Anda di halaman 1dari 7

ANGKATAN PERANG RATU ADIL

(APRA)

KEL.2
FADILA ALIAH HAKIM
LALA RIZKIANTY S
RAENALDY F
RAFDI RAMADHAN
SYAHDAN SYAWALIDAN
A. Gerakan angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat muncul gerakan
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh
mantan Kapten Raymond Westerling dalam dinas tentara
kerajaan Belanda (KNIL). Gerakan ini memanfaatkan
kepercayaan rakyat akan datangnya Ratu Adil.
Westerling memahami penderitaan rakyat Indonesia
selama masa penjajahan Belanda dan Jepang yang
mendambakan adanya kemakmuran seperti yang
terdapat dalam Ramalan Jayabaya. Menurut ramalan
tersebut akan datang seorang pemimpin yang disebut
Ratu Adil yang akan memerintah dengan adil dan
bijaksana sehingga rakyat menjadi makmur dan
sejahtera.

B. Adapun tujuan sebenarnya dari gerakan


APRA adalah :
1.) Tetap berdirinya Negara Pasundan
2.) APRA sebagai tentara Negara Pasundan Hal tersebut
bertentangan dengan hasil konferensi Antar Indonesia
dimana Angkatan Perang Nasional adalah APRIS. Pada
tanggal 23 Januari 1950, APRA yang bersenjata lengkap
menyerbu kota Bandung dan secara membabi buta
membunuh anggota TNI yang dijumpai. Gerakan
tersebut berhasil menduduki Markas Divisi Siliwangi
setelah membunuh hampir seluruh anggota regu jaga
termasuk Letnan Kolonel Lembong. Banyak penduduk
yang menjadi korban. Pemerintah segera mengirim
pasukan bantuan ke Bandung. Sementara di Jakarta
segera diadakan perundingan antara Perdana Mentri
RIS dengan Komisaris Tinggi Belanda. Di Bandung
Kepala Staf Divisi Siliwangi Letnan Kolonel Eri Sudewo
menemui Panglima Divisi C tentara Belanda, Mayor
Jendral Engels (Komandan Tentara Belanda) dan
hasilnya Mayor Jendral Engels mendesak agar APRA
segera meninggalkan kota Bandung. Setelah
meninggalkan kota Bandung gerombolan APRA
menyebar ke berbagai tempat dan terus dikejar oleh
tentara APRIS dan dengan bantuan penduduk
gerombolan tersebut berhasil dilumpuhkan. Gerakan
APRA juga diarahkan ke Jakarta. Westerling bekerja
sama dengan Sultan Hamid II yang menjadi menteri
Negara dalam kabinet RIS. Mereka akan menyerang
gedung tempat berlangsungnya sidang kabinet dan
merencanakan akan membunuh Menteri Pertahanan
yaitu Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jendral
Kementrian Pertahanan yaitu Mr. Ali Budiardjo.

C.Upaya Perlawanan yang dilakukan terhadap


Pemberontakan APRA.
Ketika terjadi pemberontakan APRA
tidak dilakukan perlawanan yang berarti,hal ini disebabkan
karena beberapa faktor. Pertama, karena serangan
dilakukan dengan sangat tiba-tia, pembalasan tembakan
pun tidak dilakukan karena orang-orang APRA bercampur
dengan orang KNIL dan KL. Sedangkan mengenai latar
belakang aksinya, diduga keras bahwa APRA ingin
mendukung berdirinya negara Pasundan, supaya negara ini
bisa berdiri tanpa gangguan TNI dan menggunakan APRA
sebagai angkatan perangnya.

Secara umum boleh pasukan Divisi Siliwangi TNI tidak


siap karena baru saja memasuki Kota Bandung setelah
perjanjian KMB. Panglima Siliwangi Kolonel Sadikin dan
Gubernur Jawa Barat Sewaka pada saat kejadian sedang
mengadakan peninjauan ke Kota Subang. Sementara
di Jakarta pada pukul 11.00 bertempat di kantor Perdana
Mentri RIS diadakan perundingan antara Perdana Mentri RIS
dan Komisaris Tinggi Kerajaan Belanda di
Indonesia. Terungkap adanya keterlibatan tentara Belanda
(diperkirakan sekitar 300 tentara Belanda berada di antara
pasukan APRA) dalam peristiwa di Bandung itu, maka
diputuskan tindakan bersama.

