BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Anemia dalam Kehamilan
a. Pengertian Anemia
1) Anemia
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer oleh penurunan kadar hemoglobin
(Bakta, 2001).
Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit)
seseorang. Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin yang
berarti juga minimnya oksigen ke seluruh tubuh (Budiyanto, 2002).
2) Anemia kehamilan
Anemia kehamilan adalah kondisi ibu hamil dengan kadar
hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr%
pada trimester 2 (Wiknjosastro, 2009). Pada saat trimester kedua
kebutuhan zat pembentuk darah terutama besi meningkat tajam hingga dua
kali lipat dibandingkan saat tidak hamil. Keadaan ini disebabkan volume
darah ibu meningkat karena kebutuhan janin akan oksigen dan zat gizi
yang dibawa oleh sel darah merah (Soebroto, 2009).
Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan karena dalam
kehamilan keperluan akan zat - zat makanan bertambah dan terjadi pula
perubahan dalam darah dan sumsum tulang belakang. Sebagian besar
anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan
akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi (Soebroto, 2009).
Hal itu disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat
makanan bertambah dan terjadi pula perubahan dalam darah dan sumsum
tulang. Dalam kehamilan darah bertambah banyak (hipervolemia), akan
tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan
5
6
2. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Sisdiknas, 2003).
b. Jenjang Pendidikan
Menilik dan mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 8
menyatakan bahwa jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Dalam Undang-Undang tersebut
disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal di Indonesia terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
1) Pendidikan Dasar
Pendidikan Dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun,
diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar atau sederajat dan tiga
tahun di Sekolah Menegah Pertama atau sederajat.
10
2) Pendidikan Menengah
Pendidikan Menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi lulusan
pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau
pendidikan tinggi. Lama pendidikan yaitu tiga tahun, bentuk satuan
pendidikan menengah terdiri atas:
a) Sekolah Menengah Umum
b) Sekolah Menengah Kejuruan
c) Sekolah Menengah Keagamaan
d) Sekolah Menengah Kedinasan
e) Sekolah Menengah Luar Biasa
3) Pendidikan Tinggi
Pendidikan Tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang
diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan,
teknologi dan atau kesenian.
Latar belakang pendidikan orang tua terutama ibu merupakan salah satu
unsur penting yang ikut menentukan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi oleh keluarga. Ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan
melakukan pemilihan makanan untuk konsumsi keluarga tidak hanya
didasarkan untuk memenuhi selera keluarga saja tetapi juga didasarkan atas
pemenuhan kebutuhan zat gizi dan kemampuan keluarga (Proverawati, 2009).
Sedangkan Menurut Hariyani, S (2011), pendidikan dalam hal ini
biasanya berkaitan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan
bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi, misalnya prinsip yang dimiliki
seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah yang penting
menyenangkan, sebaliknya kelompok orang dengan pendidikan tinggi memiliki
kecendrungan memilih bahan makanan yang bergizi.
11
3. Pendapatan Keluarga
a. Pengertian Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah
tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun
perseorangan dalam rumah tangga (Nugraheni, 2007).
b. Sumber Pendapatan Keluarga
Secara konkritnya pendapatan keluarga berasal dari Usaha itu sendiri :
misalnya berdagang, bertani, membuka usaha sebagai wiraswastawan. Bekerja
pada orang lain: misalnya sebagai pegawai negeri atau karyawan. Hasil dari
pemilihan: misalnya tanah yang disewakan dan lain-lain. Pendapatan bisa
berupa uang maupun barang misal berupa santunan baik berupa beras, fasilitas
perumahan dan lain-lain. Pada umumnya pendapatan manusia terdiri dari
pendapatan nominal berupa uang dan pendapatan riil berupa barang (Gilarso,
2008).
Apabila pendapatan lebih ditekankan pengertiannya pada pendapatan
rumah tangga, maka pendapatan merupakan jumlah keseluruhan dari
pendapatan formal, informal dan pendapatan subsistem. Pendapatan formal
adalah segala penghasilan baik berupa uang atau barang yang diterima
biasanya sebagai balas jasa. Pendapatan informal berupa penghasilan yang
diperoleh melalui pekerjaan tambahan diluar pekerjaan pokoknya. Sedangkan
pendapatan subsistem adalah pendapatan yang diperoleh dari sektor produksi
yang dinilai dengan uang dan terjadi bila produksi dengan konsumsi terletak
disatu tangan atau masyarakat kecil (Nugraheni, 2007).
12
perilaku untuk mencegah atau mengobati anemia. Oleh karena itu, diperlukan
peningkatan pengetahuan tentang anemia kepada ibu hamil. Peningkatan
pengetahaun tentang anemia ini dapat dilakukan dengan cara penyuluhan yang
berdasarkan karakteristiknya agar materi penyuluhan dapat diterima oleh
semua ibu hamil meskipun karakteristiknya berbeda. Misalnya, pemberian
penyuluhan pada ibu hamil yang berpendidikan rendah menggunakan cara
berbeda dengan penyuluhan yang dilakukan pada ibu hamil yang
berpendidikan tinggi.
lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami
dan lain-lain.
