (sesuai persyaratan hygiene makanan dalam Kepmenkes RI
No.1204/SK/X/2004 ; Keputusan Direktorat Jendral POM
No.03726/B/SK/VII/1989 ; Kepmenkes RI No.715/Menkes/SK/V/2003 tentang
persyaratan hygiene sanitasi jasa boga).
l.2. Penyimpanan bahan makanan harus selalu tepelihara dan dalam keadaan bersih,
terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu
penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
l.3. Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses
penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans hygiene
pribadi berupa monitoring kultur mikribiologi sweb rectal, dikoordinasikan dan
di bawah tanggung jawab Unit K3 RS.
l.4. Pemeriksaan mikrobiologi lingkungan dilakukan setiap 6 bulan untuk monitoring
evaluasi mutu pembersihan lingkungan.

m. Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan Pengendalian Infeksi RS direncanakan dan


dilaksanakan secara periodic dan berkesinambungan oleh Bagian SDM dan
Pendidikan bekerjasama dengan Panitia PPI RS untuk enjamin setiap petugas yang
berada dan bekerja di RS memahami dan mampu malaksanakan program PPI RS,
khususnya kewaspadaan standar dan isolasi.
m.1. Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi
PPI RS.
m.2. Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh Bagian
SDM bersama Panitia PPI RS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar
perencanaan program selanjutnya.

n. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) petugas di RS terkait risiko penularan infeksi
karena merawat pasien maupun identifikasi risiko yang mengidap penyakit menular
dilaksanakan oleh Unit K3RS berkoordinasi dengan Panitia PPI RS.
n.1. Pencegahan penularan infeksi pada dan dari petugas dilakukan dengan
pengendalian administrasi untuk petugas yang rentan tertular infeksi mauoun
berisiko menularkan infeksi dikoordinasikan Unit K3 RS bersama Panitia PPI
RS dan Bagian SDM berupa penataan penempatan SDM, pemberian imunisasi,
dan sosialisasi PPI berkala khususnya di tempat risiko tinggi infeksi.
n.2. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kondisi kesehatan petugas dilakukan
dengan pemeriksaan kesehatan prakarya berkala sesuai faktor risiko di tempat
kerja.
n.3. Perencanaan, pengadaan dan pengawasan penggunaan alat pelindung diri
petugas dari risiko infeksi yang berupa alat/bahan tidak habis pakai dikelola Unit
K3 RS berkoordinasi dengan Panitia PPI RS.
n.4. Unit K3 RS berkoordinasi dengan Panitia PPI RS mengembangkan panduan dan
menyusun standar pelaporan dan penanganan kejadian kecelakaan kerja terkait
pajanan infeksi, mensosialisasikan, memonitor pelaksanaan, serta melalukan
evaluasi kasus dan manyusun rekomendasi tindak lanjutnya.
n.5. Surveilans pada petugas dan pelapornya dilakukan secara teratur,
berkesinambungan, periodic oleh Unit K3 RS berkoordinasi dengan Panitia PPI
RS.

