Anda di halaman 1dari 4

Lampiran I : Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Puruk Cahu

Nomor : 188.4/939/RSUD – PC/X/2016


Tanggal : 5 Oktober 2016
Tentang : Penolakan Resusitasi (DNR).

PANDUAN
PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

A. PENGERTIAN
Resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka
yang berada dalam keadaan darurat atau keritis, untuk mencegah kematian.
Do Not Resusitation (DNR) adalah sebuh perintah untuk tidak dilakukan
resusitasi, yang merupakan pesan untuk tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum
untuk tidak mencoba CPR (cardiopulmonary resustation) atau resusitasi jantung paru
(RJP), jika terjadi permasalahan darurat pada jantung pasien atau pernapasan berhenti.
Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi hatus ditanda tangai
oleh dokter yang berlaku. DNR merupakan salah satu keputusan yang paling sulit adalah
masalah etika yang menyakut perawat atau dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini
akan berhadapan dengan masalah moral ataupun etik, apakah akan mengikuti sebuah
perintah jangan dilakukan resusitasi ataupun tidak. Bagaimana tidak jika tiba-tiba pasien
berhenti jantung sebagai perawat yang sudah handal dalam melakukan RJP membiarkan
pasien mati dengan begitu saja, tapi masalahnya jika kita memiliki hati dan melakukan
RJP pada pasien tersebut, kita bisa dituntut oleh pasien dan keluarga pasien tersebut. Ini
adalah sebuah dilema jika terjadi kedaruratan jantung pasien atau pernafasan berhenti.
Salah satu alasan utama orang menandatangani perintah DNR adalah karena apa
yang terjadi ketika staff rumah sakit mencoba untuk melakukan RJP. Situasi ini
umumnya “kode”. Hal ini kadang-kadang diberikan nama samara yang berbeda di rumah
sakit yang berbeda. Pada pasien biasa ketika kode staff pasien suatu kawanan seluruh tim
resusitasi ruangan. Dada akan dikompresi dengan tangan untuk mensimulasikan detak
jantung dan sirkulasi darah. sebuah tabung dimasukan kedalam mulut dan tenggorokan
pada pasien diletakkan pada ventilator untuk bernafas untuk pasien. Jika hati pasien dalam
irama mematikan pasien terkejut dengan jumlah besar listrik untuk tersentak kembali
keirama. Obat yang diberikan dan secara manual dipompa melaui sistem dengan
penekanan dada. Jika semua ini berhasil hati pasien mulai membaik untuk mengalahkan
sendiri lagi dan pasien berakhir diventilator untuk membuatnya/ nafasnya. Ini tidak
biasnya datang tanpa konsekuensi.
Salah satu konsekuensi potensial utama dilakukan RJP adalah kekurangan oksigen
keorgan-organ tubuh. Meskipun penekanan dada sedang dilakukan untuk mengedarkan
darah melalui tubuh, masih belum seefektif detak jantung biasa. Meskipun oksigen
1
dipompa keparu-paru mekanik, penyakit itu sendiri dapat mencegah bebrapa oksigen dari
mencapai aliran darah. semakin lama RJP berlangsung, semakin besar kemungkinan
kerusakan pada organ-organ. Tapi jika tidak dilakukan RJP akan berdampak pada
kerusakan otak, kerusakan ginjal, hati, atau kerusakan paru-paru. Apapun bisa rusak
berhubungan dengan kekurangan oksigenasi.
Ada juga kemungkinan terauma tubuh dari penekanan dada. Hal ini sangat normal
untuk mendengar retak tulang rusuk dan retak tulang. Dibutuhkan banyak kekuatan untuk
kompres jantung dengan stenum dan tulang rusuk duduk disampingnya. Terutama oaring
tua biasanya mengalami kerusakan dari ini. Kejutan listrik juga dapat traumatis dalam dan
dari dirinya sendiri.
Jadi bahkan jika pasien bangkit kembali, kemungkinan pasien pemulihan dan
kelangsungan hidup dapat berpotensi jauh lebuh rendah dari pada meraka sebelum
resusitasi tersebut. Biasanya pasien berakhir pada ventilator setelah RJP. Jika pasien
memiliki organ yang rusak, kerusakan terutama otak, ada kemungkinan pasien mungkin
bukan karena ventilator tapi karena terlambatnya oksigen masuk keotak.
Pasien DNR biasanya sudah memberikan tanda untuk melarang melakukan
resusitasi biasanya terjadi pada baju, diruangan perawatana ataupun dipintu masuk, sudah
ada tanda tulisan “DNR”. Pasien DNR tidak benar-benar mengubah perawatan medis
yang diterima. Pasien masih diperlakukan dengan cara yang sama. Semua ini berarti
bahwa jika tubuh pasien meninggal( berhenti bernafas, atau jantung berhenti berdetak)
tim medis tidak akan melakukan CPR/ RJP.
Menjadi DNR tidak berarti obat berhenti untuk diberikan ketika dokter dan
perawat berhenti focus pada pengobatan dan mulai focus pada tindakan penghiburan
adalah suatu yang disebut perawatan paliatif.