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap
berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
masyarakatnya, karena kebudayaan telah memberikan corak pengalaman
individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya.
Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah ydang dapat
memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.
4) Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam
pembentukan opini dan keprcayaan orang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5) Lembaga pendidikan dan agama
Lembaga pendidikan dan agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik
dan buruk, garis pemisah anatar sesuatu yang boleh dilakukan atau tidak
dperbolehkan dari pendidikan dan keagamaan serta ajaran-ajarannya.
6) Faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang disadari oleh emosi yang berfungsi sebagai
semacam penyalur frustasi atau pengalihan mekanisme ego. Sikap
demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu
setelah frustasi hilang tetapi dapat pula lebih persisten dan bertahan lama.
19
B. Penelitian Relevan
1. Hendro (2006) melakukan penelitian dengan judul Hubungan pendapatan
keluarga dengan karakteristik Ibu hamil dengan status anemia di Puskesmas
Medan Johor. Jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional study . Populasinya adalah seluruh Ibu hamil trimester III sekaligus
sebagai sample penelitian (total sampling). Data dikumpulkan berupa data
primer yang diperoleh melalui wawancara langsung dan pengukuran kadar Hb
dengan metode sahli serta data sekunder diperoleh dari catatan puskesmas dan
kelurahan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan
keluarga dengan status anemia (p>0,05) dan signifikan dengan status
pendidikan, status lingkar lengan atas (LILA), jarak kelahiran, dan pelayanan
antenatal.
2. Ridayanti (2012) melakukan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat
Pendidikan Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia pada Kehamilannya di
Puskesmas Banguntapan I Bantul. Jenis penelitian menggunakan deskriptif
korelasi dengan rancangan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah ibu
hamil yang memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas Banguntapan I
sebanyak 722 orang. Teknik sampling yang menggunakan purposive sampling
dengan jumlah sampel 258 orang. Analisis data menggunakan analisis
chi square. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat
pendidikan ibu hamil dengan kejadian anemia pada kehamilannya di
Puskesmas Banguntapan I Bantul.
3. Purbadewi (2013) melakukan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat
Pengetahuan tentang Anemia dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriftif analisis dengan metode
cross sectional. Sampel diambil dengan menggunakan teknik accidental
sampling berjumlah 42 orang.karakteristik dan pengetahuan ibu hamil
diperoleh dari kuesioner dan pengukuran kadar Hb. Analisis data menggunakan
chi square. Hasil penelitian menyebutkan bahwa ada korelasi antara tingkat
pengetahuan tentang anemia dengan kasus anemia pada Ibu hamil di Dinas
Kesehatan Moyudan Sleman Yogyakarta.
20
C. Kerangka Pemikiran
Pengetahuan Sikap
Konsumsi Diet
Ibu hamil
Kemampuan
Trimester Anemia Kehamilan Daya beli
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada pengaruh pendidikan ibu hamil terhadap kejadian anemia defisiensi besi pada
ibu hamil. Ibu yang berpendidikan tinggi memiliki kecenderungan lebih rendah
untuk mengalami kejadian anemia defisiensi besi.
2. Ada pengaruh pendapatan keluarga ibu hamil terhadap kejadian anemia defisiensi
besi pada ibu hamil. Ibu hamil dari keluarga berpendapatan tinggi memiliki
kecenderungan lebih rendah untuk mengalami kejadian anemia defisiensi besi.
3. Ada pengaruh interaksi ibu hamil dengan bidan terhadap kejadian anemia defisiensi
besi pada ibu hamil. Ibu hamil yang berinteraksi dengan bidan memiliki
kecenderungan yang lebih rendah untuk mengalami kejadian anemia defisiensi besi.
4. Ada pengaruh antara interaksi ibu hamil dengan bidan terhadap kejadian anemia
defisiensi besi pada ibu hamil. Ibu hamil yang berinteraksi dengan bidan memiliki
kecenderungan yang lebih rendah untuk mengalami kejadian anemia defisiensi besi.
5. Ada pengaruh interaksi ibu hamil dengan sikap terhadap kejadian anemia gizi besi
pada ibu hamil. Ibu hamil memiliki sikap yang baik cenderungan yang lebih rendah
untuk mengalami kejadian anemia defisiensi besi.
6. Ada pengaruh interaksi ibu hamil dengan kemampuan daya beli terhadap kejadian
anemia defisiensi besi pada ibu hamil. Ibu hamil yang memiliki daya beli yang
tinggi dengan bidan memiliki kecenderungan yang lebih rendah untuk mengalami
kejadian anemia defisiensi besi.
7. Ada pengaruh interaksi ibu hamil dengan trimester terhadap kejadian anemia
defisiensi besi pada ibu hamil.