PENDAHULUAN
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan sebanyak 99% kematian ibu
dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara
persemakmuran rasio kematian ibu di negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan
Angka kematian maternal (maternal mortality) merupakan salah satu indikator untuk
urutan ketiga tertinggi di Asia setelah Timor Leste dan Bangladesh. 2 Berdasarkan Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) masih
tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Target global SDG’s (Sustainable
Developmental Goals) adalah menurunkan angka kematian ibu sebesar 70 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2030. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi untuk mencapai
target SDG’s untuk menurunkan AKI adalah off track, artinya diperlukan kerja keras dan
komplikasi obstetrik langsung telah banyak diketahui dan dapat ditangani, meskipun
langsung sebesar 90%, sebagian besar perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi
(11%). Penyebab tak langsung kematian ibu berupa kondisi kesehatan yang dideritanya
misalnya Kurang Energi Kronis (KEK) 37%, anemia (Hb <11 g%) 40% dan penyakit
kardiovaskuler.1
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500cc yang terjadi setelah bayi
lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah prsalinan abdominal. Kondisi dalam
persalinan menyebabkan kesulitan untuk menetukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka
batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal yang telah
menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi
maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari amgka
tersebut yang di, diperoleh gambaran etiologi antara lain : antonia uteri(50-60%) sisa plasenta
(23-24%), retensio plasenta(16-17%), laselerasi jalan lahir (4-5%), kelainan darah (0,5-
0,8%). 3
Saat persalinan penyebab perdarahan dapat diakibatkan oleh perlukaan pada portio
menimbulkan perdarahan banyak khususnya bila jauh ke lateral sebab di tempat terdapat
ramus desenden dari a.uterina. Perlukaan portio ini dapat terjadi pada persalinan normal tapi
lebih sering terjadi pada persalinan dengan tindakan – tindakan pada pembukaan persalinan
belum lengkap.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Perdarahan post partum (HPP) adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Kondisi
dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi,
maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal
dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah,
limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg,
Sebenarnya pada wanita yang hamil normal akan mengalami penambahan volume
darah sekitar 30-60%, hal ini menyebabkan adanya toleransi pada wanita yang mengalami
perdarahan pascasalin. Selain itu sekitar 5% wanita yang melahirkan dengan persalinan
normal mengalami perdarahan > 1000ml.1,4,7 Oleh karena itu, sebagai patokan, setelah
persalinan selesai maka keadaan disebut “aman” bila kesadaran dan tanda vital ibu baik,
kontraksi uterus baik, dan tidak ada pedrdarahan aktif/merembes dari vagina.5
a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum
hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala
III.
b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum
hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada
masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III.
c. Ruptur uteri
3. Gangguan koagulasi
Penyebab HPP dikenal sebagai 4 T, yaitu Tone, Tissue, Trauma dan Thrombin.
•Etiologi early/primer HPP biasanya disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, laserasi jalan
lahir, ruptura uteri, inversio uteri, plasenta akreta, dan gangguan koagulasi herediter.
•etiologi late/sekunder HPP biasanya disebabkan oleh sisa plasenta dan subinvolusi dari
placental bed
maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka
tersebut yang di, diperoleh gambaran etiologi antara lain : antonia uteri(50-60%) sisa plasenta
(23-24%), retensio plasenta(16-17%), laselerasi jalan lahir (4-5%), kelainan darah (0,5-
0,8%).
sebesar 4,40% dari semua persalinan. Perdarahan postpartum menempati urutan kedua dari
sepuluh kasus obstetri terbanyak di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2005. usia ibu
yang mengalami perdarahan postpartum di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012 sampai
dengan April 2013 yang tertinggi adalah usia 20 - 34 tahun sebesar 76,6%. Hasil ini berbeda
dengan penelitian Sulistiyani di RS Panti Wilasa Semarang tahun 2010 dengan tingkat
kejadian perdarahan postpartum terbanyak pada usia <20 dan >35 tahun yaitu sebesar 52,9%
etiologi kasus perdarahan postpartum di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2012
sampai dengan April 2013 yang terbanyak adalah sisa plasenta (35,9%), diikuti oleh retensio
plasenta (25,0%), robekan jalan lahir (25,0%), atonia uteri (12,5%), inversio uteri (1,6%) dan
kelainan darah (0%). Hal ini sedikit berbeda dengan kasus perdarahan postpartum di RS
Adam Malik Medan dan RS Pirngadi Medan pada tahun 2004 dengan etiologi terbanyak
adalah atonia uteri. Data dari RSUD kabupaten Jombang pada tahun 2013 ibu yang HPP
sebanyak 71 orang. Yang terdiri dari HPP dengan sisa plasenta 22 orang, HPP dengan atonia
uteri 11orang.