Jendral Engels akhirnya memerintahkan pasukan APRA


untuk kembali ke Batujajar, baik karena diperintah atasannya,
maupun ancaman dari Divisi Siliwangi yang tidak menjamin
keselamatan warga Belanda yang berjumlah ribuan di kota
Bandung. Pada hari itu juga pasukan APRA meninggalkan
Kota Bandung. Operasi penumpasan dan pengejaran
terhadap gerombolan APRA yang sedang melakukan gerakan
mundur segera dilakukan oleh TNI. Sisa pasukan Wasterling di
bawah pimpinan Van der Meulen yang bukan anggota KNIL
Batujajar dan polisi yang menuju Jakarta, pada 24 Januari
1950 dihancurkan Pasukan Siliwangi dalam pertempuran
daerah Cipeuyeum dan sekitar Hutan Bakong dan dapat
disita beberapa truk dan pick up, tiga pucuk bren, 4 pucuk
senjata ukuran 12,7 dan berpuluh karaben.
Pada 24 Januari 1950 tengah malam terjadi tembak-
menembak di Kramatalaan No.29 Jakarta antara pauskan
TNI dengan geromboan yang diduga adalah deseteurs
(anggota tentara yang melarikan diri dari dinasi
tentara). Tembak-menembak tersebut berlangsung sampai 25
januari 1950 pagi. Dalam penggerebekan pasukan kita
berhasil merampas 30 pucuk owens-guns.
Di kota Bandung juga diadakan pembersihan dan
penahanan terhadap mereka yang terlibat, termasuk
beberapa orang tokoh Negara Pasundan. Bagaimana dengan
Wasterling? Setelah melarikan diri dari Bandung, Westerling
masih melanjutkan petualangannya di Jakarta. la
merencanakan suatu gerakan untuk menangkap semua
Menteri RIS yang sedang menghadiri sidang kabinet, dan
membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono
IX, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A.
Budiardjo, dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel
T.B. Simatupang.
Gerakan tersebut dapat digagalkan dan kemudian
diketahui bahwa otaknya adalah Sultan Hamid II, yang juga
menjadi anggota Kabinet RIS sebagai Menteri tanpa portofolio.
Sultan Hamid II dapat segera ditangkap, sedangkan
Westerling sempat melarikan diri ke luar negeri pada 22
Februari 1950 dengan menumpang pesawat Catalina milik
Angkatan Laut Belanda. Dengan kaburnya Wasterling, maka
gerakannya pun jadi bubar.

D. Penyebab Konflik
Tentara Belanda : KNIL, merasa tidak setuju dengan
pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat
(APRIS) di Jawa Barat, yang saat itu masih berbentuk negara
bagian Pasundan sehingga akhirnya terjadi pemberontakan.

E. korban
Saat upaya mengevakuasi Regiment Speciale
Troepen (RST), gabungan baret merah dan baret hijau telah
terlambat untuk dilakukan. Dari beberapa bekas anak
buahnya, Westerling mendengar mengenai rencana tersebut,
dan sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai,
pada 23 Januari 1950, Westerling melancarkan kudetanya.
Subuh pukul 4.30, Letnan Kolonel KNIL T. Cassa menelepon
Jenderal Engles dan melaporkan: "Satu pasukan kuat APRA
bergerak melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung."
Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap
anggota TNI yang mereka temukan di jalan. 94 anggota TNI
tewas dalam pembantaian tersebut, termasuk Letnan Kolone
Lembong, sedangkan di pihak APRA, tak ada korban
seorang pun.

Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung,


sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer
menuju Jakarta dengan maksud untuk menangkap
Presiden Soekarno dan menduduki gedung-gedung
pemerintahan. Namun dukungan dari pasukan KNIL lain
dan Tentara Islam Indonesia (TII) yang diharapkan Westerling
tidak muncul, sehingga serangan ke Jakarta gagal dilakukan.
Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung, seluruh
pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya
kembali ke tangsi masing-masing. Westerling sendiri
berangkat ke Jakarta, dan pada 24 Januari 1950 bertemu lagi
dengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes. Hamid yang
didampingi oleh sekretarisnya, dr. J. Kiers, melancarkan kritik
pedas terhadap Westerling atas kegagalannya dan
menyalahkan Westerling telah membuat kesalahan besar di
Bandung. Tak ada perdebatan, dan sesaat kemudian
Westerling pergi meninggalkan hotel.
Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling merencanakan
untuk mengulang tindakannya. Pada 25 Januari, Hatta
menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa Westerling,
didukung oleh RST dan Darul Islam, akan menyerbu Jakarta.
Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling melakukan
konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul
Islam waktu itu.

Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA


yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda,
menjadi berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh
Laming, koresponden Kantor Berita Reuters yang pertama
melansir pada 23 Januari 1950 dengan berita yang sensasional.
Osmar White, jurnalis Australia dari Melbourne
Sun memberitakan di halaman muka: "Suatu krisis dengan
skala internasional telah melanda Asia Tenggara." Duta Besar
Belanda di Amerika Serikat, van Kleffens melaporkan bahwa
di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah
mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan
oleh "de zwarte hand van Nederland" (tangan hitam dari
Belanda).

Anda mungkin juga menyukai