Tugas Kunlap KKP
Tugas Kunlap KKP
Oleh:
A. Latar Belakang
Pada tahun 1911-1950, terdapat sebuah instirusi di daerah pelabuhan yang bernama
Heven Arts dibawah Heven Master (Departemen perhubungan), yang bertujuan untuk
mencegah dmasuk dan keluarnya penyakit karantina ke Indonesia melalui pelabuhan laut.
Kemundan pada tahun 1962, Heven Artes menjadi perangkat Departemen Kesehatan dan
berubah nama menjadi Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL). Dinas Kesehatan
Pelabuhan Laut menjalankan fungsinga hingga tahun 1978, dan terjadi perubahan nama
kembali menjadi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Kantor kesehatan pelabuhan adalah
unit pelaksana teknis Ditjen PP dan PL Depkes RI, yang mempunyai tugas pokok untuk
mencegah masuk dan keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah, surveilan epidemologi,
kekarantinaan, pengendalian dampak risiko lingkungan, pelayanan kesehatan, serta
pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali, bioterorisme, unsur
biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja pelabuhan, bandara dan pos lintas
batas.1
B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari : Senin
Tanggal : 25 Juni 2018
Waktu : 08.00-12.00
Tempat: Kantor Kesehatan Pelabuhan Mataram
2. Tabung Oksigen
Terdapat 3 tabung oksigen yang tersambung ke chamber hiperbarik
3. Pengukur Tekanan
Panel ini berfungsi monitor tekanan pada chamber hiperbarik, tekanan oksigen, suhu
udara dalam chamber, dan keran drain.
1 2
4
6
7 3
5
Gambar 2.3. Pengukur tekanan pada chamber
Keterangan:
1. Monitor tekanan ruang dalam chamber
2. Monitor tekanan suplay udara
3. Monitor tekanan oksigen
4. Alat komunikasi
5. Keran input dan output udara
6. Monitor keseimbangan gas dalam chamber
7. Monitor kadar gas CO2 dalam chamber
4. Timer
Menunjukkan waktu bagi operator
Tender
Gambar 2.7. bagian dalam chamber yang terdapat pasien dan tender
Mekanisme terapi HBOT pada crush injury dan sindrom kompartemen ada dua:
Pertama, HBO2 menjaga kecukupan oksigen ke jaringan hipoksia selama periode
pasca awal cedera. Kedua, HBO2 meningkatkan ketegangan oksigen jaringan ke
tingkat yang cukup. Paparan oksigen hiperbarik pada dua atmosfer absolut (ATA)
meningkatkan kandungan oksigen darah (kombinasi hemoglobin dan plasma
membawa oksigen) sebesar 125 persen. Ketegangan oksigen dalam plasma serta
cairan jaringan meningkat 10 kali lipat (1000%). Oksigen yang cukup dapat secara
fisik dilarutkan dalam plasma di bawah kondisi HBO2 untuk menjaga jaringan
tetap hidup tanpa oksigen yang terbawa haemoglobin sehingga dapat
mengkompensasi hipoksia yang terjadi.
4. Arterial Insufficiencies
Pada luka yang sulit sembuh terjadi karena interaksi antara hipoperfusi jaringan,
hipoksia, dan infeksi. Oksigenasi hiperbarik dicapai ketika pasien bernafas 100%
oksigen pada tekanan atmosfer yang meningkat. Secara fisiologis, ini
menghasilkan peningkatan proporsional langsung dalam fraksi volume oksigen
plasma yang diangkut untuk metabolisme sel. Peningkatan PO2 arteri hingga 1500
mmHg atau lebih besar dicapai dengan 2 hingga 2,5 atm absolut dapat
meningkatkan kadar PO2 otot dan jaringan lunak.
5. Anemia berat
Pada awal tahun 1959, Boerema menunjukkan bahwa babi dengan kadar Hgb 0,4
hingga 0,6 g / dL dapat bertahan dalam jangka pendek jika mereka mendapatkan
ventilasi O2 dalam ruang hiperbarik pada 0,3 MPa. Berdasarkan penelitian diatas
terapi HBO2 berguna pada pasien anemia berat yang tidak dapat ditransfusi
dikarenakan dapat mengompensasi oksigen debt pada pasien tersebut
Tidak ada respon atau adanya kerusakan lebih lanjut meskipun telah
dilakukan operasi standar dan pengobatan antibiotik.