Pada bagian plasenta yang tertinggal biasanya dapat mengalami nekrosis tanpa
deposit fibrin yang pada akhirnya membentuk polip plasenta. Apabila serpihan polip plasenta
IV. Patofisiologi
mengalir melalui ruang intervillous. Aliran ini dibawa oleh arteri spiral, yang kira-kira
sebanyak 120, dan vena yang menyertainya. Dengan pemisahan plasenta, pembuluh ini
teravulsi. Hemostasis di tempat implantasi plasenta dicapai pertama kali oleh kontraksi dari
miometrium yang memampatkan sejumlah pembuluh darah besar. Hal ini berikutnya diikuti
oleh gumpalan dan obliterasi dari lumen tersebut. Dengan demikian, perlekatan dari potongan
plasenta atau bekuan darah besar yang mencegah efektivitas kontraksi miometrium dapat
mengganggu hemostasis di lokasi implantasi. Oleh karena itu tampak jelas bahwa perdarahan
postpartum yang fatal dapat terjadi karena atonia uteri meskipun koagulasi normal.
Sebaliknya, jika miometrium pada tempat implantasi berkontraksi dengan sangat baik,
perdarahan yang fatal tidak mungkin terjadi bahkan dalam keadaan ketika koagulasi mungkin
terganggu parah.12
V. Manifestasi klinis
menghambat aliran
darah keluar
Darah segar mengalir segera Pucat Robekan jalan lahir
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat Retensio plasenta
Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi Retensi sisa plasenta
Perdarahan sekunder
Tabel 1. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum8
Walaupun perdarahan pascasalin disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi didapatkan gejala
2. Bilaberat bisa didapatkan tanda-tanda syok seperti, lemah, gelisah, tekanan darah sulit
Volume
Tekanan Darah Tanda dan
Kehilangan Derajat Syok
(sistolik) Gejala
Darah
Palpitasi,
500-1.000 mL
Normal takikardia, Terkompensasi
(10-15%)
pusing
Lemah,
1000-1500 mL Penurunan ringan
takikardia, Ringan
(15-25%) (80-100 mm Hg)
berkeringat
1500-2000 mL Penurunan sedang Gelisah, pucat,
Sedang
(25-35%) (70-80 mm Hg) oliguria
2000-3000 mL Penurunan tajam Pingsan,
Berat
(35-50%) (50-70 mm Hg) hipoksia, anuria
VI. Diagnosis
Diagnosis pada perdarahan pascasalin harus dicari penyebab utamanya. Dapat dibuat
diagnosis :
1. Anamnesis9
a. Perdarahan setelah anak lahir, tetapi plasenta belum lahir, darah yang keluar
biasanya berwarna merah segar. Hal ini biasa disebabkan oleh robekan jalan
lahir.
2. Pemeriksaan fisik 8
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,
ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus
3. Pemeriksaan obstetri 8
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan
4. Pemeriksaan ginekologi 8
Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada
pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi sisa
placenta. Memeriksa plasenta, apakah lengkap atau tidak kotiledonnya dan selaput
ketubannya. Eksplorasi cavum uteri, untuk mencari bekuan darah atau sisa plasenta
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium7,8,10
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal.
atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
terjadi secara cepat dan berat, tetapi bisa juga terjadi perlahan-lahan dan terus menerus
sehingga bisa juga menyebabkan ibu jatuh dalam keadaan syok maupun pre syok. Maka dari
itu penting sekali pada setiap persalinan kita pantau kadar darah ibu secara rutin, selain itu
perlu pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan, serta kontraksi dari uterus ibu dan
VII. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
Resusitasi cairan10
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu
dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling
tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan
volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses
intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang
ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko
terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post
partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat
penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu
penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang
intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan
penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan
post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post
partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan
infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak,
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek
yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan
NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian
Transfusi Darah10
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan
akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun
Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen
yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang
dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100
fisiologis dengan
tetesan cepat
IM: 10 U
Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1L Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam
jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 Total 1 mg (5 Total 1200 mg atau
bolus hipertensi
Tabel 3. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya
A. Penatalaksanaan Umum8,11
normal, maka perlu dilakukan tindakan secara cepat dan tepat. Terapi yang terbaik adalah
2. Pimpin persalinan yang mengacu pada persalinan yang bersih dan aman
3. Lakukan observasi secara ketat selama 2 jam pascasalin, dan dilanjutkan selama 4 jam
pasca persalinan.