B. TUJUAN
Untuk menyediakan suatu proses dimana pasien bisa memilih prosedur yang
nyaman dalam hal bantuan ini hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti
jantung dan henti nafas.

C. PERTIMBANGAN STATUS DNR


DNR diberikan dengan pertimbangan- pertimbangan tertentu yaitu:
1. Sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih sadar, missal, pasien
dengan kanker stadium empat parah, jadi rasanya tidak perlu resusitasi.
2. Pasien yang pada penyakit kronis dan terminal.
3. Pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang dicap cap euthanasia
(dibiarkan mati ataupun suntik mati karena kehidupan yang sudah tidak terjamin).
4. Kaku mayat
2
5. Dekapitsi yaitu suatu tindakan untuk memisahkan kepala janin dari tubuhnya dengan
cara memotong leher janin agar janin dapat lahir pervaginam. Dekapitasi dilakukan
pada persalinan yang macet pada letak lintang dan janin sudah meninggal.
6. Dekomposisi
7. Lividitas dependen
8. Jelas trauma kepala atau tubuh yang massif yang tidak memungkinkan untuk hidup (
pastikan pasien tidak memiliki tanda-tanda vital)

D. PROSEDUR MENOLAK RESUSITASI (DNR)


Untuk menentukan status DNR ini diperlukan konsultasi dan kesepakatan pada
dokter yang merawat pasien dan tentu saja persetujuan dari keluarga pasien. Karena
apabila walaupun menurut para dokter yang merawat sipasien bahwa keadaan pasien
sudah tidak memungkinkan untuk dapat survive dan status DNR diperlukan tetapi
keluarga tidak menghendaki setatus DNR tersebut, maka status DNR tidak dapat
diberikan. Karena hal itu dapat dianggap neglecting patient dan pihak keluarga dapat
menuntut dokter yang merawat pasien dan rumah sakit tepat pasien dirawat. Jadi sebelum
melakukan DNR, maka keluarga pasien perlu diberitahu tentang keadaan pasien
Tetapi terkadang, kelurga pasien sendiri yang meminta setatus DNR walaupun
pasien masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya karena mereka tidak ingin mengalami
kesakitan, mengingat bagaimana juga keadaan pasien sudah parah atau karena pasien
sudah lanjut usia. Karena pabila kita ingat dan bayangkan proses resusitasi itu sebenarnya
memang menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah sakit parah atau renta diberikan
kompresi jantung, ataupun bahkan diberikan DC shock pasti sakit sekali. Makanya
terkadang keluarga pasien yang meminta DNR alias dibiarkan meninggal dengan tenang.

Prosedur yang direkomendasikan:

1. Meminta informed concent dari pasien atau walinya


2. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopo atau salinan pada rekam medis pasien dan
serahkan juga salin pada pasien atau keluarga
3. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR ditempat-tempat
yang sudah dilihat seperti headboard,bedstand, pintu kamar atau kulkas
4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang tangan DNR warna ungu
dipergelangan tangan atau kaki( jika memungkinkan)
5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, repisi bila ada
perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila keputusan DNR
dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR dimusnahkan
6. Perintah DNR harus mencakup hal-hal dibawah ini:
a. Diagnosis
b. Alasan DNR
3
c. Kemapuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat atau wali yang sah. Dalam hal ini catatan DNR rekam medis harus pula
dibatalkan dengan gelang DNR( jika ada) dimusnahkan.

Perintah Do Not Resuscitate (DNR) harus dengan dasar yang kuat. Bila kelurga pasien
memberikan surat perintah DNR dari dokter pribadinya, yaitu dengan menngikuti
prosedur berikut ini:

1. Hubungi kontrol medik.


2. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada.
3. Pastikan ada diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah dijelaskan (missal; kanker).
4. Buat laporan status pasien secara jelas ( tanda-tanda vital, penyamaran EKG).
5. Pastikan mengisi form DNR tertulis. Pastikan mencatat nama dokternya.
6. Dokter kontrol medik menetukan apakah menyetujui atau menolak perintah DNR
7. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di UGD mulai BHD sambil menghubungi
kontrol medik.
8. Pikirkan potensi untuk donasi organ pasien dengan cedera mematikan mungkin tetap
membutuhkan tindakan gadar hingga ditentukan apakah pasien mungkin potensial
sebagai donor organ atau jaringan.
9. Bila mungkin letakkan telapak tampak segera atau leads EKG untuk memastikan
irama asistol atau agonal dan lampirkan/kopi pada laporan.

Direktur RSUD Puruk Cahu Kab. Murung Raya

drg. MARTHIN MAHA, Sp.Ort


NIP. 19760306 200312 1 009

Anda mungkin juga menyukai