o. Setiap renovasi, pemeliharaan, pengembangan maupun pembangunan gedung di


lingkungan RS harus mempertimbangkan keselamatan dari sisi pencegahan dan
pengendalian infeksi RS. Desain konstruksi bangunan diarahkan untuk menjamin
tercapainya kondisi kebersihan, tata udara, pencahayaan dan kebisingan lingkungan
yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
o.1. Desain, penataan ruang bangunan dan penggungaannya harus sesuai dengan
fungsi, memnuhi persyaratan serta dikelompokkan berdasarkan tingkat risiko
terjadinya penularan penyakit (kohoting), yaitu :
Zona dengan risiko rendah : ruang administrasi, ruang komputer, ruang
pertemuan, ruang pendaftaran;
Zona dengan risiko sedang : ruang rawat inap bukan dengan penyakit menular,
ruang rawat jalan, ruang ganti pasien;
Zona dengan risiko tinggi : ruang perawatan intensif, laboratorium, ruang
jenazah;
Zona dengan risiko sangat tinggi : ruang operasi, ruang gawat darurat, ruang
isolasi.
o.2. Prasarana yang mendukung dapat operasionalnya gedung seperti sistem
pelistrikan, sistem air dan tata udara dijaga untuk dapat berfungsi sesuai dengan
zonasi.
o.3. Sistem suhu dan kelambaban didesain sehingga dapat menyediakan suhu dan
kelembaban sesuai zona netral, zona tekanan positif dan zona tekanan negatif,
pemeliharaan dan monitoring sistem ventilasi dilakukan secara teratur oleh
IPSRS.
o.4. Sistem ventilasi natural (alamiah) didesain dengan memaksimalkan jendela dan
tata ruang, dibantu sistem fan untuk menjamin arah aliran udara dari bersih ke
kurang bersih, lairan udara dari petugas ke pasien, memaksimalkan pendilusian
dan pertukaran udara di dalam ruang, ditujukan untuk are dengan kewaspadaan
transmisi udara (airborne).
o.5. IPSRS berkoordinasi dengan PPI RS menerapkan panduan keamanan dan
pengurangan dampak risiko dari setiap pembangunan/perbaikan/renovasi gedung
di lingkungan RS.

p. Pendidikan pencegahan dan pengendalian infeksi diberikan untuk setiap pasien.


p.1. Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien baru
masuk meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban pembuangan
sampah.
p.2. Untuk pasien rawat jalan disampaikan oelh perawat pada penyuluhan kesehatan
masyarakat (PKMRS) yang dilaksanakan secara teratur berkesinambungandalam
program PKMRS bersama Bagian Hukmas RS.

q. Pendidikan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk pengunjung dilaksanakan


pada PKMRS, melalui poster, leflet atau banner dan berbagai media informasi lain di
RS bersama Bagian Hukmas RS.
r. Penerapan sistem manajemen informasi dalam pengelolaan PPI RS ditujuakn untuk
mengoptimalakn sosialisasi dan implementasi standar/program, monitoring dan
evaluasi kinerja, serta penyampaian feedback hasil surveilans PPI RS, dilakukan
bersama Unit Teknologi Informasi (UTI) RS.
s. Pelayanan Pemulasaran Jenazah
s.1. Prinsip dalam pemulasaran jenazah
a. Selalu menerapkan kewaspanaan universal (memberlakukan setiap cairan
tubuh, darah dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan yang infeksius).
b. Pastikan jenazah sudah didiamkan selama kurng lebih 4 jam sebelum
dilakukan perawatan jenazah. Ini perlu diperlukan untuk memastikan
kematian seluler (matinya seluruh sel tubuh).
c. Tidak mengabaikan budaya dan agama yang dianut keluarga.
d. Tindakan petugas mampu mencegah penularan.

s.2. Ketentuan umum penanganan jenazah


a. Semua petugas yang menangani jenazah sebaiknya telah mendapatkan
vaksinasi Hepatitis B sebelum melaksanakan pemulasaran jenazah (catatan :
efektivitas vaksinasi Hepatitis B selama 5 tahun)
b. Hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh lainnya.
c. Luka dan bekas suntikan pada jenazah diberikan desinfektan.
d. Semua lubang-lubang tubuh ditutup dengan kasa absorben dan diplester
kedap air.
e. Badan jenazah harus bersih dan kering.
f. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
g. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntuk untuk pengawetan atau autopsi,
kecuali oleh petugas khusus.
h. Dalam hal tertentu autopsi hanya dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari pimpinan Rumah Sakit.

s.3. Kewaspadaan universal petugas


Kewaspdaan universal adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang
digunakan oleh seluruh petugas kesehatan dalam rangka mengurangi resiko
penyebaran infeksi.
Secara umum kewaspadaan universal meliputi :
a. Pengelolaan alat kesehatan habis pakai
b. Cuci tangan dengan sabun guna mencegah infeksi silang
c. Pemakaian alat pelindung diri, missal pemakaina sarung tangan untuk
mencegah kontak dengan darah serta cairann infeksius yang lain
d. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
e. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan
f. Desinfeski dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang
g. Pengelolaan linen

DIREKTUR

dr. Sulistyowati, M.S., M.Pd.


NIP 201308070

Anda mungkin juga menyukai