4. Lakukan penilaian klinik dan siapkan keperluan untuk pertolongan darurat dan untuk
5. Atasi syok
6. Pastikan kontraksi uterus baik (keluarkan bekuan darah, masase uterus, uterotonika 10
7. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan periksa kemungkinan robekan jalan lahir
a. Jika Hb kurang dari 7g/dL atau Ht kurang dari 20%(Anemia berat). Berikan
transfusi darah dan sulfas ferrous atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat
b. Setelah 3 bulan, lanjutkan dengan sulfas ferrous atau ferrous fumarat 60mg
ditambah asam folat 400mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
c. Jika Hb 7-11g/dL, berikan sulfas ferrous atau ferous fumarat 60mg ditambah asam
albendazole 400mg per oral sekali atau mebendazole 500mg per oral sekali atau
100mg dua kali sehari selama 3 hari, atau levamisole 2,5mg/kgBB per oral sehari
sekali selama 3 hari, atau pyrantel 10mg/kgBB per oral sekali sehari selama 3 hari.
e. Pada daerah endemis tinggi(prevalensi 50% atau lebih) berikan terapi dosis
Tindakan-tindakan pendukung: 12
cukup.
7. Pada atonia uteri, dianjurkan melakukan pijatan pada rahim dan kompresi
pada aorta
harus dilakukan setelah pemberian setiap 5-10 unit darah. Jika ada
plasma segar yang dibekukan secara IV. Jika ada trombositopenia berat
dalam rahim pada perdarahan post partum akut atau yang tertunda sangat
berguna sekali.
B. Penatalaksanaan khusus berdasarkan etiologi
uterus
- Derivat oksitosin
20-40 unit oksitosin dalam satu liter cairan IV pada kecepatan yang cukup untuk
- Derivate ergot
metilergonovin 0,2 mg IM atau IV. Hal ini akan menstimulasi uterus untuk
- Prostaglandin
adalah 250µg (0,25 mg) diberikan IM, dan dapat diulang jika perlu dalam
untuk mengatasi atonia uterus, tapi belum ada penelitian klinikal trial.13
- Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal,
lakukan evakuasi sisa plasenta) dan tak ada laserasi jalan lahir
- Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi perdarahan lakukan
- Gunakan kompresi uterus bimanual. Teknik ini berupa penekanan dinding posterior
uterus dengan tangan pada abdomen ditambah penekanan dinding anterior uterus
- Mencari pertolongan
- Tambahkan infus satu lagi supaya oksitosin dapat diberikan bersamaan dengan
tranfusi darah.
kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang
uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan. Bila
Uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan
ini bila perdarahan berukuran atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut.
Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus
tepat, akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat
Tindakan operatif
Perut dibuka, rahim ditinggikan dengan tangan operator, dan daerah pembuluh
darah rahim di dalam ligamentum latum bagian bawah dibuka. Dengan menggunakan
jarum yang besar dan benang chromic catgut atau vicryl no.1, dibuat sebuah jahitan
melalui bagian terbesar segmen bawah otot rahim, 2-3 cm medial dari pembuluh
darah. Pembuluh-pembuluh darah itu diikat tetapi tidak dipotong. Haid dan
Arteri iliaca communis dan cabang-cabangnya yaitu arteri iliaca externa dan
arteri iliaca interna (hypogastrica) dipalpasi dan dilihat melalui peritoneum posterior.
disayat dalam arah memanjang setinggi asal a.iliaca interna. Dua buah jahitan benang
c) Histerektomi
Bila prosedur-prosedur di atas tidak efektif atau bila waktu tidak memungkinkan,
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
diambil
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak
Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan halus (melepaskan plasenta yang melekat erat secara paksa, dapat
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, dan syok neurogenik.