8. Osteomyelitis (Refractory)
Penyebab pasti dan proses biokimia yang menyebabkan Delayed Radiation Injury
bersifat kompleks yakni obliterasi vaskular dan fibrosis stroma, dampak yang
diketahui dari oksigen hiperbarik dalam merangsang angiogenesis adalah
mekanisme yang jelas dan penting dimana oksigen hiperbarik efektif dalam cedera
radiasi.
Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik2,3
Gambar 2.9. Tabel terapi rekompresi (tabel 5 US NAVY) yang digunakan di KKP Kelas II Mataram. 4
Gambar 2.10. Tabel terapi rekompresi (tabel 6 US NAVY) yang digunakan di KKP Kelas II Mataram.4
BAB III
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 39 tahun
Agama : Kristen
2. ANAMNESIS (autoanamnesis)
Keluhan utama: nyeri lutut kiri
Dive Profile:
Waktu: 07.30 Waktu: 08.10 Onset gejala: 12.00
Penyelaman Gejala
1. Nyeri sendi
Dept : 20 m 2. Kemerahan di
Tidak ada deco stop
perut
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis:
KU: baik
Kesadaran: Compos Mentis
TD: 120/70 mmHg
N: 88x/menit
RR: 20x/menit
T: 36, 4 C
Status Lokalis:
Kepala
Bentuk dan ukuran : normal
Rambut : normal
Edema : (-)
Parese N. VII : (-)
Hiperpigmentasi : (-)
Nyeri tekan kepala : (-)
- Mata
Simetris
Alis normal
Exopthalmus : (-/-)
Ptosis : (-/-)
Nystagmus : (-/-)
Strabismus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-)
Sclera : ikterus (-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-)
Pupil : Refleks pupil +/+, isokor, bentukbulat, Ø 3 mm, miosis
(-/-), midriasis (-/-)
Kornea : normal
Lensa : pseudopakia (-/-), keruh (-/-)
Pergerakan bola mata : normal kesegalaarah
- Telinga
Bentuk : normal, simetrisantarakiri dan kanan.
Liang telinga (MAE) : normal, sekret (-/-), serumen (-/-).
Nyeri tekan tragus : (-/-)
Peradangan : (-/-)
Pendengaran : kesan normal
- Hidung
Simetris
Deviasi septum : (-/-)
Napascupinghidung : (-)
Perdarahan : (-/-)
Sekret : (-/-)
Penciuman : kesan normal
- Mulut
Simetris
Bibir : sianosis (-), pucat (-), stomatitis angularis (-), ulkus (-)
Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
Lidah : glositis (-), atrop ipapillidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-).
Gigi geligi : normal
Mukosa : normal
- Leher
Simetris
Deviasitrakea : (-)
Kaku kuduk : (-)
Pembesaran KGB : (-)
JVP : dbn
Otot SCM : aktif (-), hipertrofi (-)
Pembesarantiroid : (-)
- Thorax
Inspeksi:
1) Bentuk dan ukuran dada normal simetris, cutis marmorata (-), vulnus
excoriatum(-)
2) Pergerakan dinding dada simetris.
3) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider naevi (-), ictus cordis
taktampak.
4) Penggunaan otot bantu napas: otot SCM tidak aktif, hipertrofi otot SCM (-)
5) Tulang iga dan sela iga: pelebaran ICS (-), penyempitan ICS (-).
6) Fossa supraklavikula dan infraklavikula cembung simetris, fossa jugularis: deviasi
trakea (-).
7) Tipe pernapasan torako-abdominal dengan frekuensi napas 20 x/menit.
Palpasi:
1) Posisi mediastinum: deviasi trakea (-), ictus cordis teraba di ICS VI linea
aksilaris anterior sinistra, thrill (-).
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-), suhu normal.
3) Pergerakan dinding dada simetris
4) Vocal fremitus
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal
Perkusi:
1) Densitas
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
2) Batas paru-jantung: Dextra → ICS II linea parasternalis dekstra
Sinistra → ICS VI linea aksilaris anterior sinistra
3) Batas paru-hepar:
- Ekspirasi → ICS IV
- Inspirasi → ICS VI Ekskursi: 2 ICS
Auskultasi:
1) Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
2) Pulmo :
- Vesikuler :
+ +
+ +
+ +
- Rhonkibasah :
- -
- -
- -
- Wheezing :
- -
- -
- -
- Abdomen
Inspeksi:
1) Distensi (-)
2) Umbilikusmasukmerata
3) Permukaankulit: ikterik (-), cutis marmorata (+) di region lumbal dextra, vulnus
excoriatum (-), bercak luka yang mengering (-), scar (-), massa (-), vena kolateral
(-), caput medusa (-).