* Plasenta inkarserata 16
o Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontraksi serviks
o Pilih fluothane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat tetapi siapkan infus
o Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum
lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut, berikan
uterus, tinggi fundus uterus dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan
yang diperlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan-bahan
sedativa, analgetika atau anestesia umum ( mual, muntah, cegah aspirasi bahan
o Manuver sekrup:
- Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak dengan
jelas
- Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
- Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak lebih jelas
- Tarik tali pusat kelateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar
dapat dijepit sebanyak mungkin. Minta asisten untuk memegang klem tersebut
- Lakukan hal yang sama untuk plasenta pada sisi yang berlawanan
- Satukan kedua klem tersebut kemudian sambil diputar searah jarum jam, tarik
* Sisa plasenta
Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang
dipilih adalah Ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan dengan 3x1 g oral dikombinasi dengan
tersebut, lakukan eksplorasi digital ( bila serviks terbuka ) dan mengeluarkan bekuan darah
atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuretase. Bila kadar Hb < 8 g% berikan tranfusi darah, bila kadar Hb > 8
Penanganan inversio uteri membutuhkan pemikiran yang cepat. Pasien dengan cepat
mengalami syok, dan dibutuhkan pemulihan volume intravaskuler yang segera dengan
kristaloid intravena. Ahli anestesiologi harus dipanggil. Uterus yang mengalami inversio
direposisi dengan mendorong fundus dengan telapak tangan dan jari sesuai arah memanjang
uterus. Lebih baik siapkan 2 jalur infus untuk tranfusi dan pemberian cairan resusitasi. Kalau
plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uterus direposisi,
jalur infus terpasang, dan anestesi diberikan, karena dapat menimbulkan perdarahan banyak.
Setelah plasenta dilepaskan, telapak tangan diletakkan ditengah fundus dengan jari
diekstensikan. Kemudian diberi tekanan dengan didorong ke atas. Setelah reposisi berhasil
diberi pitocin drip dan dapat juga dilakukan tamponade rahim supaya tidak terjadi lagi
Cara caranya:
Abdominal: Haultain
Huntington
perdarahan
- Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap
operator
- Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis
- Robekan servik sering terjadi pada sisi lateral karena servik yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi
- Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap tetapi terjadi perdarahan
banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio
- Jepitkan klem ovum pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan
- Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus
- Beri antibiotik profilaksis, kecuali bila jelas ditemukan tanda tanda infeksi
- Bila terjadi defisit cairan, lakukan restorasi, dan bila kadar HB dibawah 8 gr%
dengan penyakit Von willebrand membutuhkan plasma beku yang segar. Infus sel darah
merah yang dimampatkan diberikan pada pasien yang telah mengalami perdarahan yang
cukup sehingga menurunkan populasi sel darah merah yang beredar, sehingga cukup
sudah mencukupi. Tranfusi masif (lebih dari 3 liter), terutama dengan darah lengkap, akan
trombosit dan faktor-faktor V dan VIII. Karena itu 1 unit plasma beku yang segar harus
1. Definisi
Plasenta yang masih tertinggal disebut rest plasenta. Gejala klinis rest plasenta adalah
terdapat subinvolusi uteri, terjadi perdarahan sedikit yang berkepanjangan, dapat juga terjadi
perdarahan banyak mendadak setelah berhenti beberapa waktu, perasaan tidak nyaman di
Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membrannya dalam kavum uteri. 8
Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum dini atau perdarahan post partum lambat yang biasanya
Selaput yang mengandung pembuluh darah ada yang tertinggal, perdarahan segera. Gejala
yang kadang – kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Sisa plasenta yang masih tertinggal di dalam uterus dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan. Bagian plasenta yang masih menempel pada dinding uterus mengakibatkan
uterus tidak adekuat sehingga pembuluh darah yang terbuka pada dinding uterus tidak dapat
18
berkontraksi/ terjepit dengan sempurna. Rest Plasenta dalam nifas menyebabkan
perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh
sisa plasenta. Jika pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka
harus dilakukan eksplorasi dari cavum uteri. Potongan – potongan plasenta yang ketinggalan
2. Etiologi
Faktor penyebab utama perdarahan baik secara primer maupun sekunder adalah
grande multipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, persalinan yang dilakukan
tindakan, pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun,
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomaly dari uterus atau serviks kelemahan dan
tidak efektifitas kontraksi uterus, Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau
plasenta previa, implantasi dari cornu dan adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen
kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya
pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang
tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta,
3. Patofisiologi
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi
otot - otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung continue, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri
mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai
berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus.
Tegangan yang ditimbulkan menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar
memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di
uterus berada di antara serat - serat otot miometrium yang saling bersilang. Kontraksi serat –
serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah
terjepit serta perdarahan berhenti. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan
tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi dalam empat fase
yaitu :8
a. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun
b. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan
plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan
otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat
d. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul didalam rongga
rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan
akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase
kontraksi. Dengan mengguanakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam
waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah sering
ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya menjadi
semakin padat, uterus meninggi kearah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding
rahim atau atas vagina. Kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat
a. Umur
Usia ibu hamil terlalu muda (<20 tahun) dan terlalu tua (>35 tahun) mempunyai
resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini dikarenakan pada umur
20 tahun, dari segi biologis fungsi organ reproduksi seorang wanita belum berkembang
dengan sempurna untuk menerima keadaan janin dan segi psikis belum matang dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental dan emosional, sedangkan pada umur diatas 35
tahun dan sering melahirkan, fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
Perdarahan post partum yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil
yang melahirkan pada umur dibawah 20 tahun, dua sampai lima kali lebih tinggi dari pada
perdarahan post partum yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan post partum
b. Paritas
Uterus pada saat persalianan, setelah melahirkan plasenta sukar untuk berkontraksi
dan berektraksi kembali sehingga pembuluh darah maternal pada dinding uterus akan tetap
tebuka. Hal inilah yang dapat menyebabkan meningkatkan perdarahan post partum. 21 Jika
kehamilan “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat (4 terlalu” dapat
meningkatkan resiko berbahaya pada proses reprodusi karena kehamilan terlalu sering dan
terlalu dekat menyebabkan intake (masukan) makanan atau gizi menjadi lebih rendah.8
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11
gr% pada trimester satu dan tiga atau kadar hemoglobin dibawah 10,5 gr% pada trimester dua
nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi hemodilusi, terutama
pada trimester dua.8 Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut
hidramia atau hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan
dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut
adalah sebagai berikut plasma 30%, sel darah 18% dan hemoglobin 19%. Bertambahnya
darah dalam kehamilan sudah mulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya
dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. 21 Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk
membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.
5. Diagnosa
e. Robekan rahim
f. Plasenta suksenturiata
g. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah
h. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll
6. Penatalaksanaan
Dengan perlindungan antibiotik sisa plasenta dikeluarkan secara digital atau dengan
kuret besar. Jika ada demam ditunggu dulu sampai suhu turun dengan pemberian antibiotik
dan 3 – 4 hari kemudian rahim dibersihkan, namun jika perdarahan banyak, maka rahim
segera dibersihkan walaupun ada demam.19 Keluarkan sisa plasenta dengan cunam ovum atau
kuret besar. Jaringan yang melekat dengan kuat mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha
untuk melepas plasenta terlalu kuat melekatnya dapat mengakibatkan perdarahan hebat atau
d. Antiobiotika ampisilin dosis awal 1 gr IV dilanjutkan dengan 3x1 gram per oral
e. Oksitosin
1) Methergin 0,2 mg peroral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung dengan analgesik bila
kram.
2) Mungkin perlu dirujuk ke rumah sakit untuk dilatasi dan kuretase bila terdapat perdarahan.
g. Bila kadar HB <8 gr % berikan tranfusi darah. Bila kadar Hb >8 gr%, berikan sulfas
Sisa plasenta bisa diduga kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan plasenta
manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan
pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat
kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan
eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/ digital atau kuret dan pemberian uterotonika.
Komplikasi sisa plasenta adalah polip plasenta artinya plasenta masih tumbuh dan dapat
menjadi besar, perdarahan terjadi intermiten sehingga kurang mendapat perhatian, dan dapat
terjadi degenerasi ganas menuju korio karsinoma dengan manifestasi klinisnya. Menurut
b. Infeksi puerperium
c. Kematian akibat perdarahan
DAFTAR PUSTAKA
dengan Faktor Risiko Karakteristik Ibu di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
kejadian anemia di ruang ponek rsud kabupaten jombang. jurnal edu health.2015;
5 ( 2): 142-7.
2008.
persalinan dan upaya penurunannya di wilayah kerja puskesmas kota medan tahun
7. Komite Medik RSUP dr. Sardjito. Perdarahan Post Partum dalam Standar
overview.htm
11. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Diakses tanggal
12. Cunningham FG, dkk. Williams Obstetric, ed. 23. New York: McGraw-Hill,2010.
13. Hanifa W. Gangguan Dalam Kala III Persalinan, dalam Ilmu Kebidanan. Edisi
3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,1997.
14. William, F.R., Carey J.C. Perawatan Pasca Persalinan,dalam Obstetri &
19. Sitti Saleha. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Yogyakarta : Fitrimaya,
2010.