Auskultasi:
1) Bising usus (+) normal
2) Metalic sound (-)
3) Bising aorta (-)
Perkusi:
1) Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
2) Nyeri ketok (-)
3) Shifting dullness (-)
Palpasi:
1) Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
2) Massa (-)
3) Hepar/lien/ren tidak teraba
4) Hepatomegali (-), splenomegali (-)
- Ekstremitas
Ekstremitas Atas Akral hangat : +/+
Pucat : -/- Pucat : -/-
Deformitas : -/- Deformitas : -/-
Edema : -/- Edema : -/-
Sianosis : -/- Sianosis : -/-
Petekie : -/-
Bercakluka : -/-
Kekuatan :5/5 Petekie : -/-
Parasthesia :-/- Bercak luka : -/-
Sendi : dbn Kekuatan :5/5
RT : < 2 detik Parasthesia :-/-
Ekstremitas Bawah Sendi : nyeri tekan
Akral hangat : +/+ -/+, nyeri saat digerakan -/+
4. DIAGNOSIS
5. TATALAKSANA
- Terapi Oksigen Hiperbarik
Pada kasus yang dipilih, pasien merupakan penderita penyakit dekompresi. Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit yang terjadi akibat kegiatan penyelaman. Saat kita menyelam,
akibat terjadinya peningkatan tekanan, maka udara yang dihirup lebih banyak dari biasanya.
Seperti kita ketahui bahwa udara yang kita hirup saat menyelam adalah mayoritas Oksigen dan
Nitrogen. Peningkatan oksigen yang dihirup akan berdampak positif bagi metabolisme tubuh,
namun gas nitrogen tidak digunakan oleh tubuh kita. Maka akibatnya, gas Nitrogen akan
terakumulasi didalam tubuh penyelam proporsi dengan durasi menyelam dan kedalaman
penyelaman. Dengan kata lain, semakin dalam kita menyelam, semakin lama kita menyelam,
maka akumulasi nitrogen didalam tubuh penyelam akan semakin banyak.
Hukum Henry menyatakan bahwa kelarutan gas dalam cairan berbanding lurus dengan
tekanan yang didapat gas dan cairan tersebut. Ketika nitrogen di dalam tangki udara penyelam
larut ke jaringan lemak atau cairan sinovial di kedalaman laut, nitrogen akan dilepaskan dari
jaringan-jaringan tersebut seraya dengan naiknya penyelam ke lingkungan dengan tekanan yang
lebih rendah. Hal ini terjadi perlahan dan bertahap bila penyelam juga naik dengan perlahan dan
bertahap, lalu nitrogen akan masuk ke sirkulasi menuju paru dan keluar saat ekspirasi. Namun
bila penyelam naik dengan cepat, nitrogen keluar dari jaringan dengan cepat juga lalu
terbentuklah gelembung-gelembung udara. Bila gelembung sudah terbentuk, mereka dapat
merusak jaringan dengan beberapa cara. Gelembung udara ini akan mempunyai efek pada sistem
organ yaitu gelembung dapat mengganggu sel-sel dan menyebabkan hilangnya fungsi, serta
dapat menjadi emboli dan menghambat sirkulasi terutama di kapiler.
Pasien diatas didiagnosis dengan DCS tipe 1. DCS tipe 1 dapat terjadi bila gelembung udara
terbentuk pada jaringan sekitar sendi kerangka tubuh. Gejala biasanya berupa nyeri pada 1 atau
beberapa sendi sisi unilateral. Tempat yang paling sering terkena adalah lutus, siku dan bahu.
Penyakit dekompresi juga dapat bermanifestasi sebagai kelainan pada kulit. Gelembung nitrogen
dapat menyebabkan bintik-bintik benjolan maupun ruam. Gejala pada kulit menunjukkan adanya
masalah pada daerah lain. Tanda khusus pada kulit yang menggambarkan DCS serius adalah
kutis marmorata, dimana terdapat belang berwarna gelap yang dikelilingi area pucat di
sekelilingnya pada kulit, yang menandakan terbentuknya gelembung udara yang cukup banyak di
dalam tubuh. Jika dibiarkan tanpa penanganan, DCS tipe 1 dapat menjadi tipe 2.
Terapi defintif dari pasien yang mengalami DCS adalah dengan menggunakan terapi
hiperbarik oksigen. Terapi Oksigen Hiperbarik merupakan terapi di mana pasien bernapas
dengan oksigen 100% selama berada di suatu ruangan yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan
permukaan laut. Terapi oksigen hiperbarik dengan indikasi rekompresi digunakan untuk
mengurangi ukuran gelembung, tidak hanya melalui tekanan, tetapi juga dengan menggunakan
gradien oksigen. Menurut hukum Boyle, volume gelembung menjadi lebih kecil saat tekanan
meningkat. Gelembung yang menyebabkan DCS diduga terdiri dari nitrogen. Ketika tekanan
atmosfer menurun, nitrogen merembes keluar dari darah, jaringan, atau keduanya. Selama terapi
hiperbarik, pasien menghirup 100% oksigen, menciptakan darah kaya oksigen dan miskin
nitrogen, yang menciptakan perbedaan gradien nitrogen antara darah dan gelembung, sehingga
nitrogen mengalir dari gelembung ke dalam aliran darah, yang pada dasarnya membuat
gelembung menjadi lebih kecil.
Proses terapi hiperbarik dari awal sampai akhir menggunakan tabel terapi. Tabel terapi yang
saat ini direkomendasikan untuk tujuan terapi rekompresi adalah tabel 5 dan 6 US Navy.
Terapi standar untuk DCS tipe 1 dapat dilihat pada Gambar 1. Hal ini berlaku jika seluruh
pemeriksaan neurologis telah dilakukan, namun jika terdapat kelainan pada pemeriksaan
neurologi maka pasien harus diterapi sebagai DCS tipe 2.6 Pada pasien diatas, tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan neurologis, sehingga diterapi sebagai DCS tipe 1. Pasien melakukan
terapi oksigen hiperbarik sebanyak 2 kali. Pada terapi pertama pasien mengaku terdapat
perbaikan gejala namun gejala tidak hilang. Oleh karena itu pasien menjalankan terapi oksigen
hiperbarik kedua keesokan harinya menggunakan tabel 5. Setelah melakukan terapi, gejala yang
dirasakan pasien jauh lebih membaik.
Gambar 4.1. Terapi Decompression Sicknes Tipe 1
Gambar bagan terapi diatas menunjukkan bahwa penentuan penggunaan tabel terapi
dilakukan setelah pasien berada di dalam chamber saat melakukan terapi hiperberik pada 10
menit pertama berdasarkan respon klinis yaitu apakah terdapat perbaikan gejala atau tidak. Jika
terdapat perbaikan gejala, maka terapi dilanjutkan menggunakan tabel 5, namun jika tidak
terdapat perbaikan gejala maka terapi dilanjutkan dengan tabel 6.6
Dalam terapi menggunakan tabel 5 terdapat tiga hal yang diterapkan, yaitu:
1. Gejala hanya terdiri dari nyeri sendi (assensment neurologis menunjukkan hasil yang
normal)
2. onset gejala dalam waktu kurang dari 6 jam
3. terdapat perbaikan gejala dalam waktu 10 menit saat mencapai kedalaman rekompresi
60 fsw
Pasien melakukan terapi oksigen hiperbarik sesuai dengan indikasi yaitu penyakit
dekompresi. Tabel terapi yang digunakan untuk pasien adalah tabel 6. Hal tersebut sesuai dengan
indikasi terapi tabel 6 karena pasien didiagnosis dengan DCS tipe 1 yang disertai adanya kutis
marmorata. Pasien DCS tipe 1 juga diterapi menggunakan tabel 6 apabila tidak terdapat
perbaikan gejala saat 10 menit di kedalaman 60 fsw.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan RI, 2008. Profil Kantor Kesehatan Pelabuhan [Internet]. Available
at: https://kespel.kemkes.go.id/kkp/kkp_public.
2. Undersea and Hyperbaric Medical Society. Indications for Hyperbaric Oxygen Therapy
[Internet]. Available at: https://www.uhms.org/resources/hbo-indications.html
3. Latham E. Hyperbaric Oxygen Therapy [Internet]. 2017. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview
4. Anonym. Standar prosedur operasional pelayanan hiperbarik chamber RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo Makasar [Internet]. Available at: https://med.unhas.ac.id/
5. Kementrian Kesehatan RI, 2008. Standar Pelayanan Medik Hiperbarik. Available at:
http://www.lshk.or.id/uu/KMK%20No.%20120%20ttg%20Standar%20Pelayanan
%20Medik%20Hiperbarik.pdf.
6. United Stated Navy. 2016. U.S. Navy Diving Manual. Revision 7. Washington. Available
at: http://www.navsea.navy.mil/Portals/103/Documents/SUPSALV/Diving/US
%20DIVING%20MANUAL_REV7.pdf?ver=2017-01-11-102354